cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
JURNAL WALENNAE
ISSN : 14110571     EISSN : 2580121X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Walennae’s name was taken from the oldest river, archaeologically, which had flowed most of ancient life even today in South Sulawesi. Walennae Journal is published by Balai Arkeologi Sulawesi Selatan as a way of publication and information on research results in the archaeology and related sciences. This journal is intended for the development of science as a reference that can be accessed by researchers, students, and the general public.
Arjuna Subject : -
Articles 252 Documents
WANITA DAN PERANANNYA (TINJAUAN ARKEOLOGIS) Ayu Kusumawati
WalennaE Vol 9 No 2 (2006)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4344.698 KB) | DOI: 10.24832/wln.v9i2.186

Abstract

Peranan wanita dalam kehidupan sangat berpengaruh, terlihat dari beberapa bukti peran wanita dalam berbagai upacara yang dilaksanakan masyarakat. Data yang telah terkumpul dari berbagai situs masa prasejarah memperlihatkan peran dari wanita tersebut. Keterkaitan wanita dengan budaya dan arkeologi menghadapi berbagai problema, hal ini mencakup tentang wanita dari kacamata masyarakat sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran dan fungsi wanita pada masa prasejarah. Metode yang terapkan berupa pengumpulan data pustaka kemudian dikelompokkan dan dianalisis untuk kemudian menarik kesimpulan. Hasil yang diperoleh bahwa peran wanita dalam kehidupan masa prasejarah hingga sekarang masih melanjutkan kehidupan dan tradisi prasejarah. Peran wanita juga dalam kehidupan dunia kepercayaan dan kebutuhan sakral memegang peranan penting bahkan dari segi tari-tarian untuk kematian diperankan oleh penari wanita.
EKSISTENSI KERAJAAN BUTON: KAJIAN BENTENG-BENTENG MASA KESULTANAN nfn Sarjiyanto
WalennaE Vol 2 No 1 (1999)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2559.82 KB) | DOI: 10.24832/wln.v2i1.70

Abstract

Tulisan ini memberikan gambaran tentang arti penting benteng bagi kerajaan Buton. Keberadaan benteng Buton yang demikian banyak, telah memberi informasi untuk kita betapa Buton memiliki kemampuan dan kemandirian dalam pemerintahannya. Selain itu Buton juga merupakan wilayah penting sehingga penguasa perlu membangun benteng sebagai salah satu alat untuk mempertahankan wilayahnya.
SIDAYU: KAJIAN ARKEOLOGI PERKOTAAN MASA ISLAM DAN KOLONIAL Libra Hari Inagurasi
WalennaE Vol 5 No 2 (2002)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2969.958 KB) | DOI: 10.24832/wln.v5i2.153

Abstract

Manusia memerlukan ruang untuk bermukim dan melakukan aktivitas kehidupan. Permukiman perkotaan kuna yang tumbuh sejak abad 15 M terdapat di pesisir utara pulau Jawa, termasuk Sidayu. Kota-kota pada masa tersebut berperan sebagai pelabuhan maupun pemerintahan. Berkenaan dengan hal tersebut, pembahan kali ini bertujuan untuk memaparkan masa lalu kota Sidayu dari data tertulis yang kemudian dibuktikan melalui data arkeologi. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data pustaka yang dicocokkan dengan data survei lapangan kemudian diolah untuk menghasilkan interpretasi data. Hasil yang diperoleh bahwa kota Sidayu merupakan pemukiman baru yang menggantikan Sedayulawas, sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Kota Sidayu juga memiliki dua lapisan budaya yaitu Islam dan Kolonial.
IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN nfn Fakhri
WalennaE Vol 15 No 2 (2017)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1469.688 KB) | DOI: 10.24832/wln.v15i2.34

Abstract

Gua Balang Metti adalah salah satu situs gua yang ditemukan di kawasan budaya prasejarah Pattuku, Kabupaten Bone. Situs ini memiliki potensi tinggalan arkeologis yang baik, mengingat ditemukannya satu rangka manusia dalam kondisi sangat rapuh. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis manusia yang menjadi pendukung kebudayaan Situs Gua Balang Metti. Metode yang digunakan adalah ekskavasi dan analisis tulang rangka manusia dengan mengidentifikasi bagian-bagian rangka untuk penjelasan tentang jenis manusia yang menjadi penghuni gua Balang Metti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rangka manusia situs gua Balang Metti dalah dari jenis manusia mongoloid dengan kebudayaan penutur bahasa Austronesia pada masa kurang dari 3000 tahun yang lalu. Penelitian ini telah memberi kontribusi awal dalam upaya mencari dan menelusuri jejak manusia pendukung kebudayaan gua yang sampai saat ini belum pernah ditemukan di Sulawesi.
BUDAYA PALEOLITIK DI INDONESIA TIMUR nfn Jatmiko
WalennaE Vol 9 No 2 (2006)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3632.884 KB) | DOI: 10.24832/wln.v9i2.176

Abstract

Kepulauan Indonesia terletak antara benua Asia dan Australia yang memiliki posisi strategis. Pada masa prasejarah Indonesia memegang peranan penting yang berkaitan dengan proses persebaran budaya dan migrasi manusia serta fauna dari daratan Asia ke Oceania atau sebaliknya. Penelitian ini memusatkan perhatian pada tinggalan budaya khususnya kala Plestosesn yang menyangkut alat-alat paleolitik yang memiliki kaitan dengan aspek-aspek migrasi. Tujuannya untuk menggambarkan berbagai jenis tinggalan budaya prasejarah khususnya temuan alat paleolitik yang berada di wilayah Nusa Tenggara Timur. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data baik data pustaka dan data lapangan yang diolah serta dianalisis. Hasil yang diperoleh terlihat bahwa bukti-bukti tinggalan budaya paleolitik di wilayah NTT kemungkinan mempunyai sebaran yang lebih luas dan tidak terbatas hanya pada daerah pulau Sumba, Sabu, Timor dan Flores. Karakter menonjol dari budaya paleolitik di NTT umumnya menghasilkan industri litik berbentuk sederhana dan berukuran besar serta kasar yang dihasilkan lewat pengerjaan yang masih sederhana.
KAJIAN BENTUK-BENTUK PENGUBURAN KAYU DI MAMASA, SULAWESI BARAT Akin Duli
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4233.985 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.263

Abstract

Kajian terhadap bentuk-bentuk penguburan kayu (keranda kayu) di daerah Mamasa, Sulawesi Barat, telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Global, Universiti Sains Malaysia, bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin dan Balai Arkeologi Makassar, pada akhir tahun 2010. Hasil dari kajian tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak sebaran situs keranda kayu di daerah Mamasa, yaitu telah ditemukan sebanyak 21 situs dengan ratusan buah peninggalan keranda kayu, yang terdiri dari bentuk perahu, kerbau, kuda, bulat dan bentuk rumah. Tata letak keranda kayu, selalu berada di kaki atau puncak tebing batu pasir, tidak jauh dari kampung tua atau sawah dan kebun. Hasil pertanggalan menunjukkan bahwa keranda kayu sudah ada sejak 730±50 BP (sekitar 1200 M) dan berlangsung terus hingga sekitar tahun 1970-an. Jumpaan lainnya adalah kerangka manusia, fragmen keranda kayu, gelang dari perunggu dan kerang, parang dan tombak dari besi, fragmen tembikar, fragmen keramik dari Dinasti Ming dan Ching dan benda-benda modern lainnya.Wooden casket studies have been undertaken in the region Mamasa, Sulawesi, by the Center for Archaeological Global Investigations, Universiti Sains Malaysia, Penang, in collaboration with Universitas Hasanuddin and Balai Arkeologi Makassar, in late 2010. The results of these studies indicate that there are many wooden coffin sprinkling footprint in the region Mamasa, namely have found as many as 21 former site with hundreds of pieces of wood casket, which consists of a kind boat, buffalo, horses, round and form of the house. The way lies the wooden casket, always at the top of sandstone cliff, not far from the old village or the fields and gardens. Dating results showed that the wooden coffins have been around 730 ± 50 BP (about 1200 AD) and continue until about the 1970s. Another encounter was a human skeleton, coffin wood chips, poles, and bronze bracelets of shells, machetes and spears of iron, pottery fragments, splinters keramik China from the Ming and Ching and other modern objects.
LUMPANG BATU DAN SISTEM PERTANIAN AWAL PADA MASYARAKAT SULAWESI SELATAN Nani Somba
WalennaE Vol 5 No 1 (2002)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1825.757 KB) | DOI: 10.24832/wln.v5i1.144

Abstract

Kehidupan masa bercocok tanam telah muncul hasil hasil kebudayaan yang bersifat monumental, salah satunya bangunan megalit yang ditujukan pada pemujaan arwah leluhur. Penelitian ini mengenai bagaimana hubungan antara tradisi bercocok tanam di Sulawesi selatan, yang bertujuan untuk membahas tinggalan megalit lumpang batu dan peranannya dalam sistem pertanian, baik kepentingan sosial maupun religius. Metode yang diterapkan berupa pengumpulan data pustaka yang diolah untuk menghasilkan interpretasi data. Hasil yang diperoleh bahwa tradisi bercocok tanam dan tradisi megalitik dapat dikatakan tumbuh dan berkembang bersamaan serta saling mendukung satu sama lainnya. Tradisi megalitik bersifat religius dan tradisi bercocok tanam bersifat ekonomis.
KERAJAAN TANETE ABAD XVI-XIX: ASPEK SEJARAH DAN ARKEOLOGI nfn Muhaeminah
WalennaE Vol 3 No 1 (2000)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2604.249 KB) | DOI: 10.24832/wln.v3i1.84

Abstract

Tulisan ini mencoba mengungkapkan sebuah seajarah tradisi besar kerajaan Tanete yang sangat kurang di kenal dalam historiografi Sulawesi Selatan. Pembahasan di dalamnya bersifat deskriptif yang menjelaskan tentang kisah-kisah sejarah dan temuan Arkeologi yang terkait dengan kerajaan Tanete. Berdasarkan hasil dari kajian pustaka, disimpulkan bahwa menurut sumber sejarah dari beberapa buku dan naskah Lontara memuat cerita atau sejarah tentang kerajaan-kerajaan Tanete, yang relefan dengan hasil penelitian mengenai makam kuna raja-raja yang ada di sekitarnya.
PENGUBURAN TEMPAYAN DI SITUS TAKBUNCINI, KABUPATEN TAKALAR, SULAWESI SELATAN Nani Somba
WalennaE Vol 6 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2272.198 KB) | DOI: 10.24832/wln.v6i2.167

Abstract

Sistem penguburan pada masa prasejarah di Indonesia dikenal adanya penguburan pertama (primer) dan penguburan kedua (sekunder). Sistem penguburan ini biasanya menggunakan wadah atau tanpa wadah. Penguburan dengan menggunakan tempayan sebagai wadah kubur untuk menyimpan mayat atau kerangka manusia banyak ditemukan di Indonesia, termasuk situs Takbuncini daerah Takalar, Sulawesi Selatan. Situs Takbuncini dianggap memiliki data lengkap karena situs ini sudah pernah diteliti dengan menggunakan teknik survei dan ekskavasi meskipun belum tuntas. Penelitian yang dilakukan sebelumnya belum menghasilkan pertanggalan absolute untuk mengetahui periodesasinya. Tujuan penelitian untuk mengetahui kronologi dari situs Takbuncini. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data yang kemudian diolah serta menganalisis hasil temuan yang diperoleh dilapangan. Hasil penelitian menunjukkan adanya temuan berupa tempayan yang difungsikan sebagai wadah penguburan dengan temuan rangka manusia didalamnya yang berasosiasi dengan bekal kubur berupa manik-manik, lempengan logam dan temuan gerabah. Berdasarkan temuan tersebut maka situs Takbuncini dapat dinyatakan bahwa situs kubur prasejarah masa perundagian.
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN CAGAR BUDAYA BAWAH AIR GUA MOKO, DI KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA Yadi Mulyadi
WalennaE Vol 13 No 1 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4948.413 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i1.253

Abstract

Situs arkeologi bawah air Gua Moko terletak di Pantai Nirwana di Betoambari, Baubau, Provinsi Sulawesi Seiatan. Situs Gua Moko merupakan satu-satunya situs arkeologi bawah air berupa gua yang terdapat di Indonesia. Fakta ini, semakin memperlihatkan bukti bahwa kajian arkeologi bawah air tidak hanya difokuskan pada kapal karam di laut semata. Dalam konteks pengelolaan berbasis komunitas tinggalan arkeologi bawah air, berdasarkan pada sumberdaya lokal berupa sumberdaya budaya termasuk ruang, lansekap dan ekosistem di sekitarnya. Terkait dengan pernyataan tersebut, salah satu yang penting dalam mewujudkan pengelolaan berbasis komunitas adalah perencanaan tata ruang. Hasil kajian memperlihatkan bahwa perencanaan tata ruang yang melibatkan masyarakat dalam konteks kekinian tidak mudah dilakukan. Terdapat banyak nilai, kepentingan, dan aspek lain yang harus diakomodasi. Setidaknya kajian ini menjadi langkah awal dalam perencanaan tata ruang area situs arkeologi bawah air, semoga langkah kecil ini menjadi sesuatu yang besar di masa yang akan datang. The Underwater archaeology sites, named Moko cave located in Nirwana beach which is administratively belonged to Betoambari, Baubau Southeast Sulawesi province. Moko is the only underwater archaeology cave sites in Indonesia. This fact brings us to realize that underwater archaeology study not only focused on the shipwreck at sea. In the context of community-based management of the underwater archeological remains which intended, according to the local resource is in form of cultural resources, including space and landscape and the ecosystem around it. Related to previous statement, one thing that is important in creating community-based management is a spatial region plans. Study conducted shows that the spatial arrangement of a site involving society in the present context is not an easy thing to do. There are a lot of values, interests, sectors and other aspects must be considered and accommodated. However this study expected to at least be a first step in arranging the spatial underwater archaeology heritage area, hopefully, this small step, will be greater someday future.

Page 4 of 26 | Total Record : 252