Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Model Perampasan Aset terhadap Harta Kekayaan Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang Halif _
JURNAL RECHTENS Vol. 5 No. 2 (2016): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.85 KB) | DOI: 10.36835/rechtens.v5i2.127

Abstract

Assets proceeds of crime like the blood that is able to turn on and determine the continuity of organized crime. Preventing criminal enjoying the proceeds of crime assets is a step forward in combating crime. Thus the assets of the offense should be seized. Model confiscation of assets has been progressing, ranging from models deprivation of assets crime by way of penal (criminal forfeiture), growing to model expropriation of assets by civil (civil forfeiture), has now also developed a model confiscation of assets crime by way administration. Law No. 8 of 2010 Concerning the Prevention and Combating of Money Laundering is one of the laws governing the confiscation of assets of crime. Model confiscation of assets of criminal acts adopted by the law is the model appropriation assets by civil supported by the reversal of the burden of proof.
Implikasi Yuridis Kebijakan Formulasi Alat Bukti Elektronik Eko Surya Prasetyo; Y.A. Triana Ohoiwutun; Halif Halif
Lentera Hukum Vol 5 No 2 (2018): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v5i2.7469

Abstract

Formulation policy occupies a strategic role in the efforts to eradicate criminal acts, as law enforcers are bounded by prevailing laws and regulations. The issue of article formulation is only the surface of the problem when using electronic evidence in practice. The Law Number 31, Year 1999, on Corruption Criminal Act acknowledges electronic evidence as an extension of “petunjuk”, while in The Law Number 8 Year 2010, the Money Laundering Criminal Act, electronic evidence is recognized as an independent instrument of evidence. This article examines the underlying reasons for differences in formulation policy, in terms of the legislator's rationales. This article will also expose juridical implications for the recognition of electronic evidence in both acts. The article uses normative yudiris-legal research that analyses law through a building norm system. Based on legislative review, by tracking the legislation rationale, it is found that there is no fundamental reason for the classification, but it is only a legal policy because of legislation Based on the conceptual study, it is understood that electronic evidence, “petunjuk”, is weaker than independent evidence. This article concludes with the suggestion to include electronic evidence in the Criminal Procedure Code (KUHAP), with a ‘stand-alone’ position that is not part of other evidence. Keywords: Formulation Policy, Electronic Evidence
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TANPA DAKWAAN TINDAK PIDANA ASAL Halif Halif
Jurnal Yudisial Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v10i2.70

Abstract

ABSTRAKDalam surat dakwaan Putusan Nomor 57/PID.SUS/2014/PN.SLR, penuntut umum mendakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang tanpa bersamaan dengan pasal tindak pidana asal, sebagaimana diatur secara limitatif dalam Pasal 2 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal yang demikian berdampak kepada hakim dalam membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang yang diketahui atau patut diduga hasil dari tindak pidana asal. Permasalahan yang menarik untuk dianalisis adalah 1) mengapa penentuan bentuk dakwaan menjadi penting dalam tindak pidana pencucian uang?; dan 2) bagaimanakah hakim membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang jika tindak pidana asal tidak didakwakan? Untuk menganalisis permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penentuan bentuk dakwaan dalam tindak pidana pencucian uang menjadi dasar bagi hakim untuk menentukan sistem pembuktian dalam membuktikan unsur. Dengan pembuktian yang tepat hakim dapat membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, penyusunan surat dakwaan yang tepat dalam tindak pidana pencucian uang menjadi hal yang sangat penting.Kata kunci: pencucian uang, dakwaan, pembuktian. ABSTRACTIn the accusation of Court Decision Number 57/PID.SUS/2014/PN.SLR, the prosecutor filed the accusation with the article of money laundering crime without referring to the article on the predicate crime, as regulated in Article 2 of Law on Money Laundering Crime. Such matters affect the judges in proving the elements of money laundering crime known or reasonably suspected to be the result of a predicate crime. Issues of interest to review in the analysis are: 1) why does determining the form of the accusation play important role in the money laundering crime? and 2) how does the judge prove the element of money laundering crime if the predicate crime is not accused? To analyse these problems, the juridical-normative method with legislative and conceptual approaches was used in this analysis. The accusation form determination in money laundering crime becomes the basis for the judge to determine the proof system in proving the element. With the precise proof the judge can prove the element of money laundering crime. It is therefore vey important to precisely write the accusation letter in the money laundering crime. However in proving the money laundering crime the predicate crime should be proved first. Keywords: money laundering, accusation, proof.
UNSUR RENCANA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Echwan Iriyanto; Halif Halif
Jurnal Yudisial Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v14i1.402

Abstract

ABSTRAKTindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana pembunuhan yang didahului oleh rencana pembunuhan terlebih dahulu. Namun, pengertian dan syarat unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana tidak dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keadaan demikian menjadikan pengertian dan syarat unsur berencana mengalami dinamika. Pada konteks ini, dibutuhkan kepekaan hakim dalam menganalisis, mempertimbangkan, dan memutus perkara tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dalam Putusan Nomor 201/Pid.B/2011/PN.Mrs. Apakah pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana karena telah mempersiapkan diri dan pisau untuk membunuh “korban” telah tepat, meskipun yang dibunuh adalah orang lain. Metode yang digunakan untuk menganalisis putusan tersebut adalah yuridis normatif dengan dua pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hakim menggunakan istilah persiapan dalam mempertimbangkan unsur rencana kurang tepat. Demikian juga pertimbangan unsur berencana yang hanya berfokus pada syarat adanya pemutusan kehendak dengan tenang, dan adanya jarak waktu tertentu adalah kurang lengkap. Seharusnya dilengkapi dengan pelaksanaan rencana dengan tenang.Kata kunci: pembunuhan berencana; unsur berencana; perbuatan persiapan. ABSTRACTPremeditated murder is a homicide committed with intent and a malice aforethought. Yet, the terms and circumstances for the intent elements qualifying it premeditated murder is not formulated in the Criminal Code (KUHP). This creates dynamics in the de nition and quali cations of the element of premeditated. In this context, the sensitivity of the judges is important to analyze, consider and decide upon a criminal case of premeditated murder, as in Decision Number 201/ Pid.B/2011/PN.Mrs. This raises the question whether the judge’s consideration is appropriate to declare the defendant committed premeditated murder because he had prepared himself to use a knife to kill the “victim”, even though the one whom was killed is another person. The method used to analyze the decision is juridical normative using two approaches, the statute approach, and the conceptual approach. The term preparation in the judge’s consideration refers to the element of the plan is deemed inappropriate. Similarly, the consideration of the premeditation element, focusing only on the conditions for a calm termination of the will, and at a certain time interval, is less complete. It should be complemented by quiet execution of the premeditation.Keywords: premeditated murder; premeditation element; crime preparation.
PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA DUMPING LIMBAH KE MEDIA LINGKUNGAN HIDUP TANPA IZIN (Studi Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng) Pande Komang Novia Arsita Wijaya; Dwi Endah Nurhayati; Dina Tsalist Wildana; Echwan Iriyanto; Halif Halif
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.569

Abstract

Penelitian ini mengkaji mengenai pemidanaan terhadap tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin yang dilakukan oleh korporasi di bidang industri kertas yang telah terbukti melakukan dumping limbah B3 berupa buburan kertas sehingga mencemari Sungai Cilamaya. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana sesuai Pasal 104 jo. Pasal 60 jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a jo. Pasal 118 UU PPLH jo. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana pokok berupa pidana denda sebesar Rp120.000.000 tanpa pidana tambahan. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang terdapat dalam pemidanaan korporasi di bidang industri kertas dengan tujuan untuk mengetahui keterkaitan pemidanaan terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/Lh/2021/PN.Sng dengan Asas Pencemar Membayar dalam UU PPLH dan mengetahui penjatuhan pelelangan aset sebagai pengganti pidana denda terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng menurut ketentuan UU PPLH. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Setelah membedah dan mengkaji pemidanaan terhadap korporasi di bidang industri kertas tersebut, pidana denda sebesar Rp120.000.000 yang dijatuhkan tidak menjamin adanya pemulihan atas kerusakan yang disebabkan korporasi tersebut karena pidana denda tersebut masuk menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Korporasi di bidang industri kertas juga tidak diberikan pidana tambahan untuk memperbaiki kerusakan dimana seharusnya dioptimalkan sebagai penerapan Asas Pencemar Membayar. Berkaitan dengan pidana denda sebagaimana tertera dalam UU PPLH, dibutuhkan adanya ketentuan detail terkait pelaksanaan pidana denda agar menjamin pertanggungjawaban korporasi.
Penyidikan oleh Kejaksaan Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Ainus Sofa Ilmi; Dwi Endah Nurhayati; Halif Halif; Echwan Iriyanto; Dodik Prihatin AN
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.887

Abstract

Based on Article 11 paragraph 1 of the Corruption Eradication Commission Law, the investigation process for criminal acts of corruption falls under the authority of the KPK. However, most of these investigations are carried out by the police or prosecutors. So whether prosecutor investigators have the authority to investigate corruption crimes against law enforcement officials is reviewed based on the Prosecutor's Law in conjunction with the Corruption Eradication Commission Law. As well as what are the legal consequences of investigations conducted by prosecutor investigators against law enforcement officials who commit acts of corruption in terms of the Corruption Eradication Commission Law. The results of this study can be concluded first, that the prosecutor's office has the authority to investigate criminal acts of corruption committed by law enforcement officials. However, based on the principle of lex specialis derogat legi generalis, it is the KPK that is in charge. Second, based on the provisions of the KPK Law, the KPK can take over the investigation process. This takeover attempt was not carried out by the KPK so that the KPK violated the code of ethics because it did not carry out its duties and authorities properly.
Analisis Yuridis Putusan Pemidanaan Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Korban Anak (Studi Putusan Nomor 149/Pid.Sus/2020/Pn.Wng.) Dimas Varizal Putra Purnama; Dwi Endah Nurhayati; Halif Halif; Echwan Iriyanto; Laili Furqoni
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 4 No. 1 (2023): Edisi Februari 2023
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v4i1.101

Abstract

Pemidanaan menurut. Sudarto merupakan sinonim dari kata penghukuman. Sedangkan penghukuman berasal. dari kata baku hukum, sehingga penghukuman dapat diartikan sebagai menetapkan atau memutuskan suatu hukuman. Pemidanaan ataupun menetapkan hukum ini tidak terbatas di dalam hukum pidana saja melainkan dihukum yang lainnya juga seperti hukum perdata, maka dari itu pemberian hukuman harus di sempitkan lagi pengertiannya yaitu menjadi penghukuman dalam. perkara pidana. Agar dapat menyebut penghukuman. dalam perkara pidana dapat dipakai menjadi istilah pemidanaan atau pemberian pidana oleh hakim. Perbuatan yang dapat dijatuhkan pidana oleh hakim salah satunya yaitu perbuatan pencabulan, seperti yang terjadi belakangan ini banyak terjadi kasus pencabulan yang sebagian besar terdakwanya ialah orang dewasa dan korbannya ialah anak-anak di bawah umur. Seperti pada kasus Studi Putusan Nomor 149/Pid.Sus/2020/PN.Wng.
Legal Protection for Women as Victims of Criminal Acts (Research at Women and Children Protection Unit the Jember Resort Police) Antinia Saputri; Fanny Tanuwijaya; Dina Tsalist Wildana; Halif Halif; Sapri Prihatmini
Journal of Feminism and Gender Studies Vol 4 No 1 (2024): Journal of Feminism and Gender Studies
Publisher : Pusat Studi Gender Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jfgs.v4i1.44306

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum beserta kendala dalam pemberian perlindungan hukum kepada perempuan sebagai korban tindak pidana di PPA Kepolisian Resor Jember. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis berdasarkan sumber data primer dan sekunder. Hasil yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban di PPA Kepolisian Resor Jember melalui perlindungan secara represif namun belum diterapkan terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan umum. Adapun kendala unit PPA Kepolisan Resor Jember dalam memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana yaitu tidak adanya tenaga psikologi khusus, keterbatasan ruangan yakni ruangan istirahat, dan belum ada aturan yang mengatur tentang perintah perlindungan hukum secara khusus terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan umum. Oleh karena perlu adanya pembenahan unit PPA Kepolisian Resor Jember dan adanya peraturan hukum terkait perlindungan terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan umum.