Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Enhancement of UMKM Financial Management in Kec. Cilawu For Supporting The Halal Ecosystem Ira Siti Rohmah Maulida; Arif Rijal Anshori; Neng Dewi Himayasari; Iwan Permana
MIMBAR : Jurnal Sosial dan Pembangunan Volume 39, No. 2, (December 2023) [Accredited Sinta 3, No 79/E/KPT/2023]
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah (Universitas Islam Bandung)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mimbar.v39i2.2986

Abstract

Most of the small traders in Cilawu are trapped by loan sharks. This condition is due to limited literacy and legal sources of capital. Still need to gain confidence in sharia financial service products. This study concludes the Enhancement of the Ability of UMKM Financial Management in Cilawu For Supporting The Halal Ecosystem is to increase literacy in financial management for traders, from planning to preparing financial reports that because the level of financial literacy of traders is still low, and traders do not have confidence in financial service institutions and financial service products; besides that, it is necessary to provide literacy in Islamic financial institutions and their financial products and services, which can directly boost the activities of Islamic financial institutions to contribute to the development of the halal ecosystem.
Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqisah pada Produk Pembiayaan BSI Griya Najmah Salamah; Iwan Permana; Intan Nurrachmi
Jurnal Riset Ekonomi Syariah Volume 4, No. 1, Juli 2024 Jurnal Riset Ekonomi Syariah (JRES)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jres.v4i1.3650

Abstract

Abstract. Home is a basic need for all humans, because home is a place for humans to rest after a long day's activities. However, not everyone can afford to own a house, especially the lower middle class. Therefore, KPR is a solution provided by financial institutions for the needs of the community. The mortgage payment system is considered lighter because it is done in installments. Likewise with BSI, BSI offers mortgage financing products in the form of BSI Griya. The purpose of this research was to determine the review of muamalah jurisprudence on the implementation of the musyarakah mutanaqisah contract on BSI Griya financing products at BSI KCP Bandung Setiabudi 1. The type of research used in this study is a type of qualitative research with an empirical descriptive approach. The results of this study, namely the implementation of the musyarakah mutanaqisah contract on BSI Griya financing products at BSI KCP Bandung Setiabudi 1 have generally fulfilled the principles of muamalah jurisprudence. However, there are several things that must be considered, namely the costs incurred during the contract must be charged to all parties, the profit sharing ratio must be in accordance with the portion of ownership, and a statement prohibiting refunds by one of the parties to the deed of agreement. Abstrak. Rumah merupakan sebuah kebutuhan dasar bagi semua manusia, karena rumah merupakan tempat manusia beristirahat setelah beraktivitas sepanjang hari. Tetapi, tidak semua orang mampu memiliki rumah, terutama masyarakat kalangan menengah kebawah. Oleh karena itu, KPR menjadi sebuah solusi yang diberikan oleh lembaga keuangan atas kebutuhan masyarakat. Sistem pembayaran KPR dianggap lebih ringan karena dilakukan secara angsuran. Begitu pun dengan BSI, BSI menawarkan produk pembiayaan KPR berupa BSI Griya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan fikih muamalah terhadap pelaksanaan akad musyarakah mutanaqisah pada produk pembiayaan BSI Griya di BSI KCP Bandung Setiabudi 1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif empiris. Hasil dari penelitian ini, yaitu pelaksanaan akad musyarakah mutanaqisah pada produk pembiayaan BSI Griya di BSI KCP Bandung Setiabudi 1 secara umum telah memenuhi prinsip-prinsip fikih muamalah. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan selama akad berlangsung harus dibebankan kepada semua pihak, nisbah bagi hasil harus sesuai dengan porsi kepemilikan, dan pernyataan larangan pengembalian dana oleh salah satu pihak dalam akta perjanjian.
Analisis Hukum Islam dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Keabsahan Penggunaan QRIS sebagai Sarana Penghimpunan Dana Zakat Reza Oktavia; Iwan Permana; Liza Dzulhijjah
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13144

