Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Hak Veto Pada Perserikatan Bangsa-Bangsa Dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Aurellia Nayla Putri Wijaya; Elyassin Firdaus; Rosaria Vani Kurniasari; Marsya Amalina Djatmiko; Sebastian Sitohang; Rani Pajrin
JURNAL HUKUM, POLITIK DAN ILMU SOSIAL Vol. 3 No. 2 (2024): Juni: JURNAL HUKUM, POLITIK DAN ILMU SOSIAL
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jhpis.v3i2.3801

Abstract

The veto right which is exclusively granted for the permanent members of the United Nations (UN) Security Council will always be controversial, especially for the international community. This journal discusses the study of the veto right based on the principles of International Law with a qualitative descriptive approach so as to achieve a systematic and factual picture and refers based on what is listed in the Legislation. Based on the existing analysis, the Veto Right is implicitly regulated in Article 27 paragraph (3) of the United Nations Charter which will be clearly seen in the article if the Veto Right is contrary to the original purpose of the establishment of the United Nations. This research will also further discuss the definition and history of the development of the veto right, the Security Council in general at the United Nations, as well as an analysis of the case of the use of the veto right.
Tantangan Dalam Pencatatan Pernikahan Yang sah Menurut Agama dan Negara Di Indonesia Elyassin Firdaus; Panjaitan, Janter; SyahputraAditya Kursin Surbakti; Rafli Akbar R; Dida Oktavian; Aldi Rizal S; Afaza Hadian P; Yehezkiel Musa Y A; Muhammad Razaq Firdaus
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i3.1485

Abstract

Pencatatan pernikahan merupakan aspek fundamental dalam menjamin keabsahan hukum hubungan perkawinan serta perlindungan hak-hak sipil pasangan dan anak-anak mereka. Meskipun Indonesia telah menetapkan kewajiban pencatatan pernikahan melalui regulasi seperti UU No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 24 Tahun 2013, praktiknya masih menghadapi berbagai hambatan administratif, hukum, sosial, dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan pencatatan pernikahan dari perspektif hukum agama dan negara. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan normatif-yuridis terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan literatur ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksesuaian antara hukum agama dan negara, minimnya literasi hukum masyarakat, serta keterbatasan akses akibat faktor geografis dan ekonomi menjadi hambatan utama dalam implementasi pencatatan pernikahan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan integratif antara sistem hukum agama dan negara, penguatan peran KUA dalam edukasi hukum, serta kolaborasi lintas sektor untuk menjamin pencatatan pernikahan yang inklusif dan adil. Implikasi dari studi ini menegaskan pentingnya reformasi kebijakan dan layanan pencatatan demi menjamin perlindungan hukum yang merata bagi seluruh warga negara
Perlindungan Pelaku Terorisme dari Segi Hak Asasi Manusia, dan Perlindungan Korban Terorisme Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 Janter Panjaitan; SyahputraAditya K S; Elyassin Firdaus; Prastian Nur Huda
Referendum : Jurnal Hukum Perdata dan Pidana Vol. 2 No. 2 (2025): Juni : Referendum : Jurnal Hukum Perdata dan Pidana
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/referendum.v2i2.888

Abstract

The handling of terrorism crimes in Indonesia requires a balance between safeguarding the rights of perpetrators as individuals entitled to human rights and fulfilling the rights of victims affected by such acts of violence. This study aims to evaluate how human rights protections for terrorism suspects are upheld during legal proceedings, as well as how the state strives to protect and rehabilitate victims of terrorism under Law No. 5 of 2018 on the Eradication of Criminal Acts of Terrorism. Using a normative juridical approach, this research analyzes a case study based on the North Jakarta District Court’s Decision No. 1580/Pid.Sus.Terrorism/2020/PN.Jkt.Utr. The findings indicate that terrorism suspects are granted fair legal treatment, including the right to defense, a fair trial, and protection from torture, in accordance with the principle of non-derogable rights under international human rights law. On the other hand, Law No. 5 of 2018 establishes a clearer and more comprehensive legal framework to ensure victims' rights, including rehabilitation, compensation, and restitution. However, the implementation of victim protections still faces various technical and administrative challenges. This study recommends strengthening mechanisms for victim protection and enhancing legal enforcers' awareness of human rights principles in handling terrorism cases.
ANALISIS PRAKTIK DIPLOMASI DALAM PERSELISIHAN LAUT NATUNA UTARA ANTARA INDONESIA DENGAN CINA Alanffa; Cindy Amalia; Aurellia Nayla Putri Wijaya; Elyassin Firdaus
LONTAR MERAH Vol. 8 No. 2 (2025): Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31002/lm.v8i2.4606

Abstract

Abstrak Perselisihan di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Tiongkok menjadi salah satu isu geopolitik krusial yang semakin memanas beberapa tahun terakhir. Wilayah ini, yang kaya akan sumber daya alam termasuk ikan dan potensi energi, menjadi titik fokus klaim teritorial yang saling bertentangan. Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan melalui konsep "nine-dash line", yang secara signifikan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Natuna. Indonesia, di sisi lain, secara tegas menegaskan kedaulatannya atas wilayah tersebut berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, yang merupakan hukum internasional yang diakui secara luas. Kedudukan strategis Laut Natuna Utara tidak hanya vital bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, tetapi juga memiliki implikasi besar terhadap stabilitas regional Asia Tenggara. Dalam konteks ini, diplomasi menjadi instrumen utama bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan, mengelola hubungan dengan Tiongkok sebagai kekuatan besar global, dan mencegah eskalasi konflik. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam praktik diplomasinya sangat kompleks, melibatkan dinamika politik domestik, kepentingan ekonomi, dan pengaruh kekuatan eksternal. Oleh karena itu, analisis komprehensif terhadap strategi diplomasi Indonesia—yang mencakup diplomasi pertahanan aktif, peningkatan kehadiran militer, strategi hedging, penguatan penangkalan, dan peran sebagai mediator netral—menjadi esensial. Pendekatan multi-jalur ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif Indonesia, yang bertujuan untuk menjaga kedaulatan nasional dan mempromosikan stabilitas kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas praktik diplomasi Indonesia dalam menanggapi tindakan koersif Tiongkok, khususnya di Laut Natuna Utara, dan dampaknya terhadap keamanan regional. Kata Kunci: Laut Natuna Utara, Diplomasi, Tiongkok, UNCLOS 1982, dan Keamanan Regional. Abstract The dispute in the North Natuna Sea between Indonesia and China has become one of the crucial geopolitical issues escalating in recent years. This region, rich in natural resources including fish and potential energy, is a focal point of conflicting territorial claims. China asserts sovereignty over a large portion of the South China Sea through its "nine-dash line" concept, which significantly overlaps with Indonesia's Exclusive Economic Zone (EEZ) around Natuna. Indonesia, on the other hand, firmly asserts its sovereignty over the area based on the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), a widely recognized international law. The strategic position of the North Natuna Sea is not only vital for Indonesia as an archipelagic state but also has significant implications for regional stability in Southeast Asia. In this context, diplomacy serves as Indonesia's primary instrument to maintain sovereignty, manage relations with China as a major global power, and prevent conflict escalation. The challenges faced by Indonesia in its diplomatic practices are highly complex, involving domestic political dynamics, economic interests, and the influence of external powers. Therefore, a comprehensive analysis of Indonesia's diplomatic strategies—encompassing active defense diplomacy, increased military presence, hedging strategies, strengthening deterrence, and its role as a neutral mediator—becomes essential. This multi-track approach aligns with Indonesia's free and active foreign policy principle, aiming to safeguard national sovereignty and promote regional stability. This research aims to identify and analyze the effectiveness of Indonesia's diplomatic practices in responding to China's coercive actions, particularly in the North Natuna Sea, and their impact on regional security. Keywords: North Natuna Sea, Diplomacy, China, UNCLOS 1982, and Regional Secur ity.