cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
KETERANGAN SAKSI AHLI KEDOKTERAN JIWA DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN PIDANA Kabangnga, Christian
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini ada;lah untuk mengetahui bagaimana kedudukan keterangan saksi ahli kedokteran jiwa dalam sidang peradilan pidana dan bagaimana kekuatan hukum keterangan saksi ahli kedokteran jiwa dalam sidang peradilan pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kedudukan keterangan saksi ahli kedokteran jiwa dalam sidang peradilan pidana adalah sebagai Keterangan ahli; kemudian sebagai Keterangan saksi; Juga berkedudukan sebagai Surat; Disebut juga sebagai Petunjuk; Dan juga  sebagai ?keterangan. 2. Kekuatan hukum keterangan saksi ahli kedokteran jiwa dalam sidang peradilan pidana adalah bernilai sebagai alat bukti, karena dokter ahli jiwa atau psikiater memberikan keterangannya tentang keadaan jiwa atau mental seorang terdakwa di depan sidang pengadilan adalah di bawah sumpah. Kata kunci: Keterangan saksi ahli, kedokteran, jiwa, pembuktian.
EKSISTENSI ASAS LEGALITAS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Basalama, Frizky Ahmad
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan asas legalitas terhadap suatu tindak pidana dalam hukum acara pidana dan bagaimana para pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka disimpulkan: 1. Asas legalit adalah ?roh? sebagai pembatas dari kekuasaan negara yang sangat luas dan untuk mencegah adanya pelanggaran HAM terhadap warga negara yang diduga melakukan tindak pidana, maka dengan asas legalitaslah untuk melindungi hak-hak fundamental warga negara (hak individu; sama kedudukan di hadapan hukum), dan para penegak hukum hanya dapat melaksanakan tugasnya sesuai perintah undang-undang (proporsionalitas dan profesionalitas). 2. Proses pemeriksaan sampai pada putusan hakim maupun upaya hukum yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun dan dari mana datangnya, terutama hakim yang memeriksa dan mengadili terdakwa (hakim adalah merdeka), walaupun para penegak hukum mempunyai hak untuk mencari kebenaran materiil demi untuk kepentingan umum, sebaliknya tersangka atau terdakwa juga punya hak-hak yang diatur dalam KUHAP, di samping ada kewajiban, untuk diperhatikan sehingga tidak dapat dikesampingkan atau diabaikan oleh penegak hukum. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat dalam proses perkara pidana khususnya yang diatur dalam KUHAP menghormatinya maka tercapai suatu keadilan yang hakiki.Kata kunci: Eksistensi asas legalitas, Hukum Acara Pidana
TINJAUAN YURIDIS PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP TERDAKWA YANG SUDAH DITAHAN Siregar, Ria Juliana
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat untuk dilakukan penahanan kepada seorang Tersangka/Terdakwa menurut KUHAP dan bagaimana perlindungan hukum bagi terdakwa yang telah dijatuhi pidana bersyarat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan: 1. Seorang pelaku tindak pidana dapat dikenakan tindakan penahanan hanya jika terdapat bukti yang cukup dan jika terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. 2. Perlindungan hukum bagi pidana bersyarat dapat diberikan suatu kesempatan bagi tersangka/terdakwa melakukan suatu tindak pidana di luar penahanan, agar tidak merampas hak kemerdekaannya, namun hal demikian haruslah mempunyai persetujuan terhadap Hakim yang memutuskan masalah tersebut. Kata kunci: Penjatuhan hukuman, terdakwa
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Yushatu, Fadli
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak tersangka dalam perundang-undangan menurut sistem peradilan di indonesia dan bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1.Penegakan  perlindungan Hak Asasi Manusia khusunya dalam proses penyidikan, telah tercantum dan diatur dalam beberapa Undang-undang, yaitu dalam  UU  No.  48  Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8, Pasal 5,  Pasal 19,  Pasal 21-23, Pasal 29,  Pasal 37 s/d 40; dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM khususnya Pasal 17 DAN 18; dan dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHP  yang terdapat dalam Pasal 50 sampai 68.   2. Selain  tercantum  dalam  Pasal 50  sampai 68 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, perlindungan terhadap tersangka  menurut  HAM pada dasarnya  juga  sudah  tercantum  jelas dalam Undang-undang No. 39 Tahun  1999   tentang Hak Asasi Manusia paa Pasal 17 dan 18, juga di dalamnya  terdapat hak-hak  yang.  harus diterima oleh tersangka dalam menjalani serangkaian pemeriksaan perkara pidana seperti Hak Perlindungan, Hak rasa aman, Hak bebas dari Penyiksaan, Hak tidak diperlakukan sewenang-wenang, maupun Hak untuk tidak disiksa.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Tersangka, Sistim Peradilan Pidana di Indonesia
