Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Asimilasi Budaya Dalam Pernikahan Antara Suku Banjar Dan Suku Dayak Fitrianoor, Wahyu
Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan Vol 21, No 2 (2021): Published in September of 2021
Publisher : STAI AL FALAH Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/alfalahjikk.v21i2.155

Abstract

AbstractPeople's fanaticism in tribal becomes reference in marriage, because they think tribal background is related to someone’s characteristic and religious understanding. Migration flow for economic activities brings Banjarese to Palangkaraya who then socialize with Dayak people. There are then many marriages between these two tribes, either because of economic, social, or theological factors. Each of the two tribes are having contradiction in customs of marriage. This difference can be seen from the strong influence of Islam in Banjarese culture, while the Dayak culture is still strongly influenced by Kaharingan tradition.This research aims to assess the cultural assimilation between Banjar and Dayak tribes in Palangkaraya, and its implication for the marriages of Banjarese and Dayak with research focuses of: (1) The cultural assimilation of Banjar and Dayak ethnic groups in Palangkaraya from the perspectives of Islamic Law and Positive Law, (2) The cultural assimilation of Banjarese and Dayak in Palangkaraya from the perspective of social exchange theory, (3) The implications of cultural assimilation of Banjar and Dayak tribes in the married life from the perspective of legal compliance theory. This research is classified into field research type using the sociological-empirical approach. The data collection was done by depth interview technique, documentation and observation. Technical analysis of the data is done by using data collection, data reduction, synthetic, and data verification. Research information is obtained from religious leaders, traditional leaders, academicians, cultural observers, cultural practitioners, and spouses of Dayak and Banjar tribes.There are three findings in this research. First, Islam greatly influences this assimilation, especially in filtering anything that deviates from Islamic teachings, as well as having a positive impact on the strength of emotional hubs, and awareness of legal norms, second, the occurrence of assimilation due to relations of economic, social, religious, philosophical, and the marriage itself, by combining both customs in marriage rituals. Social exchange theory states that the balance on cost, reward, and profit that support this assimilation keep being harmonious. Based on this study the mutualism symbiosis created is due to good economic relations. Although they feel a shift towards the traditional values because they interact with the new culture, mutual respect for customary values and norms both with a high tolerance attitude. Third, from the perspective of legal compliance theory, the level of legal compliance of the community is classified into three levels: compliance, identification, and internalization, the people involved in assimilation are in the identification level, because they are less maximum in carrying out what is not their custom because of contradictory family doctrines, but there is still solidarity between them despite the differences. Keywords: Banjar Tribe, Dayak Tribe, Marriage Custom. AbstrakRasa fanatisme kesukuan yang masih kental di masyarakat menjadikan sebuah acuan dalam pernikahan, karena menurut mereka latarbelakang kesukuan berkaitan dengan karakteristik dan pemahaman keagamaan seseorang. Arus migrasi untuk kegiatan ekomoni membawa suku Banjar ke Kota Palangkaraya, yang akhirnya berbaur dengan suku Dayak di wilayah tersebut. Pernikahan kedua suku ini pun banyak terjadi, baik itu karena faktor ekonomi, sosial, dan teologis. Masing-masing dari kedua suku ini sangat kontras dalam budaya pernikahan. Perbedaan ini dapat dilihat dari pengaruh Islam yang kuat pada budaya Banjar dan budaya Dayak yang masih kental dengan ajaran Kaharingan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji asimilasi budaya antara suku Banjar dan Dayak yang telah terjadi di Kota Palangkaraya, dan implikasinya terhadap kehidupan pasangan Banjar dengan Dayak tersebut dalam kehidupan berumahtangga dengan fokus penelitian mencakup: (1) bagaimana asimilasi budaya  masyarakat suku Banjar dan suku Dayak di Kota Palangkaraya perspektif  hukum Islam dan hukum positif. (2) bagaimana asimilasi budaya masyarakat suku Banjar dan Dayak di kota Palangkaraya perspektif teori pertukaran sosial, (3) bagaimana implikasi asimilasi budaya suku Banjar dan Dayak dalam kehidupan rumah tangga perspektif teori kepatuhan hukum.Penelitian ini tergolong jenis penelitian lapangan, dengan pendekatan sosiologis-empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Teknis analisa data dengan pengumpulan data, reduksi data, sintesisasi, dan verifikasi data. Informasi penelitian didapat dari tokoh agama, tokoh adat, akademisi pemerhati budaya, praktisi budaya, dan pasangan suku Banjar dengan suku Dayak.Ada tiga temuan dalam penelitian ini. Pertama, asimilasi budaya masyarakat suku Banjar dan suku Dayak di Kota Palangkaraya perspektif hukum Islam dan hukum positif, ialah tidak seluruh dari budaya yang sejalan dengan Islam, tetapi Islam berperan sebagai filter dari apa saja yang melenceng dari ajarannya, sehingga memberikan dampak yang positif terhadap kesadaran kepada hukum positif, kedua asimilasi ini dalam perspektif teori pertukaran sosial merupakan perbauran yang sudah lama terjalin, dikarenakan hubungan ekonomi, sosial, agama, filosofi, dan pernikahan itu sendiri, dengan adanya keseimbangan pada cost, reward, dan profit yang membuat asimilasi ini terus harmonis. Berdasarkan kajian ini  simbiosis mutualisme yang tercipta ini dikarenakan hubungan perekonomian yang baik, saling menghormati nilai dan norma adat keduanya dengan sikap toleransi yang tinggi, walaupun mereka merasa adanya pergeseran pada nilai-nilai leluhur karena bergesekkan dengan budaya yang baru. Ketiga implikasi asimilasi budaya ini perspektif teori kepatuhan hukum, menyatakan bahwa kepatuhan hukum pasangan antar suku ini berada di level identification, karena kurang maksimalnya dalam menjalankan apa yang bukan adat mereka, hal ini disebabkan oleh doktrin keluarga yang bersifat kontradiktif, akan tetapi masih adanya solidaritas antara mereka walaupun di tengah perbedaan tersebut. Kata Kunci: Adat dalam Pernikahan,  Suku Banjar, Suku Dayak.
PENDIDIKAN KARAKTER SISWA KELAS VII MELALUI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MTS NURUL MUSTHAFA KOTABARU Mahfuz, Ahmad; Fitrianoor, Wahyu; Fadillah, Nor; Juhsairiyah, Juhsairiyah
ADDABANA: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 3, No 1 (2020): February
Publisher : Program Studi PAI STAI Al Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/adb.v3i1.358

