Emmelia Tricia Herliana
Department Of Architecture, Faculty Of Engineering, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITICA PADA MORFOLOGI DAN TIPOLOGI KOTA WASHINGTON, D. C. DAN CANBERRA Herliana, Emmelia Tricia
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 10, No 4 (2013): Jurnal Arsitektur KOMPOSISI
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2008.712 KB) | DOI: 10.24002/jars.v10i4.1101

Abstract

Abstract: City planning is intended to create better living environment for its residents. A city is ‘a living laboratory’ that can be learned by people from different nations and cultures or even by the next generation, particularly by the next city planners. The morphology and typology of Washington, D.C. and Canberra, as federal capital cities of the central government, are determined by the early phase of planning, in which the planners interpreted the concept of the power system that each government has and implemented it to the structure of city. This study has an aim to oversee and compare the implementation of governmental power system in USA and Australia to the urban structure of their civic center. Both of them are democratic nations, which apply the concept of “Trias Politica”, and this concept is implemented within the morphological and typological structure of the capital cities. The method to discuss this topic is, firstly, by describe the history of city planning and design of the two cities. Secondly, the difference of the implementation of “Trias Politica” concept to the basic concept of planning and to the elements of morphology and typology of each city is analyzed. Thirdly, the conclusion of previous discussion is configured. The result of this study is a comparison of the implementation of the concept in differentiating power of legislative, executive, and judicative to the city planning which applied Baroque and Beaux-Arts ideas on Washington, D.C. and Canberra.Keywords: Morphology, typology, capital city, civic center, “Trias Politica”Abstrak: Perencanaan kota bertujuan untuk menciptakan lingkungan bermukim yang lebih baik bagi penduduk kota. Kota yang direncanakan dengan baik diharapkan akan dapat berfungsi dengan baik pula. Morfologi dan tipologi Kota Washington, D.C. dan Canberra, yang berfungsi sebagai ibukota pusat pemerintahan, sangat ditentukan oleh bagaimana para perencana dan perancang kota sejak awal menterjemahkan sistem kekuasaan yang dianut oleh pemerintah negara tersebut ke dalam struktur kota. Studi ini bertujuan untuk melihat dan membandingkan bagaimana konsep yang dianut oleh kedua negara, yaitu United State of America dan Australia, di dalam menjalankan kehidupan bernegara yang menerapkan paham demokrasi, yaitu konsep “Trias Politica”, diterapkan pada struktur morfologi dan tipologi ibukota kedua negara. Metoda pembahasan yang digunakan adalah dengan menguraikan sejarah perencanaan dan perancangan kota Washington, D. C. dan Canberra, menganalisis perbedaan penerapan konsep “Trias Politica” pada konsep dasar perancangan dan unsur-unsur morfologi dan tipologi masing-masing kota, serta menarik kesimpulan dari pembahasan tersebut. Hasil dari studi ini berupa perbandingan penerapan konsep pembagian kekuasaan pada paham demokrasi melalui perancangan kota yang menerapkan gagasan Baroque dan Beaux-Arts pada kota Washington, D.C. dan Canberra. Studi ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan dapat diambil maknanya apabila para perencana dan perancang kota dihadapkan pada permasalahan di dalam merencana dan merancang kota atau mengevaluasi perencanaan dan perancangan yang sudah ada.Kata kunci: Morfologi, tipologi, ibukota, pusat pemerintahan, “Trias Politica”
ANALOGI MUSIK-ARSITEKTUR MELALUI PROSES TRANSFORMASI PADA SIMULASI PERLUASAN GEREJA KATEDRAL BOGOR Herliana, Emmelia Tricia
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 10, No 1 (2012): Jurnal Arsitektur KOMPOSISI
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2863.675 KB) | DOI: 10.24002/jars.v10i1.1054

