Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

ELEMEN-ELEMEN DASAR KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN : Basic Elements of Crimes against Humanity Ayu Nrangwesti; Yulia Fitriliani; Maya Indrasti Notoprayitno
Jurnal Hukum PRIORIS Vol. 11 No. 1 (2023): Jurnal Hukum Prioris Volume 11 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Faculty of Law, Trisakti University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/prio.v11i1.18772

Abstract

This research was created to analyze the basic elements of crimes against humanity as stated in the 1998 Rome Statute. The study carried out was comprehensive (looking through the context of Indonesian criminal law, human rights law and international law), and comparative (comparing the elements of the crime of genocide). The background to the emergence of the research problem is the uncertainty of the nomenclature of crimes against humanity which includes the word humanity in it. This is because the concept of humanity can give rise to broad interpretations. This research is also motivated by the desire to compare crimes against humanity with the crime of genocide, especially those related to similar or overlapping elements. The problem in this research consists of 2 (two) main problems, namely: First, a comprehensive analytical elaboration of 3 (three) basic elements crimes against humanity; The second analytical elaboration is comparative to the crime of genocide. The aim of this research is ultimately to provide recommendations to the Indonesian government regarding input for reconceiving crimes against humanity in statutory regulations. The benefits of research are both academic (one of the duties of lecturers is conducting research and for teaching materials for international criminal law and human rights law) and practical (for practitioners, such as judges, prosecutors, lawyers, non-governmental organization activists and social/human rights observers man). This research is a type of doctrinal research with a comparative approach. The research data sources used are primary legal materials (primary sources). Apart from primary legal materials, secondary legal materials (secondary sources) are also the main sources in this research. A comparative approach is carried out by comparing the elements contained in crimes against humanity with the crime of genocide. The conclusion of this research is the discovery of 3 (three) main elements of crimes against humanity, namely: Widespread and systematic attacks; Directed attack on civilian people; Imputable to state/organization's policy. The most difficult element to prove is the third element, namely finding a connection between the actions of a person or group of people and their country's policies. The crime of genocide includes concrete and reliable elements that characterize the crime, while crimes against humanity still seem to overlap with the crime of genocide, even with other international crimes. Keywords: Genocide; Imputability; Crimes against Humanity; Widespread and Systematically Attack; Civilian.
Konflik Sosial Dan Problematika Penegakan Hukum Dalam Kasus Lumpur Lapindo Haekal Amalin Firdany Putra; Trubus Rahadiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 2 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i2.1170

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konflik sosial yang ditimbulkan oleh bencana industri memperburuk problematika penegakan hukum, dengan fokus pada kasus semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo yang melibatkan PT Lapindo Brantas. Rumusan masalahnya adalah bagaimana penegakan hukum dilakukan dalam kasus ini dan sejauh mana konflik sosial yang terjadi dipengaruhi oleh lemahnya penegakan hukum. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, studi kasus, dan analisis sosial. Data diperoleh melalui studi literatur, dokumen hukum, dan sumber media, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lemahnya penegakan hukum berkontribusi besar terhadap muncul dan berlarutnya konflik sosial di masyarakat. Meskipun hukum lingkungan mengatur tanggung jawab korporasi (UU No. 32 Tahun 2009), proses hukum terhadap Lapindo tidak dijalankan secara optimal. Penanganan yang lebih menonjolkan aspek administratif dan politis dibanding pidana menimbulkan kesenjangan antara hukum yang seharusnya berlaku (das sollen) dengan realitas yang terjadi (das sein), serta memperkuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan negara
Konflik Sosial Dan Problematika Penegakan Hukum Dalam Kasus Klitih di Yogyakarta Jeremy Arnold Christian Bangun; Trubus Rahadiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 2 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i2.1374

Abstract

Fenomena kekerasan remaja berupa klitih di Yogyakarta mencerminkan kegagalan sistemik dalam menerapkan prinsip negara hukum dan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam sistem peradilan pidana anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penegakan hukum terhadap kasus klitih dalam kerangka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 serta mengidentifikasi hambatan yuridis, struktural, dan sosiologis dalam implementasinya. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis normatif dan sosiologis, data dikumpulkan melalui studi literatur terhadap regulasi, dokumen resmi, jurnal ilmiah, dan artikel media, lalu dianalisis secara deskriptif dan kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara prinsip keadilan restoratif dalam UU SPPA dan praktik represif di lapangan, yang diperparah oleh ketiadaan pedoman teknis, lemahnya kapasitas lembaga seperti Bapas dan LPKA, serta faktor sosial seperti disfungsi keluarga, ketimpangan pendidikan karakter, dan pengaruh media. Penegakan hukum yang tidak konsisten ini telah menimbulkan ketegangan sosial, krisis legitimasi negara, dan memperburuk stigmatisasi terhadap anak pelaku kekerasan. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya reformasi regulasi, penguatan kapasitas kelembagaan, dan kolaborasi lintas sektor agar sistem hukum lebih mampu menjamin keadilan yang adil, kontekstual, dan berorientasi pada perlindungan serta rehabilitasi anak
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PRAKTIK PINJAMAN ONLINE BERBASIS FINTECH DI INDONESIA: ANALISIS YURIDIS DAN EMPIRIS TERHADAP IMPLEMENTASI REGULASI PERLINDUNGAN KONSUMEN Muhammad Dirga Satria Kurnianto; Trubus Rahardiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
AT-TAKLIM: Jurnal Pendidikan Multidisiplin Vol. 2 No. 7 (2025): At-Taklim: Jurnal Pendidikan Multidisiplin (Edisi Juli)
Publisher : PT. Hasba Edukasi Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71282/at-taklim.v2i7.660

Abstract

This study aims to analyze legal protection for consumers in the practice of online lending based on financial technology (fintech) in Indonesia through normative and empirical juridical approaches. The rise of consumer rights violations—such as misuse of personal data, abusive debt collection, and lack of transparency—reflects the weak enforcement of existing regulations, despite the issuance of several laws, including the Consumer Protection Law, the Electronic Information and Transactions Law (ITE), the Personal Data Protection Law (PDP), and relevant OJK regulations. This research outlines the forms of legal protection provided, including consumers' rights to clear information, data privacy safeguards, and dispute resolution mechanisms. In practice, however, supervision over illegal online lending remains inadequate, public legal literacy is low, and available complaint mechanisms are often ineffective. The study also reveals that although dispute resolution efforts through internal (IDR), external (LAPS), and litigation channels exist, structural and cultural barriers continue to place consumers in a disadvantaged position. Therefore, a reformulation of consumer protection policies that is more progressive, integrated, and justice-oriented is urgently needed. Strengthening inter-agency coordination, enforcing criminal sanctions for serious violations, and enhancing public digital and legal literacy are strategic steps toward realizing effective legal protection in Indonesia's rapidly evolving fintech lending ecosystem.
ANTARA OPTIMALISASI DAN KONTRADIKSI TELAAH AMBIVALENSI EFISIENSI ANGGARAN TAHUN 2025 DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Ananda Kyara Putri Kusuma; Trubus Rahardiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
Journal of Social and Economics Research Vol 7 No 1 (2025): JSER, June 2025
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v7i1.872

Abstract

Kejahatan ekonomi tidak semata-mata lahir dari tindakan individu yang menyimpang, melainkan merupakan hasil dari dinamika sistemik yang mengakar dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi. Permasalahan ini menunjukkan bagaimana ketimpangan dan kesenjangan dalam penegakan hukum memperkuat ruang gerak kejahatan ekonomi, menciptakan kondisi di mana pelanggaran hukum menjadi bagian dari kelaziman dalam interaksi sosial. Analisis berbasis ilmu sosial memberikan kerangka untuk memahami bahwa ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan perlindungan hukum memunculkan peluang bagi praktik-praktik ekonomi yang melanggar aturan. Ketidakadilan struktural, lemahnya mekanisme pengawasan, dan keberpihakan institusi penegak hukum terhadap kelompok-kelompok tertentu memperbesar disparitas ini. Akibatnya, pelanggaran di bidang ekonomi sering kali tidak hanya diabaikan, melainkan juga dilembagakan melalui kebijakan dan praktik sehari-hari. Kejahatan ekonomi tidak lagi dipandang sebagai anomali, melainkan sebagai konsekuensi logis dari sistem sosial yang timpang. Oleh karena itu upaya membongkar kejahatan ekonomi menuntut lebih dari sekadar pendekatan hukum; ia membutuhkan pembacaan kritis terhadap relasi kuasa, distribusi kekayaan, dan struktur norma yang berlaku. Kajian ini menguraikan bagaimana sistemik ketimpangan menghasilkan pelanggaran ekonomi yang terus-menerus, serta bagaimana penegakan hukum, alih-alih menjadi alat keadilan, justru kerap memperdalam jurang ketidakadilan. Pemahaman ini penting agar agenda reformasi hukum dan sosial tidak sekadar bersifat kosmetik, tetapi menyentuh akar persoalan secara menyeluruh.
HAK ATAS PENDIDIKAN BAGI PENGUNGSI DI INDONESIA: The Right to Education for Refugees in Indonesia Bagas Raysan Azharsyah; Maya Indrasti Notoprayitno
Reformasi Hukum Trisakti Vol 7 No 3 (2025): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v7i3.23156

Abstract

Indonesia has become a refuge for a large number of refugees coming from various countries, both located in the Asian region and from other parts of the world. The purpose of this paper is to describe the right to education for refugees, focusing on the situation of Rohingya refugees in Indonesia. Refugees from the Rohingya community face major challenges in accessing education, such as unclear legal status, limited facilities and language barriers. The issue is how the Government of Indonesia, which is not a state party to the 1951 Refugee Status Convention, can provide the right to education for refugees. This research is a normative legal research, which aims to review and analyze legal regulations governing refugee rights, especially the right to education for refugees in Indonesia. The result and conclusion; the Indonesian government has issued policies that support the right to education including for refugees, however, more effective and comprehensive implementation is still needed. The government and relevant institutions must strengthen coordination and provide education that is affordable, comprehensive, and responsive to refugees' needs.
ANTARA OPTIMALISASI DAN KONTRADIKSI TELAAH AMBIVALENSI EFISIENSI ANGGARAN TAHUN 2025 DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Ananda Kyara Putri Kusuma; Trubus Rahardiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
Journal of Social and Economics Research Vol 7 No 1 (2025): JSER, June 2025
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v7i1.872

Abstract

Kejahatan ekonomi tidak semata-mata lahir dari tindakan individu yang menyimpang, melainkan merupakan hasil dari dinamika sistemik yang mengakar dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi. Permasalahan ini menunjukkan bagaimana ketimpangan dan kesenjangan dalam penegakan hukum memperkuat ruang gerak kejahatan ekonomi, menciptakan kondisi di mana pelanggaran hukum menjadi bagian dari kelaziman dalam interaksi sosial. Analisis berbasis ilmu sosial memberikan kerangka untuk memahami bahwa ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan perlindungan hukum memunculkan peluang bagi praktik-praktik ekonomi yang melanggar aturan. Ketidakadilan struktural, lemahnya mekanisme pengawasan, dan keberpihakan institusi penegak hukum terhadap kelompok-kelompok tertentu memperbesar disparitas ini. Akibatnya, pelanggaran di bidang ekonomi sering kali tidak hanya diabaikan, melainkan juga dilembagakan melalui kebijakan dan praktik sehari-hari. Kejahatan ekonomi tidak lagi dipandang sebagai anomali, melainkan sebagai konsekuensi logis dari sistem sosial yang timpang. Oleh karena itu upaya membongkar kejahatan ekonomi menuntut lebih dari sekadar pendekatan hukum; ia membutuhkan pembacaan kritis terhadap relasi kuasa, distribusi kekayaan, dan struktur norma yang berlaku. Kajian ini menguraikan bagaimana sistemik ketimpangan menghasilkan pelanggaran ekonomi yang terus-menerus, serta bagaimana penegakan hukum, alih-alih menjadi alat keadilan, justru kerap memperdalam jurang ketidakadilan. Pemahaman ini penting agar agenda reformasi hukum dan sosial tidak sekadar bersifat kosmetik, tetapi menyentuh akar persoalan secara menyeluruh.
Eksistensi Antara Lembaga Adat Susunan Asli dengan Lembaga Adat Bentukan Pemerintah dan Ormas Peduli Adat Study Kasus: Lembaga Adat Minangkabau di Sumatera Barat Efrizon, Efrizon; Trubus Rahardiansyah; Maya Indrasti Notoprayitno
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 5: Agustus 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i5.10755

Abstract

Keberadaan Kerapatan Adat Nagari (KAN) di nagari di Provinsi Sumatera Barat mengundang tanda tanya, dikarenakan lembaga adat bentukan Pemerintah ini melalui Perda no. 13 tahun 1983 dinyatakan tidak berlaku lagi sejak keluarnya UU no. 22 tahun 1999. Dalam berbagai kasus sengketa tanah memunculkan nama KAN sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas berpindahnya kepemilikan tanah ulayat adat yang berkomplot dengan oknum penguasa dan mafia tanah. Penelitian dengan pendekatan kualitatif normatif ini melalui kajian literature review dan obsevasi lapangan mencoba mengungkapkan kebenaran aturan hukum yang telah dirusak oleh kondisi pembiaran atau diduga ada unsur kesengajaan menciptakan kekacauan aturan hukum di tengah masyarakat adat Minangkabau. Di sisi lain ada lembaga adat setingkat ormas LKAAM turut memperkeruh situasi dengan mengaku-ngaku sebagai pucuk pimpinan adat di Minangkabau, sering mengatas namakan masayarakat adat untuk kepentingan politik dan kepentingan pihak tertentu.