cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. jepara,
Jawa tengah
INDONESIA
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam
ISSN : 23560150     EISSN : 26146878     DOI : -
Core Subject : Social,
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam is a journal published by the Faculty of Sharia and Law, Islam Nahdlatul Ulama University, Jepara Indonesia. The journal focuses on Islamic law studies, such as Islamic family law, Islamic criminal law, Islamic political law, Islamic economic law, Islamic astronomy (falak studies), with various approaches of normative, philosophy, history, sociology, anthropology, theology, psychology, economics and is intended to communicate the original researches and current issues on the subject.
Arjuna Subject : -
Articles 170 Documents
Tinjauan Hukum Islam Mengenai Tradisi Manten Mubeng Gapuro di Masjid Wali Loram Kulon Kudus Hermawan - Hermawan
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v8i1.2597

Abstract

Marriage is made into Islam as one of the social pillars and declares it a way to walk the path of peace. The community in Kudus Regency to be precise, Loram Kulon Village has a tradition regarding the custom of the wedding procession, which people call it the mubeng gapura. This study aims to analyze the practice of the manten mubeng gapuro tradition at the Wali Loram Kulon Kudus Mosque and to analyze the Manten Mubeng Gapuro tradition at the Wali Loram Kulon Kudus Mosque in a review of Islamic law. This study uses a socio-historical approach, qualitative research types and field research research methods. Types of data sources in this study are primary data sources and secondary data sources, while data collection methods are participant observation, interviews and documentation. The results of this study state that, first, the manten mubeng gapura tradition in Loram Kulon Village holds various spiritual meanings and messages. The choice of the gate of the mosque as a place for mubeng rituals aims to bring the bride and groom closer to the mosque, this tradition continues to be carried out by the local community in order to preserve and respect the cultural heritage of their ancestors. Second, the tradition of mubeng gapura manten in Loram Kulon Village, Jati Subdistrict, Kudus Regency is categorized into 'Urf sahih, because the implementation of this tradition is a means of hoping for the good of the bride and groom, and in its implementation it does not burden the community nor brings adversity to them. Pernikahan dijadikan sebagai salah satu pilar sosial dan dideklarasikan sebagai jalan untuk menapaki jalan perdamaian. Masyarakat di Kabupaten Kudus tepatnya Desa Loram Kulon memiliki tradisi mengenai adat prosesi pernikahan, yang disebut masyarakat dengan mubeng gapura. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik tradisi manten mubeng gapuro di Masjid Wali Loram Kulon Kudus dan menganalisis tradisi Manten Mubeng Gapuro di Masjid Wali Loram Kulon Kudus dalam hukum Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis, jenis penelitian kualitatif dan metode penelitian lapangan.Jenis sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder, sedangkan metode pengumpulan datanya adalah observasi partisipan, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, pertama, Tradisi manten mubeng gapura di Desa Loram Kulon menyimpan berbagai makna dan pesan spiritual. Pemilihan gapura masjid sebagai tempat ritual mubeng bertujuan untuk mendekatkan kedua mempelai ke masjid, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat setempat dalam rangka dan menghormati warisan budaya nenek moyang mereka.Kedua, tradisi mubeng gapura manten di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus dikategorikan ke dalam 'Urf sahih, karena pelaksanaan ini merupakan sarana mengharapkan kemaslahatan kedua, dan dalam pelaksanaannya tidak ada masyarakat dan tidak pula kesengsaraan bagi mereka. Pemilihan gapura masjid sebagai tempat ritual mubeng bertujuan untuk mendekatkan kedua mempelai ke masjid, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat setempat dalam rangka dan menghormati warisan budaya nenek moyang mereka.Kedua, tradisi mubeng gapura manten di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus dikategorikan ke dalam 'Urf sahih, karena pelaksanaan ini merupakan sarana mengharapkan kemaslahatan kedua mempelai, dan dalam pelaksanaannya tidak ada masyarakat dan tidak pula kesengsaraan bagi mereka. Pemilihan gapura masjid sebagai tempat ritual mubeng bertujuan untuk mendekatkan kedua mempelai ke masjid, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat setempat dalam rangka dan menghormati warisan budaya nenek moyang mereka.Kedua, tradisi mubeng gapura manten di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus dikategorikan ke dalam 'Urf sahih, karena pelaksanaan ini merupakan sarana mengharapkan kemaslahatan kedua mempelai, dan dalam pelaksanaannya tidak ada masyarakat dan tidak pula kesengsaraan bagi mereka.
Infak Masjid At Taufiq Pailus Untuk Pembiayaan Menurut Maqasid Al-Syariah Jasser Auda Muhammad Fakhri Abdillah
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v7i2.2616

Abstract

This study aims to determine the effectiveness of the use of mosque infaq funds in qard} financing and to determine the analysis of the use of mosque infaq funds in qard} financing from the perspective of Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda. The type of research carried out is field research (Field Research), which is carried out by going directly to the At-Taufiq Mosque, which is the object, namely in Hamlet Pailus RT 07/03, Karanggondang Village, Mlonggo District, Jepara. The data collection techniques that researchers use are observation, interviews, and documentation. The researchers conducted an analysis using a descriptive qualitative analysis method with the concept of the features of the Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda system in the form of 'cognition' of Islamic law, the overall scope of Islamic law, openness in the law-making process, interplaying hierarchies, multidimensionality of legal coverage, and understanding of the philosophical intent of Shari'a. Based on the research method used above, it can be concluded that, first, the use of infaq funds at the At-Taufiq Mosque for qard} is considered very effective and functional in terms of the level of problem solving of the qard} practice towards problems that exist in the community around the At-Masjid At-Taufiq. Because in system features, the effectiveness of something is judged by the achievement of its goals. Second, the law on the use of infaq funds at the At-Taufiq Mosque for qard} in the perspective of Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda is lawful and permissible. It is even recommended to consider the purpose of its use. Maq>as{id al-Sya>ri’ah allows the principles of nas} to be explored in a kulliyah manner and outperforms the historicity of fiqh decisions.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan dana infak masjid dalam pembiayaan qard} serta untuk mengetahui analisis penggunaan dana infak masjid dalam pembiayaan qard} dalam perspektif Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (Field Research) yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke Masjid At-Taufiq yang menjadi objek yaitu di Dukuh Pailus RT 07/03, Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Jepara. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dengan metode deksriptif analisis kualitatif dengan konsep fitur sistem Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda berupa ‘kognisi’ hukum Islam, kemenyeluruhan cakupan dari syariat Islam, keterbukaan dalam proses pengambilan hukum, hierarki yang saling mempengaruhi, multidimensionalitas cakupan hukum, dan pemahaman akan maksud filsafat dari syariat. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan di atas, dapat disimpulkan bahwa, pertama, pemanfaatan dana infak di Masjid At-Taufiq untuk qard} dinilai sangat efektif dan fungsional dilihat dari tingkat problem solving dari praktik qard} tersebut terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat sekitar Masjid At-Taufiq. Karena dalam fitur sistem, efektivitas sesuatu dinilai dari pencapaian akan tujuannya. Kedua, Hukum pemanfaatan dana infak Masjid At-Taufiq untuk qard} dalam perspektif Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda adalah halal atau boleh, bahkan dianjurkan menimbang tujuan dari pemanfaatannya. Konsep ‘fitur sistem’ Maq>as{id al-Sya>ri’ah Jasser Auda memungkinkan prinsip-prinsip nas} digali secara kulliyah dan mengungguli historisitas keputusan fikih.
Tinjauan UU No. 33 Tahun 2004 dan Hukum Islam Terhadap Pemaksaan Hubungan Seksual dalam Rumah Tangga Rizqi Mulya Ramadhan
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v8i1.2614

