cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
JURNAL BIOMEDIK
ISSN : 20859481     EISSN : 2597999X     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
JURNAL BIOMEDIK adalah JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN yang diterbitkan tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli, November. Tulisan yang dimuat dapat berupa artikel telaah (review article), hasil penelitian, dan laporan kasus dalam bidang ilmu kedokteran..
Arjuna Subject : -
Articles 499 Documents
EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT Rampengan, Starry H.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.3.2014.6320

Abstract

Abstract: Acute cardiogenic pulmonary edema is a common disease, harmful and lethal with a mortality rate 10-20%. Cardiogenic pulmonary edema or edema volume overload due to an increase of pulmonary capillary hydrostatic pressure that causes the increase of transvascular fluid filtration. The increase of pulmonary capillary hydrostatic pressure is usually caused by the increase of pressure in the pulmonary veins that occur due to the increase of left ventricular end-diastolic pressure and left atrial pressure. Clinical features of cardiogenic pulmonary edema are inter alia shortness of breath that is associated with a history of chest pain and heart disease. Cardiogenic pulmonary edema is one of medical emergencies that need early medical treatment after the diagnosis is established. The management includes supportive treatment to maintain lung function (such as gas exchange, organ perfusion), where as the main cause should be investigated and treated as soon as possible whenever possible. The principle of management are adequate oxygen distribution, fluid restriction, and maintain cardiovascular function. The initial consideration are clinical evaluation, ECG, chest x-ray and blood gas analysis.Keywords: acute cardiogenic pulmonary edema, managementAbstrak: Edema paru kardiogenik akut merupakan penyakit yang sering terjadi, merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10-20 %. Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Gambaran klinis edema paru kardiogenik yaitu adanya sesak napas tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan adanya riwayat sakit jantung. Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu penanganan medis secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati segera bila memungkinkan. Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen yang adekuat, restriksi cairan, mempertahankan fungsi kardiovaskular. Pertimbangan awal yaitu evaluasi klinis, EKG, foto toraks dan AGDA.Kata kunci: edema paru kardiogenik akut, tatalaksana
PREVALENSI DAN PENGALAMAN KARIES GIGI PADA SUKU PAPUA PENGUNYAH PINANG DI MANADO Siagian, Krista V
Jurnal Biomedik : JBM Vol 4, No 1 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.1.2012.752

Abstract

Abstract: This study was carried out to show a description of the caries prevalence and the DMF-T index in a Papua „ethnic‟ group living in Manado who have the areca nut chewing habit. A total of thirty respondents (males and females) aged between 18 to 50 years old were enrolled for the purpose of this sampling. The clinical data about decays, missing teeth, and fillings were assesed by the DMF-T WHO index. This study viewed that 60% of respondents were males, aged from 21 to 25 years old representing the highest age profile, most respondents were college and university students. About 63.33% of all respondents had this areca nut chewing habit for more than five years. In addition, the daily intake of areca nut varied from 1-2 times, 3-5 times, and more than five times per day i.e. 3.33%, 46.67%, and 50% respectively. The study described that 70% of the caries was prevalent in the total population, with a DMF-T index of 2.43. Conclusion: Papua „ethnic‟ group living in Manado who had the areca nut chewing habit showed a low prevalence of caries as was the DMF-T index. Keywords: caries prevalence, caries experience, DMF-T index, areca nut chewing habit, Papua „ethnic‟ group  Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan untuk menggambarkan prevalensi dan pengalaman karies (DMF-T) pada suku Papua di Manado yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 30 responden, laki-laki dan perempuan yang berusia 18-50 tahun dengan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling). Data klinis tentang decay, missing teeth, dan filling diukur menggunakan indeks DMF-T WHO. Berdasarkan hasil penelitian terlihat responden laki-laki sebesar 60%, kelompok usia 21- 25 tahun merupakan persentase tertinggi dari karakteristik profil usia responden, dan sebagian besar responden mahasiswa perguruan tinggi. Responden yang telah memiliki kebiasaan ini selama lebih dari 5 tahun sebesar 63,33%. Selain itu, responden yang mengunyah pinang bervariasi dari 1-2 kali, 3-5 kali, dan lebih dari lima kali per hari (3,33%, 46,67%, dan 50%) Prevalensi karies pada penelitian ini sebesar 70% dan pengalaman kariesnya (Indeks DMF-T) 2,43. Simpulan: suku Papua di Manado yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang memperlihatkan prevalensi karies dan indeks pengalaman karies (DMF-T indeks) kategori rendah. Kata kunci: prevalensi karies, pengalaman karies, indeks DMF-T, mengunyah pinang, suku Papua
Penggunaan Shock Index sebagai Prediktor MODS pada Pasien Multi-trauma di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Senjaya, Yan; Lahunduitan, Ishak; Tjandra, Djony
Jurnal Biomedik : JBM Vol 10, No 1 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.10.1.2018.19001

