Kartikasari, Luciana Asih
Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PENGELOLAAN PIUTANG PASIEN DI RUMAH SAKIT SWASTA: SUATU TINJAUAN HUKUM Jonathan, Praisila Glory Florencia; Fakhriah, Efa Laela; ., Kartikasari
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.987 KB)

Abstract

ABSTRAKRumah Sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang diharapkan mampu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Dewasa ini kepemilikan Rumah Sakit didominasi oleh swasta yang berorientasi mencari keuntungan, namun demikian setiap Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan harus tetap mengutamakan kepentingan publik dan menjalankan fungsi sosialnya. Fungsi sosial Rumah Sakit ini kenyataannya dapat menimbulkan persepsi bahwa pasien berhak menuntut pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan kemampuan finansialnya, dan berujung pada diterbitkannya piutang pasien. Piutang pasien terjadi karena pada saat pasien keluar Rumah Sakit tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya rumah sakit. Pelaksanaan prestasi berupa pembayaran imbalan jasa medis perlu ditagihkan kepada pasien dalam bentuk tertulis, dan diberikan waktu yang pantas apabila pembayaran seketika tidak dapat dilakukan. Mengingat bahwa imbalan jasa dokter sifatnya tidak mutlak dan tidak dapat diseragamkan, Rumah Sakit dapat melepaskan hak untuk menagih piutangnya kepada pasien, baik seluruhnya maupun sebagian, apabila hal tersebut sesuai dengan keputusan manajemen Rumah Sakit. Bagi pasien miskin atau tidak mampu, pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu peraturan internal Rumah Sakit mengenai pengelolaan piutang pasien dan kerjasama Rumah Sakit swasta dengan dinas kesehatan dan jaminan sosial kesehatan sangat diperlukan.Kata kunci: hukum piutang; pengelolaan piutang; piutang pasien.ABSTRACTHospital is one of the health care facilities that are expected to be able to support efforts to improve public health. Nowadays, Hospital ownership is dominated by profit-oriented private sector, however every hospital in providing health services must prioritize the public interest and carry out its social functions. The social function of the hospital can in fact lead to the perception that patients have the right to demand health services without considering their financial capabilities, and lead to the issuance of patient receivables. Patient’s receivables occur because when the patient leaves the hospital does not have enough money to pay for hospital fees. Payment of medical services needs to be billed to patients in written form, and given appropriate time if immediate payments cannot be made. Given that the physician services fee are not absolute and cannot be uniformed, the Hospital can give up the right to collect the receivables from the patient, either in whole or in part, if this is in accordance with the management’s decision. For patients who are poor or incapable, the financing of health services at the Hospital is borne by the government and local government in accordance with the applicable legislation. Therefore the internal regulations of the Hospital regarding the management of patient receivables and the collaboration of private hospitals with health services and health social security are very necessary.Keywords: law of receivables; management of receivable; patient receivables.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.16
ANALISIS YURIDIS TERHADAP URGENSI PENERBITAN SAHAM TANPA NILAI NOMINAL DIHUBUNGKAN PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA Navirinurani, Meiza; Abubakar, Lastuti; Kartikasari, R.
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Perkembangan jaman menimbulkan proses globalisasi yang diiringi dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia memiliki modal terbatas dan gagasan menerbitkan saham tanpa nilai nominal ini dianggap sebagai alternatif pemulihan perdagangan di pasar modal. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan menentukan manfaat-manfaat yang didapatkan dari penerbitan saham tanpa nilai nominal dalam dunia pasar modal di Indonesia serta mengetahui akibat hukum dari penerbitan saham tanpa nilai nominal terhadap kedudukan pemegang saham selaku investor dalam hukum pasar modal di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara studi dokumen dan penelitian lapangan melalui wawancara dianalisis secara normatif kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain manfaat penerbitan saham tanpa nilai nominal adalah mempercepat pemulihan perdagangan di pasar modal pada saat bearish. Penerapan saham tanpa nilai nominal juga dapat mencegah kecurangan yaitu stock watering. Penerbitan saham tanpa nilai nominal juga dapat memudahkan pembukuan perusahaan sehingga lebih sederhana. Penerapan saham tanpa nilai nominal akan berpengaruh pada hak dan kewajiban pemegang saham. Solusi untuk menciptakan kepastian hukum adalah dengan merumuskan dan mengsahkan aturan baru yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam bidang pasar modal, khususnya untuk penerbitan jenis saham tanpa nilai nominal.
PRAKTIK SUBROGASI OLEH PERUSAHAAN ASURANSI DI KOTA BANDUNG MENURUT KAJIAN HUKUM ASURANSI Prameswari, Ananda Dara; Sastrawidjaja, Man S; Kartikasari, R.
ACTA DIURNAL Vol 1, No 2 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKDalam hukum asuransi terdapat beberapa prinsip asuransi yang harus diterapkan baik oleh perusahaan asuransi, salah satunya adalah prinsip subrogasi. Prinsip subrogasi ini merupakan penggantian kedudukan tertanggung kepada penanggung yang telah memberikan ganti kerugian kepada tertanggung, dalam melaksanakan hak tertanggung terhadap pihak ketiga yang menyebabkan kerugian itu. Penelitian ini bertujuan untuk pertama mencari jawaban tentang implementasi mengenai ketentuan subrogasi dalam polis asuransi yang dikaji berdasarkan hukum asuransi, dan yang kedua mencari kendala yang terdapat dalam pelaksanaan subrogasi pada asuransi yang dikaji berdasarkan hukum asuransi.  Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan dipaparkan secara deskriptif analitis. Tahap penelitian mencakup penelitian kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum (primer, sekunder, tersier) serta penelitian lapangan dengan pihak dan instansi terkait.  Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder dan wawancara dengan narasumber untuk memperoleh data primer. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis yuridis kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pertama implementasi mengenai ketentuan subrogasi baik pada Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia, maupun pada Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan subrogasi, diantaranya adalah tertanggung kurang memahami secara jelas mengenai arti dari subrogasi serta pengaturannya, penanggung beranggapan besar kerugian yang diderita tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan saat melaksanakan proses subrogasi, kurang lengkapnya data penunjang pelaksanaan subrogasi, dan pihak ketiga mengalami jumlah kerugian yang sama dengan tertanggung sehingga tidak bersedia untuk membayarkan ganti kerugian.Kata kunci: asuransi,  polis asuransi, polis.ABSTRAKIn insurance law there are several insurance principles that must be applied by the insurance company, one of which is the principle of subrogation. The principle of subrogation is the replacement of the insured person to the insurer who has provided compensation to the insured, in exercising the right of the insured against the third party causing the loss. This study aims to first find answers on the implementation of subrogation provisions in insurance policies reviewed under insurance law, and the second seeks the constraints contained in the implementation of subrogation in insurance under review under insurance law. The method used is normative juridical and presented analytically descriptive. The research stage includes literature research on legal materials (primary, secondary, tertiary) as well as field research with related parties and agencies. The research data was collected through literature study on secondary data and interviews with resource persons to obtain primary data. The data obtained are then analyzed using qualitative juridical analysis method and presented descriptively. Based on the research result, it is concluded that the first implementation of subrogation provisions in both the Indonesian Standard Vehicle Insurance Policy, as well as the Indonesian Fire Insurance Standard Policy, has been in accordance with the prevailing laws and regulations. Secondly, there are some obstacles in the implementation of subrogation, among them is the insured does not understand clearly about the meaning of the subrogation and its regulation, the insurer assumes the big losses suffered unbalanced with the cost incurred when implementing the subrogation process, the lack of complete data supporting the implementation of subrogation, and third party Suffer the same amount of loss as the insured so that it is not willing to pay compensation.Keywords: insurance, insurance policy, subrogation.
PERMOHONAN KEPAILITAN OLEH KEJAKSAAN BERDASARKAN KEPENTINGAN UMUM SEBAGAI SARANA PENYELESAIAN UTANG PIUTANG DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR R Kartikasari
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1296.1 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i2.57

Abstract

Dalam melaksanakan atau mengembangkan kegiatan usahanya, para pelaku usaha memerlukan modal dari pihak ketiga di luar perusahaan. Selama hubungan hukum tersebut berjalan dengan baik, tidak akan timbul masalah hukum diantara para pihak, tetapi adakalanya pihak debitor melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, sehingga kreditor menjadi tidak terpenuhi hak haknya. Lembaga kepailitan merupakan salah satu cara penyelesaian utang piutang dalam sistem hukum Indonesia. Tujuan penulisan untuk menganalisis bagaimana kewenangan kejaksaan dalam mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan kepentingan umum dan apakah kepailitan atas permohonan kejaksaan sebagai sarana penyelesaian utang piutang dapat memberikan perlindungan terhadap kreditor. Artikel ini merupakan hasil penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, obyek penelitian diutamakan pada data sekunder. Teknik Pengumpulan data dilakukan studi dokumen, data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode yuridis kualitatif. Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU Kejaksaan memiliki kewenangan dalam mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan kepentingan umum dan tidak perlu menggunakan jasa Advokat, tetapi tidak ada pengaturan lebih lanjut tentang kewenangan Kejaksaan dalam proses dan tahapan kepailitan; (2) Kepailitan atas permohonan kejaksaan sebagai sarana penyelesaian utang piutang belum memberikan perlindungan terhadap kreditor. UU Kepailitan tidak mengatur kewenangan Kejaksaan dalam proses dan tahapan kepailitan, sebaiknya dibuat Peraturan tentang kewenangan pihak pihak secara khusus mengajukan kepailitan, yaitu Kejaksaan, OJK, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia. Kejaksaan agar lebih cermat apabila dalam masyarakat terdapat indikasi terjadinya kegiatan usaha yang tidak sehat dan berpotensi merugikan masyarakat luas, sehingga apabila perlu segera dimohonkan kepailitan.
JUAL BELI RUMAH DINAS PT. PLN (PERSERO) DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Henggar Prasetyo; R Kartikasari; Yani Pujiwati
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 2 No. 1 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v2i1.42

Abstract

ABSTRAKPenghuni sebagai pembeli perlu memperoleh kepastian atas penyerahan hak milik rumah dinas sebagai kewajiban PT PLN (Persero) berdasarkan perjanjian sewa beli. Hal tersebut karena telah disepakati dalam perjanjian sewa beli dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan bahwa hak milik rumah dinas wajib diserahkan setelah harga dibayar oleh penghuni kepada PT PLN (Persero. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan jual beli rumah dinas milik PT PLN (Persero) dihubungkan dengan asas kepastian hukum? dan Bagaimana perlindungan bagi pembeli atas penyerahan hak milik rumah dinas PT PLN (Persero) dihubungkan dengan asas kepastian hukum? Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Data-data dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Di dalam penelitian ini digunakan analisa data dilaksanakan dengan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli rumah dinas dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat berdasarkan perundang-undangan. Pembeli PT PLN (Persero) memiliki jaminan kepastian penyerahan hak milik berdasarkan alas hak yang timbul dengan telah dilaksanakannya pembayaran harga rumah dinas. Kata kunci: jual beli; kepastian hukum; rumah dinas ABSTRACTLegal occupants as buyers need to obtain certainty over the transfer of ownership rights to the official residence as an obligation of PT PLN (Persero) based on the lease and purchase agreement. This is because it has been agreed in the lease and purchase agreement and has been regulated in the laws and regulations that the property rights of the official residence must be submitted after the price is paid by the legal occupants to PT PLN (Persero. Based on these things, the following problems can be identified: How the implementation of the sale and purchase of official houses owned by PT PLN (Persero) is connected with the principle of legal certainty? and How is the protection for buyers of the transfer of property rights to the official residence of PT PLN (Persero) related to the principle of legal certainty? This research is a descriptive-analytical study with a normative juridical approach. The data in this study are in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. In this study, data analysis is carried out using a qualitative normative method. The results show that the sale and purchase of official houses are carried out based on agreements made based on legislation. PT PLN (Persero) has a guarantee of certainty of transfer of ownership rights based on rights arising from the payment of official housing prices. Keywords: legal certainty; sales; official residence
PERSPEKTIF PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Agus Mulya Karsona; Sherly Ayuna Putri; Etty Mulyati; R. Kartikasari
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.225

Abstract

ABSTRAKHubungan industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak. Sehubungan dengan itu perangkat Undang-Undang penyelesaian perselisihan perburuhan sangat diperlukan. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial yang menggantikan kedudukan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ditandai dengan adanya perubahan mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan dimaksudkan agar proses penyelesaian perselisihan dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, adil dan murah seiring dengan perkembangan era industrialisasi dan ilmu pengetahuan. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial perlu dilaksanakan secara cepat, karena berkaitan dengan proses produksi dan terciptanya hubungan industrial yang harmonis dalam suatu hubungan kerja. Dalam rangka menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perlu dipersiapkan Pengadilan Hubungan Industrial yang mampu menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan yang timbul di era globalisasi. Permasalahan yang timbul adalah sejauh mana prospek dan kesiapan PHI dalam menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan secara global di era MEA.Kata kunci: ketenagakerjaan; globalisasi; pengadilan; sengketa.ABSTRACTIndustrial relations that are a relationship of interest between workers and entrepreneurs, potentially cause disagreements, even disputes between the two parties. In connection with the device the settlement law of labor disputes is indispensable. Industrial relations disputes are disagreements that result in conflicts between entrepreneurs or joint entrepreneurs with workers/laborers or trade unions/unions due to disputes over rights, conflicts of interest, disputes of termination of employment and disputes between trade unions/unions in one company. The existence of the Industrial Relations Court which replaces the position of the Labour Dispute Resolution Committee is characterized by the change of the labor dispute resolution mechanism intended for the dispute resolution process to be implemented quickly, precisely, fairly and with cheap as the era of industrialization and science. The Industrial Relations Court (PHI) is a special court formed in an area of the District Court which is authorized to examine, prosecute and give judgment against Industrial relations disputes. Settlement of industrial relations disputes needs to be implemented quickly, because it relates to the production process and the creation of a harmonious industrial relations in a working relationship. In order to face the ASEAN Economic Community era (MEA), the Industrial relations Court has been prepared to settle employment disputes arising in the globalization era. The problem arises is the extent of the prospect and readiness of PHI in resolving employment disputes globally in the MEA era.Keywords: employment; globalization; court; dispute.
PENERBITAN SAHAM BANK BUMD TERBUKA TANPA HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU DIHUBUNGKAN DENGAN FUNGSI PASAR MODAL SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PERUSAHAAN DAN INVESTASI Nia Kania; R Kartikasari; Etty Djukardi
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 2 No. 1 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v2i1.290

Abstract

ABSTRAK Salah satu fungsi utama pasar modal adalah sebagai salah satu alternatif pembiayaan bagi perseroan atau investasi, Perseroan terbuka dapat melaksanakan penambahan modal dengan menerbitkan lembar saham baru di pasar modal melalui mekanisme Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atau melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (selanjutnya disebut PMTHMETD). Namun demikian karena mayoritas pemegang saham BUMD adalah Pemerintah Daerah, terdapat ketidakharmonisan antara regulasi yang berlaku di pasar modal untuk aksi korporasi penambahan modal perusahaan dengan regulasi yang berlaku untuk pelaksanaan investasi Pemerintah Daerah sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan urgensi pemerintah untuk menyelaraskan regulasi yang berlaku dalam investasi pemerintah daerah dengan aturan yang berlaku di pasar modal mengingat terdapatnya BUMD berstatus perusahaan terbuka, selain itu BUMD berstatus terbuka dalam melakukan aksi korporasi penambahan modal selain PMT HMETD dapat melalui mekanisme HMETD untuk meminimalisir adanya risiko harga eksekusi yang lebih tinggi dari harga pasar. Belum adanya payung hukum yang tegas dalam regulasi investasi pemerintah daerah pada BUMD berstatus perusahaan terbuka tidak mencerminkan asas kepastian hukum, yaitu bagi pemerintah daerah selaku investor dan BUMD itu sendiri sebagai perusahaan terbuka. Kata kunci: BUMD terbuka; kepastian hukum; pasar modal; PMT HMETD. ABSTRACT One of the main functions of capital market is as an alternative financing for a company or investment, a public company can carry out additional capital by issuing new shares through rights issue or through the mechanism of “Without Pre-emptive Rights” (PMTHMETD). However, because the majority of shareholders are Regional Governments, there is a gap between capital market regulation with Local Government investment regulation, so it becomes an obstacle in its implementation. This research is a descriptive analytical study using a normative juridical approach. The results show the urgency of the government to harmonize applicable regulations in the implementation of local government investment with capital market regulation considering there are Public Listed Regional Owned Company, however Public Listed Regional Owned Company in carrying out corporate actions can increase capital through the “with pre-emptive rights” or HMETD mechanism to minimize the risk of execution price which is higher than the market price. The absence of a firm legal protection in the regulation of local government investment in Public listed Regional Owned Company does not reflect the principle of legal certainty, namely for the local government as an investor and the Regional Owned Company itself as a public listed company.Keywords: capital market; legal certainty; Non Pre-emptive Rights; public listed regional owned company
KEDUDUKAN PERATURAN DEWAN KOMISARIS DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN PERUSAHAAN Pamonaran Manahaar; Isis Ikhwansyah; R. Kartikasari
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2021): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v3i1.552

Abstract

ABSTRAKDireksi dan Dewan Komisaris merupakan organ perseroan yang diberikan wewenang oleh UUPT bertindak untuk dan atas nama perseroan, serta bertanggung jawab penuh atas pengelolaan perusahaan. Di dalam UUPT diatur bahwa Anggaran Dasar dapat menetapkan pemberian kewenangan kepada Dewan Komisaris perseroan untuk memberikan persetujuan. Di dalam perkembanganya terhadap permintaan persetujuan sering terjadi keterlambatan dikarenakan Dewan Komisaris tidak berada di Perusahan. Sebagai bentuk mengatasinya Dewan Komisaris membuat Peraturan Dewan Komisaris tentang Persetujuan Dewan Komisaris yang menjadi permasalahan apabila terjadi kerugian akibat dari peraturan tersebut siapa yang bertanggung jawab. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kedudukan Peraturan Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan Perusahaan serta Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris Dalam Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Peraturan Dewan Komisaris yang Dihubungkan Dengan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Perusahaan. Penulisan ini menggunakan metode Yuridis Normatif dengan teknik pengumpulan data yang didapat melalui studi kepustakaan kemudian dilengkapi dengan data yang didapat dari hasil wawancara dengan menggali informasi yang didapatkan. Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif. Berdasarkan kajian diperoleh hasil pertama bahwa keberadaan Peraturan Dewan Komisaris memiliki kedudukan yang sangat penting sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, Kedua terhadap organ yang harus bertanggungjawab, kedua organ tidak harus bertanggungjawab dikarenakan tindakan yang dilakukan telah sesuai UUPT dan Prinsip-prinsip Pengelolaan Perusahaan. Kata Kunci: Organ Perseroan; Pengelolaan Perusahaan; Pertanggung jawaban ABSTRACTThe Board of Directors and the Board of Commissioners are corporate organs that are authorized by the Company Law to act for and on behalf of the company, and are fully responsible for the management of the company. The Company Law stipulates that the Articles of Association may stipulate the granting of authority to the Company's Board of Commissioners to give approval. In its development, there are often delays in requesting approval because the Board of Commissioners is not at the Company. As a form of overcoming it, the Board of Commissioners makes a Board of Commissioners Regulation regarding the approval of the Board of Commissioners which becomes a problem if there is a loss as a result of the regulation who is responsible. This study aims to determine the position of the Board of Commissioners' Regulations on the Implementation of Company Management and the Responsibilities of the Board of Directors and the Board of Commissioners in Managing the Company Based on the Board of Commissioners' Regulations Associated with the Principles of Company Management. This writing uses the normative juridical method with data collection techniques obtained through library research and then equipped with data obtained from interviews by digging up the information obtained. The analytical method used is qualitative. Based on the study, the first results obtained that the existence of the Board of Commissioners Regulations has a very important position in accordance with the legislation, Second to the organs that must be responsible, the two organs do not have to be responsible because the actions taken are in accordance with the Company Law and the Company Management Principles.Keywords: Company Organs; Company Management; Accountabilit
PERMOHONAN KEPAILITAN OLEH KEJAKSAAN BERDASARKAN KEPENTINGAN UMUM SEBAGAI SARANA PENYELESAIAN UTANG PIUTANG DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP KREDITOR R Kartikasari
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v3i2.57