Abstract

This study aims to find out how married life is regulated in law, both positive law in Indonesia in particular. The focus is on the husband's sexual intercourse against his wife. The existence of a hadith which states that a wife who refuses her husband's invitation will be cursed until morning is interpreted as a reason for forced sexual relations. Meanwhile, this contradicts the contents of articles 5, 6, 7, and 8 of Law number 23 of 2004. How is the law of sexual coercion of husbands against wives in the household in Law Number 23 of 2004 and Islamic jurisprudence. This study uses a normative juridical approach, qualitative research types, and descriptive analysis methods. Data collection methods used are primary, secondary and tertiary legal data. The result of this research is that Islam really glorifies the status of women. Especially in marriage, the wife should be treated with love. That the purpose of establishing marriage is sakinah, mawaddah, wa rahmah. Husband and wife in marriage are partners, who help and strengthen each other. The coercion that violence can create can destroy the four main foundations of a marriage. Deviation from the maintenance of the five basic things (al-Kulliyat al-Khams) which resulted in the loss of benefit in marriage. In line with that, Law Number 23 of 2004 is present as evidence that the state is present in protecting the human rights of every citizen, especially women. Describing forms of violence which, if they are violated, have consequences that must be accepted.  Kajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kehidupan pernikahan diatur dalam hukum, baik hukum positif Indonesia khususnya. Fokusnya adalah pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri. Adanya hadis yang menyebutkan bahwa istri yang menolak ajakan suami akan dilaknat sampai pagi ditafsirkan sebagai alasan pemaksaan hubungan seksual. Sementara hal tersebut bertentangan dengan isi pasal 5, 6, 7, dan 8 UndangUndang nomor 23 Tahun 2004. Bagaimana hukum pemaksaan seksual suami terhadap istri dalam rumah tangga dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 dan fikih Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, jenis penelitian kualitatif, dan metode analisis deskriptif. Metode pengumpulandata yang digunakan yaitu data hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini adalah Islam sangat memuliakan derajat perempuan. Terutama dalam pernikahan, istri harus diperlakukan dengan kasih. Bahwa tujuan dibentuknya pernikahan adalah sakinah, mawaddah, wa rahmah. Suami dan istri dalam pernikahan adalah sebuah partner, yang saling membantu dan menguatkan. Pemaksaan yang dapat terjadi kekerasan dapat merusak empat pondasi utama pernikahan. Melencengnya dari pemeliharaan   lima   hal   pokok   (al-Kulliyat al-Khams) yang mengakibatkan hilangnya kemaslahatan dalam pernikahan. Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 hadir sebagai bukti negara hadir dalam melindungi hak asasi setiap warga negaranya, terutama perempuan. Mendeskripsikan bentukbentuk kekerasan yang bila dilanggar terdapat konsekuensi yang harus diterima.
Studi Komparasi Implementasi Bimbingan Perkawinan Sebagai Upaya Untuk Mencegah Perceraian (Studi Kasus di KUA Kecamatan Jepara dan KUA Donorojo) Misbachuddin Misbachuddin
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v8i1.2571

