Articles
132 Documents
Analisis Yuridis terhadap Lembaga Penjaminan Kredit Daerah Bagi UMKM
Elektison Somi
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 1 (2007): Volume: 3/Nomor1/April/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (47.03 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.3.1.111
PP No. 54 tahun 2005, melarang Pemerintah Daerah (Pemda) memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Di sisi lain, Ipres No. 6 Tahun 2007, menginstruksikan kepada sejumlah institusi dan lembaga terkait termasuk Pemda, untuk melakukan penguatan permodalan bagi UMKM. Kebijakan tersebut mengharuskan peningkatan peran lembaga Penjaminan Kredit bagi UMKM, seperti Perum Pengembangan Sarana Usaha (SPU) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Beberapa Daerah, merespon kebijakan tersebut dengan cara mendirikan Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) dan menyertakan permodalannya. Terdapat persoalan sinkronisasi aturan antara Inpres dan PP No. 54 Tahun 2005. Bagi pemda yang terlanjur membentuk dan ikut serta menanamkan modal pada LPKD jelas bertentangan dengan ketentuan PP tersebut. Sebaiknya, perlu pembatalan LPKD yang terlanjur dibentuk oleh suatu Daerah. Adanya semacam LPKD hanya dimungkinkan jika hal itu dilakukan oleh pihak swasta.
REFORMASI BIROKRASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Irma Cahyaningtyas
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 2 (2019): Volume: 7/Nomor2/Oktober/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (128.595 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.7.2.153-170
Peredaran narkotika di Indonesia semakin meningkat sehingga diperlukan kinerja aparat penegak hukum yang profesional. Badan Narkotika Nasional merupakan penyidik pada tindak pidana Narkotika. Permasalahan pada arikel ini adalah pertama, bagaimanakah proses penyidikan tindak pidana narkotika guna menentukan kualifikasi pengedar atau pemakai yang dilakukan oleh penyidik Badan Narkotika Nasional? Kedua, bagaimanakah reformasi birokrasi Badan Narkotika Nasional sebagai aparat penegak hukum dalam perkara tindak pidana narkotika?Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah pendekatan socio legal serta berlokasi di Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah.Berdasarkan penelitian dan pembahasan dinyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan oleh BNN didasarkan pada kualifikasi pelaku yang di bedakan menjadi 3 (tiga) yaitu pemakai atau pengguna, pengedar dan produsen. Dalam meningkatkan kinerjanya, perlu ada pembaharuan berupa reformasi birokrasi pada tatanan substansi hukum, struktur hukum, dan kuktur hukum. Hal tersebut akan berpengaruh pada proses penegakan hukum tindak pidana narkotika yang cepat dan profesional.
Ilmu Hukum dan Pendekatannya
Paulus Hadisuprapto
Jurnal Hukum Progresif Vol 2, No 2 (2006): Volume: 2/Nomor2/Oktober/2006
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (5.101 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.2.2.35
Ilmu Hukum sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan terikat pada paradigma yang terjadi di dalam ilmu pengetahuan pada umumnya. Paradigma ilmu hukum menunjukkan kekhususannya sendiri, dalam perkembangannya menunjukkan suatu perkembangan paradigmatic yang tidak terputus-putus melainkan bersifat berkelanjutan. Paradigma ilmu hukum adalah hasil konstelasi kerangka keyakinan dan komitmen para ahli hukumterhadap ilmu hukum; berisi kajian-kajian rasional yang deduktif dan empiris yang induktif, bersifat metateoritik berujuan untuk memanusiakan manusia uang mengedepankan etika moral dan estetika yang bersumber pada Sang khalik. Kajian pendekatan dalam penelitian hukum sepenuhnya tergantung pada permasalahan dan tujuan penelitian hukum bersangkutan, bila permasalahan dan tujuan penelitian masuk unsur hukum idiel atau konsep hukum ius constituendum dan ius constitutum, maka kajian pendekatannya bersifat yuridis normatif-logika induktif. Secara singkat dapat dinyatakan satu rumus atau formula. Pendekatan kajian hukum normatif dan empiris/sosiologis masing-masing memiliki karateristik sendiri-sendiri bila dilihat dari unsur-unsur yang lazimnya terdapat dalam pembicaraan tentang metode penelitian, (metode pendekatan, kerangka pemikiran-konseptual/teoritik, data dan sumber data, metode analisis data, pembuktian, langkah penletian dan tujuan yang dapat dicapai secara maksimal dari penelitian).
Reorientasi dalam Reformasi Pembangunan Hukum Tanah (Apakah Masih Ada Peluang?)