Abstract

Dalam melaksanakan atau mengembangkan kegiatan usahanya, para pelaku usaha memerlukan modal dari pihak ketiga di luar perusahaan. Selama hubungan hukum tersebut berjalan dengan baik, tidak akan timbul masalah hukum diantara para pihak, tetapi adakalanya pihak debitor melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, sehingga kreditor menjadi tidak terpenuhi hak haknya. Lembaga kepailitan merupakan salah satu cara penyelesaian utang piutang dalam sistem hukum Indonesia. Tujuan penulisan untuk menganalisis bagaimana kewenangan kejaksaan dalam mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan kepentingan umum dan apakah kepailitan atas permohonan kejaksaan sebagai sarana penyelesaian utang piutang dapat memberikan perlindungan terhadap kreditor. Artikel ini merupakan hasil penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, obyek penelitian diutamakan pada data sekunder. Teknik Pengumpulan data dilakukan studi dokumen, data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode yuridis kualitatif. Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU Kejaksaan memiliki kewenangan dalam mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan kepentingan umum dan tidak perlu menggunakan jasa Advokat, tetapi tidak ada pengaturan lebih lanjut tentang kewenangan Kejaksaan dalam proses dan tahapan kepailitan; (2) Kepailitan atas permohonan kejaksaan sebagai sarana penyelesaian utang piutang belum memberikan perlindungan terhadap kreditor. UU Kepailitan tidak mengatur kewenangan Kejaksaan dalam proses dan tahapan kepailitan, sebaiknya dibuat Peraturan tentang kewenangan pihak pihak secara khusus mengajukan kepailitan, yaitu Kejaksaan, OJK, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia. Kejaksaan agar lebih cermat apabila dalam masyarakat terdapat indikasi terjadinya kegiatan usaha yang tidak sehat dan berpotensi merugikan masyarakat luas, sehingga apabila perlu segera dimohonkan kepailitan.
Urgensi Penerapan Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Daerah Dalam Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Melalui Kepemilikan Participating Interest Zahra Shafira Belanusa; R. Kartikasari; Amelia Cahyadini
Jurnal Jurisprudence Vol 10, No 1 (2020): Vol. 10, No. 1, Juni 2020
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v10i1.9974

Abstract

Tujuan: Artikel ini menganalisis penerapan Good Corporate Governance yang bertujuan agar mengetahui pengelolaan minyak dan gas bumi oleh BUMD melalui kepemilikan participating interest.Metodologi: Artikel ini merupakan artikel hukum yang menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma dikaitkan dengan praktik penerapan Good Corporate Governance pada BUMD.Temuan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan Good Corporate Governance pada BUMD, dapat meningkatkan kinerja pimpinan BUMD sehingga berdampak pada keberlangsungan bisnis secara berkesinambungan.Kegunaan: Artikel ini memberikan penjelasan bahwa dengan penerapan Good Corporate Governance sejak dini pada BUMD, merupakan salah satu langkah yang dapat membawa BUMD pada tujuan yang akan dicapai dan dapat bergerak dengan baik secara berkesinambungan.Kebaruan/Orisinalitas: Penerapan Good Corporate Governance pada BUMD minyak dan gas bumi sangat menentukan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi.