ABSTRAK Pemerintah daerah dalam rangka menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah memilki kewenangan dan kemandirian dalam mengatur urusan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah Kabupaten Sambas dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya berhak membuat kebijakan baik dalam rangka peningkatan pelayanan, dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah maupun dalam rangka mempertahankan nilai-nilai akhlakul karimah dalam kehidupan masyarakat. Salah satu unsur penting dalam implementasi proses tersebut adalah melalui pembentukan peraturan daerah. Perda No. 3 Tahun 2004 tentang larangan pelacuran dan pornografi dalam konteks definisi tindak pidana perzinahan, diduga adanya pertentangan dengan KUHP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah pengaturan tentang perzinahan dalam Perda No. 3 Tahun 2004 bertentangan atau tidak dengan perundang ? undangan yang lebih tinggi, dan juga untuk menganalisa bagaimana efektifitas implementasi Perda tersebut. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian hukum normative dan penelitian hukum sosiologis. NBerdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pada konteks KUHP mengenai pengaturan perzinahan dilihat dari sisi, bahwa KUHP tersebut adalah produk belanda, dengan kehadiran Perda No. 3 tahun 2004 merupakan sebagai pelengkap dari KUHP yang belum ada pengaturannya mengingat perzinahan antara laki-laki lajang dengan perempuan lajang merupakan pelanggaran terhadap kaidah agama. Sedangkan mengenai efektifitas implementasi Perda tersebut, terdapat kendala dilihat dari sumber daya Satpol PP yang masih kekurangan jumlah pegawai berbanding luas wilayah Kab. Sambas, pihak SatPol PP kesulitan untuk mengidentifikasi unsur ? unsur tindak pidana pelanggaran, apakah itu tergolong perzinahan atau bukan, kurangnya fasilitas kendaraan dinas operasional roda 4 (empat) dan masih belum ada UPT Satpol PP Kecamatan. NBerdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran, Pemda Sambas harus mengeluarkan Perda baru tentang larangan pelacuran dan pornografi, yang setidaknya memuat ketentuan tentang definisi pencegahan maksiat, Sehingga dalam kaitannya dengan hal ini, penegakan Perda tidak merasa kesulitan untuk menegakan perda karena sudah diatur didalam Perda yang misalkan didapati nya ketika sedang tugas, penggerebekan, seorang laki ? laki dan perempuan yang bukan pasangan suami ? istri sedang berada di dalam satu kamar yang tidak sedang melakukan persetubuhan. Disamping itu diperlukan tambahan personil Satpol PP, penambahan sarana dan prasarana Kata Kunci: Otonomi Daerah, Efektifitas, Peraturan Daerah. ABSTRACT Local governments in the framework of carrying out regional autonomy, local governments have the authority and independence in regulating regional government affairs. The local government of Sambas Regency in carrying out government affairs which is its authority has the right to make policies both in the context of improving services, in order to increase community participation in regional development and in order to maintain moral values in people's lives. One important element in implementing the process is through the establishment of regional regulations. Perda No. 3 of 2004 concerning the prohibition of prostitution and pornography in the context of the definition of criminal acts of adultery, allegedly contradicting the Criminal Code. This study aims to analyze whether the regulation of adultery in Perda No. 3 of 2004 contradicts or not with higher legislation, and also for analyzing how effective the implementation of the regulation. To analyze these problems, the author uses normative legal research methods and sociological legal research. Based on the results of the study, it was concluded that in the context of the Criminal Code regarding adultery arrangements viewed from the side, that the Criminal Code was a Dutch product, with the presence of Perda No. 3 of 2004 is a complement to the Criminal Code that has not been regulated considering adultery between single men and single women is a violation of religious rules. While regarding the effectiveness of the implementation of the Regional Regulation, there are obstacles seen from the Satpol PP resources which still lack the number of employees compared to the area of the Regency. Sambas, the SatPol PP has difficulty identifying elements of criminal offenses, whether it is classified as adultery or not, the lack of 4 (four) wheel operational service facilities and there is still no UPT Satpol PP Kecamatan. NBased on the above conclusions, the writer gives a suggestion, the Sambas Regional Government must issue a new law concerning the prohibition of prostitution and pornography, which at least contains provisions on the definition of immorality prevention. For example, when he was on duty, a raid, a man and woman who were not a husband and wife were in a room not having sex. Besides that, additional Satpol PP personnel are needed, additional facilities and infrastructure Keywords: Regional Autonomy, Effectiveness, Regional Regulations.