Abstract

The selection of appropriate approaches for specific design project is the most creative step in a design process. In the recent research report (Herliana 2010), the approach which is derived from auditorial sensation through a conceptual interpretation of the characteristics of liturgical music in the Catholic Church explores the analogy of the musical composition elements and the architectural elements of design. The aim of this study is to implement the interpretation of the analogous of musical composition elements to the simulation in designing the extension of Cathedral Church in Bogor. The synthetic process explores a new configuration pattern of form and space - through the superimposition method of site-pattern interpretation and sound-pattern interpretation - to create a new order. The result is the re-arrangement of the form and space configuration through the process of creating “musical composition” in site, such as maintaining the hierarchy of site and the building structure, creating melodies, elaborating modulations, giving the ornaments, adding accents, and making rhyme; by strengthening dominant patterns and weakening sub-dominant patterns.Keywords: conceptual interpretation, analogy in Architecture, musical elements, superimposition methodAbstrak: Proses pencarian dan pemilihan pendekatan yang paling tepat untuk suatu kasus proyek yang spesifik adalah tahap yang memerlukan kreatifitas dan paling menentukan di dalam proses merancang. Pada artikel hasil penelitian penulis (Herliana 2010), telah disebutkan mengenai pendekatan yang bersumber dari sensasi bunyi melalui interpretasi konseptual karakteristik musik liturgi pada Gereja Katolik untuk merumuskan analog dari unsur-unsur komposisi musikal terhadap unsur-unsur arsitektural pada perancangan perluasan Gereja Katedral. Tulisan yang merupakan hasil penelitian mengenai proses desain ini bertujuan untuk menerapkan analog-analog dari unsur komposisi musikal pada simulasi perancangan perluasan bangunan Gereja Katedral di Bogor. Proses sintesis dilakukan dengan mencari konfigurasi ruang dan bentuk yang baru melalui metoda superimposisi dari interpretasi pola lahan dan interpretasi pola bunyi yang terjadi pada lahan untuk menciptakan keteraturan. Hasilnya adalah penataan ulang terhadap konfigurasi ruang dan bentuk melalui proses menciptakan “komposisi musikal” pada lahan, seperti dengan mempertahankan hirarki ruang pada struktur bangunan dan “site”, pembentukan melodi, pengolahan modulasi, pemberian ornamen, menambahkan aksen, dan membuat syair; dengan memperkuat pola yang dominan.Kata kunci: interpretasi konseptual, analogi dalam Arsitektur, unsur-unsur musikal, metoda superimposisi
IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR STRUKTUR RUANG KOTA YOGYAKARTA YANG MENDUKUNG FUNGSI PASAR TRADISIONAL BERINGHARJO Octavia, Aurelia Maria; Herliana, Emmelia Tricia
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 10, No 5 (2014): Jurnal Arsitektur KOMPOSISI
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1031.4 KB) | DOI: 10.24002/jars.v10i5.1093