Abstract

Abstract: This research discusses "Character Education of Students VII Through Learning Islamic Cultural History". The formulation of the problem in this study is How is the process of implementing learning carried out by Islamic cultural history teachers in shaping student character through learning Islamic cultural history at MTs. Nurul Musthafa Kotabaru. What are the supporting and inhibiting factors in the character building of seventh grade students through the learning process of Islamic cultural history at MTs. Nurul Musthafa Kotabaru.The subjects of this research are Islamic cultural history subject teachers, Head of Madrasah, and seventh grade students at MTs Nurul Musthafa, the object of this research is Character Education of seventh grade students through Islamic cultural history learning at MTs Nurul Musthafa Kotabaru. as well as supporting and inhibiting factors in Character Education of seventh grade students through Islamic Cultural History Learning at MTs Nurul Musthafa Kotabaru. In extracting data, researchers use qualitative descriptive types and approaches, interview techniques, observation and documentation. Data processing techniques are carried out by collecting data, classifying data, editing and interpreting data, then analyzing with qualitative descriptive analysis and drawing conclusions inductively.The results of the research The process of implementing Islamic cultural history learning includes learning planning, learning implementation and learning evaluation, learning Islamic cultural history for student character building has gone well and as expected. This is evidenced by the increase in student character in Islamic cultural history lessons by making the Prophet Muhammad SAW a good role model including compassion for others, religion, honesty, diligence, responsibility, tolerance, and discipline. Supporting and inhibiting factors in the process of implementing character education in the learning process of Islamic cultural history are: teacher, family, environment and student factors. Keywords: Character Education, Students, Islamic Cultural History. Abstrak: Penelitian ini membahas tentang “Pendidikan Karakter Siswa VII Melalui Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru sejarah kebudayaan Islam dalam pembentukan karakter siswa melalui pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTs. Nurul Musthafa Kotabaru. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan karakter siswa kelas VII melalui proses pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTs. Nurul Musthafa Kotabaru.Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam, Kepala Madrasah, dan siswa kelas VII di MTs Nurul Musthafa, Objek pada penelitian ini yaitu Pendidikan Karakter Siswa Kelas VII Melalui Pembelajar sejarah kebudayaan Islam di MTs Nurul Musthafa Kotabaru. serta faktor pendukung dan penghambat dalam Pendidikan Karakter Siswa Kelas VII Melalui Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Nurul Musthafa Kotabaru. Dalam penggalian data, peneliti menggunakan jenis dan pendekatan deskriftif kualitatif, teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik pengolahan data dilakukan dengan pengumpulan data, klasifikasi data, editing dan interpretasi data, selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dan ditarik simpulan dengan induktif.Hasil penelitian Proses pelaksanaan pembelajaran sejarah kebudayaan Islam meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran, pembelajaran sejarah kebudayaan Islam untuk pembentukan karakter siswa sudah berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan karakter siswa pada pelajaran sejarah kebudayaan Islam dengan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suritauladan yang baik diantaranya yaitu kasih sayang terhadap sesama, religius, jujur, rajin, tanggung jawab, toleransi, dan disiplin. Faktor pendukung dan penghambat dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran sejarah kebudayaan Islam yaitu: faktor guru, keluarga, lingkungan dan siswa. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Siswa, Sejarah Kebudayaan Islam.
HAK IJBAR WALI NIKAH DALAM TINJAUN SADD AL-DZARI’AH (STUDI PERBANDINGAN ULAMA HANAFIYAH DAN ULAMA SYAFI’IYAH) Hadi, Abdul; Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 2, No 1 (2024): June 2024
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAI Al-Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v2i1.475

Abstract

Perkawinan bukanlah semata-mata merupakan media bagi kepentingan dua orang mempelai, melainkan keluarga mereka juga mempunyai peran yang sangat penting. Unsur kerelaan perempuan atas calon suaminya sudah dianggap cukup sebagai bahan pertimbangan bagi kepentingan perkawinannya. Oleh karena itu, Tidak semua wali nikah diberikan hak ijbar karena kesempurnaan kasih sayang mereka berbeda-beda, sehingga hak ijbar dikhususkan terhadap wali yang paling sempurna kasih sayang yaitu ayah dan kakek.Fokus dalam penelitian ini adalah, bagaimana konsep hak ijbar wali nikah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah dan, bagaimana hak ijbar wali nikah dalam tinjauan sadd al-dzari’ah. Berdasarkan fokus penelitian maka, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsep hak ijbar wali nikah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah dan untuk mengetahui hak ijbar wali nikah dalam tinjauan sadd al-dzari’ah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hak ijbar di sini merupakan hak seorang wali baik itu ayah ataupun kakek untuk mengawinkan anaknya tanpa menunggu kerelaan yang dikawinkan itu. Ada dua pendapat mengenai hak ijbar wali nikah ini yaitu, pertama; menurut ulama Hanafiyah hak wali ijbar adalah perwalian yang bersifat memaksa ditunjukkan kepada wanita yang masih kecil, baik wanita tersebut gadis ataupun janda, dan begitu juga wanita yang telah dewasa namun ia tidak cakap hukum seperti kurang akal, kedua; menurut mazhab Syafi’iyah hak wali ijbar adalah wali (bapak atau kakek ketika tidak ada bapak), yang berhak menikahkan anak gadisnya meskipun tanpa persetujuannya, baik gadis tersebut sudah baligh atau belum baligh.Kata Kunci: Hak Ijbar, Wali Nikah, Sadd Al-Dzari’ah
PEMBERIAN WASIAT WAJIBAH KEPADA KELUARGA NON-MUSLIM PERSPEKTIF IMAM SYAFI’I Basyir, Ahmad; Fitrianoor, Wahyu; Hayati, Anisah Norlaila
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 2, No 2 (2024): December 2024
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAI Al-Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v2i2.567