PENERAPAN TINDAK PIDANA PASAL 294 AYAT (2) KE 1 KUHP DALAM PRAKTIK PENGADILAN (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1240 K/PID/2016) Richard, Kawahe Dave
LEX CRIMEN Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya menurut Pasal 294 ayat (2) ke 2 KUHP dan bagaimana praktik penerapan tindak pidana Pasal 294 ayat (2) ke 1 KUHP menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 1240 K/Pid/2016. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatife, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang penjagaannya dipercayakan kepadanya menurut Pasal 294 ayat (2) ke 2 KUHP, yaitu: 1) pelaku adalah seorang pejabat (ambtenaar); 2) yang melakukan perbuatan cabul, tidak menjadi soal apakah dilakukan dengan paksaan ataupun tanpa paksaan; 3) terhadap bawahannya atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, tidak menjadi soal apakah oran tersebut belum dewasa atau telah dewasa. 2. Praktik penerapan tindak pidana Pasal 294 ayat (2) ke 1 KUHP menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 1240 K/Pid/2016, tanggal 22 Desember 2016, yaitu perbuatan seorang laki-laki PNS sebagai kepala kantor yang secara memaksa memeluk dan mencium seorang perempuan PNS yang menjadi bawahannya di kantornya, telah melakukan tindak pidana “Pegawai Negeri Melakukan Perbuatan Cabul Dengan Orang Yang Karena Jabatannya Adalah Bawahannya, Atau Dengan Orang Yang Penjagaannya Dipercayakan Atau Diserahkan Kepadanya” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 294 ayat (2) ke 1 KUHP.Kata kunci: Tindak Pidana, Menyembunyikan Orang, Menghindarkannya dari Penyidikan, Penahanan.
ANALISIS YURIDIS TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK Harun, Rachmat
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan dan bagaimana pembuktian dan penerapan hukum terhadap tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.  Perlindungan Anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Selain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam melindungi korban pencabulan anak Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga dapat melindungi korban pencabulan anak dan korban-korban akibat tindak pidana yang lainya. 2. Pembuktian dalam tindak pidana pencabulan menggunakan alat bukti sesuai dengan KUHAP.  Adapun alat bukti sah menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 di atur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdiri dari Keterangan saksi,Keterangan ahli,Surat Petunju, Keterangan terdakwa. Dalam penerapan hukum terhadap pelaku pencabulan anak dapat diterapkan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan menggunakan mekanisme dan sistem peradilan anak yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kata kunci: Tindak pidana, pencabulan anak.
KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB PENDIRI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 Maneking, Varly Verari
LEX CRIMEN Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum dan tanggung jawab pendiri perseroan terbatas dan bagaimana tanggung jawab perseroan terbatas. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative disimpulkan: 1. Kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum semata-mata ditentukan oleh pengesahan sebagai badan hukum yang diberikan oleh Menteri Kehakiman dan sejak itu perseroan terbatas menjadi subjek hukum yang mampu mendukung hak dan kewajiban dan bertanggung jawab secara mandiri terhadap segala akibat yang timbul atas perbuatan hukum yang dilakukan. Dengan demikian perbuatan hukum perseroan dan kedudukan pendiri beralih menjadi pemegang saham dan tidak bertanggung jawab terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan sebab pemegang saham bukanlah pihak yang mewakili bertanggung jawab terhadap perbuatan perseroan yang dianggap mewalan hukum dan merugikan pihak ketiga. 2. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas ada dua yaitu tanggung jawab korporasi dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. korporasi yang berbentuk perseroan terbatas yang merupakan subjek hukum berbadan hukum yang sering digunakan dalam dunia bisnis, pada prinsipnya pemegang saham (pemodal/owners) pada perseroan terbatas tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi melebihi nilai saham yang ia masukkan dalam perseroan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan terbatas sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas.
Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Kekuatan Bersenjata Dengan Menggunakan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Drones) Dalam Hukum Internasional Tanod, Witny
LEX CRIMEN Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggunaan pesawat tanpa awak yang digunakan oleh Amerika Serikat dengan alasan bahwa unmanned drones merupakan senjata paling efektif dalam membasmi jaringan teroris dan telah dioperasikan semenjak jaman Presiden Bush dan dimasa Presiden Obama sekarang ini.[1] Pada tahun 2009, salah satu agen spesial dari PBB, the Special Rapporteur, Philip Alston menyatakan bahwa penggunaan unmanned drones oleh Amerika Serikat dalam menarget militan di Pakistan dan Afghanistan dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hukum Internasional, kecuali Amerika Serikat dapat menunjukkan pemberitahuan yang sepantasnya dan mekanisme yang akuntabilitas.[2] Hal ini dipicu dari fakta yang terjadi dilapangan yang mana pemerintah Amerika Serikat menolak untuk menyediakan informasi resmi mengenai penggunaan unmanned drones dalam penyerangan yang menewaskan ribuan orang di Afganistan, Iraq, Pakistan, Yemen dan Somalia. Penyerangan di Pakistan sendiri, tentara militer Amerika Serikat telah melepaskan serangan sebanyak 297 kali yang menyebabkan meninggalnya 1.800 rakyat sipil.[3] Keterkaitan penggunaan unmanned drones dengan mengaplikasikan Hukum Humaniter Internasional harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Konvensi Jenewa. Apa yang dimaksud adalah apakah suatu situasi yang sedang terjadi merupakan situasi konflik-bersenjata, baik itu konflik bersenjata internasional yang diatur dalam Pasal 2 Konvensi Jenewa ataupun konflik non-internasional seperti yang diatur dalam Pasal 3. Sekalipun Hukum Humaniter Internasional diaplikasikan untuk menciptakan kondisi yang sesuai untuk menggunakan kekuatan bersenjata, penggunaan unmanned drones dalam perang harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diadopsi seperti distinction, proportionality dan precautions, sedangkan unmanned drones yang dioperasikan dalam jarak ribuan mil belum tentu menjamin terpenuhinya unsur-unsur tersebut.[4] [1] Tom Tschida, New tork Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (http://topics.nytimes.com/top/reference/timestopics/subjects/u/unmanned_aerial_vehicles/index.html), diunduh pada tanggal 6 Juni 2012. [2] UN News Centre, UN Rights Expert Voices Concern Use of Unmanned Drones by United States (http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=32764&Cr=alston&Cr1), diunduh pada tanggal 6 Juni 2012. [3] Iraq An Attack Is Imminent, Articles of International Movement for A Just World (http://www.just-international.org/index.php?option=com_content&view=article&id=173&catid=44:archived-articles-2002-older&Itemid=152), diunduh pada tanggal 7 Juni 2012. [4] Robin Geib and Michael Siegrist, Has the Armed Conflict in Afghanistan Affected the Rules on the Conduct of Hostilities?, International Review of ICRC, Volume 93 Number 881, March 2011.
SANKSI PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG MEMPERJUALBELIKAN ORGAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Dien, Riliya Aprodita
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum mengenai transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia dari pihak donor kepada pihak lain yang membutuhkannya untuk kepentingan kemanusiaan dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana terhadap korporasi yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia untuk tujuan komersial, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan hukum mengenai transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia, dari pihak donor kepada pihak lain yang membutuhkannya telah menegaskan transplantasi hanya dapat dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan dan dilarang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia untuk tujuan komersial.  Apabila korporasi terbukti secara sah memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pemberlakuan sanksi pidana terhadap korporasi sebagai pelaku jual-beli organ atau jaringan tubuh manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terhadap pengurus korporasi dan khusus untuk korporasi pidana denda diberlakukan dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang dikenakan pada pengurus korporasi. Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau  pencabutan status badan hukum.Kata kunci: korporasi; jual beli organ manusia;
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK MENURUT KUHP Sorongan, Charles
LEX CRIMEN Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui bagaimana   ruang lingkup dari kejahatan kesusilaan dalam KUHP dan bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku  tindak pidana pencabulan menurut KUHP.  Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kejahatan di bidang kesusilaan adalah kejahatan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah seksual. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Bab XIV Buku II dengan titel ”Kejahatan Terhadap Kesusilaan”. Ada 18 (delapan belas) jenis kejahatan terhadap kesusilaan di atas maka dapat dibagi atas lima (5) kelompok besar kejahatan terhadap kesusilaan yaitu: a. Tindak pidana menyerang rasa kesusilaan umum; b. Kejahatan kesusilaan dalam hal persetubuhan; c. Kejahatan kesusilaan mengenai perbuatan cabul; d. Perdagangan perempuan dan anak, dan menyerahkan anak untuk pengemisan; e. Tindak pidana kesusilaan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengguguran kehamilan. 2. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan menurut Pasal 287 ayat (1) KUHP adalah sembilan tahun apabila benar-benar hakim maupun penuntut umum dapat membuktikan bahwa perbuatan pelaku telah memenuhi unsur subyektif yaitu ‘yang ia ketahui’ dan ‘yang sepantasnya ia duga’ yang memenuhi unsur kesalahan dalam kedua bentuknya yaitu ‘sengaja’ dan ‘alpa’ serta unsur obyektif bahwa pelaku mengadakan ‘hubungan kelamin di luar perkawinan’ dengan ‘perempuan yang belum dapat dinikahi’.Kata kunci: Sanksi Pidana, Pelaku Tindak Pidana, Pencabulan Terhadap Anak

Page 16 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue