Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pengaruh Kegiatan Industri terhadap Spasial dan Sosial Ekonomi di Desa Tumbang Marikoi, Kec. Damang Batu, Kab. Gunung Mas Tari Budayanti Usop; Doddy Aditya Iskandar
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 7 No 1 (2020): April 2020
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1022.215 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2020.v07.i01.p09

Abstract

Explorative development produces various impacts that endanger the environment and human life. The impact occurred disturbed the awareness of the world community to be more sensitive and wise in their environmental management. Tumbang Marikoi village is one of the villages in Damang Batu sub-district, Gunung Mas regency. The condition of the village is in the upstream Kahayan river basin. The development of modernization and industrialization has led to changes in land use; the conversion of forest, bush, and swampland to oil palm plantations, and exploitation of gold mining land. This circumstance leads to the socio-economic changes in livelihoods and education levels, while aspects of environmental pollution occur in the river, air, and soil water. The purpose of this study is to examine the aspects of resilience and space in ecological principles due to the transformation that result from unsustainable development, so that the need for revitalization of living space values in Tumbang Marikoi Village, Damang Batu sub-district, Gunung Mas regency. A phenomenological qualitative research approach was employed in this research. Data collection used interviews and observations in the field. The results showed that spatial transformation affected the cultural life arrangements of the Dayak people, the occurrence of vulnerability towards the changes of where previously the forest was an “economic niche”, management, and the life cycle in the forest as a concept of resilience. Can Dayak people find and develop their cultural identity? Keywords: rural spatial; Dayak; resilience; identity Abstrak Pembangunan yang eksploratif menghasilkan berbagai dampak yang membahayakan lingkungan, dan kehidupan manusia. Dampak yang terjadi mengusik kesadaran masyarakat dunia untuk lebih peka, arif, bijak dalam tata kelola lingkungannya. Desa Tumbang Marikoi salah satu desa yang berada di Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, kondisi desa berada di daerah aliran Sungai Kahayan hulu. Adanya perkembangan modernisasi dan industrialisasi memberikan perubahan pada penggunaan lahan, yaitu adanya konversi lahan hutan, semak, dan rawa menjadi perkebunan kelapa sawit, dan eksploitasi lahan tambang emas. Kemudian secara sosial ekonomi perubahan mata pencaharian dan tingkat pendidikan, sedangkan aspek pencemaran lingkungan terjadinya pencemaran air sungai, udara, dan tanah. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek kebertahanan (resilience) dan ruang dalam prinsip ekologi akibat transformasi yang terjadi sebagai dampak dari pembangunan yang tidak berkelanjutan, sehingga perlunya revitalisasi nilai-nilai ruang hidup di Desa Tumbang Marikoi Kecamatan Damang Batu Kabupaten Gunung Mas. Pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara serta pengamatan di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: transformasi ruang berpengaruh terhadap tata kehidupan budaya masyarakat Dayak, terjadinya kerentanan terhadap perubahan dimana sebelumnya hutan adalah “ceruk ekonomi”, manajemen, dan siklus hidup di hutan sebagai konsep ketahanan. Mampukah masyarakat Dayak menemukan dan mengembangkan jati diri budayanya? Kata kunci: tata ruang desa; Dayak; kebertahanan; jati diri
Disempowering Traditional Spatial Arrangement of Dayak Community: A Case Study of Tumbang Marikoi Village, Central Kalimantan, Indonesia Tari Budayanti Usop; Sudaryono Sudaryono; M. Sani Roychansyah
Forest and Society Vol. 6 No. 1 (2022): APRIL
Publisher : Forestry Faculty, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24259/fs.v6i1.13472

Abstract

The rapid industrialization in the last decades significantly changed the traditional spatial arrangement in Central Kalimantan Island. The indigenous community’s traditional forest lands management and ownership were transferred to oil palm plantations and mining corporations. Therefore, it disempowered the traditional spatial arrangement by changing the community’s living conditions and transforming their livelihood sources from primary (forests) to secondary and tertiary. The disempowered traditional spatial arrangement of the Tumbang Marikoi village community includes a living area with rivers, forests, and dwellings. They access the forest through the village Kahayan Hulu and the Marikoi River. There is no power grid in Marikoi Village, making them depend on a solar-powered energy generation facility for their daily activities, including gardening, gathering forest products, hunting, mining gold, and fishing. This study applied the phenomenological method to explain the traditional spatial disempowerment in Marikoi Village, Central Kalimantan, following corporate plantation powers and mining activities. The results indicated that the palm plantations affected the Dayak community's living space and daily life. Furthermore, the ownership and management of their customary land, enhancing their economic, social, cultural, and religious life, was transferred to large plantations. As a result, the community’s traditional spatial arrangement was disempowered through river silting from soil drilling, cloudy river water, flooding, distant land for income (selling honey, vegetables, rattan, herbal medicine, and other forest wealth), farming restrictions by clearing land and losing sacred areas and ancestral rituals.
A Bornean Longhouse in Kahayan and Kapuas River Basin: The Process of Metamorphosis Architecture Tari Budayanti Usop; T. Yoyok Wahyu Subroto; Sudaryono Sudaryono; Muhammad Sany Roychansyah
International Journal of Disabilities and Social Inclusion Vol. 1 No. 01 (2021): March 2021
Publisher : Pedulidisabilitas Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (854.06 KB) | DOI: 10.3333/ijodasi.v1i1.6

Abstract

This paper analyzes the process of changing living space in the Dayak tribes in Central Kalimantan, which is a complex phenomenon. The process of spatial discussion in Dayak settlements is useful in the planning and design process relating to housing and settlements, among others concerning environmental aspects, relocation, resettlement, urban renewal, and preserving local wisdom. This research is trying to develop the concept of change in living space that starts from a Dayak community value at the level of transition by using local material as a reference. The Dayak tribes in Central Kalimantan as the object of this study, specifically those in the large and small watersheds of Central Kalimantan as a reference, and field research as a research method. Asking research questions that arise is like asking whether the spatial discussion process is carried out on Dayak tribes in Central Kalimantan. The steps undertaken to answer the research questions are: first, finding the initial process of the Dayak concept of settling; second, to find the concept of changing space from non-permanent (nomadic) to semi-permanent (settled) and settlement. The results of this study contributed to the development of a revised architectural methamorphosis theory, such as questioning the settlement process of the evolving of Dayak tribes.
Peran Kearifan Lokal Masyarakat Dayak dalam Mengembangkan Batik Benang Bintik di Kalimantan Tengah linggua sanjaya usop; Tari Budayanti Usop
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 3 (2021): September
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i3.1502

Abstract

Kegiatan yang menghasilkan nilai filosofi tinggi pada batik masih belum maksimal oleh masyarakat pembuatnya yakni para perajin batik. Fenomena minimnya pengetahuan tentang jenis, motif, dan pakem penggunaanya oleh pengusaha batik lokal dalam pembuatan batik benang bintik di sentra-sentra batik merupakan masalah yang harus dipecahkan dari berbagai latar belakang, di antaranya secara sosial dan budaya. Solusi dan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan konsep kearifan lokal yang diterapkan kembali oleh para perajin batik di kalimantan tengah. Rumusan masalah penelitian antara lain: 1) apa faktor yang menyebabkan minimnya pengetahuan tentang pembuatan dan fungsi batik tradisi di kalimantan tengah?, 2) apa peran kearifan lokal masyarakat Dayak di kalimantan tengah untuk melestarikan batik benang bintik?, dan 3) bagaimana cara penerapan kearifan lokal masyarakat Dayak di kalimantan tengah?. Metode etnografi dipergunakan dalam penelitian ini. Teori kebudayaan superorganik dari Melville J. Herkovits dipergunakan untuk menemukan korelasi antara peran kearifan lokal dengan pelestarian batik benang bintik. Teknik pengambilan data yakni wawancara mendalam pada para perajin batik di kalimantan tengah, tokoh, dan pakar batik sebagai data primer; serta studi pustaka referensif sebagai data sekunder. Pendekatan antropologis dipergunakan sebagai instrumen analisis berdasarkan realitas sosial dan budaya. Penelitian ini menemukan bahwa peran kearifan lokal masyarakat Dayak dalam mengembangkan dan melestarikan batik benang bintik di Kalimantan Tengah dapat berjalan efektif melalui dukungan pendidikan pranata sosial seperti keluarga dan universitas secara intensif.
KEARIFAN LOKAL DALAM ARSITEKTUR KALIMANTAN TENGAH YANG BERKESINAMBUNGAN Tari Budayanti Usop
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Vol. 6 No. 01 (2011): Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 6 Nomor 1 Tahun 2011
Publisher : Jurusan Arsitektur UPR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.77 KB)

Abstract

Kearifan lokal (local wisdom) merupakan gagasan konseptual yang hidup didalam masyarakat,tumbuh dan berkembang secara terus menerus dalam kesadaran bermasyarakat dan telah menjaditradisi-fisik-budaya, dan secara turun temurun menjadi dasar dalam membentuk bangunan danlingkungannya. Kearifan lokal merupakan sebuah nilai luhur kebudayaan yang dimiliki masyarakatuntuk selalu menghargai alam dan lingkungannya.Orang Dayak di Kalimantan Tengah mendiami desa-desa yang terletak jauh satu dari yang lain, di tepi-tepi atau dekat sungai-sungai besar dan kecil. Rumah-rumah desa pada umumnya didirikan di tepijalan yang dibuat sejajar atau pun tegak lurus dengan sungai. Rumah penduduk pada umumnyadibuat dari sirap atau kulit kayu. Bentuk Rumah berbentuk panggung dengan pilar atau tiang yangtingginya mencapai 4-7m, bentuk rumah tradisional ini bervariasi pada setiap masing suku di KalimantanTengah, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam dan peristiwa yang terjadi pada saat itu.
PENGARUH BENTUKAN ARSITEKTUR TERHADAP KENYAMANAN THERMAL PADA RUMAH BETANG DI KALIMANTAN TENGAH Tari Budayanti Usop
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Vol. 10 No. 02 (2015): Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 10 Nomor 2 Tahun 2015
Publisher : Jurusan Arsitektur UPR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1093.734 KB)

