cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 341 Documents
PENYELESAIAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA DAN PEJABAT LAIN Henny Juliani
LAW REFORM Vol 13, No 2 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (93.244 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i2.16158

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian kerugian keuangan negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian negara/daerah. Metoda penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian menemukan bahwa terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain dapat dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah apabila perbuatannya dilakukan secara melanggar hukum atau karena kelalaian yang secara langsung menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah, sehingga wajib mengganti kerugian tersebut. Tuntutan ganti kerugian tersebut bertujuan untuk memulihkan kerugian negara/daerah.  Di ranah Hukum Administrasi Negara hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016. Pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
IMPLEMENTASI ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) Supono Supono
LAW REFORM Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.024 KB) | DOI: 10.14710/lr.v9i1.12440

Abstract

Negara Indonesia adalah Negara hukum. Salah satu prinsip Negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan yang merdeka, bebas dari segala campur tangan pihak kekusaan ekstra yudisial.. Kekuasaan kehakiman sendiri merupakan kekuasaan yang merdeka, yang salah satunya melalui Asas Objektivitas yang menghendaki bahwa penyelesaian sengketa akan baik dan dapat diterima oleh semua pihak, jika dilakukan secara imparsial (tidak memihak), objektif dan adil. Harapan- harapan di atas, muncul dari adanya Asas Equality Before The Law yang merupakan salah satu dari tiga arti dari Rule of Law (Negara Hukium). Asas Equality Before The Law timbul dari sistem hukum modern yang diilhami oleh paradigma Positivisme yang beranggapan bahwa hukum itu harus objektif dan steril dari pengaruh apapun di luar hukum. Implementasi Asas Equality Before The Law dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di PHI ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, karena Pihak yang berselisih dalam hubungan industrial adalah pengusaha dan pekerja/buruh yang secara sosial maupun ekonomi jelaslah “tidak sederajat”. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Sosio-legal (Socio-legal approach), yaitu metode penelitian hukum yang disamping menganalisa implementasi asas Equality Before The Law dalam hukum normative yang diberlakukan yaitu UU.No. 2 tahun 2004. Melalui penelitian ini dapat menemukan konsep peradilan hubungan industrial yang mampu menerapkan asas Equality Before The Law yang ideal.Kata kunci: Hubungan industrial, Pengadlan Hubungan Industrial (PHI), asas Equality Before The Law.1 Mahasiswa
KEBIJAKAN FORMULASI TENTANG PERUMUSAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Fifink Praiseda Alviolita; Barda Nawawi Arief
LAW REFORM Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.848 KB) | DOI: 10.14710/lr.v15i1.23359

Abstract

Tindak pidana pencemaran nama baik adalah tindak pidana yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Namun beberapa kasus di Indonesia terkait pemberian kritik dan komentar berujung pada pemidanaan seseorang. Dinamika pembaharuan pengaturan rumusan tindak pidana pencemaran nama baik dii luar KUHP yaitu UU ITE belum mampu mengakomodir permasalahan tersebut karena tidak adanya pembatasan dan pengaturan yang jelas, sehingga dalam penerapan pasal tersebut menimbulkan pasal yang multitafsir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan formulasi dalam penanggulangan tindak pidana pencemaran nama baik saat ini dan yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan kajian komparatif dengan beberapa Negara yang telah membuat perumusan pengaturan secara tegas dan rincii mengenai perbuatan yang dapat dipidana beserta alasan pembenar tindak pidana pencemaran nama baik maka dibutuhkan suatu kebijakan formulasi dalam hukum pidana untuk memberikan kepastian dan keadilan bagii perlindungan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat di masa yang akan datang sebagai wujud dari pembaharuan hukum pidana.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK PEKERJA/BURUH YANG MENGUNDURKAN DIRI ATAS KEMAUAN SENDIRI Taufik Yulianto
LAW REFORM Vol 6, No 2 (2011)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.505 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i2.12475