Abstract

Problems in marriage and family are very diverse, from small problems to big problems resulting in divorce, in other words, there are causes that the marriage is not as expected. Marriage requires good mental, financial and knowledge preparation. Therefore, it is necessary to have marital guidance before carrying out marriage in order to know the future marital life and prepare for domestic life. This type of research is qualitative through descriptive nature. In this study, the author intends to find out how the differences in the implementation and effectiveness of marriage guidance in KUA Jepara and Donorojo Districts. Data collection was carried out by means of observation, interview and documentation techniques. The information in this research is the head of the KUA, the head of the KUA as well as the marriage guidance supervisor and the bride and groom who are conducting the marriage guidance. The results of this study indicate that the process of implementing marriage guidance at KUA Jepara District has two targets, namely for the prospective bride and groom after marriage, while the process of implementing marriage guidance at KUA Donorojo District only focuses on the prospective bride and groom. The implementation of marriage guidance at KUA Jepara and Donorojo Subdistricts is not yet fully effective because there are still many inhibiting factors in the process of implementing marriage guidance. Permasalahan dalam perkawinan dan keluarga sangat beragam dari masalah yang kecil hingga masalah yang besar mengakibatkan perceraian, dengan kata lain ada yang menyebabkan perkawinan itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam perkawinan dibutuhkan persiapan baik mental, financial dan pengetahuan tentang perkawinan. Oleh sebab itu maka perlulah adanya bimbingan perkawinan sebelum melaksanakan perkawinan agar mengetahui kehidupan perkawinan kelak dan mempersiapkan diri untuk kehidupan rumah tangga. Jenis kajian ini adalah kualitatif melalui sifat diskriptif. Pada kajian ini penulis bermaksud untuk mengetahui bagaimana perbedaan pelaksanaan dan efektivitas bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan Jepara dan Donorojo. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informasi dalampenelitian ini adalah Kepala KUA, penghulu sekaligus pembimbing bimbingan perkawinan serta calon pengantin yang melakukan bimbingan perkawinan. Hasil kajian ini menunjukan proses pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan Jepara memiliki dua sasaran yaitu bagi calon pengantin dan pasangan pengantin setelah menikah, sedangkan proses pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan Donorojo hanya berfokus pada pasangan calon pengantin. Pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA Ke camatan Jepara dan Donorojo belum sepenuhnya efektif karena masih banyak faktor penghambat dalam proses pelaksanaan bimbingan perkawinan.  
Konsep Ijbar Mazhab Syafi‘i dalam KHI Pasal 71 Huruf F Jariyatur Rohmah
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v7i2.2615

Abstract

Marriage is worship, in islam marriage ia a very powerful contract to obey God’s commands. Because the purpose of marriage is to realize the sakinah, mawaddah, warahmah household life. In mazhab Syafi’i , father and grandfather are guardians of mujbir who have the right to marry their child or granddaughter who is still aa girl without the need to ask permission from the girl or graandchild. Indonesia itself is a country with a majority people with islamic prinsiples, so here it discusses the opinion of Imam Syafii about ijbar, that is Imam Syafii requires that a father be a guardian of mujbir, but only for childern who are still girls (small or adult). In article 71 letter F of the Islamic law compilation, it is explained that a person can cancel a marriage carried out by force. KHI disagress with Imam Syafii, but in this case the background of coercion is in a different point of view. With this, it is interesting to do research with the title of the concept of ijbar madzhab Syafi’i on article 71 letter f concerning the cancellation of marriages.To obtain the data, the data collection method is used by looking for library materils related to Syafiiyah fiqh and Islamic law compilation then the collected data is analyzed by comparative analysis methods and with normative juridical approaches. The focus of the problem in the preparation of this thesis is concept of ijbar madzhab Syafi’i on article 71 letter f concerning the cancellation of marriages. With thw aim of compiling this to knowt consesnsus of Syafi’i Islamic jurisprudence towards the compilation of Islamic law.The result of this study that the concept of ijbar rights in fiqh Syafi’i is not the same as the compilation of islmic law, in the concept of ijbar Syafi’i wali mujbir does not apply to widows, even thought they are still young, because ijbar is meant for girls. This ijbar concept is also different from KHI in article 71 which states that mrriage can be canceled if the marriage is carried out by forc, in the KHI of marriage is carried out by force is because this action or threat that causes marriage to be canceled, is different from the concept of ijbar Syafi’i which is intended for benefit for the child or grandchildren.Perkawinan merupakan ibadah, dalam Islam perkawinan adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah, karena tujuan perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dalam madzhab Syafi’i ayah dan kakek merupakan wali mujbir yang berhak mengawinkan anak atau cucu perempuannya yang masih gadis tanpa perlu minta izin dari gadis atau cucu. Indonesia sendiri adalah negara yang masyarakatnya mayoritas bermadzhab Syafi’i, maka disini membahas pendapat Imam Syafi’i tentang Ijbar yaitu Imam Syafi’i mengharuskan seorang ayah menjadi wali mujbir, namun hanya untuk anak yang masih gadis (kecil atau dewasa). Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal71 huruf f menjelaskan bahwa seseorang bisa membatalkan perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. KHI tidak sependapat dengan Imam Syafi’i, namun dalam hal ini yang melatarbelakangi paksaan dalam sudut hal yang berbeda. Dengan ini maka menarik untuk dilakukan Konsep ijbar Madzhab Syafi’i terhadap Pasal 71 huruf F Kompilasi Hukum Islam tentang Pembatalan Perkawinan.Metode pengumpuland data dengan mencari bahan pustaka yang berkaitan dengan Fiqh Syafi’iyah dan Kompilasi Hukum Islam kemudian data yang terkumpul dianalisis dengan metode analisis komparatif dan dengan pendekatan yuridis normatif. Fokus masalah dalam penyusunan skripsi ini adalah konsep ijbar menurut madzhab Syafi’i terhadap ketentuan Pasal 71 huruf F tentang Pembatalan Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. Dengan tujuan penyusunan ini untuk mengetahui Konsep ijbar madzhab Syafi’i terhadap Kompilasi Hukum Islam.Hasil penelitian ini bahwa konsep hak ijbar dalam Fiqh Syafi’i tidak sama dengan Kompilasi Hukum Islam, dalam konsep ijbar Syafi’i wali mujbir tidak berlaku untuk janda, sekalipun usianya masih kecil, karena ijbar yang dimaksud untuk gadis saja. Konsep ijbar ini juga berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 71 yang menyatakan perkwinan dapat dibatalkan apabila perkawinan dilaksanakan dengan paksaan, dalam KHI perkawinan yang dilaksanakn dengan paksaan adalah karena tekanan atau ancaman, ini yang mengakibatkan perkawinan dapat dibatalkan, berbeda dengan konsep ijbar Syafi’i yang diperuntukkan kemaslahatan bagi anak atau cucu. 
TINJAUAN KONSEP NAFKAH DI ERA DIGITAL DALAM PERSPEKTIF IMAM SYAFI‘I Muhyiddin Muhyiddin
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 7, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v7i1.2576