Abstract

Huma Hai Buntoi dan Betang Toyoi merupakan salah satu tipe rumah tradisional Dayak di Kalimantan Tengah. Huma Hai merupakan bangunan tua berdiri pada tahun 1870 yang lalu namun masih kuat dan bertahan sampai sekarang. Penghuni rumah silih berganti dan masih keturunan dari Demang Singa Jalla. Bentuk rumah merupakan bangunan panggung dengan konstruksi kayu ulin yang kuat. Sedangkan Betang Toyoi bangunan tua yang berdiri pada tahun 1869, yang hingga saat ini masih kuat berdiri walaupun kondisi bangunan agak kurang terawat. Penghuni rumah pun silih berganti dan masih keturunan dari Bapak Toyoi Bin Pandji atau bergelar Demang Singa Ranggam. Meskipun pada masa lalu bangunan ini mungkin tidak dirancang khusus dengan mempertimbangkan keadaan iklim tapi lebih pada faktor budaya (culture), namun kenyataannya kenyamanan thermal dalam ruang yang bebas AC ini sangat terasa. Meskipun tidak dilakukan pengukuran seberapa besar temperatur udara dalam ruangan tersebut rasa gerah atau panas akibat kelembaban udara tidak begitu terasa. Logikanya massa bangunan yang menghadap ke arah Sungai Kahayan dengan jarak ± 50 meter adalah daerah dengan kelembaban udara yang tinggi. Keadaan yang menyebabkan ketidak nyamanan thermal. Permukaan sungai yang luas berpotensi menambah kelembaban pada daerah sekitarnya. Kelembaban terjadi akibat prosentase kandungan uap air di udara yang cukup besar. Semakin tinggi kandungan uap air dalam udara semakin tinggi kelembabannya dan semakin tinggi pula ketidak nyamanan thermalnya. Bangunan Huma Hai Buntoi dan Betang Toyoi yang berada di kawasan dengan kelembaban tinggi semestinya tidak nyaman secara thermal dan menjadi fenomena aneh apabila dilihat dari kenyataan bahwa keadaan di dalam ruang terasa nyaman secara thermal, akan tetapi kedua Betang ini memiliki perbedaan desain ruang dan yang lebih terasa nyaman secara thermal adalah bangunan Huma Hai Buntoi sedangankan pada bangunan Betang Toyoi bentuk bangunannya lebih memanjang kekiri dan kekanan agak berbeda suhu yang dirasakan dari kedua sisi-sisi bangunan yang memanjang tersebut walaupun masih terasa nyaman secara thermal.
ELEMEN-ELEMEN PENDORONG KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR NUSANTARA Doddy Soedigdo; Ave Harysakti; Tari Budayanti Usop
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Vol. 9 No. 01 (2014): Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 9 Nomor 1 Tahun 2014
Publisher : Jurusan Arsitektur UPR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk oleh wilayah-wilayah yang memiliki bermacam-macam karakteristik, bahasa, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang unik dan berasal dari budaya masyarakat Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang mendorong timbulnya kearifan lokal dalam arsitektur di nusantara ini. Menggunakan metode kualitatif-rasionalistik ditemukan hasil bahwa elemen pendorong timbulnya suatu kearifan lokal adalah elemen manusia beserta pola pikirannya, dan elemen alam beserta iklimnya. Terbukti dengan pola pikir mereka yang menghasilkan kebijaksanaan mereka dalam menyusun pengetahuan yang dianggap baik bagi kehidupan mereka seperti hukum adat, tata kelola, dan tata cara untuk aktivitas mereka sehari-hari. Oleh sebab itulah maka kearifan lokal dalam arsitektur menjadi sangat penting perannya dalam menjaga dan mempertahankan kelestarian budaya Indonesia
PELESTARIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL DAYAK PADA PENGENALAN RAGAM BENTUK KONSTRUKSI DAN TEKNOLOGI TRADISIONAL DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH Tari Budayanti Usop
JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Vol. 9 No. 02 (2014): Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 9 Nomor 2 Tahun 2014
Publisher : Jurusan Arsitektur UPR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan kekhasan seni dan budayanya, baik di dalam negeri maupun luar negeri.Kalimantan Tengah sangat dikenal dengan suku Dayak atau suku bangsa seperti Ngaju, Ot-Danum, Ma-ayan, Ot-Siang, Lawangan, Katingan, dan sebagainya.Berbagai seni dan budaya yang dikenal dengan adat istiadat, sistem kekerabatan ambilineal, permainan anak negeri, bahasa daerah, rumah adat, dan sebagainya.Asas yang dianut adalah asas kekeluargaan dan kebersamaan yaitu Budaya Betang (hidup berdampingan dalam satu atap) dan gotong royong (saling haduhup). Namun, fenomena yang tejadi sekarang adalah mulai adanya pergeseran sosial masyarakat Dayak.Hal tersebut, tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.Pertama, kemajuan teknologi komunikasi yang membuat manusia hidup dalam kepraktisan.Kedua, pengaruh budaya asing (westerrnisasi).Ketika kebudayaan asing mempengaruhi masyarakat Dayak salah satunya moderenisasi.Modernisasi telah mengubah kehidupan tradisional Dayak.Hal tersebut, dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang terdapat di Kalimantan Tengah.Salah satu bangunan tersebut adalah Rumah (huma) Betang.Huma Betang yang memiliki seni ukiran dengan motif khusus Dayak yang berorientasi pada alam, dan hewan dimana orang jaman dulu menandakan hidup dekat dengan alam, sebuah filosofi hidup yang unik yang patut dilestarikan.Pandangan hidup jaman dulu patut dijadikan sebagai panutan dan pelajaran hidup bagi manusia dan individu. Huma Betang yang memiliki penamaan khusus tentang sistem konstruksi teknologi pada bangunanpun sudah mulai dilupakan, digantikan dengan nama-nama sistem konstruksi dalam bahasa Indonesia, badahal penamaan konstruksi dalam bahasa Dayak sendiri lebih kaya makna dan arti, yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia yang lebih umum. Penelitian ini dilaksanakan di desa Buntoi dan di Tumbang Malahoi, desa yang memiliki rumah Adat yang khas yaitu Betang Buntoi dan Malahoi, dijadikan sebagai objek penelitian dan di analisa sintesa, Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif yang bersifat observasi lapangan (research field), dan wawancara dengan nara sumber terkait yang memahami tentang sistem kontruksi dan Teknologi Dayak Kalimantan Tengah, dimana pengolahan data langsung pada lokasi penelitian untuk menemukan berbagai pembuktian-pembuktian yang akan diteliti
PENILAIAN RISIKO GEOMEKANIK TAMBANG LOKAL DENGAN METODE ROCK MASS RATING DI LOA JANAN SAMARINDA Shodiqin, Muhammad Ali; Usop, Tari Budayanti; Susi, Theresia; Hartanto, Singgih; Sutrisno, Herwin; Permana, Indrawan; Perkasa, Petrisly
Jurnal Teknika: Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Keteknikan Vol. 9 No. 1 (2025): Jurnal Teknika: Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Keteknikan, Oktober 2025
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36873/jt.v9i1.15887