Wiranata A.B. I. Gede
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 1 (2005): Volume: 1/Nomor1/April/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4.19 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.1.1.129-151
Berbagai kasus yang muncul pasca ditetapkannya UU No.5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok mengenai Agraria (UUPA) menunjukkan bahwa tidak serta merta disadari manfaat, kepentingan dan efektivitasnya oleh masyarakat termasuk kalangan petani yang sesungguhnya memerlukan undang-undang tersebut. Dalam konteks globalisasi dan reformasi hukum, terdapat banyak peluang yang masih dapat dioptimalkan berkaitan dengan pengaturan tanah meski sifatnya sangat kompleks. Menghadapi hal tersebut perlu dilakukan reorientasi dalam reformasi pembangunan hukum tanah.
PENEGAKAN HUKUM BERBASIS NILAI KEADILAN SUBSTANTIF (Studi Putusan MK No. 46/PUU-VII/2012 Tertanggal 13 Februari 2012)
Haryono Haryono
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 1 (2019): Volume: 7/Nomor1/April/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (258.179 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.7.1.20-39
Penegakan hukum adalah proses mewujudkan hukum abstracto menjadi hukum yang concreto. Dalam kenyataannya masih banyak penegak hukum dalam menjalankan perannya masih menggunakan cara-cara konvensional (prosedural dan formal). Hakim sebagai penegak hukum dalam memutus perkara masih sesuai dengan prosedur yang baku dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jargonnya kepastian hukum. Selain itu penegakan hukum terkadang sangat dipengaruhi oleh profil hakim, seperti latar belakang, sosial, pendidikan dan karakternya. Penegakan yang demikian keadilannya bersifat legal formal, yaitu keadilan yang berdasarkan pasal undang-undang, tidak menggambarkan keadilan yang seadil-adilnya (keadilan substansial). Untuk meujudkan keadilan substansial perlu adanya terobosan yaitu penegakan hukum yang menggunakan hukum progresif. Penegakan hukum progresif yang berasumsi bahwa hukum bukan sesuatu yang final bisa direvitalisasi manakala bermasalah, memiliki spirit pembebasan terhadap ciri, cara berfikir, asas dan cara teori baku yang selama ini dipakai. Selanjutnya hukum progresif memiliki karakter yaitu mensejahterakan dan menolak status quo. Putusan hakim yang berbasis nilai keadilan substantif adalah Putusan MK No. 46/PUU-VII/2012, tertanggal 13 Februari 2012.
Mengkritisi Pandangan Mochtar Kusumaatmadja yang Mengintrodusir "Hukum sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat di Indonesia"
Syahmin AK.
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 2 (2005): Volume: 1/Nomor2/Oktober/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (77.934 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.1.2.31
Terjadinya perubahan peta bumi politik, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan edukasi, serta perubahan struktur masyarakat internasional, dengan ditandai oleh munculnya kembali negara-negara baru merdeka dan timbulnya organisasi-organisasi internasional pasca perang dunia II, mempunyau dampak luas pada selain masyarakat internasional transisional, juga berpengaruh pada konsep-konsep dan doktrion-doktrin hukum. Perubahan-perubahan yang fundamental demikian itu berakibat menjungkir balikkan teori-teori dan berkembangnya struktur fungsional dan konflik, baik pada lingkup hukum nasional (municipal law) dan hukum internasional (international law), yang pada gilirannya mendesak perlunya penataan aturan-aturan internasional yang merupakan harmonisasi pelbagai kepentingan dalam masyarakat dunia. Oleh karenanya pengaturan-pengaturan dimaksud bagian terbesar dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (nasional), dan dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional. Kondisi demikian berpengaruh sangat luas terhadap pembangunan hukum nasional. Sementara masyarakat internasional yang merupakan landasan sosiologis hukum internasional bukanlah merupakan masyarakat yang statik, tetapi dinamik, seirama dengan perkembangan IPTEK. Perkembangan-perkembangan baru dalam masyarakat itu membutuhkan pula penataan baru dalam bidang hukum. Melalui pendekatan-pendekatan analisis sosial jurisprudence, realisme Amerika (policy oriented), diharapkan akan mudah bagi kita memahami bahwa hukum nasional dan hukum internasional tidak hanya sebagai kaidah saja, melainkan sebagai the living law dalam masyarakat.