Abstract

AbstractThe granting of a mandatory will to a non-Muslim family is something new in the study of inheritance law, mandatory wills are included in the ijtihadiyah issue because there has not been a Nash argument that explains this implicitly. So the argument put forward is the argument of inheritance and wills, considering that the law applies according to the place of residence and in Indonesia the majority of the population is Shafi'iyah, so this issue must be reviewed from the perspective of Imam Shafi'i. This study focuses on the granting of mandatory wills to non-Muslim families from the perspective of Imam Shafi'i.This study is classified as a type of normative research with a normative legal approach. The primary legal material in this study is the book Al-Umm volume 5 and secondary legal materials in the form of the Compilation of Islamic Law and other books and scientific papers related to wills. The legal materials collected are then analyzed so that conclusions can be drawn.The results of this study are that according to Imam Shafi'i, religious differences are an obstacle to inheritance by adhering to the hadith prohibiting mutual inheritance for those of different religions. Imam Syafi'i also believes that the meaning of the word "Infidel" is the same for everyone, whether they are idol worshipers, fire worshipers, apostates, harbi infidels or dhimmi infidels.Keywords: Imam Syyafi'i, Non-Muslim, Wasiat WajibahAbstrakPemberian wasiat wajibah terhadap keluarga non-muslim merupakan hal yang baru dalam kajian hukum waris, wasiat wajibah tergolong dalam persoalan ijtihadiyah karena belum ditemukan dalil Nash yang menjelaskan hal ini secara implisit. Sehingga dalil yang dikemukakan ialah dalil dari waris dan wasiat, mengingat bahwa hukum berlaku sesuai dengan tempat berada dan di Indonesia mayoritas penduduknya bermazhab Syafi’iyah, maka persoalan ini harus ditinjau dari perspektif Imam Syafi’i. penelitian ini berfokus tentang pemberian wasiat wajibah kepada keluarga non-muslim perspektif imam Syafi’i.Penelitian ini tergolong jenis penelitian normatif dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah kitab Al-Umm jilid 5 dan bahan hukum sekunder berupa Kompilasi Hukum Islam serta buku-buku dan karya tulis ilmiah lainnya yang berhubungan dengan wasiat. Bahan hukum yang terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan.Hasil dalam penelitian ini adalah bahwa menurut Imam Syafi’i perbedaan agama merupakan penghalang dalam kewarisan dengan berpegang teguh dengan hadis larangan saling mewarisi bagi yang berbeda agama. Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa makna kata “Kafir” semua sama, baik kafir penyembah berhala, penyembah api, murtad, kafir harbi maupun kafir dzimmi.Kata Kunci: Imam Syyafi’i, Non-Muslim, Wasiat Wajibah
ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PENETAPAN NAFKAH IDDAH: STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA KOTA BANJARBARU Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 3, No 1 (2025): June 2025
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAI Al-Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v3i1.758

Abstract

AbstractThis study analyzes the factors influencing the determination of iddah maintenance in divorce cases (cerai talak) at the Religious Court of Banjarbaru. Iddah maintenance is a financial right for women after divorce during the iddah period; however, its application often varies in court. Using a qualitative approach, data were collected through interviews with judges and court decision documentation. The findings indicate that iddah maintenance is determined based on principles of propriety, balance, and adequacy, considering economic conditions and the regional minimum wage (UMR). The variations in decisions reflect responsiveness to different case contexts. This study emphasizes the need for more standardized guidelines for iddah maintenance and flexibility in the application of Islamic law to align with social dynamics. The findings are relevant to the development of fairer practices in Islamic family law.Keywords: Divorce, Iddah Maintenance, Islamic Family Law, Judicial Decision, Religious CourtAbstrak:Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penetapan nafkah iddah dalam kasus cerai talak di Pengadilan Agama Kota Banjarbaru. Nafkah iddah adalah hak finansial bagi perempuan pasca perceraian selama masa iddah, tetapi penerapannya sering kali bervariasi di pengadilan. Melalui pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dari wawancara dengan hakim dan dokumentasi putusan pengadilan. Hasilnya menunjukkan bahwa penentuan nafkah iddah didasarkan pada prinsip kepatutan, keseimbangan, dan kelayakan, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan UMR setempat. Variasi putusan mencerminkan respons terhadap situasi kasus yang berbeda. Studi ini menggarisbawahi pentingnya panduan yang lebih standar untuk nafkah iddah dan fleksibilitas dalam penerapan hukum Islam sesuai dengan dinamika sosial. Temuan ini relevan bagi pengembangan praktik hukum keluarga Islam yang lebih adil.Kata Kunci: Cerai Talak, Hukum Keluarga Islam, Nafkah Iddah, Pengadilan Agama, Putusan hakim
KAJIAN SOSIOLOGI TENTANG PEMBERIAN NAFKAH IDDAH Putra, Aldi Saputra; Al-Insan, Zagie Zagie; Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 1 (2023): June 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAI Al-Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i1.386

