Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA OLEH HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI(Putusan Nomor : 2031 K/PID.SUS/2011) Adrian Pah, Gress Gustia; Iriyanto, Echwan; Wulandari, Laely
e-Journal Lentera Hukum Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : e-Journal Lentera Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.404 KB)

Abstract

Korupsi adalah penyelewengan tugas dan penggelapan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi maupun orang lain. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasa terjadi pada badan publik atau masyarakat umum. Penyebab adanya tindakan korupsi berasal dari aspek individu, organisasi, dan peraturan yang ada.Dampak dari tindakan korupsi dapat merusak perekonomian negara, demokrasi dan kesejahteraan umum. Lahirnya Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan adanya ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana, pemberian ancaman pidana minimal khusus dalam UUPTPK adalah untuk memberikan efek jera kepada koruptor dan mencegah potensi terjadinya korupsi, oleh karena itu perimbangan Hakim dalam penjatuhkan putusan seyogyannya berpedoman dari ketentuan yang sudah di atur di dalam UUPTPK yang sudah memberikan ketentuan acaman pidana minimal khusus dalam pelaku tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Korupsi, Ancaman Pidana Minimal Khusus, Pertimbangan Hakim.
UNSUR RENCANA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Echwan Iriyanto; Halif Halif
Jurnal Yudisial Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v14i1.402

Abstract

ABSTRAKTindak pidana pembunuhan berencana merupakan tindak pidana pembunuhan yang didahului oleh rencana pembunuhan terlebih dahulu. Namun, pengertian dan syarat unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana tidak dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keadaan demikian menjadikan pengertian dan syarat unsur berencana mengalami dinamika. Pada konteks ini, dibutuhkan kepekaan hakim dalam menganalisis, mempertimbangkan, dan memutus perkara tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dalam Putusan Nomor 201/Pid.B/2011/PN.Mrs. Apakah pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana karena telah mempersiapkan diri dan pisau untuk membunuh “korban” telah tepat, meskipun yang dibunuh adalah orang lain. Metode yang digunakan untuk menganalisis putusan tersebut adalah yuridis normatif dengan dua pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hakim menggunakan istilah persiapan dalam mempertimbangkan unsur rencana kurang tepat. Demikian juga pertimbangan unsur berencana yang hanya berfokus pada syarat adanya pemutusan kehendak dengan tenang, dan adanya jarak waktu tertentu adalah kurang lengkap. Seharusnya dilengkapi dengan pelaksanaan rencana dengan tenang.Kata kunci: pembunuhan berencana; unsur berencana; perbuatan persiapan. ABSTRACTPremeditated murder is a homicide committed with intent and a malice aforethought. Yet, the terms and circumstances for the intent elements qualifying it premeditated murder is not formulated in the Criminal Code (KUHP). This creates dynamics in the de nition and quali cations of the element of premeditated. In this context, the sensitivity of the judges is important to analyze, consider and decide upon a criminal case of premeditated murder, as in Decision Number 201/ Pid.B/2011/PN.Mrs. This raises the question whether the judge’s consideration is appropriate to declare the defendant committed premeditated murder because he had prepared himself to use a knife to kill the “victim”, even though the one whom was killed is another person. The method used to analyze the decision is juridical normative using two approaches, the statute approach, and the conceptual approach. The term preparation in the judge’s consideration refers to the element of the plan is deemed inappropriate. Similarly, the consideration of the premeditation element, focusing only on the conditions for a calm termination of the will, and at a certain time interval, is less complete. It should be complemented by quiet execution of the premeditation.Keywords: premeditated murder; premeditation element; crime preparation.
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI OBAT TRAMADOL Dini Wininta Sari; Echwan Iriyanto; Fiska Maulidian Nugroho
Jurnal Yudisial Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v15i1.524

