Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Penerapan Metode Omnibus Law Dikaitkan Teori Kemanfaatan Hukum Dalam Permasalahan Legislasi Lingkungan Hidup Hassanain Haykal; Demson Tiopan; Theo Negoro
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5 No. 1 (2021): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v5i1.3224

Abstract

Environmental problems are very complex, one of which is related to the formation of laws and regulations in the environmental sector. The interrelated effect of the many regulations governing environmental problems raises not only legal problems, but also moral problems such as corruption and bribery. One of the efforts to solve environmental legislation problems is The Omnibus Law. The Omnibus Law itself often used by other countries to overcome chaos of the prevailing laws which are considered as too many and thus efficiency is in need to create legal certainty and to avoid overlapping between state institutions authority. This article is an analytical-juridical study regarding the application of the Omnibus Law metdhod to address legislative problems regarding the environment in Indonesia. This study uses a normative juridical approach with the data obtained from library research and literature related to the object being studied. The result of the study found that the Omnibus Law method can be used as a way to harmonize the laws and regulations regarding the environment in Indonesia with a note that it fosters a sense of awarnezss and a sense of belonging to the community towards legal product that use the Omnibus Law method as a means of ordering legislation.
POLITIK HUKUM PENGATURAN PROFESI PERAWAT DALAM UPAYA STANDARDISASI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Yohanes Hermanto Sirait; Demson Tiopan
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.502 KB) | DOI: 10.29303/ius.v6i1.529

Abstract

Mutual Recognition Agreement (MRA) yang disepakati untuk diberlakukan bersamaan dengan MEA mengamanatkan arus bebas tenaga kerja yang salah satunya adalah profesi perawat. Dengan adanya MRA Perawat ini maka perawat yang berasal dari Negara ASEAN dapat lebih mudah bekerja di Negara ASEAN lainnya. Namun MRA Perawat dihadapkan pada persoalan perbedaan dalam hal tingkat pendidikan, perizinan, pengupahan dan penyelesaian sengketa. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji politik hukum harmonisasi pengaturan tentang keperawatan di Indonesia agar dapat menyesuaikan standar pengaturan keperawatan yang diamanatkan dalam MEA dan MRA Perawat. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka dan hasil wawancara sebagai data tambahan. Pengkajian dilakukan secara deduktif. Hasil penelitian mengidentifikasi beberapa masalah dalam proses harmonisasi yaitu pengaturan tentang keperawatan baru diatur secara tegas dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Oleh karena UU ini disahkan sebelum berlakunya MEA, terdapat kemungkinan bahwa muatannya belum memenuhi standar yang disepakati di MEA. Untuk itu, Indonesia perlu melakukan harmonisasi pengaturan profesi perawat sesuai standar yang diamanatkan dalam MEA dan MRA Perawat. 
HARMONIZING RELATIONSHIPS OF CENTRAL GOVERNMENT AND REGIONAL GOVERNMENTS IN SHARE DIVESTMENT OF MINING COMPANIES Demson Tiopan
Dialogia Iuridica Vol. 12 No. 1 (2020): Volume 12, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Faculty of Law, Maranatha Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28932/di.v12i1.2998

