Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Prevalensi Lesi Oral sebagai Manifestasi HIV/AIDS pada Orang Dengan HIV (ODHIV) yang Mengonsumsi Highly Active Antiretroviral Therapy di Komunitas Mahameru Surabaya Indonesia Radithia, Desiana; Ernawati, Diah Savitri; Bakti, Reiska Kumala; Pratiwi, Aulya Setyo; Ayuningtyas, Nurina Febriyanti; Mahdani, Fatma Yasmin; Pasaribu, Togu Andrie Simon; Puspasari, Karlina; Pramitha, Selviana Rizky; Dewi, Gremita Kusuma
Sinnun Maxillofacial Journal Vol. 6 No. 01 (2024): April 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/smj.v6i01.127

Abstract

Pendahuluan: Terjadinya lesi oral pada Orang Dengan HIV (ODHIV) telah banyak dihubungkan dengan peningkatan viral load, penurunan jumlah CD4+, dan konsumsi Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) yang walaupun penggunaannya dapat meningkatkan kondisi umum ODHIV, tetapi penggunaan dalam jangka panjang juga akan memicu berbagai perubahan secara sistemik dan lokal. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mendata prevalensi terjadinya lesi oral pada ODHIV yang menggunakan HAART. Metode: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasi cross sectional dengan total sampling sesuai dengan STOBE statement. Data dicatat pada formulir kuesioner dan formulir pemeriksaan klinis. Hasil: Sebanyak total 40 orang peserta dilaporkan dalam penelitian ini. Jenis HAART yang paling banyak dilaporkan penggunaannya dalam jangka panjang tanpa perubahan adalah TLD (27,5%), sementara jenis terapi dengan perubahan regimen adalah terapi awal dengan Duviral Neviral menjadi terapi dengan TLD (12,5%). Durasi terapi HAART selama lebih dari 3 tahun tercatat pada 29 peserta (72,5%) dan durasi terapi kurang dari 3 tahun tercatat pada 11 peserta (27,5%). Lesi oral yang paling banyak diobservasi adalah diffuse oral hyperpigmentation (47,62%), diikuti oleh coated tongue (23,81%), traumatic ulcer (4,76%), linea alba (4,76%), torus palatinus (4,76%), dan lesi-lesi lainnya. Kesimpulan: Lesi oral yang paling banyak ditemukan adalah oral diffuse hyperpigmentation dan korelasinya dengan penggunaan HAART masih perlu ditelaah lebih lanjut.
Oral Management of Herpes-Associated Erythema Multiforme in A Microcytic Anaemia Patient Ayuningtyas , Nurina Febriyanti; Sismiyanti, Rossy; YasminMahdani, Fatma; Dewi, Gremita Kusuma
Interdental Jurnal Kedokteran Gigi (IJKG) Vol. 21 No. 2 (2025): Interdental Jurnal Kedokteran Gigi (IJKG)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46862/interdental.v21i2.10897

Abstract

Introduction: One acute and self-limiting hypersensitivity reaction affecting the skin and/or other mucous membranes is known as Erythema Multiforme (EM). EM is considered to be associated with infections or medications. Infection with Herpes Simplex Virus types 1 and 2 (HSV-1 and HSV-2) is a well-known predisposing factor and the most prevalent cause of EM, also referred to as Herpes Associated Erythema Multiforme (HAEM). Case: A 31-year-old female patient presented to RSGM Universitas Airlangga with red-black crusts, erosion, and bleeding on her lips, as well as erosion and sloughing of the oral mucosa. She had experienced fever and chills for a week, and three days later, lesions appeared on the lips and oral mucosa. The symptoms progressively worsened despite treatment. Case Treatment: At the first visit, the patient was referred for serology tests, complete blood count, IgM and IgG Anti-HSV 1 and Anti-HSV 2, and total IgE. Positive serology for IgG Anti-HSV 1 confirmed the diagnosis, and microcytic anaemia was also detected. The patient was treated with steroid orabase and oral elixir, administered four times daily. Discussions: The first line in treatment management is using antiviral therapy. Early treatment with oral antivirals may lessen the number and duration of lesions. Topical steroids can be given in dosage form, paste in orabase, ointment or elixir according to the involvement of the lesion area. Conclusion: Management of HAEM must determine the etiology and symptoms. A prompt and correct diagnosis following by the right approach to oral management not only cure but also prevent recurrence and improve the quality of life.
Korelasi antara profil darah lengkap dengan waktu penyembuhan Recurrent Aphthous Stomatitis: observasional analitik Rajah, Karthiyayinee Alagir; Ayuningtyas, Nurina Febriyanti; Parmadiati, Adiastuti Endah; Radithia, Desiana; Mahdani, Fatma Yasmin; Pratiwi, Aulya Setyo; Bakti, Reiska Kumala; Dewi, Gremita Kusuma
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 37, No 2 (2025): Agustus 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkg.v37i2.61016

Abstract

Pendahuluan: Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan salah satu penyakit pada mukosa rongga mulut yang paling sering dijumpai. RAS timbul dengan berbagai faktor predisposisi, disertai rasa nyeri, dengan waktu penyembuhan yang berbeda-beda. Tes darah lengkap adalah tes darah mengukur beberapa komponen darah termasuk sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Di antara faktor etiologi RAS diketahui faktor inflamasi yang berperan. Secara teori, diketahui bahwa neutrofil dan limfosit bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat korelasi antara profil hitung darah lengkap dan waktu penyembuhan RAS. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan potong-lintang (cross-sectional). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Penelitian ini menggunakan 20 pasien yang sedang mengalami RAS. Data pasien didapatkan dari rekam medik RSGM Universitas Airlangga. Data yang diambil lengkap dengan tes darah pasien serta waktu penyembuhan RAS. Data dari kedua variabel dianalisis menggunakan uji korelasi statistik. Korelasi Pearson digunakan ketika data terdistribusi secara normal sedangkan Spearman's Rho digunakan ketika data tidak terdistribusi secara normal. Hasil: Hasil uji korelasi Pearson antara limfosit dan waktu penyembuhan RAS dengan nilai r=-0,459 ; p=0,042 menunjukkan nilai korelasi negatif yang berarti semakin tinggi kadar limfosit maka semakin rendah waktu penyembuhan RAS. Limfosit, trombosit, eosinofil dan LED juga menunjukkan nilai korelasi negatif tetapi tidak signifikan karena p>0,05. Tidak ada nilai signifikan yang ditemukan pada variabel lain kecuali limfosit dan MCHC. Simpulan: terdapat korelasi antara profil darah lengkap (limfosit dan MCHC) dengan waktu penyembuhan RAS.The correlation between complete blood profile and healing time of Recurrent Aphthous Stomatitis: analytical observationalIntroduction: Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) is one of the most common oral mucosa diseases. RAS occurs with various predisposing factors, accompanied by pain, and has varying healing times. A complete blood count is a blood test that measures several blood components, including red blood cells, white blood cells, hemoglobin, hematocrit, and platelets. Among the etiological factors of RAS, inflammatory factors are known to play a role. In theory, it is known that neutrophils and lymphocytes are responsible for inflammation. Methods: This study is an observational analytical study with a cross-sectional design. The sampling method in this study is total sampling. This study used 20 patients who were experiencing RAS. Patient data has been obtained from the medical records of RSGM Universitas Airlangga. The data is complete, including patient blood tests and RAS healing time. Data from both variables were analyzed using statistical correlation tests. Pearson correlation is used when the data is normally distributed, while Spearman's Rho is used when the data is not normally distributed. Results: The results of the Pearson correlation test between lymphocytes and RAS healing time with a value of r = -0,459; p = 0,042 showed a negative correlation value, meaning that the higher the lymphocyte levels, the lower the RAS healing time. Lymphocytes, platelets, eosinophils, and LED also showed negative correlation values but were not significant because p>0,05. No significant values were found in other variables except lymphocytes and MCHC. Conclusion: a correlation exists between complete blood profile (lymphocytes and MCHC) and RAS healing time.