Abstract

ABSTRAK Tindak pidana pengedaran sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan, kemanfaatan, dan mutu maupun tanpa izin marak terjadi. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelakunya belum memberikan efek jera dan tidak setimpal dengan keuntungan yang didapatkan. Situasi demikian seharusnya membuat hakim untuk lebih cermat dalam mempertimbangkan dan memutuskan perkara tersebut. Penelitian ini mengkaji Putusan Nomor 94/Pid. Sus/2021/PN.Tdn yang menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pengedaran sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu. Penelitian ini mengangkat dua isu utama. Pertama, apakah pertimbangan hakim yang menyatakan tidak terbuktinya sub elemen unsur “sediaan farmasi” telah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan? Kedua, bagaimanakah kedudukan dissenting opinion dalam penjatuhan putusan? Metode yang digunakan untuk menganalisis putusan tersebut adalah yuridis normatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim yang menyatakan tidak terbuktinya sub elemen unsur “sediaan farmasi” tidak sesuai dengan fakta persidangan. Alat bukti surat yang diperkuat oleh keterangan ahli menyatakan bahwa bungkusan bertuliskan Tramadol HCl yang diedarkan terdakwa dan dihadirkan sebagai barang bukti positif mengandung Tramadol HCl. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dissenting opinion yang dikemukakan oleh ketua majelis hakim tidak memengaruhi keputusan majelis hakim untuk perkara ini. Sungguhpun demikian, dissenting opinion merupakan perwujudan upaya hakim untuk menjaga independensinya dalam mencari keadilan.Kata kunci: tindak pidana; pengedaran sediaan farmasi; tramadol; putusan bebas; dissenting opinion. ABSTRACT The traf cking of pharmaceutical preparations that is out of safety, ef cacy, quality standards, or illicit often occurs. Yet the punishment imposed on the perpetrators has no deterrent effect and is not commensurate with the losses caused by the crime. This circumstance should make the judges more careful in considering and deciding the case. This research paper examines Court Decision Number 94/Pid.Sus/2021/PN.Tdn ruling that the defendant is not guilty of committing a criminal act of distributing illicit pharmaceutical preparations out of the standards of safety, ef cacy, and quality. The research raises two main issues. First, is the judges’ consideration regarding the unproven sub-element of “pharmaceutical preparations” made based on the facts in the trial? Second, what is the position of dissenting opinion in the decision-making process? The decision is analyzed using a normative juridical method with two approaches namely statutory and conceptual. The result shows that the judges’ consideration is not determined based on the facts revealed in the trials. The documentary evidence supported by the expert’s testimony states that the package with Tramadol HCl written on it is distributed by the defendant and presented as evidence because it is proven to contain Tramadol HCl. The result of the study also indicates that the dissenting opinion expressed by the presiding judge does not affect other judges in the panel in deciding this case. However, the dissenting opinion is a manifestation of the judge’s effort to maintain his independence for seeking justice. Keywords: crime; pharmaceutical preparations trafficking; tramadol; acquittal; dissenting opinion.
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Rian Dawansa; Echwan Iriyanto
Jurnal Hukum Vol 39, No 1 (2023): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v39i1.26675

Abstract

Dalam penelitian ini akan meninjau Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dari segi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis sekaligus proses dan pelaksanaan dari Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 serta upaya praperadilan terhadap tindak penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan mengguanakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 5 Tahun 2020 telah tepat dijadikan sebagai salah satu alasan dihentikannya penuntutan, serta terhadap upaya penghentian penuntutan dapat diajukan praperadilan. Dengan demikian, Peraturan Kejaksaan Nomor 5 Tahun 2020 telah memberikan landasan hukum bagi penuntut umum yang dalam menangani perkara tertentu dapat menghentikan penuntutannya dengan mengupayakan penyelesaian melalui pendekatan keadilan restoratif. Namun dalam pelaksanaan dari penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan keadilan restoratif, perlu adanya kesamaan persepsi antara aparat penegak hukum agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara terintegrasi. Sehingga penting agar konsep keadilan restoratif dimasukan ke dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kepastian Hukum Putusan Hakim Dalam Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata I Wayan Yasa; Echwan Iriyanto
JURNAL RECHTENS Vol. 12 No. 1 (2023): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56013/rechtens.v12i1.1957

Abstract

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali ditemukan adanya sengketa perkara perdata yang terjadi antara dua pihak. Penyelesaian sengketa perkara perdata dengan cara litigasi itu dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan. Tujuannya adalah untuk memperoleh keputusan hakim yang pada akhirnya diharapkan mampu mengakhiri sengketa tersebut. Proses persidangan di pengadilan berakhir dengan dijatuhkannya putusan oleh hakim. Idealnya, putusan tersebut yang bersifat condemnatoir setelah berkekuatan hukum yang pasti (inkracht van gewijsde), segera dilaksanakan (eksekusi). Ironisnya dalam praktik seringkali ditemukan kesulitan dan tidak ada kepastian hukum dalam eksekusinya. Untuk menjawab isu hukum tersebut maka dilakukan penelitian dengan mengkaji substansi materinya dari aspek hukum normatif. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Tahap berikutnya dilakukan analisis dan kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif serta memberikan preskripsi tentang apa yang seharusnya diterapkan berkaitan dengan permasalahan yang terkait. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kepastian hukum putusan hakim dalam penyelesaian sengketa perkara perdata dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yuridis dan faktor non yuridis. Kata kunci : Kepastian Hukum, Putusan Hakim, Sengketa Perkara Perdata.   In everyday life, it is often found that there are civil disputes that occur between two parties. According to the Civil Procedure Code, there are two ways of resolving civil disputes, namely by non-litigation and litigation. The settlement of civil case disputes by way of litigation is carried out through the trial process in court. The aim is to obtain a judge's decision which is ultimately expected to be able to end the dispute. The trial process in court ends with the passing of a decision by the judge. Ideally, the decision which is condemnatory in nature after having definite legal force (inkracht van gewijsde), is immediately executed (executed). Ironically, in practice, difficulties are often found and there is no legal certainty in execution. To answer these legal issues, research was conducted by examining the substance of the material from normative legal aspects. Furthermore, the approach used in this study is the statutory approach and the conceptual approach. The next stage is to analyze and then draw conclusions using the deductive method and provide a description of what should be applied in relation to the problems involved. The results obtained from this study are the legal certainty of judge's decisions in the settlement of civil disputes can be caused by two factors, namely juridical factors and non-juridical factors. Keywords: Legal Certainty, Judge's Decision, Civil Case Disputes. REFERENCES Abdul Manan, 2012, Penerapan Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama, (Jakarta : Kencana). Amir Ilyas, 2016, Kumpulan Asas-asas Hukum, (Jakarta : Rajawali). Bambang Sutiyoso, Menguraikan Problematikan Eksekusi Perkara Perdata, Direktur LKBH FH UII Busyro Muqaddas, 2002, “Mengkritik Asas-asas Hukum Acara Perdata”, Jurnal Hukum Ius Quia lustum (Yogyakarta). Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035. Claes, Erik; Devroe, Wouter; Keirsblick, Bert, 2009, Facing the limits of the law. Springer. hal. 92–93. ISBN 978-3-540-79855-2, diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Rabu, 8 Februari 2023 jam 11.05 wib. Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, 2014, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Rajawali Pers). Fenwick, Mark; Wrbka, Stefan, 2016, Fenwick, Mark; Wrbka, Stefan, ed. The Shifting Meaning of Legal Certainty. Singapore: Springer. hal. 1–6. doi:10.1007/978-981-10-0114-7_1. ISBN 978-981-10-0114-7, diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Rabu, 8 Februari 2023 jam 10.38 WIB. Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktek Praktik Peradilan. Margono, 2012, Asas Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim, (Jakarta : Sinar Grafika). Maxeiner, James R. (Fall 2008). "Some realism about legal certainty in globalization of the rule of law". Houston Journal of International law, diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Rabu, 8 Februari 2023 jam 11.07 WIB. Munir Fuadi, 2013, Teori-Teori Besar Dalam Hukum (Grand Theory), (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group). Sudikno Mertokusumo, 1989, Hukum Acara Perdata. (Bandung : Alumni). Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan.
PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA DUMPING LIMBAH KE MEDIA LINGKUNGAN HIDUP TANPA IZIN (Studi Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng) Pande Komang Novia Arsita Wijaya; Dwi Endah Nurhayati; Dina Tsalist Wildana; Echwan Iriyanto; Halif Halif
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.569

Abstract

Penelitian ini mengkaji mengenai pemidanaan terhadap tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin yang dilakukan oleh korporasi di bidang industri kertas yang telah terbukti melakukan dumping limbah B3 berupa buburan kertas sehingga mencemari Sungai Cilamaya. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana sesuai Pasal 104 jo. Pasal 60 jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a jo. Pasal 118 UU PPLH jo. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Korporasi di bidang industri kertas tersebut dijatuhi pidana pokok berupa pidana denda sebesar Rp120.000.000 tanpa pidana tambahan. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang terdapat dalam pemidanaan korporasi di bidang industri kertas dengan tujuan untuk mengetahui keterkaitan pemidanaan terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/Lh/2021/PN.Sng dengan Asas Pencemar Membayar dalam UU PPLH dan mengetahui penjatuhan pelelangan aset sebagai pengganti pidana denda terhadap korporasi pada Putusan Nomor: 247/Pid.B/LH/2021/PN.Sng menurut ketentuan UU PPLH. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Setelah membedah dan mengkaji pemidanaan terhadap korporasi di bidang industri kertas tersebut, pidana denda sebesar Rp120.000.000 yang dijatuhkan tidak menjamin adanya pemulihan atas kerusakan yang disebabkan korporasi tersebut karena pidana denda tersebut masuk menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Korporasi di bidang industri kertas juga tidak diberikan pidana tambahan untuk memperbaiki kerusakan dimana seharusnya dioptimalkan sebagai penerapan Asas Pencemar Membayar. Berkaitan dengan pidana denda sebagaimana tertera dalam UU PPLH, dibutuhkan adanya ketentuan detail terkait pelaksanaan pidana denda agar menjamin pertanggungjawaban korporasi.
Penyidikan oleh Kejaksaan Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Ainus Sofa Ilmi; Dwi Endah Nurhayati; Halif Halif; Echwan Iriyanto; Dodik Prihatin AN
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.887

Abstract

Based on Article 11 paragraph 1 of the Corruption Eradication Commission Law, the investigation process for criminal acts of corruption falls under the authority of the KPK. However, most of these investigations are carried out by the police or prosecutors. So whether prosecutor investigators have the authority to investigate corruption crimes against law enforcement officials is reviewed based on the Prosecutor's Law in conjunction with the Corruption Eradication Commission Law. As well as what are the legal consequences of investigations conducted by prosecutor investigators against law enforcement officials who commit acts of corruption in terms of the Corruption Eradication Commission Law. The results of this study can be concluded first, that the prosecutor's office has the authority to investigate criminal acts of corruption committed by law enforcement officials. However, based on the principle of lex specialis derogat legi generalis, it is the KPK that is in charge. Second, based on the provisions of the KPK Law, the KPK can take over the investigation process. This takeover attempt was not carried out by the KPK so that the KPK violated the code of ethics because it did not carry out its duties and authorities properly.
Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Oleh Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi(Putusan Nomor : 2031 K/Pid.Sus/2011) Adrian Pah, Gress Gustia; Iriyanto, Echwan; Wulandari, Laely
Lentera Hukum Vol 1 No 1 (2014): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v1i1.563

