Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Management Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra di RSJD dr. RM Soedjarwadi Klaten: Case Study Rachmat, Ahdiyat Ananta; Naufal, Adnan Faris; Sukatwo, S
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Ekspresi wajah memainkan peran penting dalam mengekspresikan emosi dan interaksi sosial, Bell's palsy atau dikenal dengan istilah kelumpuhan saraf wajah idiopatik adalah suatu bentuk kelumpuhan atau kelemahan pada salah satu sisi wajah. Perkiraan kejadian tahunan Bell's palsy adalah 23 hingga 37 per 100.000 penduduk. Penyakit ini biasanya datang dengan cepat, bahkan dalam hitungan jam atau semalaman. Fisioterapi berperan dalam pemulihan untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan manajemen fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy Sinistra menggunakan modalitas infrared, electrical stimulation dan facial massage. Case Presentation: Seorang wanita yang berusia 69 tahun yang merupakan seorang pedagang di Klaten, Jawa Tengah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa wajah pasien tidak simetris atau merot, kesulitan menutup mata kirinya dan berkedip, kesulitan saat mengunyah makan dan minum. pasien merasakan kekakuan serta rasa tebal pada sisi kiri wajahnya. Management and Outcome: Manajemen Fisioterapi yang diberikan pada kasus ini berupa infrared, electrical stimulation dan facial massage untuk relaksasi otot serta memberikan efek sedatif untuk memperlancar kontraksi otot-otot wajah, menstimulasi kembali dan melatih kerja otot yang mengalami kelumpuhan. Alat ukur yang digunakan untuk melihat peningkatan kekuatan otot-otot wajah menggunakan Manual Muscle Testing (MMT) Wajah dan untuk menilai derajat keparahan serta fungsional wajah menggunakan Skala Ugo Fisch. Discussion: Artikel ini untuk mengetahui efek dari pemberian infrared, electrical stimulation dan facial massage setelah diberikan sebanyak empat kali terapi pada kasus Bell’s Palsy Sinistra. Conclusion: Seperti yang ditunjukkan pada kasus Bell’s Palsy Sinistra yang mendapat pengobatan berupa infra merah, electrical stimulation dan facial massage dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah serta dapat meningkatkan aktivitas fungsional wajah.
Efektifitas Pemberian Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Rhythmic Initiation dan Repeated Stretch pada Kasus Bell's Palsy Sinistra: A Case Study Safitri, Eri Fersiana; Wijianto, W; Sukatwo, S
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Bell's palsy merupakan suatu kondisi yang melibatkan kelumpuhan saraf kranial ketujuh atau Facial Nerve. Insiden tahunan Bell's palsy adalah 15-30 kasus per 100.000 orang. Saraf wajah memiliki fungsi sensorik maupun motorik, gejala pada Bell's palsy dapat berupa defisit motorik dan sensorik seperti kelemahan otot wajah, tidak simetris wajah, kehilangan ekspresi wajah dan kemampuan fungsional seperti makan dan berbicara, serta kehilangan rasa pengecapan 2/3 anterior lidah. Case Presentation: Pasien wanita berusia 34 tahun dengan diagnosis medis Bell's palsy sinistra dengan keluhan wajah merot, tidak dapat menutup mata, tersenyum, mengerutkan dahi dan bersiul secara sempurna. Management and Outcome: Pemberian PNF dengan Teknik Rhythmic Initiation dan Repeated stretch sebanyak 4 kali dalam 2 minggu. Bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kemampuan fungsional dan inisiasi gerakan pada wajah. Evaluasi kekuatan otot menggunakan MMT dan kemampuan fungsional wajah menggunakan Ugo Fisch Discussion: Intervensi PNF dengan Teknik Rhythmic initiation dan Repeated stretch merangsang terjadinya kontraksi gerakan pada otot wajah serta otot wajah terfasilitasi ketika terjadinya gerakan. Teknik PNF wajah membantu menstimulasi otot-otot wajah yang melemah dengan prinsip iradiasi. Conclusion: Pemberian Teknik Proprioceptive Neuromuscular Facilitation efektif dalam meningkatkan kekuatan otot yang diukur menggunakan MMT wajah dan peningkatan kemampuan fungsional wajah diukur menggunakan Ugo Fisch.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Rahman, Farid; Tiabarte, Nabila; Habibah, Maryam; Faradilla, Arvindha; Oviandar, Ory Kusti; Sukatwo, S
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 16th University Research Colloquium 2022: Bidang MIPA dan Kesehatan
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bell’s palsy adalah gangguan saraf dimana terjadinya kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer dari nervus VII yang penyebabnya belum diketahui secara pasti dengan onset akut dalam waktu 72 jam tanpa adanya penyakit neurologis lainnya. Prevalensi angka kejadian secara global yaitu 15 – 20 per 100.000 dengan 40.000 kasus baru setiap tahun. Prognosis tergantung pada jenis lesi. Sekitar 70% pasien pulih sepenuhnya dalam waktu 6 bulan dan 30% pasien tidak pulih sepenuhnya. Seorang perempuan berumur 49 tahun, berprofesi sebagai petani dan muslim, berdomisili di Randulanang, klaten. Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, ditemukan adanya asimetri pada salah satu sisi wajah terutama mulut yang merot ke kiri, adanya keterbatasan saat mengedipkan mata, keterbatasan bersiul, keterbatasan dalam mengerutkan dahi, tersenyum. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam meningkatkan kekuatan otot-otot wajah dan meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah. Modalitas fisioterapi yang bisa digunakan untuk menangani problematika pasien bell’s palsy adalah infra red, electrical stimulation, dan massage. Metode yang digunakan berupa rancangan studi kasus tunggal dengan melakukan pengukuran ugo fisch scale dan manual muscle testing yaitu membandingkan antara skor sebelum dan sesudah intervensi. Setelah dilakukan terapi selama 2 kali didapati adanya peningkatan skala ugo fisch scale pada T1 : 54 menjadi T2: 88. Terdapat peningkatan kekuatan otot wajah frontalis pada T1: 1 menjadi T2: 3, otot corrugator supercilii T1: 3 menjadi T2: 5, otot procerus T1: 1 menjadi T2: 3, otot orbicularis oculi T1: 3 menjadi T2: 5, otot nasalis T1: 1 menjadi T2: 3, otot depressor anguli oris T1: 1 menjadi T2: 3, otot orbicularis oris T1: 3 menjadi T2: 5, otot buccinator T1: 1 menjadi T2: 3.