Abstract

Abstract: Yogyakarta has several traditional markets, one of which is Beringharjo. This market has been long established in conjunction with the construction of the Sultan Palace and became the economic center in the city of Yogyakarta. Beringharjo located on Jenderal Ahmad Yani street which is the trade area. The purpose of this study is to investigate and understand the elements of the spatial structure of Yogyakarta which support functions as well as to understand and decipher the links between these elements in creating an environment that supports the function of Beringharjo market. Object of observation is a function of the mass and shape of the building is to be around Beringharjo, pedestrian and vehicle lanes to be around Beringharjo Traditional Market, and the types of public transportation are located around Beringharjo Traditional Market. The method used is the observation, and literature. Figure ground theory is used to analyze the function and mass building around Beringharjo. Linkage theory is used to classify characters based on the function and activity, whereas the comparison between theory building height and street width to analyze the convenience of road space for pedestrians. The results of this study are character functions and activities along Jendral Ahmad Yani street can be divided into three segments, that is opening, core and cover. Based on the distribution of the three segments, figure ground analysis that shows the shape and composition of mass transportation lines shows that the public transportation network, namely the Trans Jogja stop there on the third segment. The existence of Trans Jogja buses as public transportation support functions and activities that take place on Jendral Ahmad Yani street, who also supports the sustainability of activities in Beringharjo. Keywords: market, function, form, pedestrian, vehicle, transportationAbstrak: Kota Yogyakarta memiliki beberapa pasar tradisional, salah satunya adalah Pasar Beringharjo. Kegiatan di pasar ini sudah berlangsung tak lama setelah pembangunan Keraton Yogyakarta.Pasar Beringharjo terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani yang merupakan kawasan perdagangan. Dalam perkembangan selanjutnya, pasar ini menjadi pusat perekonomian di Kota Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur struktur ruang Kota Yogyakarta yang mendukung fungsi Pasar Beringharjo serta untuk memahami dan menguraikan keterkaitan antara unsur-unsur tersebut dalam menciptakan lingkungan Kota Yogyakarta yang mendukung fungsi Pasar Beringharjo. Obyek pengamatan adalah fungsi dan bentuk massa bangunan yang berada di sekitar Pasar Beringharjo, jalur pedestrian dan kendaraan yang berada di sekitar Pasar Tradisional Beringharjo, dan jenis sarana transportasi umum yang terletak di sekitar Pasar Tradisional Beringharjo. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan studi pustaka. Figure ground theory digunakan untuk menganalisis fungsi dan bentuk massa bangunan di sekitar Pasar Beringharjo. Linkage theory digunakan untuk mengelompokkan karakter berdasarkan fungsi dan aktivitas, sedangkan teori perbandingan antara tinggi bangunan dan lebar jalan untuk menganalisis kenyamanan ruang jalan bagi pedestrian. Hasil dari penelitian ini adalah karakter fungsi dan aktivitas di sepanjang Jalan Jenderal Ahmad Yani dapat dibagi dalam tiga segmen, yaitu segmen pembuka, inti dan penutup. Berdasarkan pembagian ketiga segmen tersebut, analisis figure ground yang menunjukkan bentuk gubahan massa dan jalur transportasi memperlihatkan bahwa jaringan alat transportasi umum, yaitu Halte Trans Jogja terdapat pada ketiga segmen tersebut. Adanya bus Trans Jogja sebagai alat transportasi umum mendukung fungsi dan kegiatan yang berlangsung di Jalan Jenderal Ahmad Yani, yang juga mendukung keberlangsungan kegiatan di Pasar Beringharjo.Kata kunci: pasar, fungsi, bentuk, pedestrian, kendaraan, transportasi
UNSUR – UNSUR BANGUNAN PEMBENTUK KARAKTER ARSITEKTURAL PADA KOMPLEKS GEREJA KATEDRAL BOGOR Herliana, Emmelia Tricia
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 10, No 6 (2014): Jurnal Arsitektur KOMPOSISI
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.574 KB) | DOI: 10.24002/jars.v10i6.1099

Abstract

Abstract: Cathedral Church in Bogor is built in 1896 by M. Y. D. Classens, a Dutch Catholic missionary. According to Heritage Building Policy set by the Ministry of Tourism and Culture Republic of Indonesia No. PM.26/PW.007/MKP/2007 dated on March 26th, 2007, this building was formally determined as a heritage building (Bureau of Information, Tourism, and Culture of Bogor City, 2008). In accordance to the increasing number of members of Catholic beliefers in Bogor, there is a need to build new buildings with various purposes to accomodate the variety of activities. They are the buildings of Parish of Cathedral Church in Bogor and the Center of Council of Bogor Diocese. Brolin (1980) said that new building should be fit with the old and strengthen the uniqueness of former architectural character. The purpose of this paper is describing building elements which determine architectural characteristics as a visual linkages elements of building masses surround Cathedral Church in Bogor. Method used are direct observation. Firstly, observing building elements which have significant architectural character of the old buildings. Secondly, comparing building elements between the old buildings and new buildings. The result shows that the elements of new buildings strengthen the character of the old ones, therefore the architectural character of this religious environment has been maintained.Keywords: building elements, visual linkages elements, the architectural characterAbstrak: Gereja Katedral Bogor dibangun pada tahun 1896 oleh M. Y. D. Classens, seorang misionaris Katolik Belanda. Bangunan ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya dalam Surat Penetapan Bangunan Cagar Budaya dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor: PM.26/PW.007/MKP/2007 tanggal 26 Maret 2007 (Dinas Informasi, Kepariwisataan, dan Kebudayaan Kota Bogor, 2008). Dalam perkembangannya, sesuai dengan peningkatan jumlah umat Katolik di Bogor dan kebutuhan untuk mewadahi kegiatan yang lebih beragam di dalam kompleks Gereja Katedral Bogor, maka dibangun bangunan-bangunan pelengkap, yaitu Gedung Paroki Katedral Bogor dan Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor. Brolin (1980:17) menyebutkan bahwa bangunan baru yang dibangun dalam konteks lingkungan bangunan lama hendaknya selaras dengan lingkungannya dan tidak mengorbankan keunikan karakter bangunan lama. Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menguraikan unsur-unsur bangunan pembentuk karakter arsitektural yang menjadi unsur pengikat visual dari kelompok massa bangunan yang terdapat di dalam kompleks Gereja Katedral Bogor. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung unsur-unsur bangunan yang terdapat pada bangunan lama yang memiliki karakter arsitektural dominan, yaitu unsur-unsur pada bangunan Gereja Katedral Bogor dan bangunan Seminari Menengah Stella Maris, serta membandingkannya dengan unsur-unsur pada bangunan yang relatif baru, yaitu Gedung Paroki Katedral Bogor dan Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor. Hasil yang didapatkan adalah bahwa unsur-unsur yang terdapat pada bangunan yang relatif baru memperkuat unsur-unsur yang terdapat pada bangunan lama, sehingga karakter arsitektural pada kompleks Gereja Katedral Bogor tetap terjaga.Kata kunci: unsur-unsur bangunan, unsur pengikat visual, karakter arsitektural
EXPLORING SENSE OF PLACE FOR THE SUSTAINABILITY OF HERITAGE DISTRICT IN YOGYAKARTA Emmelia Tricia Herliana; Himasari Hanan; Hanson Endra Kusuma
Journal of Architecture&ENVIRONMENT Vol 16, No 2 (2017)
Publisher : Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2441.902 KB) | DOI: 10.12962/j2355262x.v16i2.a3193

Abstract

Yogyakarta is well-known as a historical city and the centre of Javanese culture that attracts many tourists to come. In recent year, Yogyakarta has been very popular to domestic and international tourists in that many heritage places in the city have been developed to distinctive tourist destinations, yet no reasonable criteria has been developed to guide its development. This study assumed that places with distinctive identity or character or uniqueness are the most interested object of attraction for tourists. Therefore, the study will explore the sense of place as the important success factor in sustaining a heritage place as tourist attraction and identify aspects of a place that might contribute to its sustainability. Two heritage districts: Kotagede and Kotabaru are selected for evaluating aspects of place that are significantly contributing to the historical and cultural image of the city of Yogyakarta. The study identify and analyze the existing condition of physical attributes, performed activities and conception of the place. Indicators being used are developed from the current research undertaken by geographer and environmental psychologist. The study resulted to the conclusion that an interconnection of many aspects rather than identity of the place is the critical factor for the sustainability of a heritage place.
The Historical Implications of the Keraton Yogyakarta on the Conception of Place in the Jeron Beteng Area, Yogyakarta Emmelia Tricia Herliana
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 11 No 1 (2024): April 2024
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JRS.2024.v11.i01.p10

