cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Manuskripta
ISSN : 22525343     EISSN : 23557605     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
MANUSKRIPTA is a scholarly journal published by the Indonesian Association for Nusantara manuscripts or Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) in collaboration with National Library of Indonesia. It focuses to publish research-based articles on the study of Indonesian and Southeast Asian (Nusantara) manuscripts. MANUSKRIPTA aims to preserve and explore the diversity of Nusantara manuscripts, and communicate their localities to the global academic discourse. The journal spirit is to provide students, researchers, scholars, librarians, collectors, and everyone who is interested in Nusantara manuscripts, information of current research on Nusantara manuscripts. We welcome contributions both in Bahasa and English relating to manuscript preservation or philological, codicological, and paleographical studies. All papers will be peer-reviewed to meet a highest standard of scholarship.
Arjuna Subject : -
Articles 157 Documents
Penulisan Cerita Budug Basu di Kalangan Keraton Cirebon Sinta Ridwan; Fuad Abdulgani
Manuskripta Vol 2 No 1 (2012): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.849 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v2i1.30

Abstract

Bagi masyarakat pesisir Cirebon, khususnya para nelayan, ritual Nadran adalah bagian dari siklus hidup mereka yang hidupnya bergantung pada lautan. Ritual ini merupakan kesatuan dari suatu rangkaian kegiatan: melarung sesajen ke tengah laut, pementasan wayang purwa disertai ruwatan, dan makan-makan bersama. Selain ritual, kegiatan lainnya berupa pertunjukan berbagai kesenian siang dan malam. Namun, dalam konteks ritual komuniti nelayan tersebut, perhatian kami tertuju pada pementasan wayang purwa dengan lakon Budug Basu. Lakon Budug Basu menuturkan kisah Dewi Sri, sang dewi padi, dengan jodohnya yang bernama Budug Basu, sang raja ikan. Ditinjau dari perspektif folklor, cerita ini adalah cerita rakyat yang dikelompokkan sebagai mitos. Transmisi cerita ini terdapat dalam dua cara, pertama, secara lisan: dituturkan oleh dalang dalam sarana pertunjukan wayang purwa di upacara Nadran. Kedua, secara tertulis dalam lembaran naskah-naskah kuno yang ditulis sendiri oleh anggota dari masyarakatnya. Sebagai teks yang ditulis pada sebuah media, cerita Budug Basu sebagai folklor artinya, secara tidak langsung, telah didokumentasikan dalam naskah-naskah oleh anggota masyarakat pemiliki folklor tersebut. Seperti kita ketahui, masyarakat Cirebon dengan pemerintahan negara yang berpusat di keraton adalah masyarakat dengan tradisi menulis. Pada umumnya para penulis tersebut berasal dari kalangan keraton atau bangsawan. Sejauh ini kami telah memiliki enam buah naskah yang memuat teks cerita Budug Basu. Dari enam naskah tersebut ditemui dua nama penulis. Satu nama tertera jelas disertai dengan jabatan sebagai Wakil Sultan Sepuh II yakni Pangeran Adipati Mohamad Alaida dalam naskah Lampahan Ringgit Budug Basu. Naskah lain dengan judul Serat Satriya Budug Basu memuat nama Ratu Mas Ugnyana Resminingrat beserta keterangan bahwa naskah ini diperoleh dari orangtuanya bernama Pangeran Sujatmaningrat. Berkenaan dengan naskah cerita Budug Basu, tulisan ini akan berupaya untuk mengetahui informasi tentang penulis naskah dari kalangan keraton yang, secara tidak langsung, mengambil peran dalam dokumentasi khazanah folklor masyarakatnya.
Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19 Alfida Alfida
Manuskripta Vol 5 No 2 (2015): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4105.578 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v5i2.42