Abstract

This research explores slope stability at a sandstone mine in Loa Janan Ilir sub-district, Samarinda City, by applying the Rock Mass Rating (RMR) method to identify potential geotechnical risks. The 30-meter Scanline method was used to collect structural data on the bridles, while five key RMR parameters, including uniaxial compressive strength and Rock Quality Designation (RQD), were analyzed to determine the quality of the rock mass. The results revealed that the rock mass at the site has an RMR value of 33.5425, which classifies the slope condition as class IV (poor). This finding highlights the great potential for wedge avalanches to occur, which could threaten the safety of workers and mining operations. As such, this study offers critical insights that can drive decision-making in risk mitigation and safer mine management in the area.
Pemetaan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Kasongan Lama Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan Rotoni, Rotoni; Poerwadi, Petrus; Usop, Tari Budayanti; Sutrisno, Herwin; Susi, Theresia
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i11.62388

Abstract

Permukiman kumuh tetap menjadi persoalan struktural dalam pembangunan wilayah di Indonesia, termasuk di kawasan pedalaman seperti Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan kota dan perdesaan dengan ketersediaan lahan, infrastruktur, serta layanan dasar menjadi penyebab utama munculnya kawasan kumuh. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis tingkat kesesuaian kondisi fisik pemukiman di Kelurahan Kasongan Lama terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Katingan dan (2) memetakan serta mengklasifikasikan tingkat kekumuhan di RT 02, RT 04, RT 06, RT 07 dan RT 012 melalui pendekatan spasial dan skoring. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh wilayah RT 02, RT 04, RT 06, RT 07 dan RT 012 tidak termasuk dalam kawasan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai zona pemukiman formal, yang berimplikasi pada regulasi, legalitas lahan, izin pemanfaatan ruang dan risiko yang lebih tinggi terhadap kerentanan di bantaran sungai atau pinggir sungai. Selanjutnya, analisis spasial dan skoring menunjukkan bahwa kelima RT tersebut diklasifikasikan dalam kategori “kumuh ringan” kondisi fisik dan sarana-prasarana belum kritis berat namun telah melewati ambang layak yang memerlukan intervensi. Implikasi penelitian ini menekankan bahwa intervensi penanganan permukiman di Kelurahan Kasongan Lama harus memperhatikan legalitas dan kesesuaian fungsi lahan dengan RTRW, memperkuat infrastruktur di bantaran sungai, serta mengalokasikan prioritas berdasarkan pemetaan spasial agar sumber daya dialokasikan secara tepat. Metode AHP + skoring spasial yang digunakan dalam penelitian ini menawarkan kerangka operasional yang lebih praktis dan kontekstual di tingkat RT, sambil tetap selaras dengan standar nasional yang diatur dalam Permen PUPR No. 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.