Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Dampak Tindak Pidana Pungli terhadap Perekonomian dan Investasi di Indonesia Alfaridzi, Muhammad; Agustin, Nenty; Susanto, Aldo Permana Putra; Hosnah, Asmak UI
AHKAM Vol 2 No 2 (2023): JUNI
Publisher : Lembaga Yasin AlSys

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58578/ahkam.v2i2.1261

Abstract

The purpose of this study is to explain that extortion (illegal levies) is the imposition of fees in places that should not be charged or collected. Extortion itself (illegal levies) is also often equated with extortion, fraud, or corruption. This is the impact of criminal acts in the Criminal Code rules. Extortion (illegal levies) itself is not clearly contained in the Criminal 2 Code, but illegal levies are the same as included in the criminal acts of fraud, extortion, and corruption that have been regulated in the Criminal Code. This research method uses library research (Library Research). Extortion (illegal levies) has a major impact on the economy and investment in Indonesia by having a negative impact on people who have a direct interest in public services. Extortion (illegal levies) has several causative factors such as cultural factors and organizational culture. Efforts to deal with extortion (illegal levies) are by means of repressive measures in the form of investigations into eradicating extortion in terms of its object, namely from the law itself.
Kriminalisasi Penggunaan Deepfake dalam Tindak Pidana Penipuan dan Pencemaran Nama Baik: Tantangan dan Solusi Hukum Putri, Silvia Maharani Iskandar; Salsabila, Nashwa; Hosnah, Asmak UI
Legalita Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Hukum Legalita
Publisher : Universitas Muhammadiyah Kotabumi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47637/legalita.v6i2.1453

Abstract

The increasing use of deepfake technology is causing new dangers in digital crimes like fraud and defamation. This technology can change audio-visual content in a way that makes it hard to tell apart from the original recording. This can allow criminals to use deepfakes for fraud or to harm someone's reputation without them or the public knowing. This journal analyzes how deepfakes are used for fraud and defamation in Indonesia. It looks for legal solutions to address these issues. This study used a normative legal research method to discover that the Electronic Information and Transaction Law (UU ITE) can catch criminals using deepfakes. However, there is a legal gap that makes it difficult to enforce the law effectively. The main problems with making deepfake use illegal are the absence of clear rules and limited knowledge of the technology among law enforcement officers. To fix these problems, it is suggested to update rules about deepfakes and provide more training for law enforcement. Law enforcement can improve their ability to fight crimes involving deepfake technology by taking the right actions. This will help keep the public safe from the harmful effects of deepfake technology.
Kebijakan Penegakan Hukum Tindak Pidana Terhadap Pencucian Uang (Money Laundering) Di Indonesia Shiva, Khadizah Aliyah; Putry, Salsabila Afifany Susanta; Hosnah, Asmak UI
TATOHI: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 10 (2024): Volume 4 Nomor 10, Desember 2024
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/tatohi.v4i10.2581

Abstract

Introductioan: Law enforcement against money laundering in Indonesia is a major challenge, given the complexity of cases, linkages with other crimes, and efforts by perpetrators to hide the proceeds of crime. Effective policies are needed to ensure the integrity of the financial system, prevent state losses, and strengthen coordination between law enforcement agencies.Purposes of the Research: The purpose of this article is to analyze the effectiveness of policies, obstacles to law enforcement, and provide recommendations to strengthen the handling of money laundering in Indonesia.Methods of the Research: Using normative legal research methods by using the main focus on laws and regulations such as Law No. 8 of 2010.Results of the Research: The results show that Law Number 8 Year 2010 provides a strong legal basis for the prevention and eradication of money laundering in Indonesia. The existence of institutions such as PPATK is a key factor in detecting and reporting suspicious transactions. However, the effective implementation of this law is often constrained by weak coordination between law enforcement agencies, lack of technical understanding of money laundering cases, and limited human resources and technology. In addition, tracing assets hidden overseas remains a major challenge, despite international cooperation efforts.
Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Identitas di Bawah Ketentuan KUHP Rifai, Hasan Hiawatha; Hosnah, Asmak UI
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v8i2.14767

