Salniwati Salniwati
Dosen pada Jurusan Tradisi Lisan, FIB, UHO

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TRADISI POKADULU PADA MASYARAKAT MUNA STUDI DI DESA WALELEI KECAMATAN BARANGKA KABUPATEN MUNA BARAT Mei Hardina; Wa Kuasa Baka; Salniwati Salniwati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.434

Abstract

Penelitian mengenai “Tradisi Pokadulu pada Masyarakat Muna di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat” adalah sebuah penelitian yang tujuan untuk mendeskripsikan manfaat tradisi gotong royong (Pokadulu) pada masyarakat di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat, serta untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategi tradisi gotong royong (Pokadulu) pada masyarakat di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat.Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif dengan informan penelitian yakni Kepala Desa, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda serta masyarakat umum di Desa Walelei, yang diambil secara sengaja (purposive sampling). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi/pengamatan terlibat (participatory observation), wawancara mendalam (indepth interview), dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukan bahwa manfaat tradisi gotong royong (Pokadulu) pada masyarakat di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat berupa efisiensi pekerjaan, dan terciptanya harmonisasi atau kerukunan masyarakat desa. Sedangkan strategi tradisi Pokadulu pada masyarakat di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat melalui tiga instrumen sebagaimana yang dimaksud oleh Koentjaraningrat (1990) yakni enkulturasi, internalisasi dan sosialisasi.
EKSISTENSI NILAI TOLONG MENOLONG (ASSITULU-TULUNGENG) PADA PROSES PERNIKAHAN ETNIS BUGIS: (Studi Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana) Muhammad Sabri; La Ode Dirman; Salniwati Salniwati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.736

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memahami bentuk-bentuk tolong menolong pada proses pernikahan Etnis Bugis di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana. (2) Untuk mengetahui Implikasi Tolong menolong pada proses pernikahan Etnis Bugis di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana. (3) Untuk mengetahui Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam proses pernikahan Etnis Bugis di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleng Kabupaten Bombana. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian lapangan (Field work) dengan tujuan untuk memperoleh data secara langsung dilapangan dengan menggunakan teknik pengamatan dan wawancara mendalam serta diperkuat dengan dokumentasi. Hasil penelitian megenai Eksistensi Nilai Tolong Menolong (Assitulu-Tulungeng) Pada Proses Pernikahan Etnis Bugis (Studi Kelurahan Boepinang Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana) menunjukkan bahwa bentuk tolong menolong nampak terlihat mulai dari pembuatan pelaminan, namun tolong menolong tersebut sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan banyaknya masyarakat yang lebih memilih untuk menyewa tenda pelaminan atau yang disebut dengan tenda jadi. Adapun implikasi dari adanya penyedia jasa pelaminan tersebut berakibat pada tolong menolong yang mulai memudar. Selain itu, penulis menemukan adanya nilai tolong menolong dalam proses pernikahan etnis bugis. Adapun nilai tersebut meliputi (1) Nilai kekerabatan, (2) Status Sosial, (3) Penghargaan terhadap perempuan. Namun secara umum nilai tolong menolong dalam pernikahan etnis bugis mengandung nilai selaras (orientasi horizontal), nilai loyalitas (orientasi vertikal), nilai konformitas (sama rata sama rasa), dan nilai kebersamaan (saling tergantung) tradisi dalam proses pernikahan masih di pertahankan oleh masyarakat bugis di Kelurahan Boepinag Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana.
RITUAL BANTANG PADA SUKU BAJO DI DESA TASIPI KECAMATAN TIWORO UTARA KABUPATEN MUNA BARAT Riski Hamriani; Sitti Hermina; Salniwati Salniwati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.737

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan ritual bantang, dan mendeskripsikan makna simbolik yang terkandung dalam ritual bantang. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Desa Tasipi Kecamatan Tiworo Utara Kabupaten Muna Barat. penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Cara pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan ikut terlibat pada saat proses ritual bantang, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskripsi melalui tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga tahap pada proses pelaksanaan ritual bantang, yakni tahap awal persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap awal persiapan ritual bantang sehari sebelum dilaksanakan pihak keluarga memberitahukan panguleh (sandro atau dukun beranak). Kemudian pihak keluarga menyiapkan media yakni lapa-lapa, ketupat, songkol, bedak kuning, kelapa, cincin emas, kucing, dan sangkineh. setelah itu melakukan baca-baca, lalu dilanjutkan duduk bersilang berhadapan dengan panguleh (dukun beranak). Selanjutnya tahap pelaksanaan mengangkat wadah dan memutarnya tiga kali. Pada tahapan akhir tetangga yang datang dipersilahkan untuk makan. Pada setiap tahap tradisi ini memiliki simbol, pada simbol-simbol tersebut memiliki makna secara umum, yaitu sebagai pengharapan akan adanya pertolongan Allah SWT agar bayi kelak menjadi anak yang memiliki kepribadian yang baik.
TRADISI MALLORO KAPPALA PADA SUKU BUGIS DI KECAMATAN POLEANG TENGGARA KABUPATEN BOMBANA Muh Alkautsar; Wa Kuasa Baka; Salniwati Salniwati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.738