Abstract

The Sultanate of Yogyakarta has been a distinct part of the characters associated with Yogyakarta City. The Jeron Beteng area, which is administratively located in the District of Kraton, was in the past the center of this Sultanate. It becomes part of historical journeys that construct the identity of Yogyakarta city as a place. Since its confirmed status as a heritage zone, the Jeron Beteng continuously attracts increasing tourists. It becomes subject to continuous land use, traffic, migration, and land ownership changes. As a result, the identity of the place has been transformed unclearly. This study views that, understanding the conception of a Jeron Beteng area as a place is essential to preserve its identity. It explores the dynamics of this conception based on cultural significances derived from historical events between 1755 and the present time. The research question is "How does the existence of the Keraton Yogyakarta affect the concept of place of the Jeron Beteng Area?" This study uses a historical-comparative method supported by secondary data. Data analysis is based on political, economic, social, and cultural influences on each phase of the Sultan's reign. Study results reveal that political, economic, social, and cultural conditions in each era of the Sultan's reign affect the dynamics of place conception of the Jeron Beteng area.Keywords: the conception of place; Jeron Beteng area; historical events; a cultural value AbstrakKasultanan Yogyakarta telah menjadi bagian khas dari karakter yang diasosiasikan dengan Kota Yogyakarta. Kawasan Jeron Beteng yang secara administatif terletak di Kecamatan Kraton dahulu merupakan pusat kesultanan ini. Kawasan ini menjadi bagian perjalanan sejarah yang membangun identitas Kota Yogyakarta sebagai sebuah tempat. Sejak penunjukannya sebagai cagar budaya, Kawasan Jeron Beteng secara berkelanjutan mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Kawasan ini telah mengalami perubahan yang terus-menerus dalam alih fungsi lahan, lalu lintas, migrasi, dan kepemilikan lahan. Identitas tempat telah ditransformasi secara tidak jelas. Studi ini memandang jika memahami konsepsi Kawasan Jeron Beteng sebagai sebuah tempat dalam rangka melestarikan identitasnya merupakan hal yang esensial. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dinamika dari konsepsi ini berdasarkan tata nilai budaya yang diderivasi dari beragam peristiwa sejarah yang terjadi dari tahun 1755 sampai sekarang. Pertanyaan penelitian yang digali adalah “Bagaimana keberadaan Keraton Yogyakarta mempengaruhi konsep tempat dari Kawasan Jeron Beteng?” Penelitian ini menggunakan metode historis-komparatif didukung oleh data sekunder. Analisis data didasarkan pada pengaruh aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari setiap era pemerintahan Sultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya pada setiap era pemerintahan Sultan mempengaruhi dinamika konsep tempat di kawasan Jeron Beteng.Kata kunci: konsepsi tempat; Kawasan Jeron Beteng; peristiwa-peristiwa sejarah; nilai budaya
Pemetaan Aset Wisata Berbasis Partisipasi di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Depari, Catharina; Herliana, Emmelia Tricia; Y.P. Suhodo Tjahyono, Y.P. Suhodo
Jurnal Atma Inovasia Vol. 4 No. 4 (2024)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jai.v4i4.9432

Abstract

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini diusulkan untuk menjawab permasalahan akan minimnya proses pelibatan masyarakat dalam perencanaan kepariwisataan dan merespon harapan warga dan para penggerak pariwisata di bantaran Kali Code akan pendampingan akademisi terhadap upaya lokal dalam memetakan aset wisata. Berlokasi di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, pemetaan aset wisata berbasis partisipasi dilaksanakan oleh Tim Pengabdian pada Masyarakat Departemen Arsitektur FT UAJY dengan melibatkan mahasiswa peserta Kerja Praktik sebagai fasilitator dan dengan menggunakan metode Focus Group Discussion dan teknologi digital. Tujuan dari pemetaan aset wisata adalah memberikan dasar bagi penyusunan masterplan kepariwisataan Kelurahan Cokrodiningratan berupa data jenis aset wisata yang dinilai vital oleh warga dan peta sebaran aset wisata melalui perencanaan berbasis partisipasi. Kegiatan ini melibatkan 6 mahasiswa dan 13 warga yang berasal dari RW V-XI dan berhasil menjaring sedikitnya 94 aset wisata yang dinilai vital sebagai atraksi wisata unggulan. Kata Kunci—pemetaan aset wisata, potensi wisata, Focus Group Discussion, partisipasi masyarakat
Relasi Makna Pesan Simbolik dan Tatanan Spasial pada Upacara Penti Masyarakat Kampung Adat Suku Todo Beyan, Eleonora Vilgia Putri; Herliana, Emmelia Tricia
ARCHIHUMANUM Vol 2 No 2 (2024): October
Publisher : CV. Gio Architect