Abstract

Identitas yang menjadi hakikat seorang individu tidak hanya sekedar kumpulan data dan informasi saja, namun juga mencakup aspek-aspek yang membedakan individu tersebut dengan orang lain. Identitas mencerminkan sejarah, pengalaman, dan karakteristik unik seseorang dan dapat mencakup nama, tanggal lahir, nomor identifikasi, dll. Informasi ini sangat bernilai bukan hanya untuk individu tetapi juga bagi pihak lain yang dapat memperoleh manfaat darinya. Pencurian identitas merupakan ancaman serius di era digital. Berkat kemajuan teknologi, informasi pribadi seseorang dapat dengan mudah diakses dan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dampak pencurian identitas bisa sangat buruk, tidak hanya dalam hal kerugian finansial akibat penipuan dan penyusupan akun, namun juga dalam hal kerusakan reputasi dan dampak psikologis yang mempengaruhi stabilitas mental dan kesejahteraan. Berbagai jenis pencurian identitas umum terjadi, masing-masing memiliki karakteristik dan dampak yang unik. Pencurian identitas kriminal melibatkan penyalahgunaan informasi pribadi seseorang untuk melakukan kejahatan, sedangkan pencurian identitas ekonomi melibatkan penggunaan informasi keuangan seseorang secara tidak sah untuk mendapatkan barang-barang material. Selain itu, meskipun kloning identitas melibatkan pembuatan duplikat identitas seseorang untuk tujuan tertentu, pencurian identitas medis dan pencurian identitas anak juga mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi korbannya. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya perlindungan identitas pribadi menjadi semakin mendesak. Tindakan pencegahan seperti menggunakan kata sandi yang kuat, memantau aktivitas keuangan secara rutin, dan tidak membagikan informasi pribadi secara tidak sengaja dapat membantu mengurangi risiko pencurian identitas. Selain itu, kerja sama individu, lembaga pemerintah, dan sektor swasta untuk mengembangkan sistem keamanan yang lebih baik sangat penting untuk memerangi ancaman pencurian identitas.
Kejahatan Terorisme yang Menyebabkan Gugurnya 5 Anggota Polri dan 1 Tahanan di Mako Brimob Depok Pada Tahun 2018 Hosnah, Asmak UI; Fisabil, Kintan; Mulia, Risma
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Secara prinsip, penggunaan istilah "terorisme" merujuk pada sebuah konsep yang memiliki makna sangat sensitif karena dampaknya melibatkan pembunuhan dan penyiksaan terhadap individu yang tidak bersalah adalah konsep hukuman mati atau eksekusi. Hukuman mati adalah keputusan hukum yang paling ekstrim, di mana seseorang dihukum mati sebagai konsekuensi atas tindakan kejahatan yang mereka lakukan. Namun, isu-isu seperti kesalahan pengadilan, ketidakadilan rasial, atau bahkan kejahatan yang tidak disengaja telah menyoroti ketidakpastian dan risiko mematikan yang terkait dengan sistem hukuman mati. Kesalahan dalam menjatuhkan hukuman mati dapat menyebabkan situasi tragis di mana individu yang tidak bersalah dihukum mati. Oleh karena itu, pembahasan tentang hukuman mati sering kali memunculkan perdebatan etis dan moral yang kompleks. Pemerintah Republik Indonesia dengan tegas mengutuk tindakan tersebut. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan bahwa "Teroris adalah agen pembawa maut di negeri kita". Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan salah satu instrumen hukum penting yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencegah, menanggulangi, dan memberantas tindak pidana terorisme. Undang-undang tersebut memberikan dasar hukum yang kuat bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan pencegahan, penindakan, dan penegakan hukum terhadap pelaku terorisme serta jaringan mereka. Dengan adanya undang-undang ini, negara memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan tindakan yang diperlukan guna menangani dan mengatasi ancaman terorisme secara efektif. Tujuan dari Undang-Undang tersebut sangatlah penting, yaitu untuk melindungi seluruh warga negara dari ancaman terorisme, baik melalui pencegahan, penanggulangan, maupun penindakan terhadap pelaku terorisme. Adanya lonjakan kejadian tindakan terorisme pada tahun 2018 memang memperkuat urgensi dalam mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Dampak Psikologis Korban Pelecehan Seksual dan Penerapan Hukum dalam Penanganan Tindak Pidana Pelecehan Seksual Hosnah, Asmak UI; Harahap, Ahmad Rivai Ardiansyah; Fadilah, Tegar Aulia
