Fermentasi biji kakao dapat memengaruhi kualitas dengan penurunan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui karakteristik biji kakao yang difermentasi dan tidak difermentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur yang berasal dari Google Scholar, Science Direct, Pubmed dan Research Gate. Adapun pemilihan jurnal yang disitasi telah melalui proses skrining berdasarkan kriteria inklusi, khusus dan eksklusi. Fermentasi biji kakao merupakan tahap penting dalam pengolahan pascapanen kakao, melibatkan suksesi mikrobial dari khamir, bakteri asam laktat (LAB), hingga bakteri asam asetat (AAB), serta berbagai spesies Bacillus dan fungi filamen. Proses ini tidak hanya menghilangkan lendir pada biji kakao, tetapi juga mempersiapkan biji melalui enzim yang memodifikasi warna, rasa, dan aroma. Hasil fermentasi biji kakao juga memengaruhi komposisi kimia, dengan kandungan lemak, protein, pati, sukrosa, theobromin, kafein, dan senyawa polifenol yang berubah. Biji kakao mengandung komponen fenolik, flavanol, antosianidin, proantosianidin, epikatekin, katekin, serta zat psikoaktif seperti teobromin dan kafein. Selain itu, biji kakao menghasilkan senyawa volatil yang berkontribusi pada aroma dan rasa produk akhir, seperti 3-hidroksi-2-butanon, 1-metilpiperidin, dan 2,6-dimetilpirazin. Perubahan warna biji kakao menjadi coklat terjadi akibat oksidasi polifenol, yang membentuk tanin dan memberikan warna coklat. Studi komponen volatil pada berbagai klon kakao menunjukkan variasi, dengan beberapa komponen seperti asam asetat, asam tetradekanoat, dan pirazin muncul pada setiap klon yang telah mengalami proses fermentasi. Senyawa volatil dan non-volatil, bersama dengan komponen kimia lainnya, memberikan kontribusi pada karakteristik warna, rasa, dan aroma pada biji kakao yang dihasilkan