cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 341 Documents
HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly Nainggolan
LAW REFORM Vol 10, No 1 (2014)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (51.175 KB) | DOI: 10.14710/lr.v10i1.12456

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis perubahan hak menjadi konsepizin dalam UU No. 1 Tahun 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahyuridis normatif yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang dikonsepsikansebagai aturan-aturan yang telah diterima sebagai aturan yang sah karena dikeluarkanoleh lembaga yang berwenang. Berdasarkan hasil penelitian bahwa prinsip hak dalammengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, menempatkan HP-3 sebagai hakkebendaan. Ketentuan hak sebagai hak kebendaan dan izin adalah sama, artinya semuahak itu memerlukan izin, sehingga pengaturan tentang IP-3 dan HP-3 hakikatnya sama,hanya pembalikan kata saja, yang terpenting adalah substansi bentuk perizinan tersebut.Konsep IP-3 tidak mewajibkan masyarakat hukum adat dalam pemanfaatan sumber dayapesisir dan pulau-pulau kecil untuk memiliki IP-3. Akan tetapi, IP-3 yang diatur dalamperubahan UU No. 27 Tahun 2009 masih memberikan peluang besar dan menfasilitasipemilik modal untuk menguasai pesisir laut dan pulau-pulau kecil. Keberadaanmasyarakat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih menjadi pihak yang lemah ataskeberadaan korporasi tersebut.Kata kunci: Perubahan Ketentuan Hak, Pengelolaan Pesisir, UU No. 1 Tahun 2014
PENGUASAAN DOKUMEN DAN PENGIKATAN AGUNAN DENGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DALAM PEMBERIAN KREDIT EXPLOITASI Sunardi Edirianto
LAW REFORM Vol 5, No 1 (2009)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (70.754 KB) | DOI: 10.14710/lr.v5i1.215

Abstract

Dunia perbankan pada saat ini sangat erat kaitannya dengan perekonomianmasyarakat, terlebih lagi bagi masyarakat yang sedang membangun. Perbankan memilikiperan strategis karena fungsi utama bank merupakan wahana yang dapat menghimpundana dan menyalurkannya kepada masyarakat secara efektif dan efisien untukmeningkatkan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arahpeningkatan taraf hidup rakyat banyak. Seperti tertuang dalam Undang-UndangPerbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 . Bank adalahbadan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan danmenyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lain dalamrangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kredit adalah penyediaan uang atautagihan yang dapat dipersamakan dengan ini berdasarkan persetujuan atau kesepakatanpinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan untuk melunasihutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dari pemberian kredittersebut Masalah paling besar yang mungkin timbul dalam pemberian kredit ini dialamioleh semua bank di Indonesia tanpa kecuali adalah Penyelesaian kredit macet yangterjadi pada Bank, sehingga dalam kredit diperlukan adanya suatu jaminan. Untuk itulahdalam penyunusan tesis ini penulis mengambil judul “Penguasaan Dokumen DanPengikatan Agunan Dengan Surat Kuasa Membebankan Hak TanggunganDalam Pemberian Kredit Exploitasi”Kemudian dari judul tersebut pokok permasalahan yang penuliskemukakan adalah Mengapa dalam pemberian Kredit Eksploitasi menggunakan SuratKuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagai Pengikatan Jaminan Kredit; BagaimanaProsedur Penguasaan Dokumen dan Pengikatan Agunan dengan Surat KuasaMembebankan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit Exploitasi; Kendala-kendalaapakah yang timbul dari adanya Penguasaan Dokumen dan Pengikatan Agunan denganSurat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit ExploitasiDari pokok permasalah tersebut kemudian penulis akan melakukanpenelitian/pembahasan mengenai alasan-alasan apa yang dapat dikemukan berkaitandengan pemberian Kredit Exploitasi dengan mengunakan Surat Kuasa MembebankanHak Tanggungan sebagai Pengikatan Jaminan Kredit; bagaimana prosedur PenguasaanDokumen dan Pengikatan Agunan dengan Surat Kuasa Membebankan HakTanggungan dalam Pemberian Kredit Exploitasi; Kendala-kendala yang timbul dariadanya Penguasaan Dokumen dan Pengikatan Agunan dengan Surat KuasaMembebankan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit Exploitasi.Dan akhirnya didapat kesimpulan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan pokokpermasahan tersebut adalah Agunan yaitu hak dan kekuasaan atas barang yang2diserahkan oleh debitur dan atau pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada bank gunamenjamin pelunasan hutang debitur, apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasisesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau addendumnya. Barangagunan berupa barang tidak bergerak adalah dengan cara menguasai dokumen/ buktibuktipemilikan yang sah dari barang tersebutKata kunci : Penguasaan Dokumen, SKMHT, Kredit Expolitasi
PENGATURAN KLAUSULA BAKU DALAM HUKUM PERJANJIAN UNTUK MENCAPAI KEADILAN BERKONTRAK Muhamad Hasan Muaziz; Achmad Busro
LAW REFORM Vol 11, No 1 (2015)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.488 KB) | DOI: 10.14710/lr.v11i1.15757