Abstract

AbstractThis study aims to examine how Imam Shafi'i conceptualizes a living in terms of the aspect of the obligation to provide a living, the types of income that must be provided, and the level of livelihood. Then examine whether the concept is still relevant in the digital era. This study uses a type of qualitative literature research and a normative approach, the data sources used are primary sources in the form of Kitab al-Umm, and secondary sources in the form of books and journals related to livelihoods and the digital era, as well as the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. Data collection method used is documentation, and data analysis using descriptive and inductive. The results of this study state that, First, according to Imam Shafi'i, it is the husband who is obliged to provide a living. The types of livelihood that must be provided at a minimum are clothing, food, shelter. The level of living that must be provided is in accordance with the standard of staple food at the place of residence and adjusted to the husband's economy. One mud for a poor husband, two mud for a rich husband, and one and a half for a middle husband. Second, the opinion of Imam Syafi'i, the first regarding the obligation to earn a living is still relevant in the digital era. The second opinion about the kinds of income that must be given is irrelevant to the digital era if the husband is poor, but this opinion can be relevant if the husband is rich. The third opinion about the level of living, is still relevant to the digital era.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang bagaimana Imam Syafi'i mengkonsepkan nafkah dalam aspek kewajiban memberi nafkah, macam-macam nafkah yang wajib diberikan, dan kadar nafkah. Kemudian meneliti apakah konsep tersebut masih relevan di era digital. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif kepustakaan dan pendekatan normatif, sumber data yang digunakan adalah sumber primer berupa kitab al-Umm, dan sumber sekunder berupa buku dan jurnal terkait nafkah dan era digital, serta Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, dan analisis data menggunakan deskriptif dan induktif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, Pertama, menurut Imam Syafi'i, yang wajib memberi nafkah adalah suami. Macam-macam nafkah yang harus diberikan secara minimal adalah sandang, pangan, papan. Kadar nafkah yang harus diberikan sesuai dengan standar makanan pokok di tempat tinggal dan disesuaikan dengan ekonomi suami. Satu mud untuk suami miskin, dua mud untuk suami kaya, dan satu setengah mud untuk suami pertengahan. Kedua, pendapat Imam Syafi'i, yang pertama tentang kewajiban mencari nafkah masih relevan di era digital. Pendapat kedua tentang macam-macam nafkah yang harus diberikan tidak relevan dengan era digital bila suami miskin, namun pendapat ini bisa menjadi relevan bila jika suami kaya. Pendapat ketiga tentang kadar nafkah, masih relevan dengan era digital.
Analisis Putusan No. 0938/pdt.g/2017/pa.jepr Tentang Harta Akibat Perceraian Saifur Rohman
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v8i1.2589

Abstract

Marriage is an inner bond between a man and a woman with the aim of forming a happy and eternal family (household) based on the divinity of the One. Marriage can be broken because of death, divorce and court decisions. Divorce is a legal event that will bring various legal consequences, one of which relates to joint property in marriage. Joint assets are assets obtained together during marriage. Regarding this joint property dispute can occur after a divorce or during the divorce process and if there is a dispute regarding joint property, the settlement is submitted to the Religious Court. Joint assets are regulated in Article 35 of Act Number 1 of 1974 concerning Marriage and Article 85 of Compilation of Islamic Law. The purpose of this study was to find out about the Judge's consideration and the settlement of cases Number: 0938 / Pdt.G / 2017 / PA. The research method used is normative juridical method with qualitative research using descriptive analysis. Data collection techniques used are primary data in the form of a decision of the Jepara Religion court in case number: 0938/Pdt.G/2017/PA. Jepr while secondary data sources are interviews with Judges. Based  on  the  results  of  the  study  it  can  be  concluded  that:  Jepara Religious Court Judge in deciding case Number 0938 / Pdt.G / 2017 / PA. Jepr is based on Article 35 paragraph (1) and Article 37 Law Number 1 Year 1974 and Article 97. Compilation of  Islamic Law that is, each husband and wife get half of the joint assets because both have share in the acquisition of joint assets. Whereas the settlement of case number 0938 / Pdt.G / 2017 / PA. Jepr in the dispute on the sharing of joint assets in the Jepara Religious Court in decision No. 0938 / Pdt.G / 2017 / PA. Jepara is based on Law No. 7 of 1989 which was amended and supplemented by Law No. 3 of 2006 and the second amendment to Law No. 50 of 2009 concerning Religious Courts. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki- laki dan perempuan dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan  putusan  pengadilan.  Perceraian merupakan  peristiwa hukum yang akan membawa berbagai akibat hukum salah satunya berkaitan dengan harta bersama dalam perkawinan. Harta bersama merupakan harta yang diperoleh bersama selama dalam perkawinan. Mengenai sengketa harta bersama ini bisa terjadi setelah perceraian atau pada saat proses perceraian dan apabila terjadi perselisihan mengenai harta bersama maka penyelesainanya diajukan kepada Pengadilan Agama. Harta bersama diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang pertimbangan Hakim dan penyelesaian perkara Nomor: 0938/Pdt.G/2017/PA.Jepr mengenai sengketa harta bersama akibat perceraian di Pengadilan Agama Jepara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normaif dengan jenis penelitian kualitatif menggunakan analisis secara deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer berupa putusan pengadilan Agama Jepara dalam perkara nomor: 0938/Pdt.G/2017/PA.Jepr sedangkan sumber data sekunder berupa wawancara dengan Hakim. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Hakim Pengadilan Agama  Jepara  dalam  memutuskan  perkara  Nomor  0938/Pdt.G/2017/PA.Jepr adalah berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 37 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yaitu masing-masing suami dan isteri mendapatkan separo dari harta bersama karena keduanya mempunyai andil dalam perolehan harta bersama. Sedangkan penyelesaian perkara Nomor 0938/Pdt.G/2017/PA.Jepr dalam sengketa pembagian harta bersama di Pengadilan Agama  Jepara  dalam  putusan Nomor  0938/Pdt.G/2017/PA.Jepr  adalah berdasarkan UndangUndang No. 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Waris Anak Angkat dalam Perspektif Hukum Islam Nur Ana Fitriyani
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v7i2.2592