Abstract

Abstract: Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) is the leading cause of mortality in patients that still survive in several hours post trauma. Shock index (SI) has been proved to be useful in the early diagnosis of acute hypovolemia in normal blood pressure and pulse condition. It is used to determine the severity of injury and poor outcome in traumatic patient. This study was aimed to obtain the cut-off point ratio of SI which can be used to predict the occurence of MODS and to determine the sensitivity and specificity of SI as a predictor of MODS in multitrauma patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This was a diagnostic test study with a cross sectional design conducted from Febuary 2016 to May 2017. Population and samples were all multitrauma patients during that period of time that met the inclusion criteria. Data were analyzed by using cut-off point analysis to obtain the area under curve (AUC), as well as the sensitivity and specificity of SI to MODS. There were 150 multitrauma patients in this study, most were males, with the mean age of 33.99 years. The mean ISS was 28.4, SIRS as many as 68.66%, and the mean shock class was 1.4. There were 63 patients with MODS, 37 patients needed PRC transfusion, and 16 patients died. The AUC 80.5% (95% CI 73.0-88.0%; P = 0.000); SI 0.950588 with the sensitivity 74.6% and specificity 78.2% to MODS. The AUC 74.1% (95% CI 61.1-87.2%; P = 0.002); SI 0.97559 with 75.0% sensitivity and 64.2% spesificity to death. Conclusion: Shock index can be used as a predictor of the occurence of MODS and death in multi-trauma patients.Keywords: SI, MODS, multitraumaAbstrak: Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) merupakan penyebab utama mortalitas pada pasien yang selamat dalam beberapa jam setelah trauma. Shock index (SI) bermanfaat untuk mendiagnosis awal hipovolemia akut pada keadaan tekanan darah dan nadi yang normal dan digunakan sebagai penanda keparahan suatu cedera dan keluaran yang buruk untuk pasien trauma. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cut off point ratio SI yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk memrediksi terjadinya MODS dan menentukan sensitivitas dan spesifitas SI sebagai prediktor MODS pada pasien multitrauma di IRDB RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado. Jenis penelitian ialah uji diagnostik dengan desain potong lintang yang dilakukan mulai bulan Febuari 2016 sampai Mei 2017. Populasi dan sampel ialah semua pasien multitrauma yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data menggunakan analisis cut-off point serta mencari area under curve (AUC), sensitivitas, dan spesifitas instrumen SI terhadap MODS. Terdapat 150 pasien multitrauma dalam studi ini, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan rerata usia 33,99 tahun. Rerata ISS 28,4, SIRS sebanyak 68,66%, dan rerata syok kelas 1.4. Terdapat 63 pasien multitrauma mengalami MODS, 37 pasien memerlukan transfusi PRC, dan 16 pasien meninggal. Nilai AUC 80,5% (95% interval kepercayaan [IK] 73,0-88,0%; P = 0,000); SI 0,950588 dengan sensitivitas 74,6% dan spesifisitas 78,2% terhadap MODS. Nilai AUC 74,1% (95% interval kepercayaan [IK] 61,1-87,2%; p = 0,002); SI 0,97559 memiliki sensitivitas 75,0% dan spesifisitas 64,2% terhadap terjadinya kematian. Simpulan: Shock index dapat digunakan sebagai prediktor terjadinya MODS dan kematian pada pasien dengan multitrauma.Kata kunci: SI, MODS, multitrauma
EKSTIRPASI LIPOMA LIDAH DENGAN PENDEKATAN MANDIBULOTOMI Pelealu, Olivia C. P.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2045