Abstract

Perbedaan yang sangat tajam terhadap hak yang diterima antara pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dengan pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja membuka peluang kepada pekerja/buruh yang tadinya ingin mengundurkan baik-baik berpikiran untuk melakukan kesalahan agar terkena pemutusan hubungan kerja sehingga bisa mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan, maupun uang penggantian hak yang tentunya jumlahnya lebih besar dibandingkan apabila mengundurkan diri. Berdasarkan Pasal 162 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaaan maka jenis hak yang diterima oleh pekerja/buruh yang mengundurkan diri bukanlah berupa uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja, melainkan hanya berupa uang penggantian hak yang besarnya disesuaikan dengan masa kerja serta uang pisah bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Upaya melindungi hak pekerja/buruh yang mengundurkan diri tetap harus mengacu pada undang-undang yang berlaku yaitu UU No. 13 Tahun 2003 bukan pada peraturan yang dibawahnya yang justru menafsirkan berbeda.   Kata Kunci : Perlindungan hukum Terhadap Hak Pekerja/buruh yang Mengundurkan diri Atas Kemauannya Sendiri.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DIKAITKAN DENGAN LEGALITAS PENGELOLAAN KAPAL CEPAT KARTINI 1 JALUR JEPARA-KARIMUNJAWA-SEMARANG Lusi Arjuni
LAW REFORM Vol 4, No 2 (2009)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.991 KB) | DOI: 10.14710/lr.v4i2.677

Abstract

ABSTRAKKapal Cepat Kartini 1 sebagai alat transportation dari Jepara –Karimunjawa atau Semarang – Karimunjawa, operasionalnya dikelola olehDinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengahdan Dinas Perhubungan Kabupaten Jepara, yang merupakan instansipemerintah dan seharusnya berfungsi sebagai regulator.Dalam tesis ini permasalahan yang dibahas adalah bagaimanaundang-undang pelayaran mengatur tentang usaha angkutan laut,kesesuaian pelaksanaan pengelolaan Kapal Cepat Kartini 1 terhadapundang-undang pelayaran dan faktor-faktor kendala yang muncul dalampengelolaan Kartini 1.Dengan menggunakan analisis kualitatif, penelitian ini bertitik tolakdari metode pendekatan yuridis-sosiologis atau normatif-empiris denganmempelajari dan meneliti peraturan tentang pelayaran yang mengaturtentang usaha angkutan laut. Kemudian, peraturan tersebut dikaitkandengan pelaksanaan pengelolaan Kapal Cepat Kartini 1.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pengelolaan Kapal CepatKartini 1 seharusnya dikelola oleh Badan Hukum Indonesia atau wargaNegara Indonesia yang mendapat izin dari pemerintah dan khususbergerak dibidang pelayaran. (2) Pengelolaan Kapal Cepat Kartini 1 belumsesuai dengan undang-undang pelayaran yang ada. (3) Ada beberapakendala yang muncul dalam pengelolaan Kapal Cepat Kartini 1. Kendalakendalatersebut muncul karena faktor kelembagaan, faktor keuangan,faktor sarana/prasarana wisata dan faktor keuntungan.Akhirnya, penulis memberikan saran bahwa Pengelolaan KapalCepat Kartini 1 harus diserahterimakan kepada pihak ketiga atau BadanHukum Indonesia atau warga Negara Indonesia yang mempunyai usahakhusus di bidang angkutan laut tau pelayaran.Kata kunci : Angkutan Laut, Pelayaran, Pengelolaan.
KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri; Lita Tyesta A.L.W
LAW REFORM Vol 11, No 2 (2015)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.367 KB) | DOI: 10.14710/lr.v11i2.15767

