Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM KONFIGURASI POLITIK HUKUM: ANTARA ASPIRASI PUBLIK DAN KEPENTINGAN POLITIK UNTUK MENCAPAI KARAKTERISTIK PRODUK HUKUM Kusuma, Aditama Candra; Tesalonika, Ligina; Ayyasy, Rofi; Halim, Wahidul; Fauzan, Anis; Prasetyo, Handoyo; Winanti, Atik
Jurnal Hukum Statuta Vol 4 No 1 (2024): Volume 4, Nomor 1, Desember 2024
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35586/jhs.v4i1.9930

Abstract

Penelitian ini membahas peran lembaga legislatif dalam menghadapi dilema antara memperjuangkan aspirasi publik dan kepentingan politik partai dalam proses legislasi di Indonesia. Sebagai salah satu pilar utama dalam sistem pemerintahan, lembaga legislatif memiliki fungsi penting dalam pembentukan undang-undang, pengawasan, dan pengesahan anggaran negara. Namun, anggota legislatif sering kali dihadapkan pada ketegangan antara kepentingan publik dan tuntutan politik dari partai yang mendukung mereka, yang dapat mempengaruhi kualitas produk hukum yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk menganalisis faktor-faktor hukum, politik, dan sosial yang memengaruhi proses legislasi. Selain itu, penelitian ini menyoroti bagaimana sistem pemilihan umum dan dominasi partai politik menciptakan tekanan pada anggota legislatif, serta pengaruh lobi dari kelompok kepentingan ekonomi dalam proses pembuatan kebijakan. Untuk mengatasi dilema ini, peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam proses legislasi dipandang sebagai solusi penting untuk menciptakan produk hukum yang adil dan inklusif
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Phising Dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi: Studi Perbandingan Indonesia dan Malaysia Cahyaningsih, Rohmah Dwi; Fauzan, Anis; Hasbi, Saupi; Winanti, Atik
Abdurrauf Science and Society Vol. 1 No. 4 (2025): Abdurrauf Science and Society
Publisher : Yayasan Abdurrauf Cendekia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70742/asoc.v1i4.283

Abstract

Phishing is a digital crime that targets victims’ sensitive information or data via email, social media posts, or text messages. This research on phishing focuses on the criminal law policies regulated in Indonesia and Malaysia as a preventive effort against phishing. In order to examine these issues, this study employs a normative research method with a statute-based approach, a conceptual approach, and a comparative approach. The legal comparison is conducted on personal data protection regulations applicable in Indonesia and Malaysia, namely Indonesia’s Law No. 27 of 2022 on Personal Data Protection (UU PDP) and Malaysia’s Personal Data Protection Act (PDPA) 2010 (Act 709) as amended by the Personal Data Protection (Amendment) Act 2024 (Act A1727). The objectives of this study are to analyze the criminal policies of Indonesia and Malaysia in addressing phishing crimes and to identify gaps in existing regulations. The findings indicate that criminal sanctions under personal data protection law in Indonesia are more severe than in Malaysia. Violations of the Indonesian PDP Law carry a maximum prison sentence of 4 to 6 years and a fine between IDR 4,000,000,000 and IDR 6,000,000,000. In contrast, Malaysia stipulates lighter criminal sanctions, with a maximum prison term of 1 to 3 years, and the 2024 amendments to the PDPA (Act A1727) impose a maximum fine of RM 1 million. Moving forward, policy responses to address phishing crimes must emphasize three key aspects: first, institutional strengthening of the body responsible for enforcing personal data protection in Indonesia; second, enhanced international cooperation in law enforcement; and third, the establishment of victim protection mechanisms through compensation frameworks. Abstrak: Phishing adalah kejahatan digital yang menargetkan informasi atau data sensitif korban melalui email, unggahan media sosial, atau pesan teks. Penelitian tentang phising ini difokuskan pada kebijakan hukum pidana yang diatur di Indonesia dan Malaysia sebagai upaya pencegahan phising. Dalam rangka mengkaji mengenai hal tersebut penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan perbandingan. Perbandingan hukum dilakukan pada regulasi perlindungan data pribadi yang berlaku di Indonesia dan Malaysia yaitu dalam UU Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Personal Data Protection Act (PDPA) 2010 (Act 709) serta Akta A1727 Akta Perlindungan Data Peribadi (Pindaan) 2024. Tujuan dari penelitan ini untuk menganalisis kebijakan kriminal Indonesia dan Malaysia dalam menanggulangi tindak pidana phising. Selain itu, untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam regulasi yang ada. Hasil penelitian menemukan sanksi pidana dalam undang-undang perlindungan pribadi di Indonesia lebih tinggi daripada di Malaysia. Sanksi pidana terhadap pelanggaran UU PDP adalah penjara maksimum 4 s.d.6 tahun dan denda maksimum antara Rp4.000.000.000,-s.d. Rp6.000.000.000,-. Malaysia mengatur sanksi pidana yang lebih rendah yaitu maksimum 1 s.d. 3 tahun, sedangkan berdasarkan Amandemen Personal Data Protection Act (PDPA) 2010 (Act 709) tahun 2024 yang tercantum Akta A1727 Akta Perlindungan Data Peribadi (Pindaan) 2024 pidana denda menjadi RM 1 Juta. Kebijakan dalam penanggulangan tindak pidana phishing pada masa yang akan datang perlu menekankan pada tiga aspek yaitu, kelembagaan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan data pribadi di Indonesia, kerjasama Internasional dalam penegakkan hukum, dan mekanisme perlindungan korban melalui ganti rugi. Kata kunci: Phising; Perlindungan Data Pribadi; Kebijakan Pidana
Penindakan Hukum Terhadap Politik Uang pada Pemilu di Indonesia Tidak Menimbulkan Efek Jera Fauzan, Anis; Kaharuddin, Kaharuddin
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 5 No. 1: Desember 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v5i1.13831

Abstract

Politik uang (money politics) merupakan perbuatan yang mempunyai daya rusak cukup tinggi terhadap integritas Pemilihan Umum (Pemilu) dan kualitas demokrasi di Indonesia. Meskipun telah diatur sebagai tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, penindakan hukum terhadap praktik ini secara empiris dinilai gagal menciptakan efek jera (deterrent effect) yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor penyebab tidak efektifnya penindakan hukum politik uang, terutama yang berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala utama meliputi rumusan delik yang multitafsir, kesulitan pembuktian di lapangan, kelemahan koordinasi antar lembaga Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), serta tingginya toleransi sosial dan pragmatisme politik di tingkat pemilih. Implikasi dari tidak adanya efek jera ini adalah terus berlanjutnya praktik klientelisme, korupsi elektoral, dan delegitimasi institusi demokrasi. Penelitian ini merekomendasikan perlunya revisi regulasi untuk memperjelas dan memperberat sanksi, penguatan independensi dan kapasitas Gakkumdu, serta revitalisasi pendidikan politik untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat..