Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Journal of Government and Civil Society

Collaborative Government in Poverty Reduction Through Learning Forum and Its Impacts for NGOs in Surakarta, Indonesia Saptaningtyas, Haryani; Kartono, Drajat Tri; Arif, Akbarudin; Anantanju, Sapja
Journal of Government and Civil Society Vol 9, No 2 (2025): Journal of Government and Civil Society (October)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31000/jgcs.v9i2.14376

Abstract

Synergism between the government and Non-Government Organizations (NGOs) through a learning forum in order to apply the policy of Self-Management  III is highly necessary for the alleviation of poverty in the City of Surakarta, Central Java, Indonesia. However, this policy has impacted the way NGOs operate in the field. The terminology of non-government organizations in Indonesia is analogized with the private sector and is also positioned as one of the third sector development by Helmut K. Anheier (2000). Under the terminology of CSOs, a non-government is recognized as one of the partner institutions of the government. Indonesia President Regulation (Perpres) number 16 of 2018, junto number 12 of 2021 concerning Government Procurement of Goods/Services provides a collaborative model. This paper discusses how policy is implemented at the local level by the Learning Forum. Data analysis was carried out in stages: selecting data, coding data, and compiling meta-descriptive analytics. This paper argues that collaborative government depends on the diverse actors of NGOs and their points of view on government policy. Some NGOs perceive this regulation as a prospectus solution regarding financial issues, while other NGOs think it would impact the independence of the institution. Therefore, regulation also presents a force factor in developing a collaboration between civil society and government in eradicating urban poverty, as well as a new challenge related to repositioning NGOs/CSOs itself.Sinergisme antara pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui kebijakan Swakelola III telah diterapkan  oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Indonesia nomor 16 tahun 2018, junto nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memberikan model kolaboratif yang berdampak pada internal LSM, meskipun tujuannya adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Terminologi lembaga swadaya masyarakat di Indonesia dianalogikan dengan sektor swasta dan juga diposisikan sebagai salah satu sektor ketiga pembangunan oleh Helmut K. Anheier (2000). Di bawah terminologi lembaga swadaya masyarakat (LSM) diakui sebagai mitra pemerintah. Tulisan ini membahas bagaimana kebijakan pemerintah diimplementasikan di tingkat lokal oleh Forum Belajar. Analisis data dilakukan secara bertahap: memilih data, mengkodekan data, dan menyusun analisis meta-deskriptif. Pelaksanaan peraturan ini bergantung pada cara pandang actor LSM. Sebagian actor menganggap peraturan ini menjadi solusi untuk masalah keuangan sebagian LSM, tetapi sebagian LSM yang lain menganggap peraturan ini berdampak pada independensi lembaga. Dengan demikian disatu sis perpres menjadi upaya pendorong kolaborasi pemerintah dan LSM, sekaligus mereposisi LSM itu sendiri.
Participatory Budgeting in Surakarta, Indonesia: Pro-Poor Approach Arif, Akbarudin; Kristiyanto, Agus; Seftyono, Cahyo; Anantanyu, Sapja; Saptaningtyas, Haryani; Juego, Bonn; Widayat, Tulus
Journal of Government and Civil Society Vol 8, No 2 (2024): Journal of Government and Civil Society (October)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31000/jgcs.v8i2.11155

Abstract

This study explores the pro-poor orientation of Participatory Budgeting (PB) in Surakarta, Indonesia, with a focus on its effectiveness in enhancing socioeconomic conditions for impoverished and marginalized groups. Using a qualitative methodology involving observations, legal document analysis, and interviews with underprivileged citizens and key stakeholders, the research seeks to address two core questions: To what extent is PB in Surakarta truly pro-poor, and what key challenges hinder its role in poverty alleviation? Findings indicate that Surakarta’s PB system has made notable strides in inclusivity, prioritizing budget allocations that enhance access to essential services like healthcare and education for disadvantaged communities. Additionally, the village-delegated budget system empowers local residents to address specific needs, supporting efforts to improve quality of life. However, persistent challenges remain; despite PB’s inclusive design and community participation, poverty rates have seen limited reduction. This study underscores the need for an increased delegated budget alongside strengthened social accountability mechanisms and enhanced community empowerment programs to achieve sustainable poverty alleviation. These findings contribute valuable insights into the dynamics of pro-poor governance and highlight critical areas for strengthening participatory frameworks in Indonesia’s local governance. Studi ini mengeksplorasi pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Surakarta, Indonesia, dengan fokus pada efektivitasnya dalam meningkatkan kondisi sosial-ekonomi bagi kelompok masyarakat miskin dan termarjinalkan. Dengan menggunakan metodologi kualitatif yang meliputi observasi, analisis dokumen hukum, dan wawancara dengan warga kurang mampu serta pemangku kepentingan utama, penelitian ini berupaya menjawab dua pertanyaan utama: Sejauh mana Musrenbang di Surakarta benar-benar berpihak pada kaum miskin, dan tantangan utama apa yang menghambat perannya dalam pengentasan kemiskinan? Temuan menunjukkan bahwa sistem Musrenbang di Surakarta telah mencapai kemajuan berarti dalam inklusivitas, memprioritaskan alokasi anggaran yang meningkatkan akses ke layanan penting seperti kesehatan dan pendidikan bagi komunitas yang kurang beruntung. Selain itu, sistem anggaran yang dilimpahkan ke tingkat desa memungkinkan penduduk lokal untuk memenuhi kebutuhan spesifik, yang mendukung upaya peningkatan kualitas hidup. Namun, tantangan yang berkelanjutan masih ada; meskipun desain Musrenbang yang inklusif dan partisipasi masyarakat, tingkat kemiskinan hanya mengalami sedikit penurunan. Studi ini menekankan perlunya peningkatan anggaran yang dilimpahkan, bersama dengan mekanisme akuntabilitas sosial yang lebih kuat serta program pemberdayaan komunitas yang ditingkatkan untuk mencapai pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan. Temuan ini memberikan wawasan berharga mengenai dinamika tata kelola yang pro-kaum miskin dan menyoroti area penting untuk memperkuat kerangka kerja partisipatif dalam tata kelola lokal di Indonesia.