cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBAKARAN HUTAN ATAU LAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 Mukau, Tirza Sisilia
LEX CRIMEN Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana bagi pelaku pembakaran hutan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dan bagaimana kendala/hambatan dalam menerapkan sanksi hukum pidana pembakaran hutan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Penerapan sanksi pidana bagi pelaku pembakaran hutan menurut undang-undang nomor 32 tahun 2009, sudah diatur sanksi pidana penjara dan denda dalam pasal 98 ayat (1), (2), dan (3) serta dalam pasal 119.Selain undang-undang nomor 32 tahun 2009, ada juga undang-undang lain yang mengatur tentang pembakaran hutan yakni :Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50, Undang-Undang Perkebunan No.39 Tahun 2014 pasal 56 ayat 1Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 188. 2. Terdapat beberapa hambatan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, diantaranya hambatan yang berada ditahap perencanaan dan anggaran , hambatan pada institusi pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, hambatan dalam pengawasan dan penegakkan hukum, hambatan dalam status dan pemanfaatan lahan, ketidaksederhanaan perangkat hukum dan perangkat peraturan perundang-undangan, profesionalisme aparat penegak hukum, ketentuan hukum pidana kehutanan tidak dapat menyentuh aktor intelektual, tidak ditentukan lembaga peradilan khusus tindak pidana kehutanan, lemahnya koordinasi antara penegak hukum. Kata kunci: Sanksipidana, pelaku, pembakaranhutan, lahan.
KAJIAN HUKUM TERHADAP KENDALA DALAM PERLINDUNGAN HUKUM OLEH APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL (DITINJAU DARI UU NO. 35 TAHUN 2014) Jenawi, Belli
LEX CRIMEN Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi landasan hukum perlindungan anak dari kekerasan seksual dan bagaimana kedudukan korban tindak pidana seksual dalam sistim peradilan pidana di Indonesia serta bagaimana kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum terhadap korban pelecehan seksual.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1.Landasan hukum perlindungan terhadap anak korban tindak pidana seksual sebagaimana dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  Non diskriminasi. 2. Dalam hal bagaimana kedudukan korban seksual dalam sistim peradilan pidana dalam konteks perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana adalah: pada tingkat penyidikan yaitu dengan memberikan apa yang menjadi hak dari korban, diantaranya: hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk mendapat penerjemah, hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat, hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus, hak untuk dukungan keamanan serta hak untuk mendapat nasihat hukum, hak untuk mendapat jaminan perlindungan atas keamanan pribadi dan keluarganya. 3. Beberapa faktor/kendala yang dihadapi dalam upaya perlindungan hukum terhadap tindak pidana korban seksual antara lain: faktor penegak hukum, masih kurangnya sumber daya manusia yang menjadi penegak hukum serta kurangnya pemahaman mengenai aturan hukum yang mengatur perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana kesusilaan. Faktor sarana atau fasilitas, minimnya dana dan tempat khusus yang diberikan kepada anak korban tindak pidana kesusilaan di wilayah Lampung Tengah sangat terbatas. Faktor masyarakat, kurang pedulinya masyarakat terhadap korban tindak pidana kesusilaan. Faktor kebudayaan, budaya malu untuk melaporkan tindak pidana kesusilaan yang terjadi terhadap anak menjadi penghambat dalam proses memberikan perlindungan hukum.Kata kunci: Kajian hukum, kendala, perlindungan hukum, aparat penegak hukum, anak, korban, pelecehan seksual.
PERBUATAN MENGHALANGI PROSES PERADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN PASAL 21 UU NO. 31 TAHUN 1999 JUNCTO UU NO. 20 TAHUN 2001 Gareda, Markhy S.
LEX CRIMEN Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbuatan menghalangi proses Peradilan dalam peraturan Perundang-undangan di Indonesia dapat disebut Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana Pertanggungjawaban Pidana terhadap Perbuatan Menghalangi Proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapa disimpulkan, bahwa: 1. Perbuatan menghalangi proses peradilan atau (obstruction of justice) merupakan suatu tindakan seseorang yang menghalangi proses hukum, karena tindakan menghalang-halangi ini merupakan perbuatan  melawan hukum yang sudah jelas menentang penegakan hukum. Karena yang dihalangi adalah proses peradilan apakah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sehingga dapat dikategorikan sebagai perbuatan menghalangi proses peradilan. 2. Dalam pertanggungjawaban  pidana terhadap perbuatan menghalangi proses peradilan tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. Kata kunci: Menghalangi,Tindak Pidana, Korupsi.
