Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Cerdas Bermedia Sosial Pada Generasi Z Ditinjau Dari UU ITE Rahmat Aripin Siregar; Rezi Tri Putri
Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Sosial Politik Vol. 1 No. 3 (2024): Januari - Maret
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/jiksp.v1i3.792

Abstract

Sosial media bukanlah hal yang baru lagi bagi masyarakat Indonesia, bahkan bukan hanya dari golongan remaja saja yang menggunakan sosial media namun juga sudah merambah ke usia anak-anak dan orang tua. Bagaimana manfaat sosial media sebenarnya tergantung bagaimana individu-individu itu sendiri dalam memanfaatkannya dalam kehidupan mereka. Sebab pada zaman modern ini penggunaan ponsel, internet sudah tidak lagi menjadi suatu hal yang sulit untuk ditemukan, jika dulu penggunaan gadget hanya ada di lapisan masyarakat kalangan atas, sekarang ini hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia sudah tersentuh oleh perkembangan teknologi ini. UU ITE adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. lahirnya suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah Ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik. Di era di mana informasi serba mudah didapat dan serba melimpah, maka keterampilan tersebut menjadi kemampuan mendasar yang diperlukan untuk membantu dalam menyelesaikan permasalahannya atau menyelesaikan tugas-tugasnya dengan memanfaatkan informasi secara etis dan efisien. Kemampuan mendasar ini idealnya menjadi modal yang dimiliki oleh masing-masing individu untuk melaksanakan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengambilan manfaat, dan evaluasi pada berbagai program pemberdayaan sumber daya manusia.
Dampak Kestabilan Politik Dan Hukum Terhadap Kebijakan Pemerintah Pada Pemilu Kotak Kosong Di Kabupaten Dharmasraya berdasarkan Teori Demokrasi Susmita, Susmita; Rezi Tri Putri; Deza Elyanda; Adina Zairani
Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Sosial Politik Vol. 2 No. 3 (2025): Januari - Maret
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/jiksp.v2i3.2328

Abstract

Kajian calon tunggal pada pilkada serentak 2024 diyakini lantaran Partai Politik PKS yang mengusung kandidat Adi Romi bersama Nasdem DPP PKS menyatakan mencabut Surat Keputusan dukungan tersebut, sehingga dukungan bagi Adi Romi dinyatakan tidak berlaku. Pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal di Dhamasraya tetap berjalan pasca putusan Mahkamah Konsitusi. Komisi Pemilihan umum mengizinkan pemilih mengkampanyekan dan mendukung kotak kosong pada Pilkada serentak 2024. Pemilu kotak kososng ini dikenal pertama kali di pilkada 2015 setelah Mahkamah Konsitusi menyampaikan pemilu tetap berlangsung walaupun hanya ada satu calon kandidat kepal daerah. Pemilih diberikan hak untuk memilih kotak kosong daerah yang pilkada yang memiliki pasangan tunggal tertuang dalam pasal 54 C ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016 tentang pilkada. Pemilu Kotak kosong adalah cerminan ketidakpuasan masyarakat terhadap pasangan calon kandidat kepala daerah. Fenomena kotak kosong tidak selalu calon tunggal yang menang. Pernah terjadi pada daerah Makasar kotak kosong yang lebih unggul dari pada calon tunggal. Pada tahun 2015 hingga 2020 ada 53 kotak kosong diantaranya 1 pasangan tunggal yang kalah melawan kotak kosong seperti yang terjadi di Makassar. Pada Pilkada 2024 di mana terdapat 37 wilayah yang mengusung pasangan calon tunggal. Pemilu kotak kosong dappat dilihat sebagai bentuk proses terhadap kurangnya pilihan dalam pemillu, yang dapat mengindikasikan masalah dalam pemilu, menurut teori demokrasi pemilu yang komperatif dan adil indikator utama dari demokrasi yang sehat. Ketika politik dan melemahkan konsiladasi demokrasi.
Hak-Hak Keperdataan Anak Yang Lahir Diluar Nikah Di Indonesia Putri, Rezi Tri; Susmita , Susmita
Jurnal Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni Vol. 2 No. 6 (2024): Mei - Juni
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/jishs.v2i6.1927

Abstract

Hak anak adalah salah satu bentuk dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindingi oleh orang tua, masyarakat, dan negara. Dalam memenuhi hak-hak anak tersebut dilaksanakan tanpa diskriminasi, meskupun demikian Undang-Udang Perkawinan membedakan hak-hak anak berdasarkan status perkawinan orang tuanya. Bagi anak yang lahir dalam perkawinan yang sah mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan ibunya,sedangkan anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja sampai dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menyebutkan bahwa anak luar nikah juga memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, namun sampai saat ini Putusan tersebut masih menuai pro dan kontra, sehingga memerlukan pengajian lebih lanjut mengenai hak-hak keperdataan anak yang lahir diluar nikah tersebut. Untuk meneliti hal tersebut Penulis meneliti dengan jenis penelitian kualitatif berupa penelitian hukum normatif dengan sumber data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan pendekatan konsep hukum Islam yang membahas mengenai hak-hak anak yag lahir diluar nikah, sehingga dapat ditarik kesimpulan sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menyebutkan bahwa anak luar nikah juga dapat memiliki hubungan hukum dengan ayahnya anak luar nikah mengalmi perluasan hak seperti berhak memperoleh hubungan nasab, pemberian nafkah, perwalian, hak memakai nama, mewarisi, pengasuhan anak dan lain sebagainya dari ayah dan ibunya.
HAK KONSTITUSIONAL PEREMPUAN DALAM KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN BERBASIS GENDER (KGB) Putri, Rezi Tri; Susmita, Susmita; Aripin, Rahmat; Robensyah, Andes; Wardani, Khofifah Kusuma; Putri, Filqi Abdillah; Ramadani, Ramadani
Jurnal Kepemimpinan dan Pengurusan Sekolah Vol. 10 No. 2 (2025): June (Regular Issue)
Publisher : STKIP Pesisir Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34125/jkps.v10i2.566

Abstract

In Indonesia, although policies such as Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence and Law No. 12 of 2022 on Sexual Violence Crimes have been enacted, their implementation and enforcement face numerous challenges, including social stigma, weak law enforcement, and limited support facilities. These issues are exacerbated by a patriarchal culture that often views violence as a private matter, making it difficult to address through the legal system. As a state that guarantees human rights under Articles 28A–28I of the 1945 Constitution, Indonesia has a constitutional obligation to protect women from all forms of violence. However, this effort is hindered by weak inter-agency coordination, low public awareness, and limited infrastructure to support victims' recovery. This study aims to analyze the extent to which women’s constitutional rights are protected in policies addressing GBV in Indonesia. The research examines the harmonization of national policies with international instruments such as CEDAW, evaluates the capacity of law enforcement, and analyzes victims’ access to protection services. The findings are expected to provide strategic recommendations, including strengthening policies through harmonization with international standards, enhancing the capacity of law enforcement agencies, and expanding access to services for victims in remote areas.
Implementasi Terhadap Keterwakilan Perempuan Pada Partai Golkar Berdasarkan  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Di Kota Pekanbaru Susmita; Rezi Tri Putri
Jurnal Kajian Hukum Dan Kebijakan Publik | E-ISSN : 3031-8882 Vol. 1 No. 2 (2024): Januari - Juni
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/kx0qvp96