Abstract

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengatur pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintahpusat. Permasalahan tesis ini adalah apa politik hukum latar belakang perubahan kewenangan pemberianIUP dan apa dampak yuridis dari perubahan kewenangan pemberian IUP. Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan data sekunder melalui studi pustaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa latar belakang politik hukum perubahan kewenangan pemberian IUP adalah banyaknya penyimpangan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Dampak yuridis perubahan tersebut adalah surat edaran menteri diterbitkan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan.
TANGGUNG JAWAB KOMANDO TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) YANG BERAT DAN KEJAHATAN PERANG DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Vonny A. Wongkar
LAW REFORM Vol 2, No 1 (2006)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13302.163 KB) | DOI: 10.14710/lr.v2i1.12229

Abstract

Doktrin tanggung jawab komando telah ada sejak dahulu kala, yang kemudian diatur antara lain dalam Konvensi Den Haag IV tahun 1907. Doktrin ini kemudian juga digunakan dalam IMT (Tokyo Tribunal dan Nuremberg Tribunal), Statuta ICTY, Statuta ICTR, dan Statuta ICC. Di lingkup nasional doktrin ini diatur pertama kali dalam UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Ditinjau dari hal substansial yang belum terwadahi di dalam hukum nasional, khususnya KUHP, yang belum mengatur kejahatan-kejahatan paling serius yaitu, genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. KUHP juga belum mengatur tentang tanggung jawab komando. Tanggung jawab komando perlu diatur dalam hukum nasional karena pada kenyataannya banyak kejahatan-kejahatan paling serius yang berhubungan dengan tanggung jawab pidana seorang komandan militer atau atasan sipil.Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya konsistensi para aparat penegak hukum dalam menerapkan doktrin tanggung jawab komando pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di Timor Timur dan Tanjung Priok. Hal ini antara lain desebabkan masing-masing Majelis Hakim berbeda pendapat mengenai sifat dari tanggung jawab komando apakah sebagai delik omisi atau sebagai delik komisi. Dalam kasus Tanjung Priok JPU dalam menerapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab komando menimbulkan persoalan hukum, dengan menggunakan dasar dakwaannya berpedoman pada ketentuan pada KUHP, yang tidak mengatur tentang "extra ordinary crimes". Dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional, sudah mengatur tanggung jawab komando baik dalam pelanggaran HAM yang berat maupun kejahatan perang. Namun perumusannya dalam Pasal 401 RKUHP tahun2005 belum secara sempurna seperti yang terdapat dalam Pasal 28 ICC. Antara lain dengan ditiadakan kata "secara pidana" maka pertanggungjawaban seorang komandan militer bisa secara administratif atau disiplin. Hal ini juga memberi kesan seolah-olah tanggung jawab atasan sipil lebih berat daripada pertanggungjawaban komandan militer.Kata Kunci : Tanggung Jawab Komando, Pembaharuan Hukum Pidana
REKONTRUKSI PERJANJIAN GALA (GADAI ADAT) PADA MASYARAKAT ADAT ACEH BERBASIS SYARIAH Muhammad Iqbal; Sukirno Sukirno
LAW REFORM Vol 13, No 1 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.649 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i1.15954

Abstract

Gala merupakan suatu perjanjian pinjam-meminjam antara pihak pemberi gala dan penerima gala dengan konsep tolong-menolong pada untuk memenuhi kebutuhan keuangan dalam keadaan yang bersifat mendesak. Jika melihat pelaksanaan perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh pada saat ini adanya ketidak sesuaian antara pelaksanaan dan aturan pada Pasal 2 (dua) ayat (2) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Adat dan Istiadat serta ketentuan Pasal 7 Perpu Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Rumusan masalah pada tesis ini adalah bagaimanakah bentuk pelaksanaan perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh? bagaimanakah kaitan antara perjanjian gala dengan konsep gadai syariah? bagaimanakah bentuk rekonstruksi perjanjian gala berbasis syariah? Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan pendekatan socio-legal. Selain data sekunder, juga digunakan data primer dari serangkaian observasi dan wawancara dengan informan. Perjanjian gala dilakukan jika pemberi gala membutuhkan uang yang banyak dalam keadaan mendesak. Dalam mekanisme perjanjian gala, para pihak yang telah sepakat untuk melaksanakan perjanjian gala melakukan penyerahan objek gala dari pihak pemberi gala kepada pihak penerima gala dalam bentuk hak pakai, sedangkan dipihak penerima gala menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati antara keduanya secara tunai. Berakhirnya suatu perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh ketika objek gala tersebut telah ditebus. Jika dikaitkan perjanjian gala di Aceh dengan konsep gadai syariah maka adanya ketidak sesuaian terhadap pemanfaatan dan penguasaan dalam konsep gadai syariah. Sebagian besar para ulama tidak membolehkan pemanfatan objek gala dengan tidak adanya suatu batasan waktu. Pemanfatan objek gala dibolehkan jika para pihak sepakat untuk menerapkan tiga akad perjanjian Perjanjian gala dengan bentuk Al-Qardhul Hassan, Al-Mudharabah dan Bai' Al-Muqoyyadah agar tehindar dari unsur gharar dan riba. Salah satu bentuk rekontruksi pada perjanjian gala yang berbasis syariah dengan menerapankan konsep mudharabah hasil keuntungan yang diperoleh dari objek gala oleh penerima gala digunakan untuk menutup kembali utang pihak pemberi gala.  Pemerintah Aceh diharapkan agar membuat qanun khusus tentang tata cara dan tatacara pelaksanaan gala yang sesuai dengan ketentuan Islam dan berbasis syariah. Sehingga pelaksanaan adat di Aceh tidak melanggar ketentuan islam.
KONSTRUKSI HUKUM ATAS KEDAULATAN NEGARA DI RUANG-MAYA Ahmad Porwo edi Atmaja
LAW REFORM Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.344 KB) | DOI: 10.14710/lr.v9i1.12431

Abstract

Sejak ditemukannya internet, dimensi kedaulatan negara meluas dengan dikenalnya rezim hukum baru bernama ruang-maya. Di Indonesia, konstruksi hukum atas kedaulatan negara di ruang-maya tampak dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penelitian ini ingin mengkaji (1) reinterpretasi gagasan kedaulatan negara dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, khususnya internet, dan (2) konstruksi hukum atas kedaulatan negara di ruang-maya menurut UU ITE. Temuan penelitian ini menunjukkan, internet memiliki arsitektur yang pada dasarnya tidak memungkinkan adanya regulasi negara. Namun, dalam UU ITE termaktub sejumlah pasal yang memungkinkan orang dijatuhi pidana.Kata-kunci: Kedaulatan negara, ruang-maya, globalisasi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
KAJIAN LEGALITAS DAN MANAJEMEN MEREK PADA UMKM MUNAKU SULAM PITA SEMARANG Yudhitiya Dyah Sukmadewi
LAW REFORM Vol 14, No 2 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.58 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i2.20874

Abstract

Pengaturan merek di Indonesia diatur dalam UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek) tidak diimbangi dengan kesadaran pendaftaran merek khususnya UMKM. Pengkajian dilakukan pada salah satu Pelaku Usaha UMKM di Kota Semarang yaitu “Munaku Sulam Pita” dengan fokus permasalahan yaitu faktor pendukung pelaku usaha dalam menentukan merek dagang, pelaksanaan implementasi UU Merek pada pelaku usaha, dan urgensi pelaksanaan implementasi UU Merek dalam kegiatan usaha. Pengkajian dilakukan menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan pengkajian data primer sebagai data utama serta dilengkapi dengan data sekunder. Hasil Penelitian ini menunjukkan sudah ada kesadaran hukum pada subyek yang diteliti namun terkendala pada kurangnya perhatian Lembaga terkait.Kata kunci : Pendaftaran Merek; UMKM; Hukum Bisnis.

Page 7 of 35 | Total Record : 341