Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Upacara Adat Kematian Cawir Metua Batak Karo : Kajian Wacana Kritis Natasya, Sarah Nathasia Br Tarigan; Sekali, Emmya Kristina Karo; Aritonang, Rebecca Saulina; Sinulingga, Jekmen
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 16 No 2 (2023): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v16i2.197

Abstract

Peneliti mengangkat sebuah artikel tradisi yang berjudul  upacara adat kematian cawir metua Batak Karo untuk dianalisis dalam wacana secara kritis. Masalah yang diteliti yaitu menjalankan upacara adat kematian cawir metua, faktor memengaruhi perubahan yang terdapat didalam upacara adat kematian cawir metua dan perubahan upacara kematian adat cawir metua serta  modal sosial didalam upacara kematian cawir metua. Metode yang digunakan didalam tulisan ini yaitu metode kualitatif. Sumber data yang diperoleh melalui sosial media. Tehnik pengumpulan data dengan menyimak dan mencatat data melalui sumber internet. Penelitian memaparkan hasil analisis pada Upacara kematian adat cawir metua dengan analisisi wacana kritis. Yang disebut cawir metua ialah yang sudah tiada, dan dapat juga disebut semua anak-anaknya sudah menikah (berkeluarga) serta telah memiliki cucu dari anak laki-laki dan perempuannya. Cawir metua adalah tingkat upacara adat kematian yang didambakan pada setiap masyarakat etnik Batak Karo karena dapat dikatakan tanggung jawabnya di dunia ini sudah selesai guna mendidik anak-anaknya sampai semua anak-anaknya berkeluarga. Masyarakat Karo melaksanaan upacara adat kematian cawir metua sudah menjadi tradisi adat-istiadat turun temurun yang dilakukan bagi kerabat yang sudah meninggal apalagi sudah berada di fase  cawir metua.
Tradisi Mangupa-Upa Pada Masyarakat Batak Toba Tampubolon, Flansius; Pasaribu, Niken Kirey; Aritonang, Rebecca Saulina
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian berikut bertujuan untuk mendeskripsikan apa itu tradisi mangupa-upa pada masyarakat Batak Toba dengan menggunakan teori tradisi lisan. Melalui metode deskriptif kualitatif, penelitian ini menjelaskan teks, koteks, dan konteks dalam upacara mangupa-upa untuk memahami makna dan fungsi tradisi ini dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Teks dalam tradisi mangupa-upa meliputi doa-doa, nasihat, dan pujian yang diucapkan oleh para tetua adat, yang mengandung pesan-pesan moral dan spiritual. Koteks mencakup elemen-elemen fisik seperti makanan khas, sesaji, dan tata cara pelaksanaan upacara yang memperkaya dimensi simbolik dari mangupa-upa. Konteks mencakup latar belakang sosial dan budaya di mana upacara ini berlangsung, menunjukkan peran penting tradisi mangupa-upa dalam memperkuat ikatan sosial dan spiritual masyarakat Batak Toba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi mangupa-upa tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memberikan restu dan dukungan moral, tetapi juga sebagai medium untuk mentransmisikan nilai-nilai adat dan memperkuat identitas budaya Batak Toba. Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana tradisi lisan dapat dipertahankan dan diwariskan dalam masyarakat, serta pentingnya pelestarian tradisi budaya dalam era modern.
Legenda Nauli Basa di Kecamatan Silahisabungan Kajian Sosiolinguistik Sinulingga, Jekmen; Naibaho, Dewes Agustina; Pasaribu, Niken Kirey; Aritonang, Rebecca Saulina; Entelina, Santi Monica
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam artikel ini penulis menganalisis Legenda Nauli Basa pada masyarakat Batak Toba yang ada di daerah kecamatan Silahisabungan Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang terdapat pada cerita legenda melalui pendekatan sisiologi sastra. Legenda didefinisikan sebagai suatu cerita yang berkembang dalam masyarakat yang diwariskan secara lisan. Legenda ini bercerita tentang awal mula adanya tempat sakral yang dikenal dengan nama Nauli Basa. Analisis legenda ini berfokus pada pembahasan unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosial yang ditemukan dalam cerita dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk menganalisis masalah dalam penelitian dengan data yang diperoleh dari wawancara narasumber atau dikenal dengan teknik penelitian lapangan. Hasil dari penelitian dengan teori sosiosastra ini ditemukan tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, amanat, juga nilai-nilai sosial yaitu nilai religius dan nilai moral yang terdiri dari nilai kesopanan, kejujuran, tanggung jawab. Artikel ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Legenda Nauli Basa dapat dipertahankan dan diwariskan dalam masyarakat.
