Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Hukum Menikahi Wanita Hamil Akibat Zina Menurut Abu Hanifah Dan Ibnu Hazm Ahmad Faizal Adha
ISLAMICA Vol 5 No 2 (2022): ISLAMICA
Publisher : STAI Siliwangi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adultery is forbidden in Islam. Allah SWT. Give harsh punishments for the perpetrators, both unmarried and married. The punishment for those not married is to be lashed a hundred times and exiled. In contrast, the punishment for married people is stoning to death. With such a severe punishment, people who believe they can take care of themselves and stay away from all things that lead to adultery; however, with the massive development of technology and information and the proliferation of pornographic content easily accessible to young people today. In associations far from Islamic religious values, parental supervision is not complete because they are busy with their respective jobs and have disproportionate education about reproduction. Free Promiscuity has become an inevitable plague in today's modern life. It is proven by the number of young women who commit adultery until finally, many are pregnant out of wedlock. Dilemma hit the couple's family until many families from both sides agreed to hold marriage between the two. Pros and cons related to the law of marrying Pregnant women due to adultery are constantly repeated in society; the question that often arises is whether the marriage is legal or not? Abu Hanifah and Ibn Hazm were two well-known Islamic law thinkers in their time who also paid attention to this.
Tradisi Kawin Lari “Silariang” Di Makassar Sulawesi Selatan Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Nabilah Salwa Ungawaru; Sri Poediastoeti; Faizal Adha
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.12339

Abstract

Abstract. "Silariang" is a tradition of elopement in Makassar City, South Sulawesi, which is caused by refusing an arranged marriage (forced marriage), economic factors, rejected applications, bad male behavior. This occurs due to the lack of community implementation of Islamic Law and Marriage Laws. This research aims to determine the occurrence of "Silariang" and the implementation of Islamic Law and Laws. This research method is normative juridical research. The method used is qualitative analysis by analyzing documents and reports relating to the "Silariang" elopement. If a marriage is not registered with the KUA, the marriage is considered invalid according to law. When the couple meets the requirements determined by law, both internal and external requirements, the marriage is considered valid. The relationship between a man and a woman can be considered as legal husband and wife if it is based on established rules or regulations, so that the marriage is considered valid. Likewise, according to Islamic law, marriages carried out without a guardian will be considered invalid in religion. The husband-wife relationship resulting from "Silariang" without the consent of the guardian and an attitude of disagreement based on reasons in accordance with the Shari'a, shows that the perpetrator of "Silariang" has committed an incorrect action or violated religious norms. However, if they succeed in undergoing a reconciliation ceremony called "Abbaji", the woman's family will accept them back and carry out a correct marriage according to the terms and harmony. Thus, it can be understood that the husband-wife relationship resulting from "Silariang" without the consent of the guardian and an attitude of disagreement based on reasons in accordance with the Shari'a, shows that the perpetrator of "Silariang" has committed an incorrect action or violated religious norms. Abstrak. “Silariang” merupakan tradisi kawin lari di Kota Makassar Sulawesi Selatan yang disebabkan karena menolak perjodohan (kawin paksa), faktor ekonomi, lamaran ditolak, tingkah laku laki laki buruk. Terjadi karena kurangnya implementasi masyarakat terhadap Hukum Islam dan Undang-Undang perkawinan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya “Silariang” dan penerapan implemetasi terhadap Hukum Islam dan Undang-Undang. Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative. Metode yang digunakan yaitu analisis kualitatif dengan cara menganalisis dokumen dan laporan yang berkaitan dengan kawin lari “Silariang”. Perkawinan yang tidak tercatat di KUA maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah menurut hukum. Ketika pasangan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, baik syarat internal maupun syarat eksternal maka perkawinan tersebut dianggap sah. Hubungan antara seorang pria dan seorang wanita dapat dianggap sebagai suami istri yang sah apabila didasarkan pada aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga perkawinan dianggap sah. Begitu pula menurut Hukum Islam perkawinan yang dilakukan tanpa wali akan di anggap tidak sah dalam agama. Hubungan suami-istri hasil dari “Silariang” tanpa persetujuan wali dan sikap tidak setuju berdasarkan alasan yang sesuai dengan syariat, menunjukkan bahwa pelaku “Silariang” telah melakukan tindakan yang tidak benar atau melanggar norma agama. Namun jika mereka berhasil menjalani acara berdamai yang disebut “Abbaji” maka keluarga pihak perempuan akan menerima mereka kembali dan melakukan perkawinan yang benar sesuai syarat dan rukun. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hubungan suami-istri hasil dari “Silariang” tanpa persetujuan wali dan sikap tidak setuju berdasarkan alasan yang sesuai dengan syariat, menunjukkan bahwa pelaku “Silariang” telah melakukan tindakan yang tidak benar atau melanggar norma agama
Understanding the Hermeneutic Debate as a New Method of Understanding Hadis Sifa, Alex Nanang Agus; Adha, Ahmad Faizal
Journal of Hadith Studies Vol. 2 No. 1 (2019): Journal of Hadith Studies
Publisher : ASILHA (Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32506/johs.v2i1.25