Abstract

This article examines the digital manuscript entitled Syair Fakih Saghir of Surau Calau collection, Sijunjung City, West Sumatra. This manuscript has been digitized by Tim Kajian Poetika of Andalas University in collaboration with the Indonesian Association of Nusantara Manuscripts (Manassa) and Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Japan, with code CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir contains an overview about the figure of the charismatic shaykh and greatly admired by his murid. In the context of this text, the murid is Fakih Saghir who admired his shaykh, Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. This admiration was shown in a homage ritual that is celebrated by the society when the shaykh has died. Therefore, this text has shown the importance of the social status of ulama among the society symbolized by the cult at the time of their death ritual celebration. Through such depictions, the text shows the identity, integrity, and text functions in society. --- Artikel ini mengkaji naskah digital yang berjudul Syair Fakih Saghir koleksi Surau Calau, Sijunjung, di Sumatera Barat. Naskah ini didigitalkan oleh Tim Kajian Poetika Universitas Andalas bekerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Jepang, dengan kode CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir berisi gambaran sosok syekh yang kharismatik dan sangat dikagumi oleh muridnya. Dalam konteks teks ini, murid yang dimaksud adalah Fakih Saghir yang mengagumi gurunya yaitu Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. Ungkapan kekaguman ini diperlihatkan melalui ritual penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat saat sang guru meninggal dunia. Oleh karena itu, teks ini telah memperlihatkan pentingnya status sosial ulama di kalangan masyarakat yang disimbolkan dengan pemujaan pada saat perayaan ritual kematian terhadap ulama. Melalui penggambaran tersebut teks ini memperlihatkan identitas, integritas, serta fungsi teks dalam masyarakat.
Karakteristik Naskah Islam Indonesia: Contoh dari Zawiyah Tanoh Abee, Aceh Besar Oman Fathurahman
Manuskripta Vol 1 No 1 (2011): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1073.251 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v1i1.7

Abstract

Tulisan ini akan membahas tentang karakteristik naskah Islam koleksi Zawiyah Tanoh Abee, Aceh Besar, yang antara lain ditunjukkan melalui berbagai catatan marginalia yang dibuat oleh penyalin naskah, maupun melalui catatan sampul yang dibuat belakangan oleh pemilik naskahnya. Marginalia dan catatan sampul tersebut dapat ditempatkan sebagai salah satu bentuk sumber penting dalam merekonstruksi sejarah sosial Zawiyah Tanoh Abee, yang merupakan salah satu skriptorium naskah keagamaan di Sumatera bagian Utara ini. Selain itu, tulisan ini juga akan mengemukakan karakteristik sejumlah naskah koleksi Zawiyah Tanoh Abee yang dapat memberikan gambaran tentang afiliasi dan kecenderungan pemikiran atau mazhab keagamaan masyarakat Muslim Aceh yang terhubungkan dengannya. Kajian terhadap naskah-naskah koleksi Zawiyah Tanoh Abee sendiri sebetulnya masih sangat terbatas dibanding jumlah naskahnya, padahal sebagian warisan sejarah Islam Aceh abad ke-17 dan 18, naskah-naskah Zawiyah Tanoh Abee jelas sangat penting kedudukannya, baik dalam konteks perkembangan Islam di Aceh maupun Nusantara secara keseluruhan, seperti akan saya kemukakan di bawah.
Produksi Naskah dan Mistisisme Aksara dalam Bhīma Svarga Aditia Gunawan
Manuskripta Vol 6 No 1 (2016): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2034.375 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v6i1.64

Abstract

As in other parts of Asia, the figure of Bhīma also been cult in Java. The popularity of this figure has been recorded in the spread of archaeological heritages such as inscriptions, statues, and reliefs, as well as textual legacies by Bhīma as the main character. The text that is discussed in this article, Bhīma Svarga, is one version of which 'might' contain the oldest text. This text was written in the 16th century and has never been satisfactorily studied. This text contains a dialogue between Bhaṭāra Guru and Bhīma who wants to save his father, Pāndu, from hell. All of Bhaṭāra Guru’s questions can be answered perfectly. The Bhīma’s answers is the core of the text, the doctrines of Śivaisme with many aspects of cosmological and philosophical. This article introduces the manuscript sources containing the text of Bhīma Svarga from the scriptorium of West Java that has been ignored in terms of Bhīma Svarga’s manuscript tradition in Bali. Additionally, this article also provides an overview of the production of manuscripts and meanings of the scripts at the time the text was written. --- Seperti di belahan Asia yang lain, tokoh Bhīma pernah dikultuskan di Jawa. Popularitas tokoh ini terekam dalam sebaran peninggalan arkeologis seperti prasasti, arca, dan relief, maupun peninggalan teks-teks dengan Bhīma sebagai tokoh utama. Teks yang didiskusikan dalam artikel ini, Bhīma Svarga, merupakan salah satu versi yang ‘mungkin’ mengandung teks tertua. Teks ini ditulis pada abad ke-16 dan belum pernah diteliti secara memuaskan. Teks ini berisi dialog antara Bhaṭāra Guru dan Bhīma yang hendak menyelamatkan ayahnya, Pāndu, dari neraka. Semua pertanyaan dari Bhaṭāra Guru bisa dijawab dengan sempurna. Jawaban-jawaban Bhīma inilah yang menjadi inti dari teks, yaitu doktrin-doktrin Śivaisme serta aspek kosmologis dan filosofisnya yang kaya. Artikel ini memperkenalkan sumber-sumber naskah yang berisi teks Bhīma Svarga dari skriptorium Jawa Barat yang selama ini diabaikan dalam kaitannya dengan Bhīma Svarga dari tradisi pernaskahan Bali. Selain itu, artikel ini juga memberikan gambaran mengenai produksi naskah dan pemaknaan terhadap aksara pada masa teks tersebut ditulis.
Hikayat Purasara: Komunikasi Visual Ilustrasi Wayang pada Naskah Sastra Betawi Abad ke-19 Agung Zainal Muttakin Raden; Mohamad Sjafei Andrijanto
Manuskripta Vol 7 No 1 (2017): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1544.813 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v7i1.87

