cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 566 Documents
ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Tikno, Sunu
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.542 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2111

Abstract

Ketersediaan data debit (aliran sungai) di setiap wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sangat penting bagi kegiatan program perencanaan dan pengembangan sumberdaya air. DAS Batanghari yang yang terletak di Propinsi Jambi, dengan luas total4,537,881 Ha, yang terbagi menjadi 6 (enam) Sub DAS yaitu: Batanghari Hulu; BatangTebo; Batang Tabir; Batang Sumai; Batang Merangin-Tembesi dan Batanghari Hilir dimana secara keseluruhan mempunyai potensi sumberdaya air yang cukup tinggi.Dalam analisis debit ini menggunakan dua pendekatan yaitu : analisis debit rerata bulanan dan analisis kurva duration debit (discharge duration curve). Hasil analisis kurva duration debit untuk estimasi debit andalan (probability 80%) di beberapa Sub DAS adalah sebagai berikut: Batang Tebo sebesar 60 m3/det; Batang Tabir sebesar 27 m3/det; Merangin Tembesi sebesar 53 m3/det dan Batanghari Hilir-Muara Tembesi sebesar 1000m3/det.Availability of discharge (stream flow) data at any region or catchment area were veryimportant for development and planning of water resources program. Batanghari catchment area which consist of 6 sub catchment area i.e. Batanghari Hulu, BatangTebo, Batang Tabir, Batang Sumai, Batang Merangin Tembesi and Batanghari Hilir andtotal cathment area was 4.537.881 Ha. Discharge analysis within Batanghari catchmentarea was conducted consist two of part analysis i.e. monthly average discharge and duration curve of discharge. Result of duration curve analysis for mainstay discharge(80% probability) for several sub catchment area i.e. Batang Tebo: 60 m3/sec.; BatangTabir: 27 m3/sec.; Merangin Tembesi: 53 m3/sec. and Batanghari Hilir-Muara Tembesi:1000 m3/sec.
APLIKASI SATELIT DALAM MENGESTIMASI EVAPORASI DI DAERAH WADUK (STUDI KASUS: WADUK SAGULING-JAWA BARAT) Suwarman, Rusmawan; Mahardita, Dinda; Junnaedhi, I Dewa Gede A.
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 19, No 2 (2018): December 2018
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1148.766 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v19i2.3138

Abstract

Estimasi evaporasi di daerah waduk menggunakan metode empiris dengan input data satelit dilakukan untuk mengatasi masalah ketersediaan data meteorologi dari observasi permukaan. Data satelit berupa Land Surface Temperature dari satelit Himawari dan profil atmosfer dari satelit MODIS digunakan untuk memperoleh informasi parameter temperatur, kelembapan relatif dan radiasi matahari untuk mengestimasi besaran evaporasi di daerah waduk. Metode empiris yang digunakan antara lain adalah Blaney-Criddle, Kharuffa, Hargreaves, Schendel dan Schendel yang dimodifikasi (Modified Schendel). Hasil estimasi evaporasi dibandingkan terhadap evaporasi acuan yang dihitung menggunakan metode kombinasi (Penman) dengan input parameter meteorologi hasil observasi. Observasi dilakukan menggunakan Automatic Weather Station di dua titik pengamatan di Waduk Saguling. Hasil penelitian menunjukkan estimasi evaporasi waduk dengan input data satelit dapat dilakukan dengan metode yang ada namun diperlukan modifikasi. Metode estimasi evaporasi waduk yang terbaik adalah Modified Schendel, namun belum bisa menunjukkan variasi spasial yang sesuai observasi. Penggunaan regresi Linier Berganda dan menambahkan parameter radiasi matahari pada Modified Schendel, didapatkan suatu persamaan yang baik secara statistik dan dapat menunjukkan variasi spasial evaporasi di Waduk Saguling yang sesuai observasi.
EVALUASI PENINGKATAN HASIL CURAH HUJAN DAN KETERSEDIAAN AIR AKIBAT KEGIATAN MODIFIKASI CUACA DI DAS CITARUM Nugroho, Sutopo Purwo; Tikno, Sunu
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.038 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2162