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kekerasan seksual bukan lagi isu hukum yang baru di Indonesia, kata pelecehan seksual sudah tidak asing lagi, karena hamper setiap tahunnya banyak terjadi Tindakan pelecehan seksual yang tidak mengenal gender dan usia. Permasalahan ini masih menjadi problematika sosial yang terjadi dimasyarakat. Hal ini mendorong pemerintah untuk membuat regulasi baru, yaitu UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Jelas tentang pentingnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam menangani masalah pelecehan seksual di Indonesia. Regulasi ini tidak hanya memberikan landasan hukum yang kuat untuk menindak pelaku kekerasan seksual tetapi juga memberikan kerangka kerja untuk pemulihan dan perlindungan korban. Dalam konteks penanganan hukum, Undang-Undang tersebut memberikan pijakan bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual. Dengan menyediakan mekanisme restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi, hukum ini mencoba untuk mengembalikan hak-hak korban dan memastikan bahwa mereka mendapat dukungan yang layak. Namun, implementasi undang-undang ini membutuhkan pengawasan dan penegakan yang efektif dari pemerintah. Hal ini penting agar hak-hak dasar setiap warga negara terpenuhi dan korban kekerasan seksual mendapat perlindungan yang layak. Selain itu, penelitian juga menyoroti pentingnya penanggulangan dampak psikologis bagi korban kekerasan seksual. Upaya-upaya seperti meningkatkan kesadaran akan lingkungan, tanggung jawab diri sendiri, pendidikan moral, dan pengawasan merupakan langkah-langkah yang krusial dalam membantu korban pulih secara psikologis. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami penerapan hukum dalam menangani kekerasan seksual di Indonesia serta dampaknya terhadap korban secara psikologis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk perbaikan lebih lanjut dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di masa depan.
Analisis Kasus Penggelapan dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia: Tinjauan terhadap Putusan Mahkamah Agung Hosnah, Asmak UI; Shidqi, Arfina; Zhafirah, Alya
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia, Penggelapan adalah Tindak Pidana yang terjadi ketika seseorang yang dengan sengaja menguasai barang milik orang lain yang dipercayakan kepadanya dengan maksud untuk menguasai barang tersebut, secara melawan hukum atau tanpa izin pemiliknya. Tindak Pidana penggelapan diatur dalam pasal 372 hingga pasal 377 KUHP (Kitab Undang - Undang Hukum pidana). Dalam kasus penggelapan yang dapat ditinjau dari Prespektif putusan Mahkamah Agung terdapat berbagai bagian-bagian dasar yang menjadi focus utama analisis. Putusan Mahkamah Agung menerapkan hukum terkait dengan penggelapan, Mempertimbangkan unsur-unsur yang terpenuhi untuk menyatakan seseorang bersalah atas tindakan pidana tersebut. Pengadilan juga harus memperhitungkan bukti-bukti, memastikan kekuatan bukti yang cukup untuk membukikan adanya Penggelapan. Putusan Mahkamah Agung juga harus mempertimbangkan prinsip keadilan dalam pengambilan keputusan tersebut, memastikan proses pengadilan berlangsung secara adil terhadap semua pihak yang terlibat. Perkembangan terhadap putusan hukum pidana juga diperhatikan dengan bagaimana putusan tersebut dapat menjadi panduan bagi penegak hukum. Dan bagaimana perkembangan Interpretasi Hukum mempengaruhi perkembangan hukum pidana secara luas. Dengan pertimbangan aspek-aspek ini secara menyeluruh, putusan Mahkamah Agung memberikan gambaran yang Komprehensif tentang Kasus Penggelapan dan Sistem Hukum Pidana Indonesia. Dalam analisis ini bertujuan untuk memahami tentang Kasus Penggelapan dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia, dengan memfokuskan pada tinjauan terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Analisis ini dilakukan melalui pendekatan Interpretasi terhadap peraturan Hukum yang mengatur Tindak Pidana Penggelapan. Fokus analisis yang mencakup Identifikasi unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk tindsk pidsns penggelapan, termasuk aspek-aspek seperti obyek penggelapan, subyek, dan tujuan dari tindakan penggelapan. Selain itu, putusan Mahkamah Agung menegaskan pentingnya Integritas Hukum dan Keadilan dalam menangani kasus Penggelapan.
Analisis Pasal 285 KUHP: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pemerkosaan Hosnah, Asmak UI; Putri, Silvia Maharani Iskandar; Salsabila, Nashwa
Journal of Law, Administration, and Social Science Vol 4 No 4 (2024)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/jolas.v4i4.816

