Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Problematika Pengendalian Konversi Tanah Pertanian Untuk Mewujudkan Keadilan Lahan Pangan Berkelanjutan di Kota Malang/The Problems of Controlling Agricultural Soil Conversion to Achieve Sustainable Food Land Justice in Malang City Harry, Musleh; Jannani, Nur
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 12, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v12i2.10497

Abstract

Abstract:Agricultural land is a vital object in fulfilling food in Indonesia. However, economic interests have reduced agricultural land. This article aims to describe the role of the Malang City Land Agency in controlling the conversion of agricultural land in order to create sustainable food land. This article is based on doctrinal legal research with a sociological approach. The results of this study indicate that the monitoring of agricultural land conversion has not been running optimally. The unavailability of data on agricultural land in Malang City is because most of them do not have clear ownership status. The reasons for unclear ownership status are due to administrative costs and the lengthy process for obtaining land title certificates.Keywords: agrarian law; agricultural land; food security.Abstrak:Lahan pertanian merupakan objek vital dalam pemenuhan pangan di Indonesia. Namun, kepentingan ekonomi menjadikan lahan pertanian semakin berkurang. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan peran Badan Pertanahan Kota Malang dalam mengendakinah alih fungsi lahan pertanian dalam rangka mewujudkan lahan pangan berkelanjutan. Artikel ini bedasarkan penelitian hukum doctrinal dengan pendekatan sosiologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap konversi lahan pertanian belum berjalan secara maksimal. Tidak tersedianya data lahan pertanian yang berada di wilayah Kota Malang disebabkan karena sebagian besar belum memiliki status kepemilikan yang jelas. Alasan tidak jelasnya status kepemilikan karena biaya administrasi dan lama proses pengurusan sertifikat hak milik atas tanah.Kata Kunci: hukum agrarian; lahan pertanian; ketahanan pangan.
INDEPENDENSI KPK DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 PERSPEKTIF AL-GHAZALI Nur Jannani; Elhafidza Nufusiah
Al-Balad: Journal of Constitutional Law Vol 3 No 3 (2021)
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Tujuan dibentuknya lembaga independen KPK selain dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan eksekutif yang terlampau besar juga untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Namun, undang-undang terbaru KPK dapat berpotensi melemahkan kinerja dan independensi KPK termasuk pada Pasal 3. Tujuan artikel ini ialah untuk menganalisis Independensi KPK sebagai bagian lembaga eksekutif dan dalam perspektif konsep imamah al-Ghazali. Jenis artikel ini yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, analisis, dan konseptual yang berdasarkan metode kepustakaan. Hasil penelitian ini yaitu Independensi KPK telah disebutkan dalam undang-undang terbaru KPK. Namun, independensi tersebut tidak murni dalam pelaksanaan tugas dan wewenang. KPK menjadi bagian eksekutif karena memiliki kesamaan fungsi dengan Kepolisian dan Kejaksaan. KPK dalam perspektif imamah telah memenuhi syarat untuk menjadi bagian imamah yakni merdeka atau bebas dari intervensi, meskipun independensi KPK tidak sebesar independensi wilayah al-mazhalim. Independensi KPK tidak mutlak. Apabila bersifat mutlak dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan, namun Pemerintah harus tetap mengontrol dan mengawasi KPK.
EFEKTIVITAS PASAL 55 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH Alik Maulidatin; Nur Jannani
Al-Balad: Journal of Constitutional Law Vol 4 No 1 (2022): Al-Balad: Journal of Constitutional Law
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan memiliki produk hukum berupa Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Sampah, pada Pasal 55 sanksi administratif Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Sampah, pasal perantaranya yaitu pasal 19 ayat (1) dan pasal 24 ayat (1) yang menyebutkan setiap orang yang mengeluarkan sampah wajib melakukan pemilahan sampah, dan pengelolaan sampah dikoordinasi oleh RT/RW setempat. Namun pada kenyataan di lapangan, belum berjalan secara maksimal dikarenakan masih banyak warga belum melakukan pemilahan sampah yang dikoordinasi RT/RW setempat, sehingga berpeluang besar bagi warga yang membuang sampah sembarangan di laut. Tujuan penelitian untuk mengetahui/menganalisis efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengelolaan sampah ditinjau dari segi Maslahah Mursalah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Hasil Penelitian ini adalah Dinas Lingkungan Kabupaten Lamongan telah melakukan upaya berupa sosialisasi tentang bahaya sampah di laut, selain itu menyediakan fasilitas pengelolaan sampah, meskipun keduanya belum berjalan maksimal terkait minim anggaran daerah, serta yang dilakukan masyarakat yang kurang bisa mengelola dan membuang sampah pada tempatnya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang belum memberikan sanksi administratif yang tegas bagi oknom yang melanggar hal tersebut.
REFLEKSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERWAWASAN GENDER Nur Jannani; Uswatul Fikriyah
EGALITA Vol 11, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Studi Gender UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.146 KB) | DOI: 10.18860/egalita.v11i1.4554

Abstract

This research discuss the problems of the legal protection of children workers in Indonesia are still not yet implemented properly even though it has many instruments of law that are pay attention on the rights of the children. From the results of this research shown that the protection of children had been integrated in national law contained in KUHPerdata, KUHPidana, and a number of laws. As an attempt to enforce legal protection for children workers there are at least five factors which should be strengthened, namely legal factors, law enforcement factor, means and facilities of law factor, Community law factor, and cultural law factor.Form of legal protection of children workers in Indonesia with gender perspective in addition that have already exist many laws that are provide legal protection of childrenren workers there are other things that should be more emphasized because in fact the implementation of laws are still many weaknesses. To solve the problem of children workers there are three approaches that can be done: the deletion (abolition), protection (protection), and enablement (empowerment) with give attention to three basic basic prevention, i.e. the application of the principle of cooperation and effective nationwide. In this case there are five steps that become priorities: first, changing public perception against children workers, second, advocate gradually to eliminate children workers, third, instituted and carried out laws for the protection of children workers with gender analysis Fourth, seek legal protection and providing adequate services to children, and the fifth to ensure that  children workers acquire basic education 9 years. Of all the forms of protection against children workers with  gender analysis in General can be divided into direct and indirect protection.Penelitian ini membahas mengenai permasalhaan perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia yang sampai saat ini masih belum terimplementasi dengan baik meskipun telah banyak instrumen peraturan perundang- undangan yang memperhatikan tentang hak- hak anak. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perlindungan terhadap anak sebenarnya telah terintegrasi dalam hukum nasional yang terkandung dalam KUHPerdata, KUHPidana, dan sejumlah peraturan perundang- undangan tentang perlindungan anak. Sebagai upaya untuk menegakkan perlindungan hukum bagi pekerja anak setidaknya ada lima faktor yang harus dikuatkan yaitu diantaranya faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana  dan fasilitas hukum, faktor masyarakat hukum, faktor budaya hukum.Bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia berwawasan gender selain sudah ada banyak peraturan perundang- undangan yang ada di Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja ada hal- hal lain yang harus lebih ditekankan karena pada kenyataanya  pelaksanaan peraturan perundang- undangan masih banyak kekurangan. Untuk mengatasi masalah pekerja anak ini ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu penghapusan (abolition), perlindungan (protection), dan pemberdayaan (empowerment) dengan memperhatikan tiga asas yaitu asas pencegahan, asas penerapan secara efektif dan asas kerjasama nasional. Dalam hal ini terdapat lima langkah yang mnejadi prioritas yaitu pertama, mengubah persepsi msyarakat terhadap pekerja anak, kedua, melakukan advokasi secara bertahap untuk mengeliminasi pekerja anak, ketiga, mengundangkan dan melaksanakan peraturan perundang- undangan bagi perlindungan pekerja anak yang berwawasan gender analisis, keempat, mengupayakan perlindungan hukum dan menyediakan pelayanan yang memadai bagi anak- anak, dan kelima memastikan agar anak- anak yang bekerja memperoleh pendidikan dasar 9 tahun. Dari semua bentuk perlindungan terhadap pekerja anak  berwawasan gender tersebut secara umum dapat dibagi menjadi perlindungan langsung dan tidak langsung.    
Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Pengadilan Tuntutan Pengguna Malaysia (TTPM) dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Ahmad Wahidi; Mustaklima Mustaklima; Nur Jannani
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 23, No 1 (2023): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/dejure.2023.V23.87-100

Abstract

The violation of consumer rights is the cause of disputes. Consumer disputes are defined as disputes between the consumers and business actors in which consumers demand compensation due to damage, pollution, and/ or because of consuming products sold by business actors. The existing conditions of Malaysian consumers, consumer dispute resolution in Malaysia and its regulations, which are undergoing improvements, are rational reasons for the subject of comparison. The purpose of this study is to explore the factors behind the success of consumer dispute resolution in Malaysia, in this case the Tribunal Tuntutan Pengguna Malaysia (TTPM) from the side of its authority that can be adopted in Indonesia to reconstruct the Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) so that it can be more successful in resolve consumer disputes. The results show that TTPM’s authority is more specific on dispute resolution and only accepts claims with definite value limitations, while BPSK’s authority has no limitations on the value of claims, the limitation on the value of compensation is only in the provision of administrative sanctions to business actors, for parties (business actors) who do not comply with the BPSK decision, the BPSK decision is the initial evidence for carrying out an investigation regarding whether there was a crime in the non-compliance. Meanwhile, non-compliance with the TTPM decision has been considered a criminal act with criminal sanctions of imprisonment and fines.
TRANSPARASI PEMILIHAN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BERDASARKAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYYAH Adriana Nurzella; Nur Jannani
Al-Balad: Journal of Constitutional Law Vol 5 No 1 (2023): Al-Balad: Journal of Constitutional Law
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adanya anomali tehadap praktik hukum menjadi salah satu isu yang sering terjadi pada penerapan UUD yang berlaku di masyarakat. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 menjelaskan bahwa anggota BPD dipilih secara demokratis. Sebagaimana yang berlaku dalam peraturan anggota BPD dipilih secara demokratis melalui proses pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk menganalisis dan mendeskripsikan Pemilihanbakal calon angota BPD yang dipilih secara demokratis. Jenis tulisan ini menggunakan metode penelitian Yuridis Empiris (Law Field Reseach ). Yuridis Empiris dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut juga dengan penelitian lapangan. Hasil dari tulisan ini yaitu, 1) Transparasi pemilihan anggota BPD di Desa Pleret belum terlaksana secara optimal berdasarkan pasal 56 ayat (1) pemilihan anggota BPD tidak berjalan demokratis yang mengarah pada ketransparasian karena kurangnya sosialisasi tentang lembaga BPD kepada masyarakat Desa Pleret. 2) Pemilihan anggota BPD persepektif siyasah dusturyiyah penerapannya pada desa Pleret dan Desa Parasrejo sudah sesuai dimana ditinjau dari beberapa hal yaitu pengisian anggota BPD boleh dilakukan sebagaimana banyaknya jumlah dan keterwakilan ahlul halli wal aqdi. Kemudian mekanisme pegangkatan calon anggota BPD hukumnya boleh dilakukan sebagaimana prinsip musyawarah yang dalam pemilihannya dipilih dengan mekanisme musyawarah mufakat sesuia surah Asy-Syura Ayat 38.
PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TENTANG PENYALAHGUNAAN WEWENANG PRESPEKTIF SIYASAH QODHA’IYAH Nur Jannani; Anita Firdaus; Abdul Kadir
Al-Balad: Journal of Constitutional Law Vol 4 No 1 (2022): Al-Balad: Journal of Constitutional Law
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, memunculkan suatu putusan yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, yang mana dalam isi putusannya berisi tentang pejabat negara tidak melakukan penyalahgunaan wewenang, akan tetapi perkara tersebut masih dilanjutkan kerana hukum pidana, apabila dilihat dari rana hukum Administrasi Pemerintah perkara tersebut tidak dapat diteruskan kerana hukum pidana. tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak terbukti adanya penyahagunaan wewenang dalam hal ini melalui prespektif Siyasah Qodha’iyah. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus. hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak tebukti melakukan penyalahgunaan wewenang mengalami tidak kepastian hukum, yang diakibatkan tidak adanya keharmonisasian antara Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014, sedangkan menurut Siyasah Qadha’iyah putusan tersebut tidak dapat dibatalakan karena telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Implementasi Asas Keterbukaan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik Fitria Nur Afifatur Rohinun; Asyroh Mustajab Riyadly; Tony Gunawan; Nur Jannani
Staatsrecht: Jurnal Hukum Kenegaraan dan Politik Islam Vol. 3 No. 1 (2023): Staatsrecht Jurnal Hukum Kenegaraan dan Politik Islam
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rp2psp35