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59810/archimane.v2i2.66

Abstract

Indonesia has thousands of traditional villages. One of the traditional villages is in Todo Village, West Satar Mese District, Manggarai Regency, East Nusa Tenggara Province. The traditional village, which is known as the Todo Tribe Traditional Village, has a settlement pattern dominated by ritual practices. In this context, culture is a determining factor in the process of forming settlements. The people of the Todo Tribe Traditional Village have maintained this tradition for generations. One of the traditions that is the focus of this research is the annual penti ritual. This ritual is a practice of thanksgiving for the crops carried out by the community. This series of rituals has influenced the uniqueness of this village settlement pattern. This study was conducted qualitatively through a field research. Data collected by interviews and field observation. The analysis uses semiotics, namely the science of signs, so that it can explore and relate the elements of form, function and meaning to the Todo Tribe Traditional Village. Graphical analysis is used to describe and understand the visual aspects of the Todo Tribe Traditional Village which are appropriately presented graphically (charts or pictures). Finally, the existence of the settlement of the Todo Traditional Village is spatially determined by form, function and meaning (verbal and non-verbal symbolic messages).
Korespondensi Status Kependudukan Terhadap Preferensi Ruang Jalan: Studi Kasus Kota Bandung Syarlianti, Dessy; Tricia Herliana, Emmelia; Triyuly, Wienty; Hidayat, Husnul
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 14 No. 1 (2025): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32315/jlbi.v14i1.442

Abstract

Perencanaan kota di negara berkembang semakin menyadari pentingnya pengembangan yang berorientasi pada manusia. Salah satu konsep yang berkembang pesat saat ini adalah Complete Street. Konsep ini menekankan pentingnya respon desain dan perencanaan ruang jalan kota terhadap keberagaman konteks pengguna sehingga dapat meningkatkan kualitas pengalaman ruang. Namun, karakteristik individu khususnya pengaruh latar belakang sosial budaya terhadap pemilihan ruang jalan kota masih belum banyak dikaji, khususnya dalam konteks negara berkembang. Studi ini bertujuan untuk meninjau status kependudukan dapat menjadi representasi karakteristik individu dan memiliki pengaruh terhadap preferensi ruang jalan kota. Analisis korespondensi terhadap kuesioner semi tertutup (semi close-ended) dari 190 responden di Bandung, Indonesia, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status tempat tinggal dan preferensi jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengunjung melihat jalan sebagai tujuan rekreatif, sedangkan penduduk memilih ruang jalan fungsional yang mendukung rutinitas harian (utilitarian). Studi ini mengusulkan kerangka konseptual mengenai empat aspek utama yang memengaruhi preferensi ruang jalan kota, yakni aspek penyerta, aspek motivasi, aspek atraksi, dan aspek mobilitas. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut di dalam perencanaan dan perancangan ruang jalan kota, diharapkan ruang jalan dapat memberikan pengalaman ruang yang akan menjadi identitas kota yang berkesinambungan.
Youth Appreciation of The Existence of Historical Buildings (Vredeburg Fort) Bashri, Muhammad Hasan Al; Herliana, Emmelia Tricia
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 51 No. 1 (2024): JULY 2024
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.51.1.1-7

Abstract

Yogyakarta is a city that has a diverse history and cultural heritage both physically and non-physically. Physically in the form of buildings - historical heritage buildings such as the Vredeburg Fort building which is one of the relics of VOC colonialism in the city of Yogyakarta since 1765. Now its existence has changed its function to become a historical heritage fort and its presence as a historical heritage building now greatly affects the sense of concern in the current era, especially the younger generation of the current era. As a result, the awareness of knowing and appreciating historical buildings is low due to the advancement of civilisation. The purpose of this research is to explore the perceptions of young people that lead to appreciation of Fort Vredeburg in the current era. The research method applied by conducting observations, data collection and questionnaire interviews. The result of this research is to reveal the form of appreciation from young people's perception towards Fort Vredeburg today.