Abstract

This paper discusses about one of collection National Library of Republic Indonesia, Hikayat Purasara. Its a part of Betawi literature in the end 19th century which contains wayang story in prose form and this manuscript is codex unicus. It has a code with number ML178 in a microfilm roll 660.04. The illustration is very unique because it aims to construct an communication with the plot. In another side, this manuscript indicates culture combinations which bind up in one opus. It uses Jawi script with narrative form and Malay language. But also found Javanese-Sundanese languages with Malay-Betawi dialect. Wayang illustrations in this manuscript is an communication concept which describes social and moral messages. Further more, it has to get more attention like make comics, animations, or films which makes it more attractive and compatible with young generation. It aims to make the opus understood easily and learned the contents by today and future generations. --- Penelitian ini membahas salah satu naskah koleksi Perpustakaan Nasional, yaitu Hikayat Purasara. Naskah ini termasuk dalam sastra Betawi akhir abad 19. Naskah ini memuat kisah wayang yang berbentuk prosa, dan merupakan naskah tunggal. Kode naskah adalah ML178 dan dialihmediakan dalam bentuk mikrofilm dengan nomor rol 660.04. Penyajian ilustrasi wayang yang terdapat dalam naskah ini memiliki keunikan tersendiri, yakni sebuah bentuk komunikasi yang dibangun untuk memperkuat isi cerita. Selain itu, naskah ini menunjukkan adanya akulturasi kebudayaan yang terjalin sehingga menghasilkan sebuah karya yang harmonis. Aksara yang dugunakan adalah aksara Jawi dengan penyampaian cerita bersifat naratif menggunakan bahasa Melayu namun ada pula bahasa Jawa-Sunda yang menggunakan dialek Melayu Betawi. Ilustrasi wayang yang terdapat dalam naskah ini merupakan sebuah bentuk konsep komunikasi yang dituangkan melalui gambar yang mengandung pesan sosial. Karya sastra ini perlu mendapat perhatian antara lain mengubahnya ke dalam bentuk media lain seperti komik atau film animasi, yang menarik bagi generasi muda dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini perlu dilakukan agar karya tersebut lebih mudah dipahami dan dipelajari isi dan pesannya oleh generasi saat ini maupun yang akan datang.
Ma‘rifat al-Nikāḥ: Perspektif Baru Relasi Suami Istri Ali Mursyid
Manuskripta Vol 5 No 1 (2015): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3694.258 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v5i1.37