Abstract

Abstract: Lipoma is rarely found in the oral cavity. Actually, lipoma is a benign tumor but it will create an operational procedure problem if its size is big and it grows in a difficult location. This tumor is usually found at the age of 40 – 60 years, more frequently in men, but the same for all races. Clinically, lipoma occurs as a mass with a smooth surface, yellowish to orange in color, and painless. The diagnosis of a lipoma is confirmed by using a CT scan that shows an irregular globular radioluscent mass with a clear border that seperates it from the surrounding tissues. The definite diagnosis should be based on a fine needle aspiration biopsy (FNAB) and a pathological examination. The management of an oral cavity lipoma is through an operation. We reported a case of a lipoma on the right side of the tongue of a 56-year-old male. The tumor was extirpated with a mandibulotomy approach, in which the mandible is cut to widen the operation field without removing the mandible bone. Keywords: lipoma, tongue, mandibulotomy, extirpation.     Abstrak: Lipoma merupakan tumor yang jarang terjadi dalam kavum oris. Lipoma merupakan tumor jinak namun akan menimbulkan masalah bila berukuran besar dan tumbuh di lokasi yang sulit untuk dilakukan operasi. Tumor ini sering ditemukan pada usia 40-60 tahun, lebih sering pada laki-laki, dan sama untuk semua ras. Secara klinis lipoma tampak sebagai massa dengan permukaan licin, berwarna kekuningan sampai jingga, dan tidak nyeri. Diagnosis untuk lipoma dilakukan dengan CT scan yang memperlihatkan massa ireguler globuler, radiolusen, dan ireguler, serta berbatas jelas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan pemeriksaan patologi. Penanganan lipoma dalam kavum oris yaitu dengan operasi. Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan lipoma lidah. Tumor tersebut diekstirpasi dengan pendekatan mandibulotomi, dimana mandibula dipotong untuk meluaskan lapangan pandang operasi tanpa mengangkat tulang mandibula. Kata kunci: lipoma, lidah, mandibulotomi, ekstirpasi.
DIAGNOSIS INFEKSI SITOMEGALOVIRUS PADA BAYI DAN ANAK Rampengan, Novi H.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.3.2015.9483

Abstract

Abstract: The prevalence of cytomegaloviral (CMV) infection is still high in developing countries, including Indonesia. CMV often causes intra-uterine infection with an incidence of 7 per 1,000 live births. Around 12.7% of babies with CMV infection develop symptoms since birth and around 13.5% of babies without any symptom develop sequel, including disruption of sensorineural hearing when the children age. CMV can be diagnosed with a single or combined examination by using amniocentesis, virus culture, PCR, antigenemia plus serologic IgM and IgG CMV, however, it is important to understand when these examinations will be performed and to evaluate the interpretation.Keywords: CMV, diagnosis, single examination, combined examinationAbstrak: Prevalensi infeksi sitomegalovirus (CMV) masih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. CMV sering dapat menyebabkan infeksi intra-uterin dengan insidensi 7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 12,7% bayi yang terinfeksi CMV memperlihatkan gejala saat lahir dan sebanyak 13,5% bayi yang tidak memperlihatkan gejala berkembang menjadi sekuele termasuk di dalamnya gangguan pendengaran sensorineural saat anak-anak. Diagnosis CMV dapat dilakukan dengan pemeriksaan tunggal maupun kombinasi menggunakan amniosintesis, kultur virus, PCR, antigenemia serta serologi IgM dan IgG CMV, namun penting untuk mengetahui saat dilakukan pemeriksaan tersebut dan bagaimana interpretasinya.Kata kunci: CMV, diagnosis, pemeriksaan tunggal, pemeriksaan kombinasi
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING Lintong, Fransiska
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 2 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.2.2009.815

Abstract

Abstract: Noise induced hearing loss is often found among industrial workers all over the world, especially in developing countries, such as Indonesia. The permitted maximum limit of noise for a human being is 80 dB. Noise with a high intensity that occurs for a long time can cause some changes in metabolic processes and the blood supply in the organ of Corti. The impacts of these changes are damage and degeneration of hair cells, and in the long run, the total destruction of this organ and permanent hearing loss. Effects of noise to this sense organ are in the forms of acoustic trauma, noise-induced temporary threshold shift, and noise-induced permanent threshold shift. Noise induced hearing loss is a senso-neural deafness, and is generally bilateral. Key words: noise, organ of Corti, permanent loss, senso-neural deafness     Abstrak: Gangguan pendengaran akibat bising sering dijumpai pada pekerja industri di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Ambang batas maksimum aman dari bising bagi manusia adalah 80 dB. Bising dengan intensitas tinggi yang berlang-sung dalam waktu lama akan menyebabkan perubahan metabolisme dan vaskuler. Sebagai akibat terjadi robekan sel-sel rambut organ Corti dan kerusakan degeneratif sel-sel tersebut, yang kemudian berlanjut dengan destruksi total dari organ tersebut dan kehilangan pen-dengaran yang permanen. Efek bising terhadap pendengaran dapat berupa trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara, dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen. Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising  adalah berupa tuli senso-neural yang biasanya bilateral. Katakunci: Kebisingan, organ corti, permanen, tuli senso-neural
Gambaran Klinis Glomerulonefritis Akut pada Anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Umboh, Valentine; Umboh, Adrian
Jurnal Biomedik : JBM Vol 10, No 3 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.10.3.2018.21985

Abstract

Abstract: Acute glomerulonephritis (AGN) is characterized by classical clinical triad of sudden onset of edema, hematuria, and hypertension. The clinical picture is unmistakable but laboratory evidences lend additional diagnostic support. This study was aimed to evaluate the clinical profile and complication of children with AGN at Prof. DR. R.D.Kandou Manado Hospital. This was a retrospective study of patients from December 2009 to December 2014. This study was perfomed on 45 patients diagnosed as AGN, aged 1-15 years, admitted at the Pediatric Ward of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital. Data of the clinical and laboratory presentation of these patients were obtained from the medical records. The results showed that the majority of patients (88.8%) were between 5-12 years; only 5 patients below 5 years of age. AGN was twice as common in males as it was in females. It was ushered as acute onset of edema (64.4%), hypertension (46.6%), tea-colored urine (33.3%), and fever (28.8%). The ASTO titre was elevated above 250 Todd units in 68.8% of cases. Of 45 patients, only 18 patients were checked for C3 level and the result showed that all of the 18 patients had C3 <50 mg/dL. The main complications were hypertensive encephalopathy (8.9%) and crisis hyper-tension (4.4%). Conclusion: Clinical profiles of AGN in children in this study are not significantly different from those of other developing countries. Therefore, it will help us a lot in confirming the diagnosis of patients with AGN.Keywords: acute glomerulonephritis, clinical profile, ASTO, complicationAbstrak: Glomerulonefritis akut (GNA) mempunyai karakteristik berupa trias gejala klasik yaitu edema yang terjadi secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi. Meskipun gambaran klinisnya cukup jelas, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan tambahan untuk mendukung diagnosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran klinis dan komplikasi dari GNA yang terjadi pada anak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah retrospektif pada pasien-pasien dari periode Desember 2009-Desember 2014. Sebanyak 45 pasien yang didiagnosis GNA dengan rentang usia mulai dari 1-15 tahun yang dirawat di bangsal anak rumah sakit Prof. Dr. R. D. Kandou dimasukkan ke dalam penelitian ini. Data mengenai gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien diperoleh dari rekam medik. Hasil peneltiian mendapatkan bahwa sebagian besar pasien (88,8%) berusia 5-12 tahun, hanya 5 pasien dengan usia kurang dari 5 tahun. Anak laki–laki dua kali lebih sering terkena daripada anak perempuan. Penyakit ini ditandai dengan edema yang terjadi secara tiba-tiba (64,4%), hipertensi (46,6%), urin berwarna seperti teh (33,3%), dan demam (28,8%). Peningkatan titer ASTO di atas 250 Todd unit dijumpai pada 68,8% kasus. Dari 45 pasien, hanya 18 pasien yang diperiksakan nilai C3 dan hasilnya memperlihatkan bahwa 18 pasien tersebut memiliki hasil C3 <50 mg/dL. Komplikasi yang sering terjadi ialah hipertensi ensefalopati (8,9%) dan krisis hipertensi (4,4%). Simpulan: Gambaran klinis GNA pada anak di penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dijumpai di negara berkembang lainnya. Hal ini dapat membantu dalam mendiagnosis pasien dengan glomerulonefritis akut.Kata kunci: glomerulonefritis akut, gambaran klinis, ASTO, komplikasi
PROFIL SKALA KLINIS DAN SUBKLINIS MMPI-2 ADAPTASI INDONESIA PADA MAHASISWA SEMESTER 5 TAHUN AKADEMIK 2012/2013 FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO Ibrahim, Reni Ch.; Munayang, Herdy; Kairupan, Barnabas H. R.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2629

Abstract

Abstract: Students often deal with many internal or external demands. These conditions can lead to some academic and non-academic problems which influence their mental health. Depression and anxiety are the most common disorders experienced by students. This was a descriptive study with a cross sectional survey design. This study aimed to obtain the mental status of students of the academic year 2012/2013 Faculty of Medicine University of Sam Ratulangi Manado based on clinical and subclinical scales MMPI-2 Indonesian adapatation. Data were analyzed by using a univariate analysis of the SPPS 20 version. The results showed that of a hundred respondents the majority of them, in terms of socio-demographic data, were females (53%), age ≤20 (90%), origins of ethnicity and residences outside North Sulawesi (56% and 66%), two siblings and the second born (38%), while the parents occupations as civil servants (46%  fathers and 49% mothers). The distribution of MMPI-2 clinical scales showed high profiles with the percentages as follow: Si (28%), D (27%), Pt (18%), Hs and Sc (12%), Hy (10%), Pd (7%), and Mf and Ma (2%). The greatest proportions of each subclinical scale based on the highest clinical scale scores were: D1 (88.9%), Si1 (82.1%), D4 (81.5%), and D5 (63%). Conclusion: Depression and social introversion scales were found as the highest and most predominant scales. Each student who showed a high scale profile should be paid more attention to from the Faculty council in order to prevent them from developing mental disorders. Keywords: profile, clinical scales, subclinical scales, MMPI-2, students. Abstrak: Mahasiswa hampir selalu diperhadapkan dengan banyak tuntutan internal dan atau eksternal yang dapat menimbulkan masalah-masalah akademis maupun non-akademis. Setiap masalah tersebut dapat memengaruhi kesehatan mentalnya. Depresi dan kecemasan merupakan gangguan mental yang paling umum dialami oleh mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan status mental mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado TA 2012/2013 berdasarkan skala klinis dan sub-klinis MMPI-2 adaptasi Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan survei dan cross sectional design. Analisis data berupa analisis univariat dengan menggunakan SPSS 20. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 100 responden distribusi mahasiswa berdasarkan sosio-demografik terbanyak pada perempuan (53%), usia ≤20 (90%), yang berasal dari daerah dan suku di luar Sulawesi Utara (56% dan 66%), 2 bersaudara dan anak ke-2 dalam keluarga (38%), serta pekerjaan ayah dan ibu sebagai PNS (46% dan 49%). Distribusi skala klinis MMPI-2 pada mahasiswa dari semua skala menunjukkan profil yang tinggi dengan persentase berturut-turut dari tinggi ke rendah yaitu: Si (28%), D (27%), Pt (18%), Hs dan Sc (12%), Hy (10%), Pd (7%),  serta Mf dan Ma (2%). Hasil yang menonjol pada skala subklinis berdasarkan skor tinggi skala klinis berturut-turut D1 (88,9%), Si1 (82,1%), D4(81,5%), dan D5 (63%). Simpulan: Berdasarkan skala klinis dan sub-klinis MMPI-2 adaptasi Indonesia, pada mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado TA 2012/2013 skala yang tinggi dan skala yang menonjol ialah depression dan social introversion. Setiap mahasiswa dengan profil skala yang tinggi seharusnya mendapat perhatian dari pimpinan fakultas untuk mencegah timbulnya gangguan mental. Kata kunci: profil, skala klinis, subklinis, MMPI-2, mahasiswa.
Pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap jumlah kuman pada luka bakar derajat dua dalam dari hewan coba kelinci Setiadi, Taat; Hatibie, Mendy; Ngantung, Jan T.; Wewengkang, Luisa A. J.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.8.2.2016.12672

Abstract

Abstract: Management of wound has improved together with development of medical sciences, especially biomolecular science and traumatology. Wounds, especially burn wound is prone to edema and infection, associated with a lot of free radicals. Due to tissue edema, hypoxia and hypoperfusion occur. Exposure of high pressure oxygen increase gamma interferron (IFN-γ) which further induces nitric oxide synthase (i-NOS) and VEGF. Besides that, IFN-γ increases the number of T helper 1 cells (TH-1) which influence B cells to produce IgG. Due to the increased IgG, the phagocytosis effect of leucocytes increase, therefore, it is assumed that hyperbaric oxygen therapy (HBO2) can reduce the degree of infected wound. This study aimed to analyze the effect of HBO2 on the numbers of bacteria in deep burn wound (2nd degree) in rabbits. This was a pure experimental study with a post test group design. Samples were 34 rabbits with deep burn wound (2nd degree) on their backs sized 2x1 cm. On day-5, bacteria cultures were obtained from all the wounds, and then the rabbits were divided randomly into 2 groups: treated with HBO2 and without; each group consisted of 17 rabbits. On day-10, the second bacteria cultures were done. The numbers of bacteria of the two groups were compared before and after HBO2. The results showed that distribution of bacteria in the two groups were as follows: Citrobacter freundii (34%), Citrobacter difersus (32%), Proteus vulgaris (13%), Citrobacter mirabilis (10.5%), and Staphylococcus aureus (10.5%). The Mann-Whitney U test showed a significant difference in the number of bacteria between the 2 groups before and after treatment (P < 0.001). The treated group showed a decrease of bacteria number. Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy could reduce the number of bacteria in burn wounds.Keywords: burn wound, hyoperbaric oxyhen therapy, bacteriaAbstrak: Paradigma penatalaksanaan luka berubah seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, khususnya bidang ilmu biomolekuler dan traumatologi. Dalam bidang luka, terutama luka bakar, bagian tubuh mengalami edema dan infeksi. Pada bagian ini ditemukan radikal bebas dalam jumlah besar. Akibat edema jaringan terjadi hipoksia karena hipoperfusi. Paparan oksigen tekanan tinggi menyebabkan peningkatan interferon gamma (IFN-γ) yang menginduksi nitric oxide synthase (i-NOS) dan VEGF. IFN-γ meningkatkan sel T helper 1 (TH-1) yang memengaruhi sel B untuk menginduksi Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis dari leukosit juga akan meningkat, sehingga dapat diasumsikan bahwa hiperbarik mengurangi derajat infeksi pada luka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terapi oksigen hiperbarik (TOH) terhadap jumlah kuman pada luka bakar derajat dua dalam pada hewan coba kelinci. Jenis penelitian ini eksperimental murni dengan desain post test kelompok. Penelitian dilakukan pada 34 kelinci yang diberikan luka bakar derajat dua dalam di daerah punggung dengan ukuran 2x1 cm. Pemeriksaan kultur kuman pada luka bakar dilakukan dua kali. Pada hari ke-5 diambil kultur dengan cara swab pada semua luka bakar di bagian punggung 34 kelinci, setelah itu kelinci dibagi secara acak menjadi dua kelompok yaitu yang menerima perlakuan TOH total 17 kelinci dan kelompok kontrol yang tidak menjalani TOH sebanyak 17 kelinci. Pada hari ke-10 setelah menyelesaikan TOH dilakukan kultur kuman pada luka bakar dengan cara swab pada kedua kelompok. Jumlah bakteri dibandingkan pada kedua kelompok sebelum dan setelah pengobatan. Hasil penelitian memperlihatkan berdasarkan distribusi jenis kuman pada dua kelompok dalam penelitian ini ditemukan Citrobacter freundii (34%), Citrobacter difersus (32%), Proteus vulgaris (13%), Citrobacter mirabilis (10,5%), dan Staphylococcus aureus (10,5%). Uji Mann-Whitney U menunjukkan perbedaan bermakna jumlah kuman antara kedua kelompok sebelum dan sesudah diberikan TOH dengan nilai P <0,001 di mana kelompok TOH menunjukkan penurunan jumlah kuman. Simpulan: TOH dapat mengurangi jumlah kuman pada luka bakar kulit.Kata kunci: luka bakar, TOH, kuman
DETEKSI DINI DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN PEMERIKSAAN ANTIGEN NS1 Wowor, Mayer F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 3, No 1 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.3.1.2011.853