Abstract

Menurut Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, divestasi saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia.Upaya divestasi saham ini dilakukan sepenuhnya oleh pemeritah pusat tanpa melibatkan pemerintahan daerah yang menjadi daerah eksplorasi perusahaan tambang.Berlakunya sikap pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang tidak mencerminkan tujuan hukum dalam upaya divestasi saham perusahaan tambang . Penulisan Paper ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan meneliti pada data sekunder bidang hukum yang ada sebagai data kepustakaan dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan kriterium kebenaran koheren. Untuk menganalisisnya permasalah ini penulis menggunakan teori tujuan hukum dari Gustav Radbruc dikaitkan dengan sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence Friedman. Penulis menemukan bahwa Norma hukum yang ada pada dasarnya tidak mengehendaki pembagian yang tidak adil akan tetapi di dalam norma-norma hukum yang lain terdapat ketentuan mengenai tindakan-tindakan khusus yang dapat dilakukan pemerintah pusat khususnya di dalam bidang pertambangan yang dapat dijadikan celah pemerintah pusat dalam memonopoli divestasi saham. Upaya hukum juga pada dasarnya mengupayakan sikap pemerintah pusat yang berimbang kepada pemeritnah daerah untuk memajukan masyarakat daerah.Penulis menyarankan bahwa legislatif harus membentuk undang-undang yang mengatur lebih detail mengenai divestasi saham yang dilakukan pemerintah pusat dimana juga megedepankan pemerintah daerah. Jika keuangan pemerintah daerah tidak mampu melakukan upaya divestasi saham perusahaan tambang seharunsya pemerintah wajib meberikan hibah divestasi sahamnya, walaupun pemerintah kehilangan sahamnya tetapi pada prinsipnya hibah tersebut digunakan untuk kemakmuran rakyat di daerah.
QUO VADIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PERTANIAN: TERCAPAINYA KEDAULATAN PANGAN SEBAGAI NEGARA AGRARIS Demson Tiopan; Kevin Alim Rabbani
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 1 (2022): Maret, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i1.51826

Abstract

Kedaulatan pangan merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan negara. Tercapainya kedaulatan pangan akan menjadikan suatu negara memiliki kesejahteraan yang baik. Tujuan kedaulatan pangan harus didukung dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang koheren. Kehadiran Undang-Undang CIpta Kerja dinilai telah menjauhkan Indonesia dari tujuan kedaulatan pangan. Tulisan ini mengkaji peraturan perundang-undangan di bidang pertanian dikaitkan dengan pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif serta pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa telah terjadi inkoherensi antara kedaulatan pangan yang digagas oleh pemerintah dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian. Inkoherensi tersebut disebabkan oleh adanya sejumlah perubahan pada Undang-Undang di bidang pertanian melalui kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja. Perubahan ini pun berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap kesejahteraan para petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian ulang oleh pemerintah terhadap Undang-Undang Cipta Kerja khususnya berkenaan dengan peraturan di bidang pertanian sehingga tujuan kedaulatan pangan akan tetap dapat dicapai.
PSIKOEDUKASI PENCEGAHAN PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA DI GARUT Jacqueline Marie Tjandraningtyas; Meilani Rohinsa; Heliany Kiswantomo; Kristin Rahmani; Demson Tiopan; March Denny Karyady; Anita Linawati
SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1 No. 4 (2022): SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Desember 2022
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/swarna.v1i4.170

Abstract

Abstrak Garut merupakan salah satu dari tiga daerah dengan jumlah pernikahan anak tertinggi di Jawa Barat. Fakta menunjukkan bahwa pernikahan dini lebih banyak memberikan dampak yang negatif bagi remaja, baik secara fisik, seksual, maupun sosial. Pemerintah Kabupaten Garut terus berupaya untuk mencegah terjadinya pernikahan dini di kalangan remaja. Untuk itu bersama dengan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dilaksanakan psikoedukasi pencegahan pernikahan dini pada remaja di Garut. Kegiatan ini diikuti oleh 29 remaja dari Kabupaten Garut. Psikoedukasi ini dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi dan bermain peran. Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon yang telah dilakukan diperoleh gambaran bahwa terdapat peningkatan pengetahuan peserta yang signifikan terkait materi mencintai diri, pendidikan seks untuk remaja, karakteristik remaja dan orientasi masa depan. Peningkatan pemahaman tersebut didukung oleh cara penyampaian materi, tampilan materi dan penampilan narasumber yang menarik, sehingga menunjang tercapainya tujuan kegiatan psikoedukasi ini. Terdapat limitasi dalam psikoedukasi yang diharapkan dapat dihindari dengan mengadakan psikoedukasi dengan fasilitas hybrid dikemudian hari
Juridical Review of the Authority of the House of Representatives in Proposing the Dismissal of Constitutional Judges is Associated with the Principle of Legal Certainty and Does Not Abuse Authority in the General Principles of Good Government Govin Genaro Sihotang; Demson Tiopan
Daengku: Journal of Humanities and Social Sciences Innovation Vol. 3 No. 4 (2023)
Publisher : PT Mattawang Mediatama Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35877/454RI.daengku1739

Abstract

This article discusses the authority of the House of Representatives in proposing the dismissal of Constitutional Court judges. This analysis is associated with Article 23 of Law Number 7 of 2020 concerning the Third Amendment to Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court. This legal research is based on qualitative methodology using literature studies sourced from laws and regulations, books, and scientific journal articles. This article concludes that the House of Representatives is only authorized to propose 3 (Three) constitutional judges in accordance with applicable regulations and is not authorized to propose the dismissal of Constitutional Court judges because there are no legal rules that can be based on the House of Representatives to propose the dismissal of Constitutional Court judges. The reason for the House of Representatives in proposing the dismissal is only based on certain political reasons, namely Aswanto as a constitutional judge often annuls the legal products of the House of Representatives, which is certainly the task of a constitutional judge to examine the law against the Constitution, associated with the General Principles of Good Governance, the steps of the House of Representatives are not in accordance with the principle of legal certainty and the principle of not abusing authority. In this case, the House of Representatives should not override its own products. This article discusses the authority of the House of Representatives in proposing the dismissal of Constitutional Court judges. This analysis is associated with Article 23 of Law Number 7 of 2020 concerning the Third Amendment to Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court. This legal research is based on qualitative methodology using literature studies sourced from laws and regulations, books, scientific journal articles
Urgensi Kebijakan Percepatan Pembangunan PSN Dikaitkan Asas Kemanfaatan, Asas Kepastian Hukum, dan Asas Good Governance Kezia Estevien Adigracia; Demson Tiopan
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.013 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i12.11151

Abstract

Indonesia menempatkan kesejahteraan sebagai tujuan dari kegiatan Pembangunan. Hal ini berarti bahwa keberhasilan atau kegagalan pembangunan ekonomi yang diperuntukkan bagi pembangunan kesejahteraan sosial, akan membawa implikasi terhadap capaian tujuan pembangunan nasional. Perkembangan situasi global yang menurut kompetenis di segala bidang menghadirkan situasi yang harus direspon secara cepat dan efektif. Untuk itulah Pemerintah membentuk Kebijakan Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional untuk merespon kebutuhan bangsa fokusnya adalah pertumbuhan ekonomi demi kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya, Kebijakan percepatan ini disisi lain dapat mencederai kesejahteraan masyarakat itu sendiri, yang harusnya menjadi fokus utama dalam setiap pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan meninjau Urgensi Kebijakan Pemerintah Melakukan Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Dikaitkan Dengan Asas Kemanfaatan, Asas Kepastian Hukum, dan Asas Akuntabilitas Asas- Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Penelitian ini adalah menggunakan metode yuridis normatif yang sifatnya deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan Undang- Undang. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Kebijakan ini pada dasarnya adalah baik, tetapi karena terlalu berfokus pada percepatan pembangunan ekonomi, kualitas kehidupan masyarakat, pemeliharaan sumber daya alam dan keadilan sosial menjadi tidak terlaksanakan. Oleh karena itu perlu adanya pembenahan kebijakan yang baik berdasarkan asas- asas umum pemerintahan yang baik.
Implementation of The Trias Politica Concept and The Prospects For Establishing New High State Institutions in Indonesia Demson Tiopan; Agus Setiawan; Kevin Alim Rabbani
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.1111

Abstract

State institutions play a significantly central role in the implementation of governance. The doctrine of trias politica has been implemented in the structure of the Indonesian state, establishing a division of powers among three branches: the executive, legislative, and judicial. Nevertheless, over time, Indonesia has expanded the trias politica doctrine by incorporating a novel branch of power, namely the examinative institution operated by the The Audit Board of the Republic of Indonesia. The high state institutions established in accordance with the constitution enjoy robust and enduring positions and authorities. On the other hand, state institutions formed through legislation tend to possess comparatively weaker and non-permanent positions and authorities, as they are susceptible to amendments or even dissolution by the House of People’s Representatives (Dewan Perwakilan Rakyat, DPR), which holds legislative functions. The Ombudsman and Corruption Eradication Commission (Komisi Pemberantasan Korupsi or KPK), as auxiliary state institutions playing pivotal roles in the governance system, face vulnerability due to their establishment being founded on statutory laws. Consequently, there arises an urgent necessity and opportunity for the establishment of a new high state institution by elevating the Ombudsman and KPK to the status of high state institutions. However, there are inherent challenges that must be navigated, specifically the requirement for an amendment to the 1945 Indonesian Constitution, contingent upon the political will of the members of the People's Consultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat or MPR).
Harmonisasi Antara Lembaga Yudikatif Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam Dinamika Hukum Tata Negara: Analisis Terkait Keseimbangan Kekuasaan Di Indonesia Muhammad Abdul Aziz Nurambiya; Demson Tiopan
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1269

Abstract

The purpose of this research is to analyse how the balance of power in Indonesia is reflected through the harmonisation of judicial institutions, namely between the Constitutional Court (MK) and the Supreme Court (MA). This research is written through a normative juridical approach by relying on existing secondary data. The result of this research is that harmonisation between the Constitutional Court (MK) and the Supreme Court (MA) plays an important role in maintaining the balance of power in Indonesia, especially in the context of constitutional law. There is disharmony between the two institutions in several decisions, such as in the case of the nomination of DPD RI candidates in the 2019 simultaneous elections, which shows the need for better coordination between the two institutions to ensure clarity and harmony in constitutional law regulations. Proper coordination between the Constitutional Court and the Supreme Court, such as in the case of interfaith marriage, can provide clarity and harmony in regulations. In addition, efforts to maintain harmonisation between the Constitutional Court and the Supreme Court also include amending the 1945 Constitution and ensuring that decisions or actions of other government institutions remain within the corridors of the law. This shows the need for the aforementioned concrete efforts to strengthen cooperation between the two institutions in order to achieve harmonisation in Indonesia's legal system.
Analisis Yuridis Penegakan Hukum dan Pencegahan Tindakan Pengerusakan dalam Lingkup Pariwisata Berdasarkan dari Asas Good Governance Lexandru Josep Kusumo; Demson Tiopan
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1414

Abstract

Destructive actions can be categorized as vandalism. This destructive action is common in tourism areas. Tourism is an important sector of national economic development. The tourism sector faces challenges in the form of acts of vandalism on public facilities that result in losses for the tourism sector and indicate the existence of social diseases in Indonesia. This problem is important to be addressed through law enforcement and prevention efforts in accordance with the principles of good governance because the lack of government supervision in terms of order has caused problems in the form of a social disease called vandalism which is rampant in tourism sites. Therefore, it is necessary to conduct research to examine legal prevention and efforts to prevent this act of vandalism in terms of the principles of good governance. The method used for this research is the normative juridical method in which the research focuses on positive legal norms written in and the Criminal Code (KUHP) relating to sanctions. The purpose of this research is to find out whether law enforcement and prevention of acts of destruction in the tourism environment are in accordance with the principles of good governance. The form of sanctions against the perpetrator is regulated in the Criminal Code. One of the efforts that can be made to reduce this act of destruction in accordance with the principles of good governance is to facilitate these street artists to help the government beautify tourism in Indonesia.