Abstract

This study aims to determine the distribution of inheritance to adopted children in Petekeyan Village and to find out how Islamic law reviews in Indonesia regarding the distribution of inheritance to adopted children in Petekeyan Village. In analyzing the data, the authors used qualitative analysis, namely the analysis of the discussion around the implementation of inheritance for adopted children in Petekeyan village.The point of view used as an approach in the preparation of this thesis is a case study approach. A case study is a research strategy in which the researcher carefully investigates a program, event, activity, process, or group of individuals. The results of this study indicate that based on the results of research, adoption in Petekeyan village does not break the kinship relationship between adopted children and their biological parents and adopted children are also included in the kinship of adoptive parents. Adopted children in Petekeyan village still inherit from their adoptive parents as well as their biological parents. The right to inherit an adopted child against the inheritance of his adoptive parents, namely if the heir does not have biological children, it will be determined by his immediate family or other heirs by looking at the things that have been carried out by the adopted child towards his obligations to his adoptive parents. However, if the heir has biological children, it will be determined by deliberation between the adopted child and the biological child. Adoption of children in Petekeyan village is the same as adopting children in society in general, which can be taken from within the family itself or from outside the family. Inheritance that is carried out in Petekeyan village in general is the giving of inheritance directly from the heir to his heirs while the heir is still alive, in other words, giving inheritance by way of a grant. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembagian harta waris terhadap anak angkat di Desa Petekeyan dan untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam di Indonesia mengenai pembagian harta waris terhadap anak angkat di desa Petekeyan. Dalam menganalisis data, penyusun menggunakan  analisis kualitatif,  yakni  analisis  pada pembahasan  sekitar pelaksanaan waris  terhadap anak   angkat   di   desa   Petekeyan.  Sudut  pandang   yang   digunakan   sebagai pendekatan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Hasil  penelitian  ini menunjukkan  bahwa berdasarkan  hasil penelitian  pengangkatan anak  di  desa Petekeyan  tidak  memutuskan  hubungan kekerabatan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya dan anak angkat juga termasuk dalam kekerabatan orang tua angkatnya. Anak angkat di desa Petekeyan   tetap   mewarisi   dari  orang  tua   angkatnya   dan   juga  orang   tua kandungnya. Hak mewarisi anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya yaitu jika pewaris tidak mempunyai anak kandung, maka akan ditentukan oleh keluarga dekat atau ahli waris lain dengan melihat hal-hal yang telah dilaksanakan oleh anak angkat terhadap kewajiban-kewajibannya terhadap orang tua angkatnya. Namun jika pewaris memiliki anak kandung maka akan  ditentukan dengan musyawarah antara anak angkat dan anak kandung. Pengangkatan anak di desa Petekeyan sama halnya dengan pengangkatan anak pada  masyarakat  pada  umumnya,  yaitu  bisa diambil  dari  kalangan  keluarga sendiri maupun dari luar keluarga. Pewarisan yang dilakukan di desa Petekeyan pada umumnya  yaitu  pemberian  harta  warisan  secara  langsung  dari pewaris kepada ahli warisnya saat pewaris masih hidup, dengan kata lain pemberian warisan dengan cara hibah.
TRADISI PRASAH DI SIDIGEDE WELAHAN JEPARA DALAM PERSPEKTIF ‘URF Nur Naila Izza
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 7, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v7i1.2585

Abstract

the Prasah tradition in marriage in Sidigede Village, Welahan District, Jepara Regency and to understand the implementation of the Prasah tradition in the 'urf review in Sidigede Village, Welahan District, Jepara Regency. This research uses a normative-sociological approach, qualitative research and deductive analysis methods. The data collection methods used were interviews, observation, and documentation. The results of this study state that, first, the Prasah tradition in Sidigede Village, Welahan District, Jepara Regency which is preserved as a tradition that leads to a gift of a buffalo to the prospective bride. The word prasah comes from the Javanese resigned language which means surrendered, approved. To make it easier to pronounce, the word surrender is changed to prasah. However, over time there was a difference of opinion among the people of Sidigede Village who said that prasah was a dowry and an ordinary gift. Second, the prasah tradition is an utterance or agreement and is not contained in the Qur'an, sunnah, ijmak, and qiyas, so the researcher categorizes that prasah is included in the 'urf category, namely al-'urf al-sahih. Prasah is also included in the category of al-'urf al-'amali because prasah is a habit in the form of actions carried out by the people of Sidigede Village. And prasah is also categorized into al-'urf al-khas because prasah is devoted to the people of Sidigede Village, Welahan District, Jepara Regency. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang tradisi Prasah dalam perkawinan di desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara dan untuk memahami pelaksanaan tradisi Prasah dalam tinjauan ‘urf di Desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif- sosiologis, jenis penelitian kualitatif dan metode analisis deduktif. Metode pengumpulan data yang digunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, pertama, tradisi Prasah di Desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara yang dilestarikan sebagai suatu tradisi yang mengarah pada suatu pemberian seekor kerbau kepada calon mempelai wanita. Kata prasah berasal dari bahasa jawa pasrah yang artinya diserahkan, disahkan. Supaya lebih mudah dilafalkan maka kata pasrah diubah menjadi prasah. Namun, seiring berjalanya waktu terjadi perbedaan pendapat masyarakat Desa Sidigede yang mengatakan bahwa prasah merupakan sebuah mahar dan pemberian biasa. Kedua, tradisi prasah merupakan suatu ucapan atau kesepakatan dan tidak ada
Studi Tentang Pelaksanaan Kursus Bagi Calon Pengantin di KUA Kec. Kayen Pati Ahmad Samad
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v8i1.2607

Abstract

One of the tasks of BP4 is to form a sakinah, mawaddah wa rahmah family and prevent divorce in order to create a noble nation in accordance with Islamic teachings. BP4's most difficult efforts are preventing divorce, resolving disputes, and various household disputes. These disputes are caused by various factors originating from humans themselves and many more external factors. While the positive impact of the BP4 Prospective Bride Course in Kayen District is the preparation of the bride and groom related to the material that has been delivered. Based on the results of interviews that the authors did, the prospective brides admitted that this pre-marital guidance was very useful for them. Because there is a lot of knowledge that they didn't know before, after following the guidance they understand, and they want to always try their best to improve the quality of marriage and create a happy and prosperous family, eternal according to Islamic guidance. The success of BP4 is the awareness of the partner, of the rights and responsibilities as a husband and wife, so that in married life an attitude of mutual understanding is formed, and mutual respect is created by creating a sakinah family so as to minimize the occurrence of divorce.Salah satu tugas BP4 adalah membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah serta mencegah perceraian guna mewujudkan bangsa yang mulia sesuai dengan ajaran Islam. Usaha BP4 yang paling berat adalah mencegah perceraian, menyelesaikan percecokan, pertikaian rumah tangga yang sangat banyak ragamnya. Percecokan tersebut ditimbulkan oleh berbagai macam faktor yang berasal dari manusia itu sendiri dan lebih banyak lagi faktor-faktor dari luar. Sedangkan dampak positif dari Kursus BP4 Calon Pengantin di Kecamatan Kayen yakni adanya persiapan diri dari calon pengantin terkait dengan materi yang telah disampaikan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa para calon pengantin mengaku bimbingan pra nikah ini sangat bermanfaat untuk mereka. Karena banyak pengetahuan yang sebelumnya tidak mereka ketahui setelah mengikuti bimbingan menjadi mengerti, serta mereka ingin senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas perkawinan serta mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera, kekal menurut tuntunan Islam. Keberhasilan BP4 adalah adanya kesadaran dari pasangan, akan hak dan tanggung jawab sebagai seorang suami dan istri, sehingga dalam kehidupan berumah tangga terbentuk sikap saling pengertian, serta saling menghargai dengan tercipta keluarga yang sakinah sehingga dapat meminimalisir perceraian.

Page 11 of 17 | Total Record : 170