Abstract

Abstract: Efficient and accurate diagnosis of dengue is of primary importance for clinical care, surveillance activities, outbreak control, pathogenesis, academic research, vaccine development, and clinical trials. Laboratory diagnostic methods for confirming dengue virus infection may involve detection of the viruses, viral nucleic acids, antigens and antibodies, or a combination of these techniques. After the onset of illness, the virus can be detected in serum, plasma, circulating blood cells, and other tissues for 4–5 days. During the early stage of the disease, virus isolation and the detection of viral nucleic acids or antigens, can be used to confirm the diagnosis of dengue infection. NS1 antigen appears as early as day 1 after the onset of fever, and declines to undetectable levels after day 5–6. At the end of the acute phase of infection, a serological test is the method of choice for diagnosis. A range of laboratory diagnostic methods has been developed to support patient management and disease control. The choice of diagnostic method depends on the purpose for which the test is done, available  laboratory facilities and technical expertise, costs, and the time of sample collection. Keywords: laboratory diagnostic methods, acute phase, NS1 antigen     Abstrak: Diagnosis dengue yang efisien dan akurat adalah hal yang paling penting  untuk proses perawatan di klinik, aktivitas surveilens, kontrol penularan penyakit, patogenesis, penelitian akademik, pengembangan vaksin dan percobaan-percobaan klinis. Metode diagnosis laboratorium untuk mengonfirmasi adanya infeksi virus dengue dapat meliputi deteksi virus dengue, asam nukleat virus, antigen dan antibodi, atau kombinasi dari teknik-teknik tersebut. Setelah serangan penyakit, virus dapat dideteksi dalam serum, plasma, sel-sel darah yang bersirkulasi, dan di jaringan lain dalam waktu 4-5 hari. Selama tahap awal dari penyakit, isolasi virus, asam nukleat virus, atau deteksi antigen dapat digunakan untuk diagnosis infeksi. Antigen NS1 muncul pada hari pertama setelah serangan demam dan menurun ke tingkat tidak terdeteksi setelah 5-6 hari. Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah metode pilihan untuk diagnosis. Metode diagnosis laboratorium telah berkembang untuk menunjang penanganan pasien dan kontrol penyakit. Pilihan untuk metode diagnosis bergantung pada tujuan tes dilakukan, fasilitas laboratorium dan tenaga ahli yang tersedia, biaya, dan saat sampel dikumpulkan. Kata kunci: metode diagnosis laboratorium, fase akut, antigen NS1

Filter by Year

2009 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 16 No. 1 (2024): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol. 14 No. 2 (2022): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 3 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 1 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 3 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 2 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 1 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 3 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 2 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 1 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 3 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 2 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 1 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 3 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 2 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 3 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 1 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 7, No 2 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 1 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 2 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Juli 2014 Vol 6, No 1 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Maret 2014 Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 2 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 4, No 2 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 1 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 3 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 2 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 1 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 3 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 2 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 1 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 3 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 2 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM More Issue