Articles
PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI LUAR NEGERI MELALUI BANTUAN TIMBAL BALIK (MUTUAL LEGAL ASSISTANCE)
Ika Yuliana Susilawati
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 4, No 2 (2016): HAK DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (250.804 KB)
|
DOI: 10.12345/ius.v4i2.281
Perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri melalui Bantuan Timbal Balik (Mutual Legal Assistance) merupakan mekanisme kerjasama internasional yang berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri berdasarkan Perjanjian Bantuan Timbal Balik (Mutual Legal Assistance) dan fungsi institusi penegak hukum dan lembaga terkait di Indonesia dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dengan cara melakukan Penelitian Yuridis Normatif. Berdasarkan hasil penelitian, Perjanjian dengan negara ASEAN maupun dengan Australia sama-sama mengatur mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dan institusi penegak hukum dan lembaga terkait yang terlibat dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yaitu KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri dan PPATK.Kata kunci : Perampasan aset, Bantuan Timbal Balik
Kajian Yuridis Aborsi Akibat Tindak Pidana Pemerkosaan dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Law Review (ULR) Vol 3 No 1 (2020): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (353.779 KB)
Aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam masyarakat. Hukum Pidana Islam juga mengenal aborsi secara buatan baik secara legal maupun ilegal. Hukum Pidana Islam mengenal Abortus Provocatus Criminalis dengan istilah Al-Isqath Al-Ikhtiyari sedangkan Abortus Provocatus Therapeuticus dikenal dengan istilah Al-Isqath Al-Dharuri atau Al-Isqath Al-Allaji. Penelitian ini membahas tentang pengaturan aborsi akibat tindak pidana pemerkosaan dalam Hukum Positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam dengan jenis penelitian Yuridis Normatif. Pengaturan aborsi akibat tindak pidana pemerkosaan dalam hukum positif Indonesia termuat dalam Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, dan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sementara itu, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi menyatakan bahwa aborsi akibat tindak pidana pemerkosaan boleh dilakukan apabila usia kehamilan belum mencapai 40 (empat puluh) hari. Pelanggaran terhadap ketentuan hukum positif akan dikenakan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam, pada tingkatan manapun, baik setelah maupun sebelum peniupan ruh, aborsi tetap dianggap melanggar hukum. Sanksi yang dikenakan kepada pelaku pun disesuaikan dengan waktu dan kondisi janin pada saat dikeluarkan, mulai dari Sanksi Ghurrah, Qisas, Diat secara sempurna atau Takzir.
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Raba Kota Bima, NTB Nomor 1/Pid.Sus/2018/PN Rbi)
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Law Review (ULR) Vol 1 No 2 (2018): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (254.402 KB)
Pertanggungjawaban pidana merupakan implementasi tanggungjawab seseorang untuk menerima setiap resiko atau konsekuensi yuridis yang muncul sebagai akibat tindak pidana yang telah dilakukannya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemilihan kepala daerah termasuk pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku dengan melakukan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Raba Kota Bima, NTB Nomor 1/Pid.Sus/2018/PN Rbi. Berdasarkan hasil kajian penulis, pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pilkada mengacu pada kemampuan terdakwa untuk bertanggungjawab dan tidak ditemukannya baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf dari tindakan terdakwa selain itu juga mengacu pada adanya kesalahan berupa kesengajaan, sedangkan pertimbangan hukum hakim dengan mengacu pada pertimbangan yuridis, filosofis dan sosiologis.
Implementasi Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria Dan Tata Ruang, Mendagri, Dan Menteri Desa, PDT Dan Transmigrasi Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Dalam Program PTSL 2019 Di Kabupaten Lombok Tengah
Ika Yuliana Susilawati;
Muhammad Afet Budi Satria
Unizar Law Review (ULR) Vol 4 No 2 (2021): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai implementasi SKB 3 Menteri terkait Penetapan Biaya Program PTSL dan faktor penghambat serta pendukung pelaksanaan Program PTSL di Kabupaten Lombok Tengah pada Tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan lingkup di Kabupaten Lombok Tengah, Kecamatan Praya Barat Daya, Desa Darek. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Implementasi SKB 3 Menteri terkait Penetapan Biaya Program PTSL di Kabupaten Lombok Tengah, Kecamatan Praya Barat Daya, Desa Darek pada Tahun 2019 sepenuhnya mengacu pada biaya yang ditentukan dalam SKB 3 Menteri Diktum Ketujuh, Kategori II yaitu senilai Rp. 350.000,- (tiga ratus lima pulih ribu rupiah). Adapun faktor penghambat dalam pelaksanaan Program PTSL ini yaitu tidak ada regulasi mengenai Program PTSL di tingkat Provinsi maupun Kabupaten sehingga tidak ada pedoman khusus yang dapat dijadikan acuan oleh pemerintah desa dalam melaksanakan proram PTSL, kemudian mengenai faktor pendukung yaitu peran aktif dari Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan keterlibatan Kepala Dusun sebagai aparatur desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam mensosialisasikan program PTSL kepada masyarakat, terutama mengenai pemahaman dan informasi tentang persyarakat PTSL termasuk juga membantu masyarakat dalam mengidentifikasi permasalahan tanah masyarakat untuk kemudian di sampaikan kepada pihak kantor pertanahan. Terhadap hal tersebut, sebaiknya Pemerintah Provinsi atau Kabupaten Lombok Tengah membuat regulasi sebagai turunan dari SKB 3 Menteri yang mengatur tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, termasuk di dalamnya juga mengatur mengenai pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program PTSL.
