Abstrak: Penelitian ini membahas dinamika gender dalam peralihan peran tunggu tubang pada masyarakat adat Semende di Desa Sindang Agung, Kecamatan Tanjung Raja, dalam konteks transmigrasi di Kabupaten Lampung Utara. Sistem tunggu tubang merupakan tradisi pewarisan matrilineal yang menempatkan anak perempuan sulung sebagai pemegang hak dan tanggung jawab atas rumah serta lahan keluarga. Perubahan sosial seperti pendidikan, mobilitas, dan ekonomi telah mendorong pergeseran peran tersebut kepada anak perempuan bungsu atau anggota keluarga lain yang lebih fungsional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi lapangan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Semende beradaptasi dengan mengutamakan kemampuan aktual dan keberadaan fisik dibanding urutan kelahiran. Masyarakat juga membedakan antara pengelolaan dan pembagian waris, sehingga praktik Tunggu tubang tetap sejalan dengan hukum waris Islam melalui pendekatan maslahah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur gender dalam masyarakat adat Semende bersifat dinamis dan adaptif, mencerminkan negosiasi antara adat lokal dan prinsip syariah yang menjunjung keadilan serta tanggung jawab sosial. Kata Kunci: Tunggu tubang, Semende, Gender, Waris, Maslahah Abstract: This study examines the gender dynamics in the transition of Tunggu tubang roles among the Semende indigenous community in Sindang Agung Village, Tanjung Raja District, within the context of transmigration in North Lampung Regency. The Tunggu tubang system is a matrilineal inheritance tradition that places the eldest daughter as the holder of rights and responsibilities over the family home and land. Social changes such as education, mobility, and economics have driven this role shift to the youngest daughter or other more functional family members. This study employed qualitative methods with a field study strategy through interviews, observation, and document analysis. The results show that the Semende community adapts by prioritizing actual ability and physical presence over birth order. The community also differentiates between inheritance management and distribution, ensuring that Tunggu tubang practices remain in line with Islamic inheritance law through a maslahah approach. The results indicate that gender structures in the Semende indigenous community are dynamic and adaptive, reflecting negotiations between local customs and sharia principles that uphold justice and social responsibility. Keywords: Tunggu tubang, Semende, Gender, Inheritance, Maslahah