Abstract

Abstract. The proposal is to analyze the validity of QRIS as a means of collecting zakat funds according to Islamic law and Law Number 23 of 2011 concerning Zakat Management. This research uses a normative-empirical approach. The data source used in this study is secondary data and then supported by primary data. The data collection used in this study uses interviews, observations and literature studies. The results of the study show that the practice of paying zakat is carried out by scanning the QR Code, filling in personal data and the number of people, then entering the PIN. The implementation of zakat using QRIS is supervised by the Sharia Supervisory Board and carried out in accordance with the SOPs that have been determined, so as to avoid usury. Based on Islamic law, the use of QRIS as a means of paying zakat is legal because it has fulfilled the pillars and conditions, namely the intention, the existence of muzaki, the existence of mustahik, and the existence of assets issued. Although ijab qabul is not explicitly mentioned, in practice it still exists even though it is done implicitly. Meanwhile, according to the law, the use of QRIS in Indonesia is allowed even though it has not been specifically regulated in the Zakat Management Law, but the use of QRIS has been regulated in the Regulation of Members of the Board of Governors Number 21/18/PADG/2019 concerning the Implementation of the National Standard Quick Response Code for Payments and the use of QRIS has also been allowed by the Financial Services Authority Regulation (PJOK). Therefore, the Zakat Management Law will automatically adjust to the regulations that have been determined at this time. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan QRIS sebagai sarana penghimpunan dana zakat menurut hukum islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelola Zakat. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder lalu didukung dengan data primer. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktik pembayaran zakat dilakukan dengan cara memindai Code QR, mengisi data diri dan jumlah jiwa, lalu memasukkan PIN. Pelaksanaan zakat menggunakan QRIS ini diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah dan dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditentukan, sehingga terhindar dari riba. Berdasarkan hukum Islam penggunaan QRIS sebagai sarana pembayaran zakat itu sah karena telah memenuhi rukun dan syarat, yaitu niat, adanya muzaki, adanya mustahik, serta adanya harta yang dikeluarkan. Meskipun ijab qabul tidak disebutkan secara jelas, namun dalam praktiknya tetap ada meskipun dilakukan secara tersirat. Sedangkan menurut Undang-Undang, penggunaan QRIS di Indonesia diperbolehkan walaupun dalam UU Pengelolaan Zakat belum diatur secara spesifik, namun penggunaan QRIS telah diatur di dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran dan penggunaan QRIS juga telah diperbolehkan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK). Oleh karena itu, UU Pengelolaan Zakat otomatis akan ikut menyesuaikan dengan adanya peraturan yang telah ditentukan pada saat ini.
Analisis terhadap Fatwa Dewan Syariah Indonesia Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 2 Tahun 2000 tentang Tabungan Berdasarkan Perspektif Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili M Zidan Al Insyani; Panji Adam Agus Putra; Iwan Permana
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13373

Abstract

Abstract. The Fatwa of the National Sharia Council of the Indonesian Ulema Council (DSN-MUI) Number 2 of 2000 concerning Savings states that savings are a wadi’ah contract. There is a difference in view with contemporary fiqh scholar Wahbah Az-Zuhaili, who argues that the wadi’ah contract is not appropriate for savings. The wadi’ah contract is a trust contract that does not allow the entrusted party (the bank) to use the funds. If the bank uses the entrusted funds, it falls into the category of transgressing authority (ta’adi) and can invalidate the wadi’ah contract due to the loss of the trust element. This study uses a qualitative method with a normative juridical approach, collecting data through library research and interviews with bank-related parties. The types of data used are primary and secondary data in the form of books, journals, and other supporting documents. The results of this study indicate that: 1) The DSN-MUI Fatwa No. 2 of 2000 concerning Savings defines wadi’ah as an asset custody agreement. The recipient must safeguard and return the assets upon the depositor's request. In the context of money, if the recipient is permitted to use it, the contract changes to qardh. 2) According to Wahbah Az-Zuhaili, the more appropriate contract when a bank uses entrusted funds is qardh, not wadi’ah, based on the theory of tahawwul al-'aqd. The use of entrusted funds invalidates wadi’ah or becomes dhoman when its pillars and conditions are not met, thus qardh is considered more appropriate to avoid ambiguity and gharar. Despite the differences in naming the contract, its substance remains aligned with the principle of avoiding riba practices in savings.Abstrak. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Tabungan menyatakan bahwa tabungan merupakan akad wadi’ah. Terdapat perbedaan pandangan dengan ulama fikih kontemporer Wahbah Az-Zuhaili yang berpendapat bahwa akad wadi’ah tidak tepat digunakan untuk tabungan. Tetapi, akad wadi’ah merupakan akad amanah yang tidak memperbolehkan pihak yang dititipi (bank) untuk menggunakan dana tersebut. Apabila bank menggunakan dana titipan, maka termasuk dalam kategori melampaui kewenangan (ta’adi) dan dapat membatalkan akad wadi’ah karena hilangnya unsur amanah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, data dikumpulkan melalui studi pustaka (library research) dan wawancara terkait pihak bank. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder berupa buku-buku, jurnal, dan dokumen pendukung lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan 1) Fatwa DSN-MUI No. 2 Tahun 2000 Tentang Tabungan mendefinisikan wadi’ah sebagai perjanjian penitipan aset. Penerima wajib menjaga dan mengembalikan aset sesuai permintaan penitip. Dalam konteks uang, jika penerima diizinkan menggunakannya, akad berubah menjadi qardh. 2) Menurut Wahbah Az-Zuhaili, akad yang lebih tepat saat bank menggunakan dana titipan adalah qardh, bukan wadi’ah, berdasarkan teori tahawwul al-'aqd. Penggunaan dana titipan menyebabkan wadi’ah batal atau menjadi dhoman ketika tidak terpenuhi rukun dan syaratnya, sehingga qardh dianggap lebih tepat untuk menghindari ketidakjelasan dan gharar. Meskipun terdapat perbedaan dalam penamaan akad, substansinya tetap sejalan dengan prinsip menghindari praktek riba dalam tabungan.
Analisis Hukum Islam terhadap Pemberian Jasa Gesek Tunai Menggunakan Shopeepaylater Winda Fadilah Juliana Devi; Iwan Permana; Liza Dzulhijjah
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13397

