I Kadek Widnyana, I Kadek
Program Studi Seni Pedalangan, Institut Seni Indonesia Denpasar

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Penciptaan karya teater monolog wayang upih moved motion: moved motion Adi Pranajaya, I Made; Widnyana, I Kadek; Wicaksana, I Dewa Ketut; Akbar, Hanolda Gema
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 5 No 2 (2025): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v5i2.5058

Abstract

This artistic research explores the creation of a contemporary monologue puppet theater entitled Moved Motion, inspired by the traditional Wayang Upih made from betel sheath (upih). The work departs from the urgency of revitalizing nearly forgotten local traditions while addressing ecological and philosophical values through artistic innovation. The aim is to transform Wayang Upih into a three-dimensional puppet theater that embodies symbolic narratives of karma, transformation, and human existential reflection. The study employs a practice-led research approach, integrated with the Balinese creation framework Asta Widhi Kawya, which guides the process from conceptualization, narrative development, rehearsal, to final performance. Data were obtained through literature review, field observation, and direct experimentation in collaboration with a local art community. The result is a performance that combines traditional material with contemporary dramaturgy, featuring symbolic figures such as the human puppet, butterfly, and mirror to represent bondage, hope, and self-reflection. The novelty of this work lies in the ecological use of natural materials, the integration of personal narrative with traditional philosophy, and the re-positioning of Wayang Upih within contemporary performing arts. This creation contributes to the preservation and reinterpretation of Balinese puppetry while offering a sustainable model for innovative artistic practices.
Penyampaian Pesan Dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Melalui Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali Inovatif Wibawa, I Made Anom; Putra, I Gusti Ngurah Gumana; Widnyana, I Kadek
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 2 No 2 (2022): Oktober
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v2i2.1861

Abstract

Seni pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu jenis kesenian Bali yang hingga saat ini masih terus berkembang dan digemari oleh masyarakat. Banyaknya seniman dalang dengan berbagai karya inovatifnya mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat luas khususnya para pecinta pertunjukan wayang. Hal ini dikarenakan oleh kemampuan yang mumpuni dari seniman dalang dalam memenangi pangsa pasar yang ada. Inovasi dan kratifitas terus dikembangkan sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk menikmatinya. Inovasi menyangkut kemampuan seniman dalang dalam mengembangkan ide-ide baru guna meningkatkan kualitas pertunjukkannya secara teknis. Kreatifitas menyangkut kemampuan seniman dalang dalam meracik sebuah lakon berdasarkan pakem dan sumber-sumber yang exist hingga saat ini, sehingga menghasilkan konten yang kreatif dan menarik. Kreatifitas dalam menciptakan dan mengelola konten tersebut tidak hanya berasal dari pemikiran sendiri. Ada kalanya, bahkan sering seorang seniman dalang mendapatkan inspirasi dari kejadian maupun fenomena sosial masyarakat yang bergerak dinamis. Merefleksikan sebuah karya lakon pertunjukan wayang dengan fenomena sosial yang ada, tentu saja mampu menciptakan atmosfer yang hangat bagi masyarakat penikmat. Masyarakat yang menikmati, tentunya akan merasa akrab segala sesuatu yang disampaikan dalam lakon. Selain sebagai sarana hiburan, pada kesempatan ini pula seniman dalang dapat menyampaikan pesan-pesan moral dan pendidikan yang bernilai adi luhung kepada khalayak. Saran, masukan, dan kritik sosial pun dapat disuarakan kepada pihak tertentu dengan halus tanpa memicu ketersinggungan dan konflik yang dapat meresahkan. Salah satu aspek sosial yang disoroti adalah aspek yang menyangkut nilai-nilai kepemimpinan. Bagaimana hakikat seorang pemimpin, adalah suatu pesan yang perlu disampaikan agar dinamika masyarakat dengan pemimpinnya tidak mengalami permasalahan. Dengan adanya kreatifitas ini, lakon yang disajikan akan padat dan sarat akan nilai-nilai yang dapat mengarahkan kita kepada perubahan yang positif, dengan sebuah balutan hiburan yang bernilai tinggi dalam berbagai segi.
Produksi Penciptaan Karya Wayang Sinema “Ambassador The Peace” Astika, I Made Rival Raynata; Marhaeni, Ni Komang Sekar; Widnyana, I Kadek
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 3 No 1 (2023): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v3i1.2293

Abstract

Eksistensi pertunjukan wayang kulit khususnya di Bali sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ketahun, sehingga banyak model pertunjukan wayang yang bernuansa inovatif. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pertunjukan wayang sudah minim penonton, sehingga penata berinisiatif untuk mengajak masyarakat kembali gemar menonton pertunjukan wayang. Melalui pertunjukan Wayang Sinema “Ambassador The Peace” ini penata berharap mengundang masyarakat dari kalangan anak-anak hingga dewasa kembali gemar menonton pertunjukan wayang inovatif lainnya. Proses penciptaan dalam garapan Wayang Sinema “Ambassador The Peace” menggunakan metode Sumber Kawi Dalang yang diajukan oleh Prof. I Nyoman Sedana, dengan tahapan sebagai berikut ; a. Alam imajinasi keindahan, sebelum penata berkeinginan mengangkat cerita ini penata pernah mengalami kejadian nyata. Penata memulai mengandalkan imajinasinya untuk mengkaitkan cerita yang sama persisnya dengan kejadian tersebut, b. Ide dan Rasa, setelah penata berimajinasi, penata segera menuangkan ide konsep garapan sampai pada akhirnya memutuskan untuk mengangkat konsep Cinemathographie, c. Media atau Sarana, pada pembentukan karya sangat dibutuhkan. Media yang dipakai sudah pastinya yaitu wayang, d. Skill dan Bakat keterampilan khusus, penata menunjukan skill membuat beberapa wayang seperti salah satunya wayang pemurtian yang bisa digerakan dengan teknik tali. Hasilnya adalah sebuah karya seni pertujukan wayang sinema “Ambassador The Peace”. Dengan mengadopsi gaya visual modern yang menghandalkan permaian screen modern yang dipadukan dengan efek musik yang ditata sedemikan rupa, menjadi elemen penunjang objek utama yaitu pertunjukan wayang Bali yang diproduksi dan dikemas secara sinematik.
Penciptaan Teater Wayang Cili “Kalulut Asih” Jaya, Ngurah Made Asmara; Marajaya, I Made; Widnyana, I Kadek
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 4 No 1 (2024): April
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i1.3718

Abstract

Zaman modernisasi seperti saat ini sangat membawakan perkembangan yang sangat luas. Terlebih dalam kesenian wayang. Perkembangan zamanlah yang sekaligus mengembangkan kesenian wayang menjadi kesenian yang inovatif. Dengan adanya hal tersebut penata menciptakan sebuah karya baru dalam seni pewayangan yang terinspirasi pada salah satu tradisi adat Bali yaitu Cili yang memiliki makna sebagai Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Cili tersebut ditrasnformasikan ke dalam bentuk wayang yang kemudian dikemas dalam bentuk seni teater sehingga terciptalah Teater Wayang Cili “Kalulut Asih”. Proses penciptaan Teater Wayang Cili “Kalulut Asih” menggunakan metode sumber Sanggit atau Kawi Dalang yang dikemukakan oleh I Nyoman Sedana dengan tahapan sebagai berikut: a. Pandulame yaitu imajinasi, penata terimajinasi atau terinspirasi dari bentuk cili yang hanya dijadikan sarana upacara, dari hal tersebut muncullah ide penata agar wayang tersebut dapat digerakkan seperti menggerakkan wayang golek. B. adicita/Adirasa yaitu ide konsep wayang cili dikembangkan ke dalam bentuk cerita yang dapat diterima oleh masyarakat khususnya pada kalangan remaja. c. sranasasmaya yaitu properti yang digunakan sebagai pelengkap keberlangsungan pementasan, d. Gunatama atau art skill yaitu ketrampilan pendukung menuangkan improvisasi saat teater ditampilkan.
Penciptaan Dramatari Parwa “Abimanyu Aguru” Sudarmika, I Putu Agus Egik; Widnyana, I Kadek; Putra, I Gusti Ngurah Gumana
JURNAL DAMAR PEDALANGAN Vol 4 No 2 (2024): Agustus
Publisher : Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/dmr.v4i2.4390

Abstract

Eksistensi Parwa terjadi pada tahun 1990-an, namun berbanding terbalik pada masa sekarang. Sehingga penata dengan mitra MBKM penata, berinisiatif untuk membuat suatu pertunjukan Dramatari Parwa dengan lakon “Abimanyu Aguru”. Proses karya Dramatari Parwa dengan lakon “Abimanyu Aguru” menggunakan metode Sumber Kawi Dalang yang diajukan oleh Prof. I Nyoman Sedana, dengan tahapan sebagai berikut: a. Alam Imajinasi Keindahan, Setelah penata mendapatkan sumber cerita untuk digarap, penata tidak akan lepas dengan berimajinasi, penata akan membuka alam imajinasinya. seolah-olah penata masuk dalam dimensi cerita tersebut, b. Ide dan Rasa, Setelah penata berhasil ber-imajinasi selanjutnya penata akan menuangkan ide-ide yang akan digarap kedalam skrip karya, c. Media atau Sarana, Disini penata menggunakan wayang kayonan, pakian atau costum yang menyesuaikan dengan tokoh/peran yang dibawakan, dan iringan yang dipakai ialah gambelan batel gender wayang, d. Skill dan Bakat Keterampilan Khusus, dengan melaksanakan latihan yang maksimal agar pementasan menjadi lebih baik.
THE EXISTENCE OF “NGINANG” AS A SOCIAL AND THEOLOGICAL STUDY OF PUPPETRY IN BALI Widnyana, I Kadek; Sadevi, Luh Wina; Widyarto, Rinto; Shahab, Fauziah; Putra, Ida Bagus Hari Kayana
Proceeding Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference Vol. 4 (2024): Proceedings Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/bbwp.v4i1.576

Abstract

Nginang is the habit of chewing betel leaves and other herbs, such as lime, gambier, areca nut, and tobacco. Nginang has been practiced by people in Southeast Asian countries and parts of Southern China since the 15th century AD. Currently, nginang habit in Indonesia has decreased, which can be caused by many factors. The custom of nginang in Indonesia, especially in Bali, has meaning in various rituals, such as in Balinese puppetry. Nginang functions as a social and theological means of Balinese Dharma Pewayangan Bali. The purpose of this study is to explore the social-theological meaning and existence of the nginang custom for puppeteer in Bali. This is a qualitative study, where primary data is obtained through interviews and observations, while secondary data is obtained through literature review. The conclusion from this study is that nginang is a theological symbol that unites spiritual and social aspects in the life of Balinese puppeteers who must master various arts and the Dharma of Balinese puppetry. Nginang can control words, actions, peace, and harmony during the performance and daily life of the dalang. Nginang should continue to the young generations of puppeteers in order to master the various arts and Dharma of Balinese puppetry.