Analisis Yuridis terhadap Pemidanaan Pengguna Jasa Prostitusi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-XIV/2016
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Law Review (ULR) Vol 2 No 1 (2019): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (193.769 KB)
Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian. Kajian ini memiliki 2 tujuan, yaitu pertama untuk mengetahui Pengaturan Pemidanaan bagi Pengguna Jasa Prostitusi dalam hukum positif di Indonesia dan yang kedua, Analisis Yuridis terhadap Pemidanaan Pengguna Jasa Prostitusi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Berdasarkan hasil kajian Penulis, tidak ditemukan peraturan yang bersifat nasional secara khusus mengatur prostitusi, melainkan hanya tertuang dalam Peraturan Daerah yang berlaku secara teritorial (kedaerahan) saja. Kemudian, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-XIV/2016 terkait Pasal 284 KUHP. Hakim tidak melegalkan perbuatan zina hanya saja ketidaklengkapan pengaturan zina berbeda dengan inkonstitutional, sehingga diperlukan revisi terhadap ketentuan Pasal 284 KUHP.
The Eradication of Human Trafficking: What Can We Learn From East Lombok District?
Ika Yuliana Susilawati;
Sri Karyati;
Hafizatul Ulum
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 12 No. 2 (2024): Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Magister of Law, Faculty of Law, University of Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29303/ius.v12i2.1373
The lack of information regarding labor migration in the society of West Nusa Tenggara Province means that quite few prospective Indonesian Migrant Workers (IMW) are vulnerable to malpractice recruitment and can result in exploitation so that they have the potential to become human trafficking victims. This study aimed to determine the effectiveness of West Nusa Tenggara Provincial Regulation Number 10 of 2008 and the obstacles and also the opportunities for preventing and eradicating human trafficking as an effort to prevent human trafficking in East Lombok Regency. The results of this study that are West Nusa Tenggara Provincial Regulation Number 10 of 2008 concerning Prevention and Eradication of Human Trafficking and its derivative, namely East Lombok Regency Regional Regulation Number 9 of 2013 concerning Protection of Victims of Human Trafficking and Acts of Violence against Women and Children are not running effectively considering that the mandate of these two regional regulations is to form a Cluster Human Trafficking duties at the Regency Level have not been carried out, so that the relevant agencies cannot coordinate optimally. Optimizing the Eradication of Human Trafficking in East Lombok Regency can be done by forming a Human Trafficking Task Force so that inter-agency cooperation can run optimally. The formation of the Human Trafficking Task Force will provide certainty regarding the involvement of human resources, funding and facilities and infrastructure. Apart from the role of the Human Trafficking Task Force, of course there is also a need for public awareness, especially prospective migrant workers, to register themselves legally so that they can prevent them from becoming victims of Human Trafficking.
Aspek Hukum Kapal Patroli Terkait Pengawasan Keselamatan Pelayaran
Readi Adana Matanari;
Ika Yuliana Susilawati;
Jauhari Dwi Kusuma
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 4 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan Kapal Patroli dalam melakukan pengawasan keselamatan pelayaran di laut dalam wilayah kerja Kantor KSOP Kelas III Lembar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Dan mengetahui peran Kapal Patroli di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Lembar terhadap kecelakaan kapal di laut dan kapal yang diduga melakukan pelanggaran di laut. Metode penelitian yang di gunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan Kapal Patroli dalam melakukan pengawasan keselamatan pelayaran di laut dalam wilayah kerja Kantor KSOP Kelas III Lembar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran adalah melaksanakan patroli di kolam bandar untuk melakukan pengawasan keluar masuk kapal di Pelabuhan Lembar, Meneliti dokumen pelaut / sertifikat kapal yang diterima dari nakhoda Kapal dan melakukan pengawasan kegiatan-kegiatan kapal yang tidak mengakibatkan bahaya kecelakaan kapal di laut. Kemudian Peran Kapal Patroli di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Lembar terhadap kecelakaan kapal dilaut dan kapal yang melakukan pelanggaran dilaut adalah melakukan evakuasi terhadap awak kapal, nahkoda dan penumpang kapal dengan berkordinasi dengan instansi terkait seperti Basarnas, kapal AL dan kapal POLAIRUD. Kemudian menerima Berita Acara Laporan Kejadian Kecelakaan Kapal dari Nakhoda dan melakukan Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP) Selanjutnya melaporkan BAPP kepada Menteri Perhubungan dalam hal ini Mahkamah Pelayaran yang memeriksa dan dapat memberikan rekomendasi sanksi administratif, dan apabila ditemukan adanya tindak pidana maka proses hukumnya dilakukan oleh kepolisan.
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO (Studi Di Wilayah Polres Lombok Tengah)
Nuripansah;
Jauhari D. Kusuma;
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 4 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO serta dan mengetahui Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Wilayah Hukum Polres Lombok Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Hukum Empiris. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO Dalam tindak pidana perdagangan orang dari pasal 2 sampai pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa pidana minimal 3 tahun sampai pidana maksimal 20 tahun dan denda mulai dari Rp 120.000.000. (seratus dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Pelaksanaan penegakan hukum Terhadap Perdagangan Orang (TPPO) oleh Polres Lombok Tengah dengan melakukan patroli/pengawasan di beberapa titik yang sering diduga terjadi tindak pidana perdagangan orang, melakukan sosialisasi dan edukasi hukum kepada masyarakat terkait TTPO, serta melakukan tindakan penyelidikan apabila ada dugaan kejahatan tindak pidana TTPO.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Melalui Diversi Berdasarkan Undang-Undang SPPA (Studi Kasus Di Polres Loteng)
Pipin Setyaningrum;
Ruslan Haerani;
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 2 No. 4 (2023): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pengaturan Diversi Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan untuk mengetahui bagaimana bentuk Pelaksanaan Diversi Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum Penelitian Hukum Normatif Empiris, yaitu suatu metode penelitian yang menggabungkan unsur hukum Normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris yang mengkaji mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Melalui Diversi Berdasarkan Undang-Undang SPPA di Polres Loteng. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pengaturan diversi sebagai perlindungan hukum bagi anak pelaku tindak pidana penganiayaan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tepatnya Pasal 1 angka 7, Pasal 6 , Pasal 8 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) dan juga telah di atur dalam Undang-Undang SPPA pada Pasal 7 ayat (2) UU SPPA. Sehingga untuk memberikan perlindungan kepada anak pelaku tindak pidana dengan ketentuan pidana ringan hingga berat Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan pelaksanaan diversi sebagai perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum di Polres Lombok Tengah terlaksana dengan melalui proses Musyawarah diversi yang merupakan musyawarah antara para pihak yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional serta dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial dan/atau masyarakat. Sedangkan kasus yang gagal mencapai diversi sejumlah 1 kasus, diakibatkan oleh pihak keluarga korban yang tidak menghendaki adanya kesepakatan damai.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kejahatan Pornografi Bedasarkan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik: (Studi Putusan Nomor 82/PID.B/2023/PN.SBG)
Lalu Putra Kurniawan;
Fathur Rauzi;
Ika Yuliana Susilawati
Unizar Recht Journal (URJ) Vol. 3 No. 1 (2024): Unizar Recht Journal (URJ)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Bagaimanakah Undang Undang ITE Mengatur tindak Pidana Kejahatan Pornografi dan dasar pertimbangan hakim terhadap pelaku Tindak Pidana Kejahatan Pornografi dalam Putusan nomor 82/Pid.B/2023/PN Sbg. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Hukum Normatif dengan Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual dan Studi Kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa : Pertama, Bagaimanakah Undang Undang ITE Mengatur tindak Pidana Kejahatan Pornografi a.Berdasarkan Tindak pidana pornografi dalam sistem hukum pidana Indonesia antara lain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai kejahatan terhadap kesusilaan yang telah diatur dalam Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP Selain itu juga terdapat dalam Undang- Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 yang mengatur tentang tindak pidana pornografi yang merupakan tindak pidana kejahatan. Pengaturan Pornografi juga diatur dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi (UU ITE), khususnya dalam penggunaan internet. Kedua, dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat dalam Putusan Nomor 82/Pid.B/2023/PN Sbg yakni dengan melihat pertimbangan yuridis yaitu kesesuaian antara unsur-unsur dalam Pasal 29 Jo. Pasal 4 Ayat (1) huruf d Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dengan fakta- fakta hukum yang di dukung oleh alat bukti, baik melalui surat dakwaan, keterangan para saksi, saksi ahli, keterangan terdakwa, barang bukti dan pertimbangan non yuridis yaitu latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan pada diri terdakwa.