Abstract

Abstract. The development of e-commerce in Indonesia has changed the payment system from cash to digital systems such as bank transfers, virtual accounts, and e-wallets. Nonetheless, cash payment remains relevant, especially with the Cash On Delivery option. Since 2018, paylater payment methods have been introduced by e-commerce, including ShopeePaylater. This method allows people to use their ShopeePaylater balance, which is often cashed out into cash, triggering consumptive behavior. ShopeePaylater allows users to shop with a balance and pay in the following month.This study aims to examine the practice of cash swipe service transactions using ShopeePaylater on ruang.ketap accounts and the analysis of Islamic law on these transactions. This research uses qualitative methods with data collection techniques through observation, interviews, and documentation. The data was analyzed by data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The results showed that the practice of cash swipe services at ShopeePaylater involves Ijarah and Qardh contracts that are in accordance with the pillars and conditions. However, the sale and purchase transaction in the cash swipe service for disbursing the Shopeepaylater limit does not meet the correct conditions, because it involves engineering the purchase of goods or Bai' Najasy, which is considered manipulation and fraud. Akad in the analysis of Islamic law involves Ijarah and Qardh between users and service providers as well as transactions with Shopee. Abstrak. Perkembangan e-commerce di Indonesia telah mengubah sistem pembayaran dari yang semula menggunakan uang tunai menjadi sistem digital seperti transfer bank, virtual account, dan e-wallet. Meskipun demikian, pembayaran tunai tetap relevan, terutama dengan adanya opsi Cash On Delivery. Sejak tahun 2018, metode pembayaran paylater diperkenalkan oleh e-commerce, termasuk ShopeePaylater. Metode ini memungkinkan masyarakat untuk menggunakan saldo ShopeePaylater, yang sering dicairkan menjadi uang tunai, memicu perilaku konsumtif. ShopeePaylater memungkinkan pengguna berbelanja dengan saldo dan membayar di bulan berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji praktik transaksi jasa gesek tunai menggunakan ShopeePaylater pada akun ruang.ketigap dan analisis hukum Islam terhadap transaksi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik jasa gesek tunai pada Shopeepaylater melibatkan akad Ijarah dan Qardh yang sesuai rukun dan syarat. Namun, transaksi jual beli dalam jasa gesek tunai untuk pencairan limit ShopeePaylater tidak memenuhi syarat yang benar, karena melibatkan rekayasa pembelian barang atau Bai’ Najasy, yang dianggap manipulasi dan penipuan. Akad dalam analisis hukum Islam melibatkan Ijarah dan Qardh antara pengguna dan penyedia jasa serta transaksi dengan Shopee.
Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Pembayaran Dana Zakat Melalui Sistem Self Assessment dan Official Assessment Afifah Hamasatunnisa; Iwan Permana; Arif Rijal Anshori
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13497