Abstract

ABSTRAK:Jurnal ini mengkaji ketidaksetaraan gender dalam konteks hukum Islam, terutama dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di Indonesia. Ketidaksetaraan tersebut tercermin dalam pola nafkah pasca perceraian, di mana orientasi masih cenderung pada kepentingan pihak lelaki, mempengaruhi kuasa istri dalam rumah tangga, dan kurang mengakomodasi perkembangan sosial dan perubahan peran perempuan. Selain itu, mengevaluasi norma-norma sosial yang berkaitan dengan pemberian nafkah dan efektivitas hukum dalam penerapannya.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif, menggali pandangan masyarakat terkait pemberian nafkah iddah pasca perceraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara hukum Islam dan undang-undang nasional terkait nafkah, dan kurangnya peran penegak hukum, sarana pendukung, dan pengetahuan masyarakat dapat menghambat efektivitas pelaksanaan hukum tersebut.Selain itu, jurnal juga mengeksplorasi peran perempuan dalam mencari nafkah dan dampaknya terhadap hubungan keluarga. Meskipun perempuan memiliki hak untuk mandiri dan bekerja, masih ada pandangan negatif dari masyarakat, yang dapat memicu konflik dalam keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya pemahaman terhadap konsep pola relasi yang sejajar antara suami dan istri untuk mencegah dampak negatif terhadap hubungan keluarga.Kata Kunci: Ketidaksetaraan Gender, Hukum Islam, Pemberian Nafkah, Efektivitas Hukum, Hubungan Sosial, Peran Perempuan, Konflik Keluarga.  This journal examines gender inequality in the context of Islamic law, particularly in Law No. 16 of 2019 on Marriage in Indonesia. The inequality is reflected in post-divorce maintenance patterns, where the focus tends to favor the interests of the male party, affecting the power of wives in households and inadequately accommodating social developments and changes in women's roles. Additionally, it evaluates social norms related to alimony and the effectiveness of the law in its application.The research method used is qualitative with a descriptive approach, exploring public perspectives on post-divorce iddah maintenance. The results indicate differences between Islamic law and national laws regarding alimony, and the lack of law enforcement, support facilities, and public knowledge can hinder the effectiveness of law implementation.Furthermore, the journal explores the role of women in seeking livelihoods and its impact on family relationships. Despite women having the right to independence and work, there are still negative views in society that can trigger conflicts within families. This research emphasizes the importance of understanding the concept of equal relational patterns between husbands and wives to prevent negative impacts on family relationships.Keywords: Gender Inequality, Islamic Law, Alimony, Legal Effectiveness, Social Relationships, Women's Roles, Family Conflict.
HUKUM PERKAWINAN MUSLIM DI BRUNEI DARUSSALAM (STUDI ANALISIS MASLAHAT AT-THUFI) Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAI Al-Falah Banjarbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i2.320

Abstract

AbstractBrunei is claimed to be the oldest Malay kingdom in Southeast Asia. In addition, Brunei Darussalam is the only country in the Southeast Asian region that enforces Islamic criminal law, especially in civil matters Brunei has a long history, since the British position on their land. Various ways of diplomacy or politics are taken by Brunei to make Islamic civil law have power in the country.In the matter of marriage, the law adopted is a collaboration between customary law and Islamic law, although Islamic law is more pronounced in it. Therefore, in Brunei Islamic law in marriage starts from the election of guardians from the government, rules for recording marriages, polygamy, divorce, divorce claims, and even engagement issues. It does not stop there, Brunei also imposes criminal sanctions for violators of their marriage law.The benefits in Brunei law can be seen from the balanced accommodation of culture and Islamic law, this is because Brunei sees family law as an ijtihadiyah issue that must be decided with benefit, such as khitbah sanctions, appointment of Hakam, Kadi selection and criminal sanctions in family law.Keyword: Brunei, Marriage Law, Maslahat.AbstrakNegara Brunei diklaim adalah kerajaan melayu tertua di Asia Tenggara. Selain itu Brunei Darussalam adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan hukum pidana Islam, terlebih dalam masalah perdata Brunei mempunyai sejarah panjang, sejak kedudukan Inggris atas tanah mereka. Berbagai cara diplomasi atau pun politik ditempuh Brunei hingga menjadikan hukum perdata Islam mempunyai kekuatan di negaranya.Dalam masalah perkawinan, hukum yang dianut adalah kolaborasi antara hukum adat dengan hukum Islam, walau hukum Islam lebih terasa di dalamnya. Oleh karena itu di Brunei hukum Islam dalam perkawinan dimulai dari pemilihan wali dari pemerintah, aturan pencatatan pernikahan, poligami, talak, gugatan cerai, bahkan masalah pertunangan. Tidak berhenti di situ, Brunei juga memberlakukan sanksi pidana untuk pelanggar undang-undang perkawinan mereka.Maslahat dalam hukum Brunei dapat dilihat dari pengakomorian budaya serta hukum Islam yang seimbang hal ini karena Brunei melihat hukum keluarga sebagai permasalah ijtihadiyah yang harus diputuskan dengan maslahat, seperti sanksi khitbah, penujukkan Hakam, pemilihan Kadi dan sanksi pidana dalam hukum keluarga.Kata Kunci: Brunei, Hukum Perkawinan, Maslahat
TINJAUAN FIKIH MUAMALAH TERHADAP JUAL BELI BIBIT IKAN LELE SECARA BORONGAN DI DESA SEMAYANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Sholihin, Mujibus; Fitrianoor, Wahyu
Ghaly: Journal of Islamic Economic Law Vol 3 No 2 (2025): Ghaly: Journal of Islamic Economic Law
Publisher : Islamic Economic Law Study Program, Faculty of Sharia Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Islamic State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/ghaly.v3i2.9086

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktik jual beli bibit ikan lele secara borongan. Dalam prosesnya, penjual menentukan harga berdasarkan hitungan per ekor, namun dalam pelaksanaannya menggunakan sistem borongan per ember besar. Praktik tersebut berpotensi menimbulkan penyimpangan terhadap mekanisme jual beli yang ditetapkan dalam Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan sifat deskriptif, serta menggunakan pendekatan normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penjualan bibit lele di Desa Semayang dilakukan dengan sistem borongan, di mana pembeli tidak mengetahui secara pasti jumlah bibit lele yang mati atau cacat setelah dimasukkan ke dalam ember besar. Namun, hal tersebut tidak menimbulkan perselisihan karena kedua belah pihak sama-sama rela, dan praktik ini telah menjadi kebiasaan turun-temurun (‘urf). (2) Berdasarkan tinjauan fiqh muamalah, ‘urf dalam jual beli diperbolehkan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 78. Oleh karena itu, praktik jual beli bibit lele secara borongan yang berlangsung di Desa Semayang dapat dipandang sah menurut hukum Islam.
Reconstructing Paylater Schemes in Islamic Fintech: A Normative Analysis of Deferred Payment Contracts Under Sharia Economic Law Hayati, Anisah Norlaila; Fitrianoor, Wahyu; Saliro, Sri Sudono; Fadillah, Nor; Pane, Siti Rif’atussa’adah Sitorus
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 25 No 1 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/sjhp.v25i1.18517

Abstract

The proliferation of financial technology (fintech) innovations has reshaped consumer behavior through digital payment models such as paylater, enabling deferred payments in online transactions. Despite its practical benefits, the paylater mechanism raises legal and ethical concerns in Islamic economic law due to possible elements of riba (usury), gharar (uncertainty), and contractual ambiguity. This study investigates the normative validity of paylater schemes within the framework of Sharia economic law by reconstructing them through Sharia-compliant contractual models. Using a normative-juridical method supported by doctrinal analysis, this research examines primary sources such as the Compilation of Sharia Economic Law (KHES), relevant fatwas of the National Sharia Council–Indonesian Ulema Council (DSN-MUI), and international Sharia standards (AAOIFI and IFSB), supplemented by secondary literature on Islamic finance and e-commerce. The findings indicate that paylater is permissible under Sharia when structured as bai‘ bi tsaman ajil (deferred payment sale) or murabahah (cost-plus sale), provided that price, ownership, and risk are clearly defined and that penalties do not involve interest. Conversely, a paylater model based on qardh (loan) with fixed returns constitutes riba and violates Islamic principles. The study further offers practical recommendations for regulators and fintech operators to design transparent, fair, and Sharia-compliant digital financing systems aligned with maqāṣid al-sharī‘ah to protecting religion, life, intellect, wealth, and lineage. This reconstruction contributes to the global discourse on Islamic fintech by proposing a viable Islamic “Buy Now Pay Later” (BNPL) model that balances consumer protection, market competitiveness, and ethical finance.