Abstract

This Research aims to analyze the legal protection of victims of rape based on the provisions of Article 285 of the Criminal Code (KUHP). The research findings show that although Article 285 of the Criminal Code provides a legal basis for the protection of rape victims, its implementation is still faced with various challenges and obstacles, such as the lack of awareness of victims' rights, the slow legal process, and the lack of support for victims during the court process. The practical implication of this research is the need for reforms in the legal system and law enforcement in order to improve legal protection for victims of rape crimes. Policy recommendations include improving victims' access to support services, training for law enforcement to increase sensitivity to rape cases, and increasing sanctions for sex offenders. Further research is needed to better understand the challenges and solutions to legal protection for rape victims in Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis perlindungan hukum korban tindak pemerkosaan berdasarkan ketentuan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Temuan penelitian menunjukkan meskipun Pasal 285 KUHP memberikan dasar hukum untuk perlindungan korban pemerkosaan, namun implementasinya masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan kendala, seperti minimnya kesadaran akan hak-hak korban, lambatnya proses hukum, dan kurangnya dukungan bagi korban selama proses pengadilan. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah perlunya reformasi dalam sistem hukum dan penegakan hukum agar dapat meningkatkan perlindungan hukum untuk korban tindak pidana pemerkosaan. Rekomendasi kebijakan termasuk peningkatan akses korban terhadap layanan dukungan, pelatihan bagi penegak hukum untuk meningkatkan sensitivitas terhadap kasus pemerkosaan, dan peningkatan sanksi bagi pelaku kejahatan seksual. Penelitian lanjutan diperlukan untuk lebih mendalam memahami tantangan dan solusi dalam perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan di Indonesia.
Penerapan Pasal 263 KUHP Tentang Pemalsuan Surat: Antara Kepentingan Umum Dan Hak Individu Hosnah, Asmak UI; Ramadhoni, Rizki; Raihan, Ilham Ahmad
Journal of Law, Administration, and Social Science Vol 4 No 4 (2024)
Publisher : PT WIM Solusi Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54957/jolas.v4i4.824

Abstract

Pemalsuan surat adalah pemalsuan suatu benda berupa surat atau dokumen dengan tujuan untuk menipu, dan merupakan tindak pidana yang membuat keadaan benda tersebut seolah-olah asli, padahal sebenarnya sebaliknya. kejahatan ini yang marak di masyrakat dan merugikan bagi kepentingan umum maupun hak individu ,Pemalsuan suratĀ  diatur dalam Pasal 263 KUHP untuk melindungi seseorang dari tindak pidana tersebut dan juga memuat keterangan tentangĀ  cara menghindari tindak pidana tersebut,serta melindungi sebuah surat dan dokumen milik seseorang sesuai yang berdasarkan Pasal 263 Isinya antara lain: 1 .Maksud pengaturan mengenai pemalsuan surat pakai diatur dalam hukum positif Indonesia, yaitu Pasal 263 sampai dengan 276 KUHP. 2. Ada kepadatan yang sangat halus dalam penggunaan pemalsuan surat. Sebagai bagian dari proses hukum, undang-undang ini memberikan dasar kepada pemerintah untuk mencegah dan mengambil Tindakan terhadap pemlasuan surat. Di sisi lain, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam melindungi hak individu dan kepentingan umum, dan surat-surat tersebut dapat digunakan untuk perjanjian dan kegiatan lainnya.