Peran Rumah Adat Batak Karo Sepuluh Dua Jabu dalam Kehidupan Sosial dan Budaya Sekali, Emmya Kristina Karo; Siregar, Helda; Aritonang, Rebecca Saulina; Sinulingga, Jekmen; Silaban, Immanuel
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah adat Batak Karo, khususnya Sepuluh Dua Jabu, memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Karo. Sepuluh dua Jabu adalah istilah dalam bahasa Karo yang merujuk pada rumah adat Karo yang memiliki dua lantai. Rumah adat Karo biasanya dibangun dengan bahan-bahan alami seperti kayu dan bambu, dengan atap yang terbuat dari ijuk atau jerami. Desain rumah adat Karo juga sering kali menggambarkan filosofi dan kepercayaan masyarakat Karo dalam hubungannya dengan alam dan tradisi leluhur. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran rumah adat batak karo sepuluh dua jabu dalam kehidupan sosial dan budaya. Metode yang digunakan dalam tulisan ini metode deskrptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sepuluh Dua Jabu bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, seperti upacara adat, pertemuan keluarga, dan pendidikan generasi muda. Selain itu, rumah adat ini mencerminkan nilai-nilai budaya Karo yang kaya, termasuk gotong royong, keharmonisan, dan penghormatan terhadap leluhur. Dengan demikian, pelestarian rumah adat Batak Karo Sepuluh Dua Jabu sangat penting untuk mempertahankan identitas budaya dan memperkuat solidaritas sosial di masyarakat Karo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pelestarian warisan budaya Indonesia, khususnya dalam konteks rumah adat. Rumah adat Karo juga sering dihiasi dengan ukiran-ukiran tradisional yang menggambarkan motif-motif alam, tumbuhan, dan hewan-hewan yang memiliki makna simbolis dalam budaya Karo. Rumah adat Karo juga menjadi tempat penting untuk melaksanakan berbagai upacara adat dan keagamaan yang merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Karo.
Tradisi Pasahathon Ulos Tujung Pada Etniik Batak Toba: Kajian Kearifan Lokal Sihombing, Patar Cristian; Aritonang, Rebecca Saulina; Tarigan, Sarah Nathasia Br; Sibarani, Tomson
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi Pasahathon Ulos Tujung merupakan bagian penting dari upacara kematian masyarakat Batak Toba yang penuh dengan nilai kearifan lokal. Tradisi ini melibatkan pemberian ulos kepada pasangan yang kehilangan suami atau istri sebagai simbol penghormatan, penguatan, dan perlindungan dalam menghadapi masa duka. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan dan tata cara pelaksanaan tradisi ini serta mengungkap jenis kedamaian dan kesejahteraan yang terkandung di dalamnya.Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, data diperoleh melalui observasi dan wawancara terhadap informan yang terlibat dalam tradisi ini di Desa Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung, Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ini mencerminkan nilai kesopansantunan, rasa syukur, dan pelestarian budaya. Selain itu, Pasahathon Ulos Tujung berfungsi memperkuat solidaritas keluarga, menjaga kehormatan adat, serta memberikan makna mendalam terhadap nilai-nilai spiritual dan sosial dalam masyarakat Batak Toba. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari identitas budaya, tetapi juga menjadi wujud nyata kedamaian dan kesejahteraan yang terus dilestarikan di tengah perubahan zaman.
Representasi Etika dan Norma Pada Nilai Kesopanan dalam Tradisi Patio Baba Ni Mual Etnik Batak Toba: Kajian Kearifan Lokal Siahaan, Wahyu Satria Boy; Tarigan, Sarah Nathasia Br; Aritonang, Rebecca Saulina; Panjaitan, Santi Monica Entelina; Giawa, Puji Syukur; Tampubolon, Flansius
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi Patio Baba Ni Mual adalah adat-istiadat masyarakat Batak Toba yang wajib dilaksanakan jika seorang laki-laki Batak ingin menikah, apalagi jika ia tidak menikahi pariban (putri dari paman) nya. Sehingga ia harus melakukan adat Patio Baba Ni Mual ini dengan tujuan untuk meminta doa dan restu kepada tulang (paman/saudara laki-laki ibu) nya dengan membawa makanan sebagai bentuk rasa hormat. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian yang bersifat kualitatif dengan pemerolehan data adalah sumber data sekunder yang diperoleh melalui kajian kepustakaan atau dengan menggunakn referensi dari jurnal-jurnal terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik dengan pedekatan deskriptif, di mana peneliti akan menjabarkan data penelitian dengan penjabaran teks dan penarikan simpulan. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya suku Batak Toba terutama generasi muda yang lahir dan besar di perkotaan agar tetap menjaga dan melestarikan tradisi budaya etnik sendiri.