Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Perempuan dan Tembakau di Mayang Kabupaten Jember: Perspektif Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hasba, Irham Bashori; Wildana, Dina Tsalist
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Jurisdictie: Vol 6, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v6i2.4104

Abstract

This study addressed the issue of fulfillment of the rights of working women by Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. The approach taken in this study using the empirical sociology of law analysis and data collection using qualitative techniques such as observation and interviews. The results of this study indicate that women workers in the tobacco sector companies scattered in the district Mayang based analysis using the law number 13 of 2003 suggests that the absence of the right to women workers as set out in the legislation. But on the other, the company cannot be blamed entirely on the practice of considering the existence of an unwritten system where the job search process is set by the agent without providing and presenting a working agreement prior to workers. This happens because, according to the author because of the lack of knowledge that qualified for the women who work in the sector. Penelitian ini membahas masalah pemenuhan hak perempuan yang bekerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat empiris dengan menggunakan analisa sosiologi hukum dan pengumpulan datanya menggunakan teknik kualitatif berupa observasi dan wawancara. Penelitian ini menjelaskan bahwa pekerja perempuan di sektor perusahaan tembakau yang tersebar di Kecamatan Mayang berdasarkan analisa menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tidak adanya pemenuhan hak atas pekerja perempuan sebagaimana tertuang dalam undangundang tersebut. Perempuan pekerja di sector ini tidak memperoleh jaminan kerja layaknya pekerja yang diatur dalam undang-undang. Namun disisi lainnya, perusahaan tidak dapat disalahkan sepenuhnya atas praktek tersebut mengingat adanya sebuah sistem tak tertulis dimana proses pencarian kerja diatur oleh agen yang tanpa memberikan dan menyuguhkan perjanjian kerja terlebih dahulu kepada pekerja. Hal tersebut terjadi karena menurut hemat penulis karena tidak adanya pengetahuan yang mumpuni bagi para perempuan yang bekerja di sektor tersebut.
Promoting the Right to Education through A Card: A Paradox of Indonesia’s Educational Policy? Ulum, Muhammad Bahrul; Wildana, Dina Tsalist
JILS (Journal of Indonesian Legal Studies) Vol 4 No 1 (2019): Penal Policy and The Development of Criminal Law Enforcement
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3055.297 KB) | DOI: 10.15294/jils.v4i01.26973

Abstract

In 2015, the Indonesian government unveiled the Smart Indonesia Program, or Program Indonesia Pintar (PIP). The program consisted of educational subsidies through cash transfers exclusively granted to students aged from 6 to 21 years old from poor families. This paper examines the role of the PIP subsidy pertaining to the fulfilment of the right to education. As a consequence, it resulted in a competing account between cash transfers and the minimum standard of government duties to fulfil the need for adequate educational support. There is a paradox in the government’s educational policy on the fulfilment of human rights to education in dealing with the PIP program. While educational complexities faced in remote areas cannot be hindered and it is granted not solely to students from vulnerable families. Such discrepancies in programs circumstantially affirm that the government ignores the root of Indonesia’s educational problems, including providing free education as its obligation to human rights. The research conducted concludes by suggesting the government to evaluate the current policies by considering budget priorities and the efficiency of providing inclusive education.
Promoting the Right to Education through A Card: A Paradox of Indonesia's Educational Policy? Ulum, Muhammad Bahrul; Wildana, Dina Tsalist
JILS (Journal of Indonesian Legal Studies) Vol 4 No 1 (2019): Penal Policy and The Development of Criminal Law Enforcement
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v4i01.26973

Abstract

In 2015, the Indonesian government unveiled the Smart Indonesia Program, or Program Indonesia Pintar (PIP). The program consisted of educational subsidies through cash transfers exclusively granted to students aged from 6 to 21 years old from poor families. This paper examines the role of the PIP subsidy pertaining to the fulfilment of the right to education. As a consequence, it resulted in a competing account between cash transfers and the minimum standard of government duties to fulfil the need for adequate educational support. There is a paradox in the government's educational policy on the fulfilment of human rights to education in dealing with the PIP program. While educational complexities faced in remote areas cannot be hindered and it is granted not solely to students from vulnerable families. Such discrepancies in programs circumstantially affirm that the government ignores the root of Indonesia's educational problems, including providing free education as its obligation to human rights. The research conducted concludes by suggesting the government to evaluate the current policies by considering budget priorities and the efficiency of providing inclusive education.
Coffee Processed Product Innovation in Kampung Pelita Bondowoso Dina Tsalist Wildana; Laili Furqoni
Warta Pengabdian Vol 13 No 2 (2019): Warta Pengabdian
Publisher : LP2M Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/wrtp.v13i2.9287

Abstract

Bondowoso has been known as a city of tape. This district also has the potential of coffee plantations that have produced products until it is known as the Republic of Coffee. The purpose of this activity is to increase public knowledge about various kinds of processed coffee, provide value added products, and attract consumers to come to visit the region. The method used is trial and error and utilizes the University of Jember Real Lecture Program where the target area is Sub-District Tamansari, Bondowoso District, Bondowoso Regency. The results of the activities include the emergence of innovations in processed coffee products such as: coffee dawet, coffee marrow porridge, Cilok Kopi, coffee fried rice and coffee ladrang. This activity was supported by PKK ladies and received support from Blue Gas. Such innovation activities are quite interesting for the community because they are able to make various kinds of processed foods from coffee. It's just that more intensive training is needed so that these processed products can support Bondowoso tourism.
Anak di Embung Cinta: Pembentukan Wisata Ramah Anak di Kelurahan Nangkaan Bondowoso Dina Tsalist Wildana; Al Khanif; Sapti Prihatmini; Fany Tanuwijaya
Warta Pengabdian Vol 14 No 3 (2020): Warta Pengabdian
Publisher : LP2M Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/wrtp.v14i3.17172

Abstract

Kelurahan Nangkaan memiliki keindahan alam berupa embung yaitu cekungan penampung air yang berguna untuk menjaga kualitas air, mencegah banjir dan berguna untuk irigasi sawah. Menariknya embung ini berbentuk hati hingga disebut dengan embung cinta. Keindahan alam ini dimanfaatkan untuk membentuk Desa Wisata Embung Cinta. Lebih khusus, desa wisata ini akan mengusung konsep ramah anak. Metode Asset Based Community Development (ABCD) akan menjadi berbagai kondisi kelurahan Nangkaan sebagai aset yang dapat dikembangkan menuju desa wisata ramah anak. Hasil kegiatan ini adalah berupa kesepakatan ide pembentukan desa wisata ramah anak dari para stake holder meliputi Kepala Pemerintahan Kelurahan Nangkaan, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan masyarakat. Beberapa program awal yang telah dilakukan adalah menyelenggaran lomba lukis dengan promosi tempat wisata dan membuat konsep wisata ramah anak. Masih banyak tahapan yang harus dilakukan menuju desa wisata ramah anak. Tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak dan semangat yang harus terus dibangun.
Penguatan Industri Rumah Tangga Dodol Buah Naga Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Ekonomi Masyarakat Di Desa Temurejo Kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi Al Khanif; Dina Tsalist Wildana; Dyah Octorina Susanti
Warta Pengabdian Vol 12 No 1 (2018): Warta Pengabdian
Publisher : LP2M Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/wrtp.v12i1.7630

Abstract

Persoalan mendasar terkait produksi pertanian dan perkebunan di Indonesia adalah ketidak mampuan petani untuk mengolah produk-produk yang mereka hasilkan menjadi produk olahan. Persoalan ini juga dihadapi oleh para petani buah naga di Desa Temurejo Kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur yang selama ini selalu menjual buah naga dalam kondisi segar. Model penjualan produk pertanian seperti ini mengancam ketahanan ekonomi para petani karena harga jual buah naga menjadi tidak menentu dan cenderung murah ketika panen raya. Berdasarkan persoalan tersebut, perlu kiranya ada solusi untuk membantu petani buah naga agar mereka mendapatkan keuntungan yang sepadan. Salah satunya adalah pengenalan tentang pengolahan buah naga menjadi dodol buah naga. Salah satu hasil dari program ini adalah kemampuan petani untuk mengolah produk buah naga menjadi dodol buah naga. Program pengabdian ini juga berhasil mengembangkan koordinasi yang lebih intensif antara perajin dodol dengan pihak desa. Namun demikian, penelitian ini juga menemukan kendala pemasaran dari produk dodol tersebut sehingga merekomendasikan perlunya kajian lebih lanjut melalui program pengabdian lain di tahun mendatang.
Pemenuhan Hak Dasar Anak Dalam Situasi Darurat Covid-19 di Kabupaten Jember Dina Tsalist Wildana; Fanny Tanuwijaya; Sapti Prihatmini; Jauhari Zakky Anas
QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama Vol 13 No 2 (2021): Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama
Publisher : Lembaga Penerbitan dan Publikasi Ilmiah Program Pascasarjana IAI Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/qalamuna.v13i2.1195

Abstract

The Covid-19 pandemic, which has become a global epidemic, requires the implementation of health protocols in order to prevent its spread, creating its own social problems, especially for the growth and development of children, so that they are the most affected. This study uses empirical juridical methods and uses a conceptual approach. The results of this study indicate that the problem of fulfilling children's rights during the pandemic is still a priority scale program by the government in Jember Regency which must be resolved immediately, especially in terms of health and education. In the context of health, children still have not received vaccination facilities. On the other hand, online children's education is also not optimal due to limited interaction between teachers and students. This research also formulates recommendations for formulating precise policies in terms of mainstreaming the fulfillment of rights to children during the Covid-19 pandemic, especially in Jember Regency, establishing an accountable and accurate information system regarding the distribution of children affected by the Covid-19 pandemic, and making new breakthroughs related to mechanisms. education, health and the environment in favor of the fulfillment of children's rights
Penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan Tujuan Eksploitasi Organ Tubuh Ginjal Melalui Media Sosial Facebook Kevin Amashya; Dina Tsalits Wildana; Sapti Prihatmini
INTERDISCIPLINARY JOURNAL ON LAW, SOCIAL SCIENCES AND HUMANITIES Vol 3 No 1 (2022): May 2022
Publisher : Program Pasca Sarjana Unej

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.271 KB) | DOI: 10.19184/idj.v3i1.31226

Abstract

Jual beli organ tubuh manusia terutama ginjal sudah lama seringkali terjadi di negara di dunia, termasuk di antaranya adalah Indonesia. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi jual beli organ tubuh ginjal disebarkan melalui media sosial terutama facebook. Dalam praktiknya jual beli organ tubuh ginjal sering dilatarbelakangi oleh keterbatasan ekonomi para pelakunya mengiklankan penjualan organ tubuh ginjalnya melalui media sosial facebook dengan alasan desakan ekonomi. Berdasakan persoalan tersebut, terdapat dua rumusan masalah yang kemudian akan dibahas dalam artikel ini. Pertama adalah terkait kajian perbuatan menawarkan jual beli organ tubuh ginjal melalui media sosial facebook menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia. Beberapa peraturan pidana yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akan diuji dan dihubungkan dengan perbuatan ini. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi aturan apa saya yang melarang perbuatan perdagangan organ tubuh melalui media sosial, Kedua penelitian ini mengkaji apakah faktor ekonomi dapat menjadi alasan penghapus pidana sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Artikel ini menggunakan jenis penulisan yuridis normatif, yang kemudian didukung dengan menggunakan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dalam artikel ini adalah bahwa perbuatan jual beli organ tubuh melalui media sosial facebook dilarang oleh hukum pidana maupun Undang-Undang Khusus diluar KUHP yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu faktor ekonomi tidak dapat dijadikan alasan penghapus pidana sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kebijakan Hukum Match Fixing Pada Sepak Bola Indonesia: Studi Perbandingan Australia dan Jerman Vicko Taniady; Dina Tsalist Wildana; Reni Putri Anggraeni; Novi Wahyu Riwayanti
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 2 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i02.p08

Abstract

Match fixing often colors football in various worlds, including Indonesia. Match fixing is motivated by bribery transactions. This study will explain the match fixing arrangements in various countries, particularly in Indonesia, Australia, and Germany, to provide and build an ius constituendum in the future, especially related to legal subjects, criminal acts, and punishments. The research method in this paper is normative law with a normative and legislative approach and a match fixing policy on comparative law in Indonesia, Australia, and Germany. This study shows that match fixing regulations in Indonesia are still relatively weak, which increases match fixing actions. This can be seen from the regulation of the Criminal Code, which still does not comprehensively regulate the proper legal subjects, and the weakness of the sentences imposed. If you look at the country of Australia, the country has a special regulation to regulate match-fixing called the National Match-Fixing Policy in Sport which was passed in 2011. On the other hand, Germany was an initially prosperous country with score-fixing; the syndicate was able to deal with match-fixing issues with amendments. German Penal Code and Co-founded against match-fixing – a game does not fix program focused on preventive measures, workshops, rules and regulations, ombudsman, and monitoring. By looking at the policies taken by Australia and Germany, it should be a guideline for Indonesia in eradicating the crime of match-fixing. Match fixing sebagai tindakan pengaturan skor kerap mewarnai olahraga sepak bola diberbagai dunia termasuk di Indonesia. Match fixing dilatarbelakangi oleh transaksi suap. Penelitian ini akan menjelaskan pengaturan match fixing diberbagai negara terkhusus di Indonesia, Australia dan Jerman dalam rangka memberikan dan membangun ius constituendum ke depan khususnya terkait subyek hukum, tindak pidana dan pemidanaan. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah hukum normatif dengan menggunakan hukum normatif dan pendekatan peraturan perundang-undangan dan comparative law kebijakan match fixing di Indonesia, Australia dan Jerman. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pengaturan tindakan match fixing di Indonesia masih tergolong lemah, yang mengakibatkan semakin meningkatnya tindakan match fixing. Hal tersebut terbukti dari pengaturan Undang-Undang Tindak Pidana Suap yang masih belum mengatur secara komprehensif subjek hukum yang jelas, dan lemahnya hukuman yang dijatuhkan. Apabila melihat negara Australia, negara tersebut memiliki regulasi khusus untuk menangani match fixing yang bernama National Policy on Match Fixing in Sport yang disahkan pada tahun 2011. Di sisi lain, Jerman sebagai negara yang awalnya marak dengan sindikat match fixing mampu menghadapi masalah match fixing dengan amandemen The Germany Criminal Code serta membentuk program Together against match fixing – don’t fix the game yang berfokus pada tindakan pencegahan, workshop, rules and regulation, ombudsman and monitoring. Dengan melihat kebijakan yang diambil oleh Australia dan Jerman, sudah seyogyanya menjadi pedoman bagi Indonesia dalam memberantas tindak pidana match fixing.
PERKAWINAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Dina Tsalist Wildana; Irham Bashori Hasba
EGALITA Vol 11, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Studi Gender UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.927 KB) | DOI: 10.18860/egalita.v11i1.4549

Abstract

Marriage at the age of children still occur in some areas. Not only in Indonesia, in some areas is still high number of early marriages. Indonesia has had a regulation on the protection of children. But on the other hand the marriage at the age of children is still high even ranked second in Southeast Asia after Cambodia. This obviously shows that regulation owned does not run optimally. This article will discuss about some children's rights that are violated by the existence of early marriage. Despite showing some of the negative effects of marriage on the age of the child but at the end of this writing offers several formulations so that children in the age of marriage is not so much seized the rights of the child.Perkawinan di usia anak masih marak terjadi di beberapa wilayah. Tidak hanya di Indonesia, di beberapa wilayah masih tinggi angka perkawinan dini.Di Indonesia telah memiliki regulasi tentang perlindungan anak. Namun disisi lain perkawinan di usia anak masih tinggi bahkan menduduki peringkat ke 2 se Asia Tenggara setelah Kamboja. Hal ini jelas menunjukkan regulasi yang dimiliki tidak berjalan optimal. Pada tulisan ini akan membahas tentang beberapa hak anak yang dilanggar dengan adanya perkawinan dini. Kendati menunjukkan beberapa dampak negatifdari perkawinan di usia anak namun di akhir tulisan ini menawarkan beberapa formulasi agar perkawinan di usia anak tidak begitu banyak menyita hak-hak anak.