Abstract

This article is the result of research on manuscripts Ma‘rifat al-Nikāḥ (MN) of Suaru Buluah Agam, West Sumatra, and Lumajang, East Java. MN offers the concept of marriage by Sufism. It is something different to the concept of marriage according to Islamic jurisprudence in general. In some literature, Islamic marriage law is still considered to be a gender bias. Therefore, MN offers an impartial perspective on gender equality. Marriage, according to this text, is not only the relationship between men and women, but also between body and spirit, between the Alquran and its meaning, and between the servant and the Lord. Thus, marriage is defined as the union of two different and complementary; not just al-‘aqd li al-tamlīk (contract for ownership), but marriage is a relationship that is built on a readiness, and according to the relationship of husband and wife, willingness to be seen from the female side. During the 17th century until the late 18th century, this was considered a bold and progressive opinion. --- Artikel merupakan hasil penelitian atas naskah Ma‘rifat al-Nikāḥ (MN) yang berasal dari Suaru Buluah Agam Sumatera Barat dan Lumajang Jawa Timur. MN menawarkan konsep pernikahan berdimensi tasawuf. Hal ini merupakan sesuatu yang berbeda dengan umumnya konsep pernikahan dalam wacana fikih Islam. Dalam beberapa literatur, fikih perkawinan masih dipandang bias jender. Oleh karena itu, MN menawarkan perspektif yang lebih berkeadilan jender. Pernikahan dalam teks ini tidak hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara jasad dan ruh, antara Alquran dan maknanya, dan antara hamba dengan Tuhannya. Dengan demikian, pernikahan menurut teks ini dimaknai sebagai penyatuan dua hal dengan dimensi berbeda dan saling melengkapi; bukan sekadar al-‘aqd li al-tamlīk (akad untuk kepemilikan) tetapi sebuah relasi yang dibangun atas dasar kerelaan, dan dalam hubungan suami dan istri, kerelaan harus dilihat dari pihak perempuan. Pada abad ke-17 sampai akhir abad ke-18, hal ini merupakan pandangan yang berani dan progresif.
Menafsirkan Ulang Riwayat Ken Angrok dan Ken Děděs dalam Kitab Pararaton Agus Aris Munandar
Manuskripta Vol 1 No 1 (2011): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1422.328 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v1i1.2

Abstract

Kitab Pararaton merupakan karya anonim yang ditulis dalam bahasa Jawa tengahan. Kitab tersebut menguraikan kehidupan Ken Angrok serta raja-raja Singhasari dan Majapahit. Tulisan ini berusaha menjelaskan latar belakang mengapa cerita mengenai Ken Angrok itu mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan dengan cerita mengenai kehidupan raja-raja yang lain. Melalui telaah tekstual terhadap Kitab Pararaton dan telaah terhadap bukti-bukti arkeologis terkait, terlihat bahwa cerita Ken Angrok dalam kitab tersebut merupakan simbol penyatuan dua agama besar yang dianut oleh masyarakat Jawa Kuno: Hindu Saiwa dan Budha Mahayana. Simbolisasi Agama Hindu-Saiwa itu terlihat dari uraian mengenai sosok Ken Angrok sebagai penjelmaan dari tiga dewa: Brahma, Siwa, dan Wisnu, sementara simbolisasi agama Budha Mahayana itu terlihat dari uraian mengenai sosok isteri Ken Angrok, yaitu Ken Děděs, sebagai putri tunggal Mpu Purwa, seorang pendeta Budha Mahayana. Sebagai implikasi dari penyatuan dua agama besar, beberapa candi yang mengandung semangat penyatuan tersebut, yang dikenal dengan candi Syiwa-Budha, dibangun pada masa Kerajaan Singhasari. Bentuk candi tersebut jelas tidak pernah terbayangkan ada sebelum masa Singhasari.
Gambaran Umum Naskah Koleksi Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur - Kuningan R. Dewi Kanti Setianingsih Ira Indrawardana; R. Emmy Ratna Gumilang Damiasih; Euis Kurniasih
Manuskripta Vol 6 No 2 (2016): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1324.084 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v6i2.58

