cover
Contact Name
Teguh Ariyanto
Contact Email
teguh.ariyanto@ugm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
teguh.ariyanto@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Rekayasa Proses
ISSN : 1978287X     EISSN : 25491490     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Jurnal Rekayasa Proses (J. Rek. Pros) is an open-access journal published by Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada as scientific journal to accommodate current topics related to chemical and biochemical process exploration and optimization which covers multi scale analysis from micro to macro and full plant size.
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
Dekolorisasi dan Deoilisasi Parafin menggunakan Adsorben Zeolit, Arang Aktif dan Produk Pirolisis Batu Bara Bardi Murachman; Eddie Sandjaya Putra; Wulandary
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11371

Abstract

Indonesian wax production was reaching 50277 barrels in 2009. Although the wax production rate in Indonesia is quite high, it is still not enough to fulfill the demand. Therefore, Indonesia has to import wax from China. Unfortunately, Indonesian wax qualities, especially related to colour and hardness, are less compared with those from China. Local wax is more brownish yellow, soft and easily melted compared with the wax from China which is whiter, harder and difficult to melt. Many research activities have been conducted to improve quality of local wax. Among of them is with the use of adsorption method with adsorbent.Various adsorbents can be used, including activated carbon, zeolite, and coal pyrolysis product. The present work aim was to find the ability of forementioned adsorbent in purpose to improve the quality of wax, i.e. colour and texture, by decolorization dan deoilization process. Adsorbent was added to the wax at 90C and mixing was then conducted. Parameters under investigation were the influence of the ratio of wax to adsorbent and the optimum mixing time. Based on reduction of oil content and colour intensity, the best wax -adsorbent ratio was 6 : 6 with a mixing time of 50 minutes. Zeolite gives the best adsorption properties and high effectivity in deoilization and decolorization process. Keywords : adsorption, decolorization, deoilization, adsorbent, wax Produksi lilin di Indonesia mencapai 50.277 barrel pada tahun 2009. Walaupun produksi lilin di dalam negeri cukup tinggi, jumlah tersebut belum mencukupi permintaan dari masyarakat sehingga masih harus mengimport lilin dari Cina. Sayangnya, lilin dalam negeri kualitasnya lebih rendah dibandingkan lilin dari Cina. Lilin dalam negeri masih berwarna kuning kecoklatan, lunak dan mudah meleleh sedangkan lilin produksi Cina jauh lebih putih, keras dan lebih lama meleleh. Banyak penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas lilin. Proses adsorbsi menggunakan adsorben merupakan salah satunya. Berbagai jenis adsorben dapat digunakan, seperti arang aktif, zeolite, maupun produk pirolisis batu bara. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan adsorpsi dari masing-masing adsorben tersebut dalam meningkatkan kualitas, warna dan struktur lilin, dengan cara dekolorisasi dan deoilisasi. Adsorben ditambahkan ke lilin pada suhu sekitar 90C dan dilakukan pengadukan. Parameter yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh rasio lilin : adsorben dan waktu pengadukan optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio lilin : adsorben terbaik adalah 6:6 bila dilihat dari pengurangan kadar minyak dan kadar zat warna, dengan waktu pengadukan terbaik adalah 50 menit. Zeolit memberikan sifat penjerapan terbaik dan efektivitas tinggi dalam proses deoilisasi dan dekolorisasi. Kata kunci : adsorpsi, dekolorisasi, deoilisasi, adsorben, lilin
Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan Rini Siskayanti; Muhammad Engkos Kosim
Jurnal Rekayasa Proses Vol 11, No 2 (2017)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.31147

Abstract

Lubricants are chemicals, which are generally liquid, provided between two moving objects to reduce frictional forces. The lubricant is made from a 70-90% base oil mixture and added with an additive to enhance its properties. Basic lubricants can be grouped into 3 ie mineral lubricants, vegetable lubricants and synthetic lubricants. One of the functions of lubricants is as an engine coolant from heat arising from friction and sealing. Lubricant resistance to temperature changes is strongly influenced by the type of lubricant base material. The purpose of this research is to know the influence of basic material of lubricant to temperature change as measured by Viscosity Index value. Research done by making machine lubricant with various viscosity with addition of same additives, only kind of lubricant that used different but still refers to standard lubricant characteristic tested. Of 5 samples tested were DEO API CI-4 SAE 15W-40, API PCMO SN SAE 10W-40, API MCO SL SAE 10W-30, HO ISO VG 32, TO API TO-4 SAE 10W showed that lubricant using materials Synthetic foundations have higher viscosity index values than minerals (13-30% higher). This indicates that the quality of lubricants is also getting better. ABSTRAKPelumas adalah zat kimia umumnya berupa cairan, yang diberikan di antara dua benda yang bergerak dengan tujuan untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas dibuat dari 70-90% campuran minyak pelumas dasar dan ditambah dengan bahan aditif untuk meningkatkan sifat-sifatnya. Minyak pelumas dasar dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu minyak pelumas mineral, minyak pelumas sintetis dan minyak pelumas nabati. Pelumas mineral adalah pelumas yang