Abstract

The discourse on hermeneutic in the study of interpreting the sources of Islamic law is still widely discussed by Muslim intellectuals until now. Apart from being used as a method of interpreting the Qur'an, hermeneutic is also used by some Muslim academics to interpret hadis. But in its application, there are still debates between them. Some of them accept the presence of hermeneutic as one of the relevant methods used to understand the hadis, but others reject it. The reason of the receiving party is based on the need for hermeneutic in understanding the hadis, especially to answer contemporary problems that have not yet been resolved in understanding the hadis before. The reason for the refusing party is because this hermeneutic method was born from the West and is used to understand the Bible that has different characteristics from the hadis. This paper tries to examine the hermeneutic study of hadith proportionally by looking at the reasons behind the acceptance and rejection of the hermeneutic method in the interpretation of the hadis. In addition, this paper also elaborates on the issue of hermeneutic application related to the science of balaghah which is the original product of previous Muslim scholars.
URGENSI PENDAFTARAN KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERHADAP KLAIM PIHAK ASING ATAS BUDAYA LOKAL Hendar, Jejen; sri imaniyati, neni; Weishaguna; Faizal Adha, Ahmad; Trimelawati, Reni; Anugrah, Dikha
JIPRO: Journal of Intellectual Property JIPRO, Vol. 8, No.1, 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jipro.vol8.iss1.art3

Abstract

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan budaya yang sangat melimpah, baik dalam bentuk ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, maupun sumber daya genetik. Namun, belum optimalnya pendaftaran Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) telah membuka celah bagi pihak asing untuk mengklaim budaya lokal sebagai milik mereka. Fenomena ini menimbulkan kerugian secara identitas nasional, ekonomi, maupun kedaulatan budaya. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji urgensi pendaftaran KIK sebagai upaya preventif terhadap klaim budaya oleh pihak asing. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, menggunakan bahan hukum primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum terkait KIK, implementasinya masih lemah, terutama dalam aspek pendataan, sosialisasi, dan fasilitasi pendaftaran oleh negara. Pendaftaran KIK tidak hanya memberikan perlindungan hukum secara formil, tetapi juga berperan strategis dalam menjaga kedaulatan budaya nasional di tengah dinamika globalisasi dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat adat untuk mempercepat proses pendaftaran dan perlindungan hukum atas kekayaan budaya komunal. Artikel ini merekomendasikan penguatan regulasi teknis, pembentukan sistem inventarisasi nasional, dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat adat sebagai strategi konkret dalam mencegah klaim budaya oleh pihak asing.
Sosialisasi Mengenai Cyberbullying Guna Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Pada Pesantren Entrepreneur Ash-Shalahuddin Cililin, Kabupaten Bandung Barat Yusdiansyah, Efik; Ali Firman, Chepi; Nurcahyono, Arinto; Ruhaeni, Neni; Heniarti, Dini Dewi; Suminar, Sri Ratna; Adha, Ahmad Faizal; Abidin, Muhammad Ilman; Pratiwi, Hasya Fazni; Setiawati, Suci
JAPI (Jurnal Akses Pengabdian Indonesia) Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33366/japi.v8i2.5030

Abstract

Cyberbullying atau intimidasi dalam dunia maya, telah menjadi fenomena yang semakin meresahkan dalam era digital saat ini. Dengan semakin meluasnya akses ke platform online, tindakan ini mengancam kesejahteraan emosional individu terutama anak muda. Penelitian ini mengulas dampak negatif cyberbullying terhadap kesehatan mental korban, seperti stres, kecemasan, depresi, dan bahkan potensi bunuh diri. Faktor-faktor seperti anonimitas dan jangkauan luasnya internet memperumit upaya pencegahan. Oleh karena itu, perlunya kerjasama antara orangtua, pendidik, dan platform online dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendidik bagi para pengguna, serta implementasi regulasi yang lebih ketat untuk melindungi individu dari dampak buruk cyberbullying. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi terkait cyberbullying. Metode yang digunakan yaitu survei lapangan, sosialisasi, dan evaluasi. Hasil kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum sosialisasi tentang cyberbullying di pesantren merupakan langkah penting untuk membekali santri dengan pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi dunia maya dengan bijaksana dan bertanggung jawab.