Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

TAHFIDZ AL QURAN CLASS: RELIGION COMMODIFICATION AND POPULAR CULTURE IN MUSLIM MIDDLE CLASS Rholand Muary; Puteri Atikah
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 4, No 1 (2023): Dinamika Sosial Pada Masyarakat
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v4i1.10097

Abstract

The purpose of this study was to learn about the practice of religion commodification in the Al-Quran tahfidz program, as well as the strategies used to capture the middle-class Islamic market. The study was carried out in North Sumatra Province, specifically in Medan and the Deli Serdang. This study conducted in three schools are the Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah (YPSA), Rumah Tahfidz al Irsyad, and the Markaz Tahfiz Ali Syamsi. The research method used is a qualitative research method, which researchers believe is capable of exploring and describing data about the practice of religion commodification and marketing strategies in the Al-Quran tahfidz program. According to this study, a new Islamic middle class group emerged in post-New Order Indonesia. The emergence of a new Muslim middle class has resulted in a consumption pattern that differs from that of previous generations. They want to enjoy modernity while maintaining their Muslim piety. Capitalism responds well to this circumstance, resulting in the commodification of religion. Finally, the Islamic middle class's consumption pattern is currently a culture of including children in the Al-Quran tahfidz program. This culture paved the way for the establishment of Al-Quran tahfidz educational institutions. This consumption pattern is inextricably linked to the role of popular culture in the mass media in the creation of Islamic popular culture.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui praktek komodofikasi agama pada program tahfidz Al Quran dan strategi yang digunakan untuk merebut pasar kelompok Islam menengah. Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Adapun tiga fokus lokasi penelitian ini antara lain Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah (YPSA), Rumah Tahfidz al Irsyad, serta Markaz Tahfiz Ali Syamsi. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif yang dianggap peneliti bisa menggali dan mendeskripsikan data tentang praktek komodifikasi agama dan strategi pemasaran  dalam program tahfidz Al Quran. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa muncul kelompok kelas menengah Islam baru di Indonesia pasca Orde Baru. Kemunculan kelas menengah Muslim baru ini memiliki pola konsumsi yang relative berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka ingin menikmati moderenitas, tapi tanpa meninggalkan kesalehannya sebagai seorang Muslim. Kondisi inilah yang direspon dengan baik oleh kapitalisme sehingga melahirkan komodifikasi agama. Kesimpulannya pola konsumsi kelas menengah Islam ini saat ini budaya mengikutsertakan anak dalam program tahfidz Al Quran. Budaya ini kemudian membuka peluang akan munculnya lembaga pendidikan tahfidz Al Quran. Pola konsumsi ini tidak lepas dari peran budaya popular di media massa yang menciptakan budaya popular Islam.
Salafis and Social Media: The Emergence of Islamic Populism in Indonesia Muary, Rholand; Susanti, Neila; Atikah, Puteri
Jurnal Sosiologi Agama Vol. 18 No. 2 (2024)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsa.2024.182-02

Abstract

The development of the Salafism movement in Indonesia is supported by the digitalization of their preaching, even though previously this group claimed to be Puritan, rejected modernization and was known to be strict in interpreting the Koran and hadith. This article explains how Salafi preaching is increasingly spreading on social media with an Islamic populism approach based on political economy. Salafists claim that the digitalization of their preaching can be accepted by society, especially young people in the upper middle class, as evidenced by the millions of people following their social media accounts. This research data was collected through in-depth interviews with Salafi figures and managers of their digital da'wah channels, namely Rasyaad TV in Medan and Surau TV in Padang, and observing content from Salafi's social media accounts. The findings of this research show that Islamic populism is developing and is characterized by the Salafist movement adapting to developments in the digital world. They promote their ideology through Instagram, YouTube, and satellite TV channels. Even though in the early days, their da'wah tended to be more conventional and limited to the Salafi Mahjab community, now it is open to anyone and anywhere. In packaging Salafi preaching content, this movement also adapts to local (Minangkabau) culture, so the local community can accept it. Salafis are also starting to show their support for the democratic system by participating in general elections even though they previously strongly rejected the democratic political system in Indonesia. These findings could have implications for the new Islamic populism movement with the struggle for digital space as the spearhead of da'wah to strengthen Salafi religious ideology as well as negotiate the political system that applies to Salafi congregations in Indonesia
Sejarah dan Dampak Kebijakan Makan Siang Gratis: Studi Komparatif dan Implikasinya terhadap Pendidikan di Indonesia Prawijaya, Septian; Atikah, Puteri; Firdaus, Fery Muhammad
JGK (Jurnal Guru Kita) Vol. 9 No. 2: Maret 2025
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jgk.v9i2.65351

Abstract

Kebijakan makan siang gratis telah diterapkan di berbagai negara sebagai upaya meningkatkan gizi dan prestasi akademik siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejarah kebijakan makan siang gratis, membandingkannya dengan negara pertama yang menerapkannya, serta mengevaluasi dampaknya terhadap gizi dan pembelajaran siswa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur dengan pendekatan historis dan komparatif. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dari jurnal akademik, laporan kebijakan, serta sumber primer dan sekunder terkait kebijakan makan siang gratis di berbagai negara. Kajian makan bergizi gratis dalam tulisan ini dilakukan dalam konteks Amerika dan Jepang. Program makan bergizi gratis di Amerika Serikat dan Jepang berhasil karena didukung oleh kebijakan yang berkelanjutan, pendanaan yang stabil, serta integrasi dengan sistem pendidikan dan kesehatan. Di Jepang, program Kyūshoku berhasil karena adanya standar gizi ketat, keterlibatan sekolah dalam penyediaan makanan sehat, dan budaya makan bersama yang menanamkan kebiasaan baik sejak dini. Sementara itu, di Amerika Serikat, National School Lunch Program (NSLP) sukses karena mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah federal, memastikan akses makanan bergizi bagi anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah. Kedua negara menunjukkan bahwa keberhasilan program ini bergantung pada perencanaan jangka panjang, keterlibatan pemerintah, serta pendidikan gizi bagi siswa. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengadaptasi model kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal, memastikan efektivitas distribusi, dan melakukan evaluasi berkala untuk mengoptimalkan manfaat bagi siswa.
DINAMIKA POPULISME ISLAM PASCA REFORMASI DI INDONESIA Puteri Atikah; Rholand Muary; Ramdeswati Pohan
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol. 6 No. 2 (2025)
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v6i2.22191

Abstract

This paper analyzes the dynamics of Islamic populism in post-Reform Indonesia using a political economy approach. Islamic populism is understood as a response to political marginalization and economic inequality experienced by Muslims from the colonial era to the present. This phenomenon not only manifests in electoral contests through the mobilization of religious identity but also in the form of hijrah movements and Islamic popular culture targeting the urban middle class. Drawing on literature concerning the historical marginalization of Islamic politics, electoral dynamics, and religious expression in cultural and digital spaces, this study shows that Islamic populism is often exploited by oligarchic elites as a symbolic political mobilization strategy. Islamic identity is commodified and channeled through market logic, rendering it an instrument that reinforces the status quo rather than a transformative force. Therefore, Islamic populism represents structural grievances of the Muslim community that are utilized by dominant powers, rather than a movement capable of substantively addressing social inequality.
Peran Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Penguatan Moderasi Beragama di Indonesia Putri, Shella Ananda; Ananda, Risky Dwi; Nasih, Munajatun; Nazwa, Dirham; Atikah, Puteri
Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary Vol 3, No 1 (2025): Juni 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jerumi.v3i1.6451

Abstract

Keberagaman budaya, agama, dan suku di Indonesia sangat luar biasa. Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk mempertahankan sikap saling menghormati dan toleransi antarumat beragama. Konsep moderasi beragam juga penting. Tujuan moderasi ini adalah untuk mencegah sikap ekstrem, kekerasan, dan konflik atas nama agama. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), memberikan kontribusi besar dalam mendukung nilai-nilai moderasi ini. Muhammadiyah fokus pada pendekatan pendidikan, sosial, dan dakwah kontemporer, sedangkan Nahdlatul Ulama menggunakan tradisi dan pendekatan budaya untuk menyampaikan nilai-nilai Islam yang damai dan toleran. Melalui berbagai kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik, keduanya juga aktif mencegah radikalisme dan menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Artikel ini menjelaskan bagaimana Muhammadiyah dan NU benar-benar membantu memperkuat moderasi beragama untuk membuat masyarakat Indonesia rukun dan harmonis.
PERAN STRATEGIS PEREMPUAN DAN PEMUDA DALAM SUMPAH PEMUDA 1928: SEBUAH TINJAUAN HISTORIS INKLUSIF Simaremare, Elsa Manora Simaremare; Nidarwati Gulo, Winda Nidarwati Gulo; Simamora, Shintya Simamora; Tarigan, Adolf Tarigan; Puteri Atikah, Puteri Atikah
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 02 (2025): Volume 10, Nomor 02 Juni 2025 publish
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i02.27269

Abstract

The Sumpah Pemuda (Youth Pledge) of 1928 is a significant moment that highlights the roles of women and youth in Indonesia's struggle for independence. Their involvement stemmed from a shared awareness of the need for unity amidst ethnic and cultural diversity. Youth from organizations like Jong Java united under one nation and language, while women became active in politics, initiating the first Indonesian Women's Congress. In this process, women served as moral leaders, while youth led political consolidation. This involvement contributed to the growth of nationalism and gender equality. This study employs a literature review method to analyze their roles, demonstrating that their collaboration created a strong foundation for national identity and an inclusive independence movement.
Peran Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Penguatan Moderasi Beragama di Indonesia Putri, Shella Ananda; Ananda, Risky Dwi; Nasih, Munajatun; Nazwa, Dirham; Atikah, Puteri
Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary Vol 3, No 1 (2025): Juni 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jerumi.v3i1.6451

Abstract

Keberagaman budaya, agama, dan suku di Indonesia sangat luar biasa. Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk mempertahankan sikap saling menghormati dan toleransi antarumat beragama. Konsep moderasi beragam juga penting. Tujuan moderasi ini adalah untuk mencegah sikap ekstrem, kekerasan, dan konflik atas nama agama. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), memberikan kontribusi besar dalam mendukung nilai-nilai moderasi ini. Muhammadiyah fokus pada pendekatan pendidikan, sosial, dan dakwah kontemporer, sedangkan Nahdlatul Ulama menggunakan tradisi dan pendekatan budaya untuk menyampaikan nilai-nilai Islam yang damai dan toleran. Melalui berbagai kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik, keduanya juga aktif mencegah radikalisme dan menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Artikel ini menjelaskan bagaimana Muhammadiyah dan NU benar-benar membantu memperkuat moderasi beragama untuk membuat masyarakat Indonesia rukun dan harmonis.