Mediasi Pidana (Penal); Sebuah Bentuk Perkembangan Hukum Pidana Sekaligus Pengakuan terhadap Nilai yang Hidup di Masyarakat
Ahmad Irzal Fardiansyah
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 2 (2007): Volume: 3/Nomor2/Oktober/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (55.043 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.3.2.77
Dalam perkembangannya, penegakan hukum pidana telah banyak mengalami perubahan-perubahan yang signifikan. Untuk memenuhi kebutuhan perkembangan tersebut, dalam rancangan perubahan KUHP (konsep KUHP baru) banyak hal yang mengalami perubahan, penambahan ataupun juga aturan berupa pengakuan yang mengembalikan hukum pada jati dirinya, yakni tertulis dan tidak tertulis. Salah satu bentuk pembaharuan yang ada dalam konsep KUHP baru adalah pengaturan tentang mediasi pidana, yang merupakan bentuk dari penyelesaian sengketa pidana di luar proses formal seperti yang biasa dilakukan. Penyelesaian sengketa diluar proses tentunya akan membuka ruang bagi hidupnya nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Permasalahannya adalah belum ada pengaturan bagi mediasi dalam bidang hukum pidana di dalam hukum positif di Indonesia saat ini. Kemudian sejauh mana peluang dapat terimplementasikannya mediasi dalam bidang hukum pidana ini di dalam masyarakat Indonesia. Mengingat di Indonesia berkembang nilai-nilai yang hidup dan menjadi acuan bagi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, maka dalam Rancangan KUHP baru Indonesia sudah dimasukan untuk dijadikan hukum positif, aturan mengenai penyelesaian sengketa di luar proses. Tentunya dengan berkembangnya nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia, maka sudah barang tentu mediasi pidana merupakan salah satu alternatif yang dapat berkembang dengan baik, karena sejalan dengan appa yang diinginkan oleh masyarakat.
MENERJEMAHKAN KEADILAN DALAM PUTUSAN HAKIM
Yunanto Yunanto
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 2 (2019): Volume: 7/Nomor2/Oktober/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (111.521 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.7.2.192-205
Keadilan adalah titik sentral dalam hukum. Keadilan ini harus dibaca dalam keputusan hakim. Tidak mudah menerjemahkan keadilan dari keputusan hakim. Praktik peradilan berdasarkan paradigma positivisme selalu menghasilkan keputusan yang mengandung keadilan prosedural (keadilan normatif). Ini karena hukum dilihat sebagai bangunan normatif. Dalam keadilan prosedural dapat mengandung keadilan aktual (substansial) atau hanya keadilan prosedural dengan memarginalkan keadilan substansial. Tulisan ini bertujuan untuk memahami upaya menerjemahkan keadilan dalam putusan hakim, sebagai upaya untuk memahami hakikat hukum.
Fenomena Peranan Masyarakat dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Hukum Progresif dan Pasal 49 Ayat (1) KUHP
Kamri Ahmad
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 1 (2007): Volume: 3/Nomor1/April/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4.642 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.3.1.43
Titik balik dari pertentangan antara hukum secara normatif (dalam arti luas) dengan aplikasinya, gerakan massa hanyalah variabel. Gerakan massa tersebut menunjukkan dan menuntut bahwa tidak ada elemen masyarakat yang harus bebas sebagai pengecualian hukum keadilan. Demikian pula, tidak ada elemen masyarakat yang bersifat elementer bilamana hukum ingin diangkat ke tingkat dignity. Sebab semua elemen masyarakat adalah sama kedudukannya pada tingkat hukum yang dignity itu. Inilah salah satu inti hukum progresif. Yang ada dan yang berbeda adalah ada yang mengatur dan ada yang diatur. Artinya hukum itu mengatur yang mengatur demi keteraturan yang diatur dan konsisten pengatur. Apabila yang yang terjadi adalah ketidakaturan yang disengaja berarti terjadi ketidakadilan. Maka secara normatif dalam arti luas, masyarakat memiliki hak eksepsional untuk melindungi diri sendiri. Karena kosensus hukum antara rakyat (masyarakat negara). Negara dan pemerintah tidak boleh terabaikan apalagi tereliminasikan.
Hukum sebagai Alat Rekayasa Sosial dalam Praktek Berhukum di Indonesia
Firman Muntaqo
Jurnal Hukum Progresif Vol 2, No 1 (2006): Volume: 2/Nomor1/April/2006
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4.424 KB)
|
DOI: 10.14710/hp.2.1.71
Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial akan berhasil apabila potensi untuk berkembangnya hukum kebiasaan, adat-istiadat, hukum adat sebagai instrumen yang terdapat dalam masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri, diberi ruang tumbuh dalam sistem hukum nasional dan menjadi sumber nilai dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.