Abstract

Korupsi adalah penyelewengan tugas dan penggelapan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi maupun orang lain. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasa terjadi pada badan publik atau masyarakat umum. Penyebab adanya tindakan korupsi berasal dari aspek individu, organisasi, dan peraturan yang ada.Dampak dari tindakan korupsi dapat merusak perekonomian negara, demokrasi dan kesejahteraan umum. Lahirnya Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan adanya ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana, pemberian ancaman pidana minimal khusus dalam UUPTPK adalah untuk memberikan efek jera kepada koruptor dan mencegah potensi terjadinya korupsi, oleh karena itu perimbangan Hakim dalam penjatuhkan putusan seyogyannya berpedoman dari ketentuan yang sudah di atur di dalam UUPTPK yang sudah memberikan ketentuan acaman pidana minimal khusus dalam pelaku tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Korupsi, Ancaman Pidana Minimal Khusus, Pertimbangan Hakim.
Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan Lestari, Ella Wahyu; Iriyanto, Echwan; AN, Dodik Prihatin
Lentera Hukum Vol 3 No 1 (2016): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v3i1.5646

Abstract

Obscene crime is the immoral act that has attack the physical and psychic of the victims continuously, especially if the victims are minors, so it is required to be appropriate law enforcement. Obscene against children is a case that has difficult proofs, so it is can not be judged only by manifestations without based on the beliefs of judges and related theories. This article contains 2 (two) issues, namely: (1) Is the singular indictment formulated by the public prosecutor in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lok under the defendant's conduct? (2) Is the judge's consideration who was declared that the defendant is not guilty doing the obscene crime in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk under the facts revealed in the court.This paper uses a normative juridical research, by statute approach (statute approach) and conceptual approach (conceptual approach). Obtained conclusions that (1) the singular indictment formulated by the public prosecutor in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk is under the defendant's conduct (2) the judge consideration who was declared that the defendant is not guilty doing the obscene crime in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk is not following the facts revealed in the court. KEYWORDS: Obscene, Acquital, Indictmen, Judge Consideration.
Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Putusan Nomor 1361/Pid.B/2022/PN.Sby) Afifah, Rinda Nur; Iriyanto, Echwan; Azizah, Ainul
MIMBAR YUSTITIA : Jurnal Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 7 No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52166/mimbar.v7i2.5198

Abstract

ABSTRACT Punishment is a sanction that causes pain or suffering that is intentionally inflicted on someone. Sentencing in Decision Number 1361/Pid.B/2022/PN.Sby is interesting to discuss in relation to the form of the indictment and the judge's consideration. The urgency of this research is to evaluate the form of the public prosecutor's indictment and the judge's consideration with the aim of providing ideas and solutions to the legal issues being studied. This research uses a normative juridical method with a statutory approach and conceptual approach, and legal materials are analyzed using the deductive method. The result of this study is that the form of the alternative indictment of the public prosecutor is correct but the composition needs to be adjusted and the judge's consideration in applying the article is not in accordance with the facts in the trial. The form of the indictment is more appropriate to use an alternative whose formation is adjusted to the classification of the article charged and the judge's consideration is not in accordance with the facts at trial because the defendant is not proven to have committed several criminal acts, so that the application of concurcus realis in the decision is inappropriate. Keywords: Conviction, Indictment, Judge's Consideration ABSTRAK Pemidanaan merupakan sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pemidanaan pada Putusan Nomor 1361/Pid.B/2022/PN.Sby menarik untuk dibahas dikaitkan dengan bentuk surat dakwaan dan pertimbangan hakim. Urgensi penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bentuk surat dakwaan penuntut umum dan pertimbangan hakim dengan tujuan untuk memberikan gagasan serta solusi terhadap isu hukum yang sedang diteliti. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dan bahan hukum dianalisis menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini bahwa bentuk surat dakwaan alternatif penuntut umum sudah tepat namun susunannya perlu disesuaikan dan pertimbangan hakim dalam penerapan pasal yang tidak sesuai dengan fakta yang ada di persidangan. Bentuk surat dakwaan lebih tepat menggunakan alternatif yang formasinya disesuaikan dengan klasifikasi pasal yang didakwakan serta pertimbangan hakim yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan karena Terdakwa tidak terbukti melakukan beberapa tindak pidana, sehingga penerapan concurcus realis dalam putusan tersebut menjadi tidak tepat. Kata Kunci: Pemidanaan, Surat Dakwaan, Pertimbangan Hakim