Abstract

Abstract. Indonesia is one of the countries with the largest Muslim population as well as holding the title as one of the countries with the largest population in the world. This makes Indonesia inseparable from various problems, one of which is poverty. This phenomenon of poverty then certainly becomes a concern that must be addressed by various parties, including people who are still concerned about the nation's economic welfare. Muslims are required to pay zakat, where zakat is considered one of the most effective ways to prevent significant social disparities. In paying zakat, generally people have a variety of choices of zakat management institutions that can be chosen according to the desired criteria. However, these criteria are not necessarily able to attract the interest of the community in distributing their zakat through zakat management institutions so that people prefer to distribute their zakat through a self-assessment system where in this system people calculate and distribute their zakat independently without the help of zakat management institutions. This study aims to find out the public's perception of zakat payments through the self and official assessment system and the factors that affect this perception. This type of research is quantitative descriptive with a questionnaire on 98 people in Melatiwangi Village as a sample and data processor using SPSS. The results of the study show that public perception has a positive effect on the level of zakat fund payment both through the self-assessment system and official assessment. The factors that affect the public's perception of the payment of zakat funds include the level of transparency, accuracy of calculations, and fairness in both management and distribution carried out by zakat institutions. Abstrak. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk umat muslim terbanyak sekaligus menyandang gelar sebagai salah satu negara dengan penduduk terbanyak didunia. Hal ini menjadikan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai permasalahan, salah satunya kemiskinan. Fenomena kemiskinan ini kemudian tentunya menjadi perhatian yang harus disikapi oleh berbagai pihak termasuk masyarakat yang masih peduli akan kesejahteraan ekonomi bangsa. Umat muslim diwajibkan menunaikan zakat, dimana zakat ini dianggap sebagai salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah kesenjangan sosial yang cukup signifikan. Dalam membayar zakat, umumnya masyarakat memiliki berbagai pilihan lembaga pengelola zakat yang dapat dipilih sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Namun, kriteria tersebut belum tentu dapat menarik minat masyarakat dalam menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat sehingga masyarakat lebih memilih menyalurkan zakatnya melalui sistem self assessment dimana dalam sistem ini masyarakat menghitung dan menyalurkan zakatnya tanpa adanya bantuan dari lembaga pengelola zakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pembayaran dana zakat melalui sistem self dan official assessment serta faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan kuesioner terhadap 98 masyarakat Desa Melatiwangi sebagai sampel dan pengolahan data menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat berpengaruh positif terhadap tingkat pembayaran dana zakat baik melalui sistem self assessment maupun official assessment. Adapun faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pembayaran dana zakat diantaranya tingkat transparansi, akurasi perhitungan, dan keadilan baik dalam pengelolaan maupun distribusi yang dilakukan oleh lembaga zakat.
Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terhadap Status Iuran Wakaf Tanah Kuburan Siti Aulia Nur Hamidah; Iwan Permana; Liza Dzulhijjah
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13585

Abstract

Abstract. The issue of waqf has been regulated in the Waqf Law. However, the regulation of this problem does not necessarily eliminate all waqf problems, such as the issue of cemetery land waqf contributions. This study aims to find out the practice of waqf contributions and to find out the ownership status of the contributions purchased from land in the RW 001 area, Cigondewah Kaler Village based on a review of Islamic law and Law Number 41 of 2004 concerning Waqf. This type of research is qualitative research using an empirical normative approach. The data sources used are primary data and secondary data. Data collection in the study uses interviews, observations and literature studies. The results of the study show that the ownership status of the contributions purchased for the waqf of cemetery land based on Islamic law belongs to Allah SWT and cannot be owned by anyone. This is in line with the positive law, namely Article 3 paragraph (2) of Government Regulation Number 42 of 2006 concerning the implementation of the Waqf Law considering that Law Number 41 of 2004 concerning Waqf has not specifically regulated the ownership of waqf land. Article 3 paragraph (2) of Government Regulation Number 42 of 2006 stipulates that the registration of waqf property in the name of nazhir does not prove the ownership of nazhir. And in the context of benefits, the management of waqf has not fully fulfilled the recommendations of the Qur'an. So that the waqf that occurs is not in accordance with the applicable laws and regulations. Abstrak. Persoalan wakaf telah diatur dalam Undang-Undang Wakaf. Akan tetapi dengan telah diaturnya persoalan tersebut tidak secara serta merta menghilangkan segala problematika perwakafan, seperti pada persoalan iuran wakaf tanah kuburan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik atas iuran wakaf dan mengetahui status kepemilikannya atas iuran yang dibelikan tanah di kawasan RW 001 Kelurahan Cigondewah Kaler dengan berdasarkan tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan atas iuran yang dibelikan untuk wakaf tanah kuburan berdasarkan hukum Islam menjadi milik Allah SWT dan tidak bisa dimiliki oleh siapapun. Hal ini senada dengan hukum positif yakni Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelasanaan Undang-Undang Wakaf mengingat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf belum mengatur secara spesifik mengenai kepemilikan tanah wakaf. Adapun Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 mengatur bahwa terdaftarnya harta benda wakaf atas nama nazhir tidak membuktikan kepemilikan nazhir. Dan dalam konteks kemaslahatan, pengelolaan wakaf belum memenuhi sepenuhnya anjuran Al-Qur’an. Sehingga perwakafan yang terjadi belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Analisis KHES dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Penerapan Ta'widh Pembatalan Transportasi Online pada Aplikasi Grab Diajeng Ayunda Candra Kirana; Udin Saripudin; Iwan Permana
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.13967

Abstract

Abstract. The implementation ta'widh cancellation of online transportation on the Grab application is a policy set by the company to the application user, where consumers who cancel after the specified time will be charged a cancellation fee. Cancellation fees are charged to consumers who have not received the benefits of the service. This research aims to know, understand, and analyze the application of ta'widh cancellation of online transportation on the Grab application according to the KHES and Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The research method used is qualitative research with a normative juridical approach. The data source is obtained from secondary data supported by primary data. The data collection techniques used are literature study, interviews, and documentation. The results of the study show that the implementation of ta'widh is in accordance with Articles 36 and 38 of the KHES, consumers are still declared to have broken their promises because they have canceled the order and can be subject to compensation fees. According to the Consumer Protection Law, consumers in addition to having the right to receive true, clear, and honest information about the cancellation fee policy, such as the sustainability of information on the application, consumers are also obliged to follow the rules of consumer obligations, in this case consumers as application users are required to read the rules or provisions on the application before using the service, so that consumers can understand what are the provisions that have been approved in the Terms and Conditions of Application. Abstrak. Penerapan ta’widh pembatalan transportasi online pada aplikasi Grab adalah suatu kebjiakan yang ditetapkan pihak perusahaan pada pengguna aplikasi, di mana konsumen yang membatalkan setelah waktu yang ditentukan akan dikenakan biaya pembatalan. Biaya pembatalan dikenakan pada konsumen yang belum menerima manfaat layanan. Peneltian ini memiliki tujuan untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis penerapan ta’widh pembatalan transportasi online pada aplikasi Grab menurut KHES dan UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Pendekatan yuridis normatif dengan metode kualitatif diaplikasikan pada penelitian ini. Sumber data didapatkan dari data sekunder yang didukung data primer. Teknik pengumpulan data berlangsung dengan metode studi pustaka, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penerapan ta’widh sudah sesuai dengan Pasal 36 dan 38 KHES, konsumen tetap dinyatakan ingkar janji karena telah membatallkan pesanan dan dapat dikenakan biaya ganti rugi. Menurut UU Perlindungan Konsumen, konsumen selain berhak untuk memperoleh informasi yang akurat, jujur, dan jelas, tentang kebijakan biaya pembatalan, seperti keberlanjutan informasi pada aplikasi, konsumen juga wajb untuk mengikuti aturan kewajiban konsumen, dalam hal ini konsumen sebagai pengguna aplikasi wajib membaca aturan atau ketentuan yang ada pada aplikasi sebelum menggunakan layanannya, agar konsumen dapat memahami apa saja ketentuan yang telah disetujui pada syarat ketentuan aplikasi.
Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah Tanpa Jaminan Pegadaian Raisa Adila Rihhadatul 'Aisy; Iwan Permana; Liza Dzulhijjah
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.14275

Abstract

Abstract. Pegadaian Sharia People's Business Credit is a loan facility to Rahin (customers) who do not have access to loans to banks but already have a viable and productive business for their business development within a certain period of time based on the Rahn Tasjily contract. Pegadaian claims that this Sharia KUR is without guarantees, but in its scheme this Sharia KUR uses a rahn tasjily contract, so it is a question whether the Sharia KUR procedure is in accordance with the provisions of rahn tasjily or not. The purpose of this research is to find out whether this pawnshop Sharia KUR is in accordance with the provisions of the Fatwa of the National Sharia Council Number: 68/DSN-MUI/III/2008 concerning Rahn Tasjily. The research method used in this study is qualitative descriptive with a normative-empirical approach. Data collection method by observation and interviews at the Sharia Pawnshop CPS Pajajaran Bandung. The result of this research is that, in practice, this pawnshop Sharia KUR does not completely run without guarantees, because what is used as the main collateral is the rahin business as evidenced by NIB, SKU, and business asset register where the pawnshop only holds the list and power of attorney. In this regard, this refers to the Compilation of Sharia Economic Law (KHES) as stated in Article 377 and Article 378 Chapter XIV concerning Rahn related to Everything that is included in the marhun is also mortgaged and the marhun can be replaced with another marhun based on the agreement of both parties. Therefore, the Sharia People's Business Credit of Pegadaian has been in accordance with the Fatwa of the National Sharia Council No: 68/DSN-MUI/III/2008 concerning Rahn tasjily. Abstrak. Kredit Usaha Rakyat Syariah Pegadaian adalah fasilitas pinjaman kepada Rahin (nasabah) yang belum memiliki akses pinjaman ke bank tetapi sudah memiliki usaha yang layak dan produktif untuk pengembangan usahanya dalam jangka waktu tertentu berdasarkan akad rahn tasjily. Pegadaian mengklaim bahwa KUR Syariah ini tanpa jaminan tetapi dalam skemanya KUR Syariah ini menggunakan akad rahn tasjily sehingga menjadi pertanyaan apakah prosedur KUR Syariah telah sesuai dengan ketentuan rahn tasjily atau tidak. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui apakah KUR Syariah pegadaian ini sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn Tasjily. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan normatif-empiris. Metode pengumpulan data dengan observasi dan wawancara di Pegadaian Syariah CPS Pajajaran Bandung. Hasil dari penelitian ini yaitu, dalam praktiknya KUR Syariah pegadaian ini tidak sepenuhnya berjalan tanpa jaminan, karena yang dijadikan agunan pokok adalah usaha rahin yang dibuktikan dengan NIB, SKU, dan register aset usaha dimana pihak pegadaian hanya memegang list dan surat kuasa. Terkait hal tersebut ini merujuk pada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagaimana tertuang dalam Pasal 377 dan Pasal 378 Bab XIV Tentang Rahn terkait Segala sesuatu yang termasuk kepada marhun ikut digadaikan dan marhun dapat diganti dengan marhun yang lain berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Maka dari itu Kredit Usaha Rakyat Syariah Pegadaian ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn tasjily.
Tinjauan Maqashid Syariah terhadap Sistem Monetisasi pada Aplikasi Fizzo Novel Muhammad Fadlan Ramadhan; Iwan Permana; Liza Dzulhijjah
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.14399

Abstract

Abstract. Globalization and technology have made digital applications like Fizzo Novel an essential part of daily life, offering entertainment and additional income through a monetization system. However, concerns arise regarding content that may contradict Maqashid Shariah principles. This research employs a normative juridical method to analyze Fizzo Novel's monetization system in line with Maqashid Shariah principles. While rewarding users with coins aligns with the Islamic contract of ju'alah, content that conflicts with Islamic values can undermine Maqashid Shariah goals, such as safeguarding religion and the soul. Therefore, strict regulations, enhanced content filtering, further research, and community involvement are recommended to ensure adherence to Islamic values in digital applications. Abstrak. Globalisasi dan teknologi telah menjadikan aplikasi digital seperti Fizzo Novel bagian penting dari kehidupan sehari-hari, menawarkan hiburan dan penghasilan tambahan melalui sistem monetisasi. Namun, terdapat kekhawatiran mengenai konten yang mungkin bertentangan dengan Maqashid Shariah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk menganalisis sistem monetisasi Fizzo Novel sesuai prinsip Maqashid Syariah. Meskipun pemberian koin sebagai penghargaan sesuai dengan akad ju'alah dalam Islam, konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dapat merusak tujuan Maqashid Shariah, seperti menjaga agama dan jiwa. Oleh karena itu, disarankan adanya regulasi ketat, peningkatan penyaringan konten, penelitian lebih lanjut, dan partisipasi masyarakat untuk memastikan kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam dalam aplikasi digital.