Abstract

Defisitnya air di ketiga waduk di DAS Citarum menyebabkan teknologi modifikasi cuacasegera diterapkan untuk meningkatkan ketersediaan air. Penerapan teknologi modifikasicuaca telah menyebabkan meningkatnya curah hujan dan aliran di DAS Citarum. Hasil yang dicapai selama kegiatan adalah rata-rata aliran Sungai Citarum sebesar 326,81 m/detik dan volume air yang tertampung di ketiga waduk sebesar 559,06 juta m3. Adanya tambahan air tersebut maka untuk kebutuhan air pada musim tanam gadu 2001 di daerah irigasi Jatiluhur cukup tersedia, bahkan masih terdapat cadangan air sebesar 1.440,26 juta m3. Namun demikian jika dibandingkan dengan pola rencana untuk kebutuhan air musim tanam rendeng 2001/2002 dan musim tanam gadu 2002 masih terdapat kekurangan air sebesar 152,7 juta m3.Weather modification technology was applied in Citarum for fullfil water in Citarum cascade dam (Saguling, Cirata dan Juanda) due to decreasing water storage. Weather modification technology has been increase the rainfall and inflow of Citarum Watershed. The average inflow of Citarum River was 326,81 m3/sec and nett volume storage in the dams were 559,06 million m3 . Increassing water can be used to irrigation water supply in Pantura agriculture area during dry seasson. However, water irrigation requirement in wet and dry seasson 2001/2002 stil deficit 152.7 million m3.
ANALISIS ANGIN DANAU DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN Renggono, Findy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 1 (2012): June 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9485.988 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v13i1.2205

Abstract

Karakteristik cuaca di DAS Larona sangat penting untuk diketahui karena terkait dengan ketersediaan air danau sebagai sumber utama penggerak turbin pembangkit listrik di wilayah tersebut. Keberadaan tiga danau yang berada di dalam DAS sangat memengaruhi kondisi cuaca lokal. Data permukaan tahun 2009-2010 dari 9 lokasi di sekitar danau digunakan untuk melihat kemunculan angin danau. Hasil analisis menunjukkan adanya perubahan arah angin pada siang hari di lokasi- okasi yang terletak dekat dengan tepi danau. Kejadian hujan yang muncul pun berkorelasi dengan angin yang berhembus dari arah danau.Study of climate characteristic around Larona watershed is very important as it is associated with water availability on the lakes which is used to drive turbines of Hydro electric power. The three large lakes inside the watershed are a great contributor for affecting local climate. Surface data from nine locations near the lakes were  nalyzed to reveal the existence of lake-land wind. The result shows that the effects of lakeland breeze were found on the location near the lake beach. The lake-land breeze occurrence was also correlated with rain fall over the area.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Wirahma, Samba; Seto, Tri Handoko; Athoillah, Ibnu
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 15, No 1 (2014): June 2014
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (897.828 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v15i1.2656

Abstract

IntisariTanaman Kelapa Sawit (Elais sp) adalah sumber utama minyak nabati sesudah kelapa di Indonesia. Tanaman tersebut merupakan komoditi andalan ekonomi Indonesia karena selain merupakan penghasil devisa, kelapa sawit merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha. Distribusi tanaman kelapa sawit di Indonesia dapat dijumpai di setiap pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Pada tahun 2013, dari total luas perkebunan kelapa sawit sebesar 9,14 juta hektar, sekitar 65% berada di pulau Sumatera, disusul Kalimantan (31%), Sulawesi (3%), kemudian Jawa dan Papua di bawah satu persen. Tanaman kelapa sawit tergolong ke dalam tanaman xerophyte yang dapat beradaptasi dengan kondisi air yang kurang, walaupun demikian tanaman tetap akan mengalami gejala stres air pada saat musim kemarau yang berkepanjangan. Salah satu upaya untuk mengantisipasi musim kemarau panjang dan kebakaran lahan yaitu dengan melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Penerapan TMC di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1979 dengan berbagai tujuan, yaitu menambah curah hujan untuk mengatasi kekeringan, pengisian air waduk untuk irigasi dan PLTA; mengurangi curah hujan untuk mengatasi banjir; longsor; dan mengurangi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Simulasi proyeksi curah hujan dengan skenario pelaksanaan TMC 120 hari dilakukan di wilayah Riau, Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara sebagai daerah dengan luas perkebunan sawit terbesar di Indonesia. Hasil dari simulasi tersebut adalah menghitung besarnya jumlah curah hujan tahunan yang dapat dihasilkan apabila dilakukan TMC 120 hari pada bulan April-Mei 2014 dan Agustus-September 2014 dengan asumsi tingkat pertambahan hujan ketika berada pada periode penyemaian awan sebesar 30%. Berdasarkan hasil simulasi curah hujan dengan skenario pelaksanaan TMC 120 hari, untuk wilayah Riau akan didapatkan penambahan curah hujan sebesar 198 mm/tahun, wilayah Kalimantan Tengah sebesar 254 mm/tahun dan wilayah Sumatera Utara sebesar 233 mm/tahun. Abstract Palm (Elais sp) is the main source of vegetable oil after coco in Indonesia. This plant is mainstay commodity of Indonesia because in addition to foreign exchange earner, palm oil is one alternative efforts to improve the welfare of society through the opening of employment and business field. Distribution of palm oil plantations in Indonesia can be found in every island like Sumatra, Kalimantan, Sulawesi and Java. In 2013, total area of palm oil plantations amounted to 9.14 million hectares, approximately 65% were on the island of Sumatra, Kalimantan followed (31%), Sulawesi (3%), then Java and Papua under one percent.  Palm oil plants belonging to the plant xerophyte that can adapt to conditions that are less water, however the plant will continue to experience symptoms of water stress during the long dry season. One effort to anticipate the long dry season and forest fires by performing the Weather Modification Technology. Application of this technology in Indonesia have been carried out since 1979 with a variety of purposes, namely to rain enhancement to overcome drought, filling water reservoirs for irrigation and hydropower; reduce rainfall to overcome floods; landslides; and reduce smog from forest fires and land.  Simulation of rainfall projection with applying weather modification technology for 120 days in Riau, Central Kalimantan, and North Sumatra as the area with the largest palm oil plantations in Indonesia. Result of this simulation is to calculate the amount of annual rainfall if weather modification for 120 days applied in April-May 2014 and AugustSeptember 2014, assuming growth rate when cloud seeding period is 30%. Based on this simulation resulted for Riau regoin will get additional rainfall 198 mm/year, Central Kalimantan Region 254 mm/year and North Sumatra Region 233 mm/year
PENYEBARAN POLUTAN DALAM KASUS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015 Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 18, No 2 (2017): December 2017
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (749.46 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v18i2.2611

Abstract

IntisariKebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan tahun 2015 menimbulkan bencana kabut asap yang sangat masif sehingga kualitas udara dalam beberapa hari mencapai kategori berbahaya. Dalam tulisan ini dibahas penyebaran polutan di wilayah Sumatera Selatan akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hotspot dari satelit MODIS dengan tingkat kepercayaan 70 %, curah hujan TRMM serta curah hujan dari penakar yg ada di Sumatera Selatan,data kualitas udara (ISPU), data black carbon dari MERRA-2 Model M2T1NXAER v5.12.4. dengan resolusi 0.5o x 0.625o, serta arah dan kecepatan angin lapisan 925 mb. Analisis spasio temporal penyebaran black carbon yang dipadukan dengan arah dan kecepatan angin menggunakan perangkat lunak Grid Analysis and Display System (GrADS). Intensitas hujan dari 16 penakar hujan sejak minggu kedua bulan Agusus 2015 hingga akhir Oktober 2015 sebesar 36 mm. Selama bulan Juni-November 2015, Jumlah hotspot terbanyak terjadi pada bulan September (6.839 titik) dan Oktober (7.709 titik). Lokasi hotspot sebagian besar berada di Kabupaten OKI dengan jumlah mencapai 10.581 titik. Kualitas udara pada bulan September 2015 dominan masuk kategori tidak sehat sedangkan bulan Oktober 2015 dominan masuk kategori sangat tidak sehat ? berbahaya. Angin pada lapisan 925 mb umumnya bertiup dari arah tenggara hingga timur sehingga black carbon dari kebakaran di daerah OKI menyebar ke arah wilayah Kabupaten Musi Banyuasin serta Kabupaten Banyuasin.  AbstractIn 2015, Forest and Land fires inflict serious and massive smoke disaster so that air quality in several days laid in dangerous category. This paper discussed pollutant dispersed in South Sumatera due to forest and land fire in this area. Data that used in this paper were MODIS satellite hotspot data with 70 % confidence level, rainfall from TRMM satellite and from ground observation at South Sumatera, Air quality data (ISPU), MERRA-2 Model M2T1NXAER v5.12.4 black carbon data, also wind direction and speed at 925 mb height. Spatio temporal analysis of black carbon dispersion combined with wind speed and direction using Grid Analysis and Display System (GrADS) software. Rain intensity from 16 rainfall gauge since week two of August 2015 until end of October 2015 was 36 mm. During June-November 2015, the number on highest hotspot observed was in September (6.839) and October (7.709). Hotspot location mainly in OKI district as much as 10.581. Air quality in September 2015 mainly laid in unhealthy category, meanwhile in October 2015 laid mainly stated as unhealthy to dangerous. Wind at 925 mb height generally came from South East and East so black carbon came from fires at OKI district dispersed to Musi Banyuasin and Banyuasin district. 
HUBUNGAN ANTARA ENSO DENGAN VARIASI CURAH HUJAN DI INDONESIA Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.07 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2153

Abstract

Telah dihitung hubungan antara Index Osilasi Selatan (SOI) dengan curah hujan diwilayah Indonesia dengan menggunakan data rata-rata bulanan SOI dan curah hujanselama 33 tahun (1961-1993). Berdasarkan rata -rata tiga bulanan diperoleh bahwa bulan September-Oktober -Nopember merupakan periode dimana SOI memiliki hubungan sangat kuat (r +0.6) dengan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut adalah Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Irian Jaya. Sedangkan curah hujan di Sumatra Barat, Riau, Sumatra Utara dan Aceh tidak terpengaruh oleh perubahan nilai SOI (-0.3 r +0.3). Pengaruh El Nino di setiap daerah di Indonesia pada umumnya berlangsung pada masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan.The correlation between Southern Oscillation Index (SOI) and precipitation overIndonesia have been analyzed for period 1961-1993. Strong correlation found duringSeptember-October -November season over South Sumatra, Bengkulu, Lampung, Java,Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, South Sulawesi, Southeast Sulawesi, North Sulawesi,North Maluku, and Irian Jaya. Precipitation over these areas decrease during El Ninoepisode. Whereas precipitation over West Sumatra, Riau, North Sumatra and Aceh doesnot have good correlation with SOI. El Nino influences the precipitation during thetransition period especially from dry season to rainy season.
POLA SEBARAN HUJAN DI DAS LARONA Renggono, Findy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 12, No 1 (2011): June 2011
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3941.381 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v12i1.2186

Abstract

Teknologi modifikasi cuaca dengan cara penyemaian awan sering dilakukan di DASLarona, guna memenuhi kebutuhan air bagi pembangkit tenaga listrik di wilayahtersebut. Informasi mengenai pola distribusi awan hujan di dalam DAS sangat pentingdalam menentukan strategi penyemaian awan. Pengamatan dengan menggunakanradar cuaca menunjukkan pola distribusi awan di wilayah tersebut mengikuti kondisisinoptik. Akan tetapi pada saat sinoptik lemah, pengaruh local juga sangat dominant.Topografi yang berbukit-bukit dan tiga buah danau yang cukup luas dan dalam jugamemberikan pengaruh yang besar pada pertumbuhan awan di dalam DAS.Weather modification technology by means of cloud seeding is often done in the Laronawatershed, in order to meet the water needs for electric power generation in the region.Information on the distribution pattern of rain clouds in the watershed is very importantin determining the strategy of cloud seeding. Observations using the weather radarshowed the distribution pattern of clouds in the region following the synoptic conditions.But during weak synoptic condition, local effect is also dominant as it has deep and widelakes inside the watershed.
ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI 2014 Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 16, No 1 (2015): June 2015
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (966.829 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v16i1.2634

Abstract

AbstrakPada tanggal 11 Januari sampai dengan 14 Februari 2014 telah dilaksanakan penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menanggulangi banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selama kegiatan tersebut fenomena ENSO dan IOD dalam kondisi normal. MJO menunjukkan aktifitas konvektif netral di wilayah Indonesia pada pertengahan Januari hingga pertengahan Februari 2014. Temperatur  permukaan laut di perairan Jawa bagian barat sekitar 28-290C. Kelembagan udara pada level 850 mb sekitar 70-80%. Pertumbuhan awan umumnya berada di sebelah barat daya, barat dan barat laut Jakarta. Indeks Monsoon Australia positif berpengaruh terhadap peningkatan pembentukan awan hujan di Jawa.Abstract Application of weather modification has carried out to reduce precipitation over Jakarta on 11 January to 14 February 2013. During this period, El Nino Southern Oscillation and Indian Ocean Dipole Mode were normal condition. The Madden Julian Oscillation shows that the convection over Indonesia region was netral condition. The sea surface temperature over west part of Java waters was 29-30 290C. The 850 mb average of relative humidity on mid January - mid February 2014 was 70-80%. Based on visual and weather radar observation, cloud development mainly over northwest to southwest of Jakarta. Positive Australian Summer Monsoon Index affected to increase precipitation over Java area.
HUJAN ES (HAIL) DI JAKARTA, 20 APRIL 2000 Karmini, Mimin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.408 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2102

Abstract

Hujan es sudah terjadi beberapa kali di Jakarta. Hujan es terjadi lagi di Jakarta Pusat(sekitar Jl. Thamrin) pada tanggal 20 April 2000 pukul 15:15 wib. Kejadian ini seperti taklazim terjadi di Jakarta mengingat Jakarta terletak di wilayah equator. Selain itu, hail sangat jarang terjadi meskipun kilat (badai guntur) sering terjadi di Indonesia. Tulisan iniakan menjelaskan mekanisme terbentuknya hujan es (hail) dalam awan badai, bagaimana hujan es dapat terjadi di Jakarta, dan analisa kondisi cuaca yang mendukung terjadinya hujan es di Jakarta pada tanggal 20 April 2000.Hail has occurred several times in Jakarta. Hail taken place again in Central Jakarta (Jl.Thamrin and vicinity) on 20 April 2000 at 15:15 Western Indonesia Standard Time. It seems unusual event that hail occurs in Jakarta considering that Jakarta is located within equatorial belt. Moreover, hail is hardly to come about even lightnings (thunderstorms)are frequently to occur in Indonesia. This paper will describe the mechanism of hail formation within cloud, how hail could occur in Jakarta, and weather condition analysis that supports hail incidence in Jakarta on 20 April 2000.

Filter by Year

2000 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 More Issue