Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Advokasi Hukum dan Kebijakan untuk Perpajakan E-commerce yang Inklusif dan Berkeadilan L Simanungkalit, Robert; Tridianto, Ari; Indriastuti, Desy; Indryani; Jaya, Indra; Sihite, Rumondang
Arus Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 5 No 2: Agustus (2025)
Publisher : Arden Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57250/ajsh.v5i2.1485

Abstract

Transformasi ekonomi digital, khususnya sektor e-commerce, menuntut adaptasi fundamental dalam sistem perpajakan. Sistem tradisional yang berbasis fisik kesulitan menjangkau aktivitas digital yang bersifat lintas batas. Hal ini menimbulkan tantangan serius, seperti erosi basis pajak, ketidakadilan fiskal, dan kesulitan bagi UMKM untuk memenuhi kewajiban pajak. Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan model arsitektur perpajakan e-commerce yang inklusif dan berkeadilan, serta menyusun rekomendasi advokasi hukum dan kebijakan yang adaptif untuk menjamin keadilan fiskal di era digital. Penelitian ini menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dengan pendekatan komparatif, analisis kritis, dan solutif. Kebaharuan penelitian terletak pada pendekatan arsitektur perpajakan yang holistik, fokus pada inklusivitas dan keadilan, serta mengintegrasikan rekomendasi advokasi hukum dan kebijakan yang konkret. Hasil penelitian ini mengusulkan sebuah arsitektur perpajakan yang menekankan reformasi konsep nexus, optimalisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh), serta pemanfaatan teknologi secara etis. Arsitektur ini juga didukung oleh advokasi hukum dan kebijakan yang kuat, meliputi amandemen regulasi, penyederhanaan prosedur bagi UMKM, dan pembentukan forum dialog multi-stakeholder. Dengan demikian, sistem perpajakan Indonesia diharapkan dapat menjadi adaptif, progresif, dan menjamin keadilan fiskal.
Implikasi Hukum atas Penyalahgunaan e-Faktur oleh Wajib Pajak dan Badan Usaha: Aspek Pidana, Gugatan Perdata, dan Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga yang Dirugikan Indriastuti, Desy; Jaya, Indra; Tridianto, Ari; Taberima, Victor Arthur; Rompas, Jopie Tommy; Hutauruk, Appe; Simanungkalit, Robert L.
Arus Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 5 No 2: Agustus (2025)
Publisher : Arden Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57250/ajsh.v5i2.1604

Abstract

Penelitian ini mengkaji implikasi hukum multidimensi dari penyalahgunaan sistem e-Faktur, khususnya penerbitan faktur pajak fiktif yang merugikan negara dan pihak ketiga beritikad baik. Melalui pendekatan hukum normatif, studi ini menganalisis tiga aspek utama yaitu pidana, perdata, dan perlindungan hukum. Dari sisi pidana, penyalahgunaan e-Faktur merupakan tindak pidana perpajakan berdasarkan Pasal 39A UU KUP. Namun, penegakan hukum seringkali hanya menyasar pihak penerbit. Penelitian ini mengusulkan penerapan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan (medepleger) untuk menjerat penerbit dan pengguna faktur fiktif secara bersamaan guna menciptakan efek jera yang lebih kuat. Secara perdata, tindakan ini merupakan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) yang memberi hak bagi pihak ketiga yang dirugikan, seperti pembeli yang ditolak kredit pajaknya, untuk menuntut ganti rugi. Namun, proses litigasi yang sulit menjadi kendala utama. Studi ini menyoroti adanya kekosongan hukum dalam melindungi pihak ketiga yang beritikad baik. Untuk mengatasinya, diusulkan solusi inovatif (1) merevisi UU KUP untuk menambahkan kewajiban ganti rugi otomatis kepada korban, (2) membentuk Dana Kompensasi Korban Pajak, (3) memperkuat sinergi antar lembaga penegak hukum, dan (4) mengembangkan sistem deteksi anomali secara real-time. Kesimpulannya, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku harus diimbangi dengan mekanisme perlindungan yang proaktif dan memadai bagi korban untuk mewujudkan keadilan dan iklim usaha yang dapat dipercaya.
Legal Harmonization for Energy Transitions: Embedding SDG 7 and Paris Agreement Norms in National Renewable Energy Law Supangat, Ajis; Tridianto, Ari; Parwati, Anak Agung Dewi Intan; Simanungkalit, Robert L.; Saputra , Dedi
Legalis : Journal of Law Review Vol. 3 No. 1 (2025): January 2025
Publisher : Indonesian Scientific Publication

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61978/legalis.v3i1.1128

Abstract

Achieving Sustainable Development Goal 7 (SDG 7) requires integrating global legal commitments into national renewable energy laws. This article examines how international frameworks particularly SDG 7 and the Paris Agreement can be harmonized with domestic legal systems to accelerate renewable energy transitions. Using a doctrinal-comparative method, it analyzes the legal architectures of the European Union (EU), the United States (US), and Indonesia, focusing on binding targets, incentive models, and policy instruments. The EU’s rule-based system (RED III, REPowerEU) illustrates the effectiveness of legally mandated targets and fast-track permitting. In contrast, the US Inflation Reduction Act exemplifies a long-term incentive-based approach using technology-neutral tax credits (Sections 45Y and 48E) to de-risk renewable investment. Indonesia’s evolving hybrid model blends regulatory mandates (Perpres 112/2022), planning instruments (RUPTL), and strategic finance platforms (JETP-CIPP), though it faces challenges from regulatory instability, such as rooftop solar policy reversals. These case studies reveal that legal predictability is a key driver of investment and policy coherence. Hybrid legal frameworks in the Global South demonstrate the need for adaptable models that accommodate local governance realities while aligning with international norms. Embedding global standards into national law enhances policy legitimacy, investment security, and implementation effectiveness. The study concludes that harmonizing global and national legal systems through binding obligations, fiscal incentives, and transparent planning is essential for achieving SDG 7. It advocates for legal toolkits that combine enforcement, flexibility, and normative alignment to support inclusive, sustainable energy transitions.