Abstract

Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 1 Ayat (1) Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Partai Politik mengandung arti, yaitu (1) organisasi untuk mempertemukan berbagai kepentingan masyarakat, (2) keanggotaanya terdiri atas pelaku-pelaku politik dan anggota masyarakat biasa, (3) organisasi yang dibentuk untuk memperoleh kekuasaan politik dengan cara bersaing melalui pemilu, dan (4) kondisi negara yang sesuai adalah sistem demokrasi. Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik  pendirian dan pembentukan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Frase “paling sedikit” menunjukkan syarat ini bersifat imperatif. Konsekuensinya, akan ada akibat hukum bagi partai politik peserta pemilu yang tidak mematuhi. Menurut Undang-undang ini, konsekuensi tersebut berbentuk diumumkannya partai politik peserta pemilu yang tidak mampu memenuhi keterwakilan perempuan. Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru pada tahun 2018 yaitu mencapai 1.046.566 jiwa yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebesar 546.400 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 518.166 jiwa.Tuntutan keterlibatan atau keterwakilan perempuan dalam politik . umumnya didasari oleh argumen bahwa untuk memperjuangkan kepentingan perempuan mempengaruhi kebijakan pemerintah maka harus dimulai dengan duduknya perempuan dalam jabatan politik. Kemudian keterwakilan perempuan dalam jabatan politik (legislatif dan partai politik) didasari oleh Persoalan pertimbangan gender tercemin jelas dalam rendahnya keterwakilan perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia. Studi tentang keterlibatan perempuan dalam politik sudah banyak dilakukan, baik dalam bentuk penelitian, pengabdian, seminar-seminar (lokal, nasional, internasional), diskusi ilmiah, debat, maupun artikel dalam media masa (cetak/audio visual). Hampir semua kajian tersebut membahas kurangnya keterlibatan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan (keterwakilan politik perempuan). Bila tidak terpenuhi, partai politik yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat pengajuan daftar bakal calon pada suatu daerah pemilihan. Dalam arti, semua bakal caleg yang diajukan gugur akibat tidak terpenuhi syarat keterwakilan perempuan. Konsekuensi berikutnya, partai politik peserta pemilu tidak lagi memiliki kesempatan memperoleh kursi pada dapil yang bersangkutan.
Perlindungan Hak Terdakwa dalam Proses Hukum ditinjau dari prinsip Hukum "In Dubio Pro Reo". Rahmat Aripin; Ardyan; Susmita; Rezi Tri Putri
Jurnal Kajian Hukum Dan Kebijakan Publik | E-ISSN : 3031-8882 Vol. 2 No. 1 (2024): Juli - Desember
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/vbjenk88

Abstract

Dalam setiap perkara hukum yang disidangkan di pengadilan, pembuktian fakta hukum (peristiwa hukum) dihadapan Majelis hakim akan menjadi perdebatan yang sangat menarik antara Jaksa Penuntut Umum dengan Terdakwa, baik langsung maupun didampingi oleh Penasehat Hukumnya, karena pembuktian akan menjadi suatu kesempatan yang penting untuk meyakinkan Hakim dalam pengambilan keputusan. Dalam sistem hukum, terdapat prinsip penting yang dikenal dengan "In Dubio Pro Reo" yakni sebuah prinsip hukum yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "dalam keraguan, berpihaklah pada terdakwa." Prinsip “in dubio pro reo” dan “precumtion of innocent” ini dianggap sebagai salah satu prinsip hak asasi manusia yang paling mendasar dalam hukum pidana, karena melindungi individu dari penyalahgunaan kekuasaan negara, menjaga kebebasan individu, dan mendorong proses peradilan yang adil dan akurat, karena sebagai salah satu asas fundamental dalam perlindungan hak asasi manusia, adalah dengan menekankan pentingnya kepastian hukum dan pembuktian yang kuat sebelum seseorang dihukum secara pidana. Pada artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative yakni melakukan penelitian melalui literatur – literatur yang terkait dengan pokok bahasan penelitian. Meskipun penting dalam melindungi hak-hak terdakwa, prinsip “in dubio pro reo” tidak kebal terhadap kritik dan keterbatasan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi penyalahgunaan atau penyalahgunaan prinsip tersebut, sehingga memberikan keringanan hukuman bagi individu yang bersalah. Menyeimbangkan asas praduga tak bersalah dengan pentingnya menegakkan keadilan dapat menimbulkan tantangan besar bagi para praktisi hukum. Dalam beberapa kasus, penerapan "in dubio pro reo" mungkin bertentangan dengan prinsip hukum atau kepentingan masyarakat lainnya, seperti keselamatan publik atau hak-hak korban. Konflik-konflik ini menggarisbawahi kompleksitas yang melekat dalam sistem peradilan pidana dan perlunya pertimbangan yang cermat ketika menerapkan prinsip ini.