Abstract

A democratic country is represented by the creation of laws and regulations based on its historical context. It is clear from the elucidation of Article 5 Letter g that the principle of openness means that all legal and regulatory processes must be open to all levels of society and transparent. However, the reality is that the current process of developing laws and regulations in Indonesia seems rushed and hinders public participation. Even though the community plays a key role in the process of forming laws and regulations, this is because it is the people who will obey and implement the provisions of these laws and regulations. This study uses a statutory approach to examine the types of juridical normative research on the types of legal material used, particularly legal elements that are primary, secondary and tertiary. Based on the results of the research and analysis of the openness problem, the basic regulation for the formation of laws in Indonesian positive law contains provisions that underlie the principle of transparency in the formulation of good laws and the availability of information on the application of the founding law for all levels of society, but not directly. thorough. as well as the widest opportunity for all levels of society to participate in the formation of laws in accordance with the general principles of good governance and the principles governing the formation of laws.   Abstrak: Sebuah negara demokratis diwakili oleh penciptaan peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada konteks sejarahnya. Jelas dari penjelasan Pasal 5 Huruf g bahwa asas keterbukaan berarti bahwa semua proses hukum dan peraturan harus terbuka untuk semua lapisan masyarakat dan transparan. Namun, kenyataannya proses pembangunan hukum dan peraturan di Indonesia saat ini terkesan tergesa-gesa dan menghambat partisipasi publik. Meskipun masyarakat memegang peranan kunci dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, hal ini dikarenakan masyarakatlah yang akan menaati dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan untuk mengkaji jenis penelitian normatif yuridis jenis bahan hukum yang digunakan, khususnya unsur hukum yang bersifat primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Analisis Masalah Keterbukaan Pengaturan Dasar Pembentukan Undang-undang dalam Hukum Positif Indonesia memuat ketentuan-ketentuan yang melandasi asas pengaturan asas keterbukaan dalam perumusan undang-undang yang baik dan tersedianya informasi penerapan Undang-Undang Pendirian bagi seluruh lapisan masyarakat, tetapi tidak secara menyeluruh. serta kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut serta dalam pembentukan undang-undang sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan asas-asas yang mengatur pembentukan undang-undang
Sea Fence and Public Policy: Impact on the Welfare of Fishermen Families in Tangerang, Indonesia Harry, Musleh; Fakhrudin, Fakhrudin; Wahidi, Ahmad; Jannani, Nur; Fajari, Meisy
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol. 8 No. 1 (2025): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/65rf2m16

Abstract

Indonesia, as an archipelagic country, possesses a vast geographical area and an extensive coastline. Its coastal areas hold abundant natural resource potential, such as tourism assets, fisheries, seaweed, and coral reefs, all of which offer economic value and contribute to the welfare of local communities. This study employed an empirical juridical method and analyzed the issues of sea fence and public policy on the welfare of fishermen families in Tangerang, Indonesia, through the lens of public policy theory. Data were collected by means of interviews, document analysis, and a review of laws and regulations. Findings reveal that a lack of environmental impact assessments, community involvement, and transparency have rendered the sea fence construction policy ineffective. Additionally, sea fences have a direct impact on the well-being of fishing families, including reduced incomes, health problems, restricted access to fishing areas, higher operating expenses, and detrimental effects on marine biodiversity and seawater quality. Hence, efforts must be made to address the issues surrounding sea fences to enhance the welfare of fishermen and their families. Government policies on sea fences should include increasing the capacity of fisherman’s families through training and education, establishing supporting infrastructure, and boosting fishermen and local community organizations. Policy review, more dialogic communication, and the implementation of fairer and more sustainable fisheries welfare measures are among the recommendations.
Islamic Law Paradigm Responding Conflicts of Interest of Economic Development and Ecological Conservation Hifdz al-Bi'ah Perspective Rois, Choirur; Jannani, Nur; Mufid, Moh. Hoirul
AL-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam Vol 9 No 1 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29240/jhi.v9i1.8660

Abstract

This research is aimed to examine the policy paradigm and alignments of the Indonesian government in responding to conflicts of interest in economic development and environmental preservation from the perspective of hifdz al-bi'ah theory and the rules of fiqh taṣarruf al-imān 'ala al-ra'iyah manutun bi al-maslahah. Many polemics on strategic government projects such as the construction of Rempang Eco-City and several similar cases were used as study material. The research used descriptive qualitative methods focused on literature study. The analytical method used inductive descriptive techniques involving legislative approaches, Islamic law, and the theory of hifdz al-bi'ah which originates from the maqashid sharia discourse. The conclusion of this research shows that the interests of environmental preservation must receive priority in every government development policy. The effort of government to accelerate the pace of development must not conflict with aspects of environmental sustainability. The interest in preserving the environment is universal in terms of Islamic legal, socio-cultural, economic, and political norms. The implications of this research emphasize that if the government policy paradigm and development program has the potential to threaten the sustainability of environmental conservation, thus on the basis of welfare the government is not justified in establishing policies that are contrary to the interests of ecological empowerment, either in the form of long-term or medium-term development plans, especially in downstream programs industries that are projected to boost the national economic progress.