Abstract

Karuhun Urang indigenous people community (AKUR) has a manuscript which is kept in National Culture Building, Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur-Kunigan. This article aims to describe the general description about how the manuscript is got and utilized, the problems in maintaining the manuscript and the identification of manuscript. Paseban Tri Panca Tunggal manuscript collection is a handwriting of Prince Madrais which contains a set of life guidance especially for the members of Karuhun Urang indigenous people community. The number of manuscript is estimated for more than 30.000 pages.It is written in Sundanese with cacarakan characters with some unique varitaion made by the writer. For the time being, the manuscript is the fragile condition. Therefore, it needs cooperation with the manuscript expert to save the manuscript. --- Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) memiliki warisan naskah yang tersimpan di Cagar Budaya Nasional Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur-Kuningan. Makalah ini bertujuan untuk mendeksripsikan gambaran umum tentang naskah koleksi Paseban Tri Panca Tunggal yang meliputi cara pemerolehan, pemanfaatan, permasalahan yang dihadapi dalam perawatan naskah, dan identifikasi koleksi naskah. Naskah koleksi Paseban Tri Panca Tunggal merupakan tulisan tangan Pangeran Madrais yang mengandung ajaran tuntunan kehidupan yang menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Adat Karuhun Urang pada khususnya. Jumlah naskah yang tersimpan diperkirakan lebih dari 30.000 halaman. Naskah tersebut berbahasa Sunda dan aksara yang digunakan adalah aksara cacarakan dengan beberapa variasi khas penulis. Kondisi koleksi naskah saat ini dalam keadaan rapuh, sehingga diperlukan kerjasama dengan ahli pernaskahan sehingga naskah tersebut dapat terselamatkan.
Kearifan Lokal dalam Syair Nasihati Perubahan Cara Pandang Masyarakat Melayu terhadap Lansia dan Lembaga Keluarga Asep Yudha Wirajaya
Manuskripta Vol 1 No 2 (2011): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1326.27 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v1i2.19

Abstract

Manula adalah manusia lanjut usia atau dikenal dengan istilah lansia. Lansia merupakan periode akhir dan sebuah rentang kehidupan manusia. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lansia sangat kompleks dan khas, seperti mengalami penurunan kondisi fisik dan masalah psikologis. Pada fase-fase ini, mereka sangat menbutuhkan kehadiran keluarga yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan kasih sayang Namun, kini muncul kecenderungan sebagian masyarakat Indonesia untuk menempatkan anggota keluarga mereka yang telah memasuki usia lanjut ke panti wredha. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tengah mengalami pembahan perilaku terhadap perawatan anggota keluarga yang telah memasuki periode lansia. Padahal bila dikaji lebih dalam, jumlah panti wredha jauh dan memadai untuk dapat menampung lansia yang ada. Oleh karena itu, perlu ada perlu ada kajian komprehensif untuk melihat kembali pola berperikehidupan para nenek moyang kita dulu sehingga dapat menjadi cermin sekaligus alternatif solusi di masa kini sehingga potensi manula" dapat diubah menjadi sebuah sumberdaya yang bermanfaat, baik bagi diri pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negaranya.
Hukum dalam Naskah Sunda Kuna Sanghyang Siksa Kandang Karesian Ilham Nurwansah
Manuskripta Vol 7 No 1 (2017): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara (The Indonesian Association for Nusantara Manuscripts, Manassa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (920.605 KB) | DOI: 10.33656/manuskripta.v7i1.81

Abstract

Sanghyang Siksa Kandang Karesian is the oldest Sundanese manuscript which recorded its year of writing around 1440 Saka (1518 AD). Therefore, the manuscript was estimated to be written in the reign of Sri Baduga Maharaja, the ruler of Pakuan Pajajaran (1482-1521 AD). The manuscript contains the overview of general moral guidelines for community in that era, including a variety of knowledge one should master as tool in daily practical life. The rules contained in Sanghyang Siksa Kandang Karesian consist of three main section, which are 1) the opening which explains ten rules (dasa kreta and dasa prebakti), 2) the attitude of hulun (karma ing hulun) toward the king in the country, 3) the complement of deeds (pangimbuh ing twah). So, this article aims to describe the outline of the rules contained in Sanghyang Siksa Kandang Karesian manuscript. --- Sanghyang Siksa Kandang Karesian adalah naskah Sunda kuna tertua yang mencantumkan tahun penulisannya yaitu 1440 Saka (1518 Masehi), sehingga naskah ini diperkirakan ditulis dalam masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja penguasa Pakuan Pajajaran (1482-1521 M). Isinya memberikan gambaran tentang pedoman moral umum untuk kehidupan bermasyarakat pada masa itu, termasuk berbagai ilmu yang harus dikuasai sebagai bekal kehidupan praktis sehari-hari. Penuturannya berpijak pada kehidupan di dunia dalam negara. Aturan yang terdapat dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian teridiri atas tiga bagian utama, yaitu 1) pembuka yang menjelaskan sepuluh aturan (dasa kreta dan dasa prebakti), 2) perilaku hulun (karma ning hulun) terhadap raja di dalam negara, 3) pelengkap perbuatan (pangimbuh ning twah). Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan garis besar hukum-hukum yang terdapat naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian.

Page 7 of 16 | Total Record : 157