HADISAPUTRA, W.
Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Kualitas Kehidupan Seksual Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Laparoskopi Operatif HADISAPUTRA, W.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 30, No. 4, October 2006
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.134 KB)

Abstract

Tujuan: Untuk mengevaluasi kualitas hubungan seksual penderita endometriosis sebelum dan setelah menjalani intervensi Laparoskopi operatif. Rancangan/rumusan data: Studi deskriptif analitik. Bahan dan cara kerja: Penelitian deskriptif analitik pada kasus kasus infertilitas dengan sangkaan endometriosis yang menjalani laparoskopi operatif dari tanggal 1 Juni 2004 s.d Juli 2005, di Klinik Raden Saleh Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM. Pengisian kuesioner dilakukan sebelum tindakan dan satu tahun pasca tindakan. Pengolahan statistik dilakukan dengan uji kemaknaan Chi square dan uji Fisher. Hasil: Dari 40 subjek penelitian didapat perbaikan pada intensitas orgamus secara sangat bermakna (p = 0,0009) dan hilangnya dispareuni secara bermakna (p = 0,0026), perbaikan dalam rasa puas (p = 0,0396). Serta perasaan lebih rileks (p = 0,045). Sedangkan beberapa keadaan yang tidak berbeda bermakna yaitu dalam hal variasi aktivitas seksual, lama aktivitas seksual serta frekwensi hubungan seks perminggu. Kesimpulan: Intervensi Laparoskopi operatif pada penderita endometriosis khususnya tindakan koagulasi ligamentum sakrouterina menyebabkan perbaikan kualitas kehidupan seksual secara bermakna. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-4: 219-22] Kata kunci: endometriosis, ligamentum sakrouterina, dispareuni, orgasmus, kolsu
Peran Laparoskopi Operatif pada Nyeri Pelvis Kronis HADISAPUTRA, W.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 30, No. 3, July 2006
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.515 KB)

Abstract

Tujuan: Mengkaji peran laparoskopi operatif pada beberapa kelainan sebagai penyebab nyeri pelvis kronis, seperti endometriosis, perlekatan pelvis dan endosalpingiosis. Rancangan/rumusan data: Kajian pustaka. Hasil: Pada pemeriksaan laparoskopi untuk tujuan pengobatan nyeri pelvis, 33% ditemukan endometriosis, 24% perlekatan genitalia interna sisanya tidak ditemukan kelainan. Ditemukan bahwa skor AFS pada endometriosis tidak berkorelasi dengan lamanya nyeri, beratnya nyeri maupun keterbatasan aktivitas. Operator harus waspada terhadap beberapa tampilan visual laparoskopi yang menyerupai lesi endometriosis. Endosalpingiosis merupakan temuan baru lesi di peritoneum pelvis yang mungkin merupakan salah satu penyebab dari nyeri pelvis. Kesimpulan: Penyebab nyeri pelvis kronis yang paling sering adalah perlekatan pelvis, endometriosis, dan endosalpingiosis. Laparoskopi baik diagnosis maupun operatif merupakan intervensi ginekologik penting dalam menangani nyeri pelvis kronis. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-3: 152-5] Kata kunci: perlekatan genitalia, endometriosis, endosalpingiosis.
Translokasi AKDR ke dalam Vesika Urinaria Disertai dengan Vesikolithiasis (Laporan Kasus) HADISAPUTRA, W.; KASMARA, E.; SUSKHAN, SUSKHAN; ROCHANI, ROCHANI
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 30, No. 3, July 2006
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.639 KB)

Abstract

Tujuan: Melaporkan satu kasus translokasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) ke dalam vesika urinaria disertai dengan pembentukan batu intravesika. Tempat: Klinik Kesehatan Reproduksi Raden Saleh Jakarta, Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM, Jakarta dan Kamar Operasi Khusus Departemen Urologi FKUI/RSCM, Jakarta. Bahan dan cara kerja: Laporan satu kasus, seorang wanita, 43 tahun, P4A1 dengan translokasi AKDR ke dalam vesika urinaria selama 10 tahun disertai dengan pembentukan batu vesika. Hasil: Pasien dirujuk oleh SpOG dengan keterangan translokasi AKDR, disertai keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 3 tahun lalu. Pasien memiliki riwayat dipasang AKDR 10 tahun lalu. Delapan bulan pasca pemasangan AKDR, uji kehamilan positif dan ia menjalani induksi haid dan mendapatkan pemasangan AKDR kedua. Saat itu tidak ditemukan AKDR pertama. AKDR kedua telah dilepaskan 2 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan ultrasonografi tidak didapatkan AKDR intrauterin. Pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan AKDR di pelvis minor, 10 cm di anterior promontorium dengan bayangan massa kalsifikasi. Foto polos pelvis dengan marker menunjukkan AKDR kedua terletak agak jauh dari AKDR pertama, yang overlapping dengan bayangan kalsifikasi. Eksplorasi per laparoskopi tidak menemukan AKDR di rongga pelvis. Dari pemeriksaan sistoskopi tampak AKDR intravesika yang diselubungi batu. Pasien menjalani litotripsi dan pengambilan AKDR intravesika dengan sistoskopi. Pasien dirawat selama satu hari dan pulang dalam keadaan baik. Kesimpulan: Translokasi AKDR ke dalam vesika merupakan hal yang jarang dijumpai. AKDR dalam vesika menjadi sarang infeksi dan proses pembentukan batu. Adanya AKDR intravesika haruslah dipikirkan jika seorang wanita dengan riwayat pemasangan AKDR mengalami infeksi saluran kemih berulang dan/atau pembentukan batu vesika. AKDR intravesika dapat dikeluarkan dengan sistotomi suprapubik atau sistoskopi. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-3: 186-90] Kata kunci: translokasi AKDR, AKDR intravesika, batu vesika
Endometriosis: Tinjauan Perangai Imunopatobiologi sebagai Modalitas Baru untuk Menegakkan Diagnosis Endometriosis Tanpa Visualisasi Laparoskopi (Kajian Pustaka) HADISAPUTRA, W.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 31, No. 3, July 2007
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.028 KB)

Abstract

Tujuan: Meninjau perangai imunopatobiologi penderita endometriosis sebagai modalitas baru untuk menegakkan diagnosis endometriosis tanpa visualisasi laparoskopi. Rancangan/rumusan data: Tinjauan pustaka. Kesimpulan: Endometriosis bisa dilihat sebagai proses inflamasi pelvis dengan perubahan fungsi sel yang berkaitan dengan kekebalan dan jumlah makrofag aktif yang meningkat dalam cairan peritoneum yang mensekresi berbagai produk lokal, seperti faktor pertumbuhan dan sitokin. Meningkatnya sitokin dan faktor-faktor lain dalam cairan peritoneum diikuti dengan meningkatnya faktor-faktor serupa, seperti CRP, SAA, TNF- α, MCP-1, IL-6 dan CCR1, dalam darah tepi pada penderita endometriosis. Monosit CD44+ dan CD14+ meningkat secara bermakna, sementara limfosit T CD3+ dan limfosit B CD20+ menunjukkan pengurangan sedikit tetapi bermakna dalam darah tepi penderita endometriosis. Ini menunjukkan bahwa endometriosis dapat dilihat sebagai penyakit lokal dengan manifestasi, sub-klinis sistemik. [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-3: 180-4] Kata kunci: endometriosis, faktor inflamasi, sitokin, sel darah putih
Kejadian kehamilan pascaoperasi miomektomi perlaparoskopi WIRIAWAN, W.; HADISAPUTRA, W.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 31, No. 3, July 2007
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.249 KB)

Abstract

Tujuan: Untuk mengevaluasi keberhasilan kehamilan pascaoperasi miomektomi perlaparoskopi pada kasus infertilitas. Rancangan/rumusan data: Penelitian deskriptif. Bahan dan cara kerja: Subjek penelitian adalah 26 orang pasien infertilitas dengan sangkaan mioma uteri yang menjalani operasi miomektomi perlaparoskopi dari bulan Januari 2004 sampai dengan Desember 2006 di Klinik Raden Saleh Divisi Kesehatan Reproduksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta. Hasil: Keberhasilan kehamilan pascaoperasi miomektomi perlaparoskopi pada penelitian ini sebesar 53,84%. Sebagian besar kehamilan yang terjadi secara spontan, dengan interval kurang dari satu tahun pascaoperasi. Tidak ada komplikasi yang ditemukan selama masa antenatal atau intrapartum pada semua persalinan dilakukan seksio sesarea. Kesimpulan: Operasi miomektomi perlaparoskopi merupakan terapi pilihan bagi pasien infertilitas. Keberhasilan kehamilan pascalaparoskopi miomektomi mungkin dipengaruhi pula oleh usia pasien, lamanya infertilitas, faktor suami dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi penyebab infertilitas. [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-3: 143-7] Kata kunci: laparoskopi, miomektomi, infertilitas
Operasi Mikro Rekanalisasi Tuba Per Laparoskopi (Laporan Kasus) HADISAPUTRA, W.; PRIHANTORO, S.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 30, No. 4, October 2006
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.452 KB)

Abstract

Tujuan: Untuk mengevaluasi hasil luaran dari prosedur operasi mikro rekanalisasi anastomosis tuba fallopii dengan laparoskopi. Tempat: Klinik Raden Saleh, Divisi Kesehatan Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSUPNCM. Bahan dan cara kerja: Dilaporkan 3 kasus. Kasus pertama: Ny. A, 38 tahun, P3A0 (anak terkecil 3 tahun), sterilisasi 3 tahun, menikah 1 x, usia suami 41 tahun, ingin punya anak lagi karena sosial ekonomi membaik. Kasus kedua: Ny. I, 44 tahun, P3A0 (anak hidup 1), riwayat bekas seksio 1 x, nikah 1 x, usia suami 48 tahun, ingin punya anak lagi karena dua anak terakhir meninggal. Kasus ketiga: Ny. S, 40 tahun, P3A0 (anak terkecil 8 tahun), sterilisasi 8 tahun lalu, cerai dengan suami pertama 5 tahun lalu, menikah lagi 2 tahun lalu, ingin punya anak lagi karena desakan suami kedua, telah gagal menjalani IVF satu tahun yang lalu. Hasil: Rekanalisasi tuba dengan laparoskopi telah dilakukan pada ketiga pasien. Pada pasien pertama dan kedua dilakukan rekanalisasi pada kedua tuba dengan hasil pascaoperasi kedua tuba paten. Pada pasien ketiga tuba kanan oklusi diproksimal, sehingga hanya pada tuba kiri yang dilakukan rekanalisasi dengan hasil tuba kiri paten. Kesimpulan: Pada ketiga kasus rekanalisasi tuba dilakukan karena keinginan kuat dari masing-masing pasangan suami istri dengan alasan yang berbeda. Pada kasus-kasus yang diseleksi laparoskopi dengan teknik khusus memakai instrumen mikro KOH (dengan diameter alat masing-masing 2,5 mm) dapat ditawarkan untuk rekanalisasi tuba. Seleksi pasien dan teknik operasi yang baik adalah faktor kunci untuk mencapai angka kehamilan yang memuaskan. Hasil luaran pada ketiga kasus hanya dinilai pada tahap patensi tuba, sedangkan hasil luaran kehamilan belum dapat dinilai karena laporan ini dibuat baru 7 bulan berjalan. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006: 30-4: 234-7] Kata kunci: rekanalisasi tuba, laparoskopi
Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik dengan Kajian Hasil Laparoskopi Operatif HADISAPUTRA, W.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 32, No. 2, April 2008
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (40.859 KB)

Abstract

Tujuan: Membahas tatalaksana Kehamilan Ektopik (KE) secara dini dengan pendekatan medisinal dan operatif, serta mengkaji karakteristik pasien dan keberhasilan kehamilan pascatatalaksana laparoskopi operatif. Tempat: Pusat pelatihan nasional endoskopi Klinik Raden Saleh Departemen Obstetri Ginekologi FKUI/ RSCM dan Rumah Sakit Bersalin Yayasan Pemeliharaan Kesehatan (YPK) Jakarta Pusat. Bahan dan cara kerja: Tulisan ini merupakan rangkuman pustaka terkini mengenai tatalaksana KE secara medisinal dan operatif, serta menganalisis hasil (luaran) protokol tatalaksana KE dengan laparoskopi operatif. Hasil: Sebagian besar kasus yang mengalami KE ada pada usia reproduksi. Lama waktu yang dibutuhkan untuk hamil ialah 0 - 6 bulan (50%) dan keberhasilan hamil 48%. Kesimpulan: Pilihan terapi medisinal adalah Methotrexate (MTX), laparoskopi operatif merupakan pilihan akses pertama untuk KE yang akan menjalani operasi serta angka keberhasilan kehamilan pascaoperasi adalah 48%. [Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-2: 72-6] Kata kunci: kehamilan ektopik (KE), Methotrexate (MTX), salpingostomi linear, laparoskopi operatif