Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Promlematika Hukum Perkawinan Aliran Kepercayaan di Indonesia; Antara Politik Hukum dan Politik Agama Rois, Choirur; Muldani, A. Riris; Munir, Sirajul; Masrury, Farhan
YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol 14, No 2 (2023): YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/yudisia.v14i2.21773

Abstract

Kebebasan setiap warga negara untuk memeluk dan melaksanakan ibadah bersadasarkan kepercayaan dan agama merupakan amanat konstitusi yang termuat dalam sila pertama dan pasal 29 UUD 1945. Keberadaan aliran penghayat kepercayaan harus mendapat perlindungan dan kepastian hukum serta mendapat kedudukan yang sama di muka hukum. Namun yang menjadi disclaimer terhadap hal tersebut adalah realita hukum perkawinan di Indonesia saat dihadapkan dengan aliran penghayat kepercayaan. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan menyatakan, perkawinan dikatakan sah, apabila dilaksanakan berdasarkan hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Serta mensyaratkatkan harus tercatat secara administrasi negara. Tulisan ini mengangkat persoalan perkawinan bagi aliran penghayat kepercayaan di Indonesia ditinjau dari dua perspektif, antara perspektif politik hukum dan politik agama. Tulisan ini disusun menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan legal normative research. Pengumpulan data menggunakan metode desk research dan annotated bibliography. Temuan dalam tulisan ini menunjukkan, sampai saat ini hukum perkawinan bagi aliran penghayat kepercayaan masih mengandung polemik dalam pelaksanaanya. Sedangkan bila ditinjau dari perspektif politik hukum, sudah seharusnya pemerintah mengatur dan memberi kepastian hukum terhadap perkawinan aliran kepercayaan baik sesama penghayat aliran kepercayaan ataupun perkawinan antara penghayat kepercayaan dan non penghayat kepercayaan sebagai wujud supremasi hukum. Namun jika ditinjaukan dari politik agama keberadaan aliran kepercayaan membutuhkan pengertian yang jelas berkeaan dengan maksud dari term “kepercayaan”.
Urgensi Teori Maqashid al-Syariah Sebagai Metodologi Hukum Islam: (Analisis Nalar konstruksi Maqashid Al-Syariah Imam Al-Syatibi) Muchlis, Muchlis; Rois, Choirur
Ulumuna: Jurnal Studi Keilsman Vol 10 No 1 (2024)
Publisher : LP2M IAI Miftahul Ulum Pamekasan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36420/ju.v10i1.7558

Abstract

Maqashid Sharia explicitly did not appear since the prophetic period but the embryo of maqashid sharia was found during the Prophet Muhammad SAW both from the interpretation of revelation or in the context of the hadith of the Prophet Muhammad SAW. maqashid sharia discourse until now always appears in some circles of ushuliyin scholars who aim to examine more deeply whether maqashid sharia is part of ushul fiqh or as an independent discipline as a methodology of Islamic law. This research intends to describe the history of the emergence of maqashid sharia theory, its position in Islamic studies and its urgency as a methodology of Islamic Law. The result of this research is that Imam Shafi'i who became the pioneer of the early emergence of the method of determining the law with Al-Risalah which was then squeezed again by Imam Al-Haromain, Izzuddin bin Abd Salam and Imam Ghazali so that maqashid sharia appeared as a development of the term maslahah. Then Imam al-Syatibi who emphasized this theory with a special discussion in his work al-muwafaqot. Furthermore, the position of maqashid sharia in Islamic studies becomes very urgent for the perfection of the purpose of sharia, namely maslahat for humans. In maqashid aims to get legal protection, it is a human obligation to know it in order to achieve protection called al-dharuriyat al-khams. In conclusion, maqashid sharia does not break away from ushul fiqh, but it is the development that then becomes the basis of the maqashid sharia.
PRAKTIK POLITIK ISLAM: KEPEMIMPINAN TALIBAN DI AFGHANISTAN DALAM TINJAUAN POLITIK ISLAM KAWASAN Choirur Rois; Nur Robaniyah; Rois, Choirur; Robaniyah, Nur
JURNAL TAPIS Vol 19 No 1 (2023): Jurnal Tapis : Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/tps.v19i1.16369

Abstract

Konfrontasi ideologi antara nasionalisme, marxisme dan monarki absolut serta paham Islam fundamentalis telah berhasil menjadikan Afghanistan sebagai negara Islam penuh konflik. Tulisan ini ingin menjawab pertanyaan yang muncul dari stigma dan insinuasi Islam radikal, Islam teroris dan islamofobia yang menjadi konsekuensi logis dari praktik politik Islam di Afghanistan yang diperankan oleh Taliban. Melalui pendekatan historiografi dengan metode kualitatif deskriptif dan pengumpulan data menggunakan metode desk research dan annotated bibliography temuan dalam artikel ini menyimpulkan bahwa praktik politik yang terjadi di Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban merupakan ambisi kelompok fundamentalis yang ingin berkuasa penuh atas Afghanistan dengan dalih penerapan syariat Islam. Namun pada kenyataannya tidak mencerminkan praktik politik yang digambarkan Islam. Taliban menggunakan nama Islam untuk melegitimasi segala tindakan kekerasan, kudeta dan segala upaya
Fiqh Al-Ḥaḍarah from a Geopolitical Perspective: The Idea of NU's Peace Diplomacy Through the Recontextualization of Political Jurisprudence Rois, Choirur; Masrury, Farhan; Zikri, Arfad
An-Nida' Vol 47, No 1 (2023): June
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v47i1.25330

Abstract

  The conception of the jurisprudence of civilization (fiqh al-Ḥaḍarah) as an idea of peace diplomacy offered by Nahdlatul Ulama (NU) is the main starting point of this study. This idea presents religious thoughts as a solution to various unsolved conflicts. For example, the Middle East issue gave rise to stereotypes and negative images of Islam as the basis for conflict under the pretext of jihad as a movement idea. Based on the results of the International Conference on the Jurisprudence of Civilization I, in Nahdlatul Ulama's view, the recontextualization of political jurisprudence from a geopolitical perspective, on the one hand, is critical as a basis for understanding carrying out Islamic teachings in the political sector of state administration. On the other hand, it is also an effort to create sustainable peace. The question here is how can the recontextualization of political jurisprudence in the view of Nahdlatul Ulama be used as an idea for world peace diplomacy when viewed from a geopolitical perspective. This paper uses a descriptive qualitative method with data collection using desk research and an annotated bibliography. The approaches used include textual-contextual, sociological approach to Islamic law, and the theory of critical discourse analysis. This research shows that, based on NU's view from a geopolitical perspective, fiqh al-Ḥaḍarah can be used as a term to re-contextualize political jurisprudence discourse in an ideal direction. It is according to the needs and demands of the era. It presents islamic jurisprudence thinking as a solution to welcoming a better civilization in the future, either as a diplomatic idea or as an idea of sustainable peace. Abstrak:   Tulisan ini berangkat dari konsepsi fikih peradaban (fiqh al-h}aḍarah) sebagai gagasan diplomasi perdamaian yang ditawarkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) kepada dunia untuk menghadirkan gagasan agama sebagai solusi atas berbagai konflik yang tak kunjung selesai sampai saat ini. Seperti halnya studi kasus di Timur Tengah yang memunculkan stereotipe dan citra negatif atas Islam sebagai dasar konflik dengan dalih jihad sebagai ide gerakan. Dalam pandangan Nahdlatul Ulama berdasarkan hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban I, rekontekstualisasi fiqh siya>sah dalam perspektif geopolitik menjadi sangat penting untuk dilakukan sebagai dasar pemahaman dalam menjalankan ajaran Islam di sektor politik ketatanegaraan serta sebagai upaya dalam mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan. Lantas bagaimana rekontekstualisasi fiqh siya>sah dalam pandangan Nahdlatul Ulama bisa dijadikan gagasan diplomasi perdamaian dunia jika dilihat dari perspektif geopolitik? Tulisan ini disusun menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data menggunakan metode desk research dan annotated bibliography. Pendekatan yang digunakan diantaranya, tekstual-kontekstual, pendekatan sosiologi hukum Islam dan teori analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Hasil dalam tulisan ini menunjukkan bahwa, berdasarkan pandangan NU dalam perspektif geopolitik fiqh al-h}aḍarah dapat dijadikan sebagai istilah untuk dapat merekontekstualisasikan diskursus fiqh siya>sah ke arah yang lebih ideal sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zamannya serta menghadirkan pemikiran fikih sebagai solusi dalam menyongsong peradaban yang lebih baik di masa depan. Baik sebagai suatu gagasan diplomasi ataupun sebagai ide gagasan perdamaian yang berkelanjutan.