Abstract

Tradisi malloro kappala merupakan tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang dan masa depan. Sebagai gambaran keunikan dari ritual menurunkan kapal adalah prosesi ritual yang dijalani pada saat sebelum kapal diturunkan. Dalam kelengkapan ritual terdapat simbol-simbol yang sarat akan makna namun jarang diketahui oleh generasi muda sehingga sangat penting untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prosesi ritual yang mengiringi malloro kappala (menurunkan kapal), serta untuk menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi malloro kappala (menurunkan kapal) pada Suku Bugis di Kecamatan Poleang Tenggara Kabupaten Bombana. Penentuan informan yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Metode penelitian secara deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan dokumentasi berupa audio visual dan foto. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif model interaktif yaitu terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tradisi menurunkan kapal yang dikenal dengan istilah tradisi malloro kappala, ini masih menjadi tradisi dan budaya yang melekat pada masyarakat Bugis. Prosesi ritual malloro kappala pada suku Bugis dibagi dalam tiga tahapan yaitu, ritual mappocci, malloro kappala atau menurunkan kapal, dan ritual massalama. Keseluruhan ritual tersebut terdapat pesan utama yang disampaikan yaitu pengharapan akan keselamatan dan kemudahan rezeki. Pengharapan akan keselamatan dimaksudkan untuk keselamatan para awak kapal, keluarga yang ditinggalkan, maupun keselamatan kapal itu sendiri.
RITUAL MOWUWUSOI PADA ETNIS MORONENE DI DESA HUKAEA LAEA KECAMATAN LANTARI JAYA KABUPATEN BOMBANA Rika Afriana S; La Ode Syukur; Salniwati Salniwati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.740

Abstract

Ritual mowuwusoi merupakan ungkapan kegembiraan dan rasa syukur akan keberhasilan panen musim tanam pada tahun tersebut yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya. Hal tersebut diilustrasikan dalam sebuah tarian molulo atau molicu. Di daerah Bombana khususnya desa Hukaea Laea mereka masih meyakini, mempercayai dan menjalani tradisi mowuwusoi tersebut. Ritual mowuwusoi sebagai persembahan sujud syukur atas limpahan alam yang diberikan oleh yang kuasa kepada manusia. Namun generasi muda kurang memahami fungsinya, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual mowuwusoi dan dapat mendeskripsikan fungsi yang terkandung dalam pelaksanaan ritual mowuwusoi pada etnis Moronene yang ada di desa Hukaea Laea. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penentuan informan menggunakan purposive sampling. Informannya terdiri dari ketua adat, tompuro’o, dan dua tokoh masyarakat yang berada di desa Hukaea Laea. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi, wawancara atau interview, dan dokumentasi. Analisis dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, verifikasi atau kesimpulan data. Hasil penelitian ini meliputi proses ritual mowuwusoi, fungsi yang terkandung dalam ritual mowuwusoi. Adapun proses pelaksanaan ritual mowuwusoi terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Tahap persiapannya adalah mengadakan rapat di rumah ketua adat, yang diikuti oleh tompuro’o, tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat setempat yang ada di desa Hukaea Laea, untuk memusyawarahkan proses pelaksanaan ritual mowuwusoi itu seperti apa, menyiapkan alat-alat yang digunakan dalam proses pelaksaan ritual mowuwusoi seperti, kampiri, pae, alu, lesung, nyiru dan gong. Adapun proses pelaksanaan ritual mowuwusoi yaitu (1) meala pae hai kampiri (mengambil padi di lumbung); (2) mengkoko pinuai (membagi gabah menjadi ikatan kecil); (3) medodo (menumbuk padi); (4) mengayak (menapis); (5) melonda (memukul lesung dengan irama); (6) molulo (ungkapan syukur bagi masyarakat Hukaea Laea); (7) Me’a’e (ketua adat akan menyuapi para tamu). Tahap akhir dalam pelaksanaan ritual mowuwusoi adalah mototamai atau penyucian diri. Ritual mowuwusoi mengandung fungsi sosial, fungsi hiburan, fungsi religi dan fungsi ekologi.
INTERAKSI SIMBOLIK BAHASA DAERAH BALI DI TENGAH MULTIKULTURALISME: PERSPEKTIF HABITUS PIERRE BOURDIEU Komang Wahyu Rustiani; I Gusti Made Swastya Dharma Pradnyan; Nurtikawati Nurtikawati; Salniwati Salniwati; Rahmat Sewa Suraya
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.756

Abstract

Bahasa merupakan media yang mendasar untuk melakukan pola pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Masyarakat Suku Bali di Kota Kendari memiliki beragam kebudayaan untuk diwariskan sehingga diharapkan mampu memahami Bahasa Daerah Bali di tengah multikulturalisme agar budaya yang diwariskan tidak mengalami salah penafsiran. Untuk mengkaji hal tersebut perlu diterapkan teori Habitus Pierre Bourdieu dalam menganalisis hasil observasi dan wawancara dari informan sehingga dapat diketahui faktor penghambat dalam penggunaan bahasa Daerah Bali di Kota Kendari. Minimnya penggunaan Bahasa Daerah Bali di Kota Kendari dipengaruhi oleh kebiasaan atau habit, minimnya pemanfaatan modal serta ranah yang mempengaruhi pelestarian Bahasa Daerah Bali. Praktik yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bali di Kota Kendari dipengaruhi oleh rasa toleransi, pemersatuan Bangsa sehingga dalam berkomunikasi selalu menggunakan Bahasa Indonesia, terhimpit oleh masyarakat yang multikultural, dan kurangnya pendidikan Bahasa Daerah Bali di kalangan anak-anak hingga remaja. Hal tersebut dapat diatasi dengan melaksanakan pembelajaran Bahasa, Sastra dan Aksara kepada generasi muda sejak usia dini melalui pasraman yang dilaksanakan di wilayah Sulawesi Tenggara khususnya Kota Kendari