Abstract

Hukum perjanjian memberikan ruang kepada para pihak untuk membentuk dan menentukan isi dari perjanjian yang akan dilakukan, meski demikian, dalam penerapanya terjadi beberapa permasalahan yang sering dialami dalam menjalankan perjanjian tersebut, salah satu diantaranya adalah adanya kontrak baku. Agar tercapainya keadilan dalam berkontrak maka diperlukan pengaturan klausula baku yang digunakan di dalam perjanjian saat ini.  Klausula baku cenderung menguntungkan pihak yang membuatnya dalam hal ini adalah pihak perusahaan atau kreditur, dimana pihak kreditur memiliki waktu yang cukup banyak untuk membuat klausula perjanjian, sedangkan masyarakat/ debitur tidak memiliki ruang yang cukup untuk melakukan negosiasi atas klausula dalam perjanjian tersebut, bahkan masyarakat sendiri tidak atau bahkan belum familiar dengan istilah-istilah yang terdapat di dalam klausula baku. 
MEWUJUDKAN PELAYANAN UMUM YANG RESPONSIF BERDASARKAN HUKUM RESPONSIF L. Tri Setyawanta R.
LAW REFORM Vol 1, No 2 (2006)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3767.537 KB) | DOI: 10.14710/lr.v1i2.12214

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pelayanan umum yang lebih responsif yang didasarkan pada hukum yang responsif. Pelayanan umum yang responsif dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah di berbagai tingkatan, yang akan diimplementasikan berdasarkan hukum yang responsif yaitu hukum yang digunakan sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi masyarakat. Demikian pula diperlukan asas-asas pemerintahan yang baik yang dapat menjadi kode etik pemerintahan, karena didalamnya berisi pedoman tingkah laku bagi negara dan aparatnya dalam rangka melayani masyarakatnya. Terwujudkan pelayanan umum yang responsif memerlukan prasyarat adanya birokrasi yang reinvented, dengan kebijakannya yang dilakukan dan yang akan diimplementasikan berdasarkan hukum responsif.Kata Kunci : Pelayanan Umum yang Responsif, Hukum Responsif
IMPLEMENTASI PENILAIAN KEBARUAN DAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI Dinar Aulia Kusumaningrum; Kholis Roisah
LAW REFORM Vol 12, No 2 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.189 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i2.15880

Abstract

Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 memberikan perlindungan hukum terhadap desain industri yang baru dan desain industri yang didaftarkan dengan itikad baik. Permasalahan tesis ini adalah bagaimana implementasi penilaian kebaruan dan prinsip itikad baik dalam perlindungan desain industri. Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlindungan hukum hanya diberikan pada desain industri yang tidak sama atau harus berbeda atau tidak sama secara keseluruhan dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya atau minimal merupakan modifikasi yang menghasilkan perubahan besar dari desain industri yang sudah ada sebelumnya sehingga tetap memiliki karakteristik pembeda dengan desain industri yang sudah ada. Hambatan penilaian kebaruan salah satunya adalah ketentuan pasal dalam Undang-Undang Desain Industri yang tidak memberikan ukuran secara jelas bahwa suatu desain dikatakan sama dengan desain yang lain. Implementasi prinsip itikad baik dilakukan pada saat tahap pendaftaran dengan melakukan pemeriksaan substantif yang bersifat materiil untuk menentukan bahwa pihak yang mengajukan pendaftaran desainnya dilakukan secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk mengelabuhi, meniru atau menjiplak desain industri yang sudah ada sebelumnya. Implementasi prinsip itikad baik dalam gugatan pembatalan desain indsutri dilakukan pada saat tahap pembuktian di pengadilan. Pengertian baru dari suatu desain industri tidak hanya ditentukan oleh pendaftaran yang pertama kali diajukan, namun harus pula tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa pendaftaran tersebut tidak baru atau telah ada pengungkapan / publikasi sebelumnya, baik tertulis maupun tidak tertulis.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERSERIKAT BAGI PEKERJA/BURUH INDONESIA Aris Septiono
LAW REFORM Vol 8, No 2 (2013)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.511 KB) | DOI: 10.14710/lr.v8i2.12422

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan hukum pidana dalam melindungi hak kebebasan berserikat bagi pekerja atau buruh di Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative. Penelitian ini juga akan menggunakan data komparatif undang-undang di Negara lain yang mengatur mengenai perlindungan hak kebebasan berserikat, sedangkan data Dianalisis secara kualitatif-normatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa; Pertama,Kebijakan hukum pidana dalam perlindungan hak kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh Indonesia adalah dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kedua,Kebijakan aplikasi hukum pidana saat ini dalam perlindungan hak kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh Indonesia dalam kaitan dengan Hak Asasi Manusia untuk penyidikan dalam penegakan hukum selain kepolisian juga diberikan wewenang kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Ketiga,Kebijakan formulasi hukum pidana dalam perlindungan hak kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh Indonesia dalam kaitan dengan Hak Asasi Manusia yang akan datang, hanya terdapat pada konsep KUHP 2012.Kata Kunci: Pidana, Kebebasan Berserikat, Buruh/Pekerja.
PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM HAL TERJADI KETERLAMBATAN PENGIRIMAN BARANG Aisyah Ayu Musyafah; Hardanti Widya Khasna; Bambang Eko Turisno
LAW REFORM Vol 14, No 2 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.806 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i2.20863

Abstract

Konsumen pengiriman barang seharusnya sudah dilindungi oleh UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pada prakteknya yang terjadi, konsumen seringkali masih merasa dirugikan akibat permasalahan pengiriman barang. Pelaku usaha memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami konsumen dalm kasus hilang atau rusak sesuai dengan nilai barang. Jika kasusnya adalah keterlambatan barang yang mana kerugiannya bisa mencakup hal yang imateriil, maka pelaku usaha seharusnya bisa memberikan tanggung jawab agar konsumen tidak terlalu merasa dirugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta mengetahui bentuk perlindungan konsumen terhadap keterlambatan barang jika ditinjau dari pelaku usaha, peran pemerintah sampai pada tahap penyelesaian. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah perlindungan konsumen khususnya dalam hal terjadi keterlambatan pengiriman barang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan analisis kualitatif yang kemudian diperoleh hasil bahwa penggantian kerugian berbeda pada masing-masing perusahaan penyedia jasa pengiriman barang. Perbedaan terletak dari permasalahan pengiriman seperti kerusakan barang, kehilangan barang serta keterlambatan. Kerugian immateriil yang dialami oleh konsumen dalam hal terjadi keterlambatan barang ternyata belum dapat diganti kerugiannya. Hal ini dikarenakan dasar pelaku usaha memenuhi prestasi adalah sebuah kontrak baku yang mana terdapat pembatasan jika pelaku usaha tidak berbuat sesuai yang diperjanjikan dan menyebabkan kerugian immateriil, maka hal itu termasuk dalam kategori wanprestasi. Bentuk ganti kerugian wanprestasi adalah sesuatu yang dapat dinilai dengan materi sesuai dengan yang sudah disepakati sebelumnya pada kontrak dan konsumen tidak dapat menuntut ganti rugi yang bersifat immateriil.                                                                                                                         Kata Kunci : Perlindungan Konsumen; Pengiriman Barang; Keterlambatan Pengiriman.
POLICY STUDY IN INDONESIA’S PATENT LEGAL SYSTEM V. Henry Soelistyo Budi
LAW REFORM Vol 15, No 2 (2019)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.056 KB) | DOI: 10.14710/lr.v15i2.26179

Abstract

The Indonesian Patent Law, which was first drafted in 1989, is quite a controversial. As a legal instrument, the Patent Law strongly reflects the monopolistic character. In fact, it raises strong resistance from the community. The cultural values of mutual cooperation become the argument for rejection and at the same time concern related to the promoting of individualistic values and culture. The problem is, as a country that projects industrialisation as the backbone of the economy, the existence of the Patent Law becomes a necessity. The Patent Law is believed to be the driving force of the industry through technological inventions. The conflict between values of the people's aspirations and the pragmatic policies of the government needs to be compromised and harmonized properly. This research is important to revisit the constellation of politics and legal policy in the establishment of the 1989 Patent Law. The research method is normative and analyze based on the perspective of responsive legal theory and the welfare state. The result of research shows that the preparation of the Patent Law has succeeded in harmonizing substantive patent norms with national interest. The politics of patent law has become the strategy in realizing national goals to build economic power through industrialisation based on technology. This rationality justifies the policy of the need for Indonesia to have a Patent Law in favor of national interests to support industry and economic development.
PERANAN PERATURAN DAERAH DALAM MENDUKUNG IKLIM USAHA (STUD1 KASUS Dl KABUPATEN KUDUS) Mohammad Syahir
LAW REFORM Vol 3, No 2 (2008)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.156 KB) | DOI: 10.14710/lr.v3i2.14543

Abstract

ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi peran Peraturan Daerah (PERDA) sebagai produk keputusan DPRD terhadap prospek usaha. Secara spesifik penelitian ini bertujuan ; menguji hubungan antara Perda dan prospek usaha; mengekplorasi kriteria-kriteria penting yang terkait dengan PERDA berdasar pendapat responden; dan untuk mengekplorasi dimensi-dimensi penting yang diharapkan oleh pengusaha terkait dengan prospek usaha.Dengan pendekatan legal research dan socio legal research, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan interview mendalam untuk memperoleh data. Kriteria yang digunakan untuk menentukan responden yang akan dipilih adalah bahwa responden yang bersangkutan merupakan pelaku usaha/usahawan yang tergabung dalam berbagai asosiasi seperti Kamar Dagang dan Isdustri (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), atau Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).Hasil penelitian mi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Perda dengan prospek bisnis. Terdapat lima faktor kunci yang menjadi kriteria penting kualitas Perda, yaitu prinsip transparansi dalam tujuan penetapan Perda; transparansi dalam hal tarif dan denda; tidak ada tumpang tindih antara satu Perda dengan Perda yang lain; Perda yang ramah dalam mendukung lingkungan usaha; dan Perda yang tepat sasaran dalam mendukung dinamika usaha. Penelitian mi juga menghasilkan berbagai dimensi penting tentang prospek usaha menurut pendapat responden.Kata Kunci: PERDA, prospek bisnis, dan kualitas PERDA.
PENATAAN SISTEM DAN KELEMBAGAAN DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA ANAK Paulus Hadisuprapto
LAW REFORM Vol 1, No 1 (2005)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6613.285 KB) | DOI: 10.14710/lr.v1i1.12179

Abstract

Hukum dilihat secara sistem didalamnya terkandung adanya mekanisme kerja kelembagaan yang berupaya mewujudkan tercapainya tujuan sistem hukum bersangkutan. Hukum Pidana Anak sebagai bagian dari Hukum Pidana pun pada hakikatnya merupakan ketentuan norma-norma hukum yang secara sistematik merupakan mekanisme bekerjanya kelembagaan yang diperankan oleh lembaga penyelidik dan penyidikan (kepolisian), lembaga penuntutan (kejaksaan), lembaga ajudikasi (pengadilan), dan lembaga pelaksana pidana (lembaga pemasyarakatan). Telaah substantif terhadap Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum sepenuhnya mampu mencerminkan dirinya sebagai sistem hukum pidana anak (sebagai sistem ia harus mengatur tentang hukum pidana anak materiil dan formil). Demikian juga ditelaah dari aspek kelembagaan seperti dituntut oleh Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ternyata dikaji operasionalisasi mekanisme bekerjanya kelembagaan pun belum sesuai dengan yang diharapkan. Atas dasar itu maka tidak berkelebihan bila dalam penegakan hukum pidana anak, perlu adanya penataan sistem dan kelembagaan sehingga apa yang menjadi tujuan sistem peradilan pidana anak menjadi terwujud secara konkrit dalam praktek-praktek penanganan anak-anak pelaku delinkuen.Kata Kunci : Penataan Sistem dan Kelembagaan, Hukum Pidana Anak

Page 8 of 35 | Total Record : 341