TANGGUNG JAWAB PIDANA DOKTER ATAS PEMBERIAN OBAT BIUS YANG MENYEBABKAN PASIEN MENINGGAL DUNIA Kapoh, Kharisma Jiferson
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah prosedur penyelesaian kasus Malpraktik dan bagaimanakah Tanggung Jawab Pidana Dokter Atas Pemberian Obat Bius yang Menyebabkan Pasien Meninggal Dunia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Dalam menyelesaikan kasus sengketa medis yang terjadi maka pasien ataupun pihak keluarga dapat melaporkannya atau menyelesaikannya lewat beberapa pihak yang terkait. Pertama, melalui Mahkamah Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Kedua, melalui Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Ketiga, kasus sengketa medis pun dapat dilaporkan dan diselesaikan lewat jalur peradilan baik perdata maupun pidana. 2. Perbuatan dokter dalam pemberian obat bius yang menyebabkan pasien meninggal dunia merupakan perbuatan malpraktik. Tetapi dalam malpraktik tersebut, unsur pidananya adalah kealpaan/kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam hal ini kurangnya sifat kehati-hatian dari seorang dokter pada saat pemberian obat bius kepada pasien. Jika melihat hal tersebut, maka berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dokter tersebut dapat diminta pertanggung jawabannya secara pidana berdasarkan Pasal 359 Jo. Pasal 361 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana dapat ditambah sepertiga serta pencabutan surat izin praktik.Kata kunci: dokter, obat bius
PERANAN BARANG BUKTI DALAM PERKARA PIDANA Makausi, Chrisitan Israel
LEX CRIMEN Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa fungsi barang bukti dalam perkara pidana dan bagaimana status barang bukti setelah adanya keputusan Hakim. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Barang bukti itu sangat penting arti dan perananya dalam mendukung upaya bukti dalam persidangan, sekaligus memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh terdakwa, serta dapat membentuk dan menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya Jaksa Penuntut Umum semaksimal mungkin harus mengupayakan/menghadapkan barang bukti selengkap-lengkapnya di sidang pengadilan. Barang bukti itu sangat penting bagi Hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang sedang ia tangani atau periksa. Barang bukti dan alat bukti merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. 2. Status barang bukti setelah adanya putusan Hakim, secara garis besar dapat dilihat dalam Pasal 39 KUHAP, 1) Barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan dapat dirampas, 2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja, atau karena pelanggaran, dapat juga dirampas seperti diatas, tetapi hanya dalam hal-hal yang ditentukan dalam Undang-Undang; 3) Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh Hakim diserahkan kepada Pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.Kata kunci: Peranan Barang Bukti, Perkara Pidana
TINDAK PIDANA OLEH PENGURUS DAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN DALAM KEADAAN PAILIT MENURUT PASAL 398 DAN 399 KUHP Simpoha, Fabrizio
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cakupan tindak pidana oleh pengurus dan komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bagaimana cakupan tindak pidana oleh pengurus dan komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 399 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Cakupan tindak pidana oleh Pengurus (Direksi) dan Komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 398 KUHPidana, yaitu perbuatan-perbuatan yang merugikan Perseroan Terbatas berupa: (1) turut bekerjasama/mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar sehingga seluruh atau sebagian besar kerugian diderita oleh Perseroan; (2) turut bekerjasama/mengizinkan peminjaman uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal diketahui takdapat mencegah kepailitan atau pemberesan/penyelesaiannya; dan (3) tidak membuat pembukuan dan catatan tentang hak dan kewajiban perusahaan atau pembukuan atau catatan itu tidak dapat diperlihatkan aslinya. 2. Cakupan tindak pidana oleh Pengurus (Direksi) dan Komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 399 KUHPidana, yaitu perbuatan-perbuatan yang mengurangi secara curang hak-hak pemiutang berupa: (1) membikin pengeluaran yang tak ada; (2) mengasingkan suatu barang dengan Cuma-cima atau di bawah harga; (3) menguntungkan seorang pemiutang di waktu kepailitan atau pemberesan / penyelesaian; dan (4) tidak membuat pembukuan dan catatan tentang hak dan kewajiban perusahaan atau pembukuan atau catatan itu tidak dapat diperlihatkan aslinya.Kata kunci: Tindak Pidana, Pengurus Dan Komisaris, Perseroan Terbatas, Pailit, Hukum Pidana.
TINDAK PIDANA ABORSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Melisa, Natalia Eunike
LEX CRIMEN Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah larangan melakukan aborsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimanakah pengecualian atas larangan melakukan aborsi untuk kehamilan akibat perkosaan di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi. Larangan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tindakan sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 2. Pengecualian atas larangan melakukan aborsi untuk kehamilan akibat perkosaan, karena perkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban dan hal ini dilakukan untuk mencegah perempuan melakukan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.Kata kunci: aborsi; kesehatan;
TINJAUAN YURIDIS TENTANG TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DI DUNIA MAYA. Rumani, Eko Junarto Miracle
LEX CRIMEN Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keabsahan atau kedudukan hukum Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik sebagai alat bukti dalam tindak pidana pencemaran nama baik di dunia maya serta untuk mengetahui penerapan hukum atas perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik di dunia maya. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1.Untuk perihal kekuatan dan nilai pembuktian, alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu kekuatan pembuktian dari alat bukti elektronik bersifat bebas (volledig bewijskracht)dan bersifat tidak mengikat atau menentukan (beslissende bewijskracht). Nilai pembuktian dari seluruh alat bukti didasarkan pada penilaian hakim.Pengaturan alat bukti elektronik dalam UU ITE diatur dalam BAB III tentang Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik, serta Pasal 44 UU ITE. Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur secara tegas bahwa Informasi atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Lebih lanjut lagi, Pasal 5 ayat (2) menegaskan bahwa ?Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya?merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia?.  Ketentuan ini menegaskan bahwa alat bukti elektronik telah diterima    dalam sistem hukum pembuktian di Indonesia. Akan tetapi, penekanan dari bagian ini adalah pengaturan alat bukti elektronlk dalam Hukum Acara Pidana di      Indonesia.2. Untuk penerapan hukum terutama sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik dalam dunia maya (cyber), yang dimana penerapan hukum ini di tinjau dari KUHP dan UU ITE. Penerapan hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik ini menggunakan asas Lex spesialis derogat legi generali yaitu dimana pengaturan pencemaran nama baik di dunia maya yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 UU ITE merupakan ?Lex spesialis? dari Pasal 310 KUHP yang merupakan ?Lex generali? dimana hubungan aturan ini menjadikan sinergi hukum atas kasus pencemaran nama baik. Kasus pencemarn nama baik yang dilakukan oleh Prita Mulyasari di dunia maya sejak baru berlakunya UU ITE menjadi bagian dalam referensi. Penerapan sanksi pidana sendiri terspesifikasi dan untuk sanksi dapat dikenakan pidana penjara dan pidana denda. Kata kunci : Tinjauan Yuridis, Pencemaran.
TINDAK PIDANA OLEH ANAK MEMBAWA SENJATA TAJAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG NO.12/DRT/1951 Langi, Jeklin Marsya
LEX CRIMEN Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian nini dilakukan dengan tujuan umtuk mengetahui bagaimana rumusan tindak pidana berkenaan dengan menyimpan senjata tajam menurut Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951 dan bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan hakim terhadap anak yang menyimpan senjata tajam/membawa Senjata Tajam. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Perbuatan berkenaan dengan Senjata Tajam dalam UU No. 12/Drt/1951 bukan hanya penggunaan senjata tajam yang secara langsung merugikan orang lain. Perbuatan memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia. Dengan demikian, pengaturan bersifat komprehensif yang mencakup baik penanggulangan maupun pencegahan kejahatan dengan menggunakan senjata tajam. 2. Pertimbangan hukum dalam putusan hakim Pengadilan Tinggi yang menjatuhkan pidana terhadap anak yang membawa senjata tajam sebagaimana dalam dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Cibadak sudah sesuai dengan perasaan keadilan dimana dalam perkara ini yang menjadi terdakwa adalah anak yang masih di bawah umur, sehingga putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Kata kunci: Tindak pidana, anak, senjata tajam
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DALAM PERADILAN PIDANA Runtu, Johan
LEX CRIMEN Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa ide dasar perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan.  Dengan menggunakan menggunakan metode penelitian hukum disimpulkan bahwa: 1.  Ide dasar perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan selain mengalami penderitaan secara fisik juga mengalami penderitaan secara psikis yang membutuhkan waktu lama untuk memulihkannya. Mengingat penderitaan yang dialami korban tindak pidana perkosaan tidak ringan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bisa memulihkannya, maka aparat penegak hukum berkewajiban memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan sebagai produk hukum yang memihak korban. 2. Upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dapat mencakup: a. Pada waktu korban melapor perlu ditempatkan di Ruang Pelayanan Khusus (RPK) yang merupakan sebuah ruang khusus yang tertutup dan nyaman di kesatuan Polri. b. Upaya pendampingan sangat dibutuhkan selama proses persidangan mengingat korban dapat/harus dipertemukan dengan pelaku yang dapat membuat korban trauma sehingga akan mempengaruhi kesaksian yang akan diberikan dalam persidangan. c. Setelah pelaku dijatuhi hukuman oleh hakim, maka korban berhak mendapatkan perlindungan yang antara lain: mendapatkan nasihat hukum, dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan akhir. Keywords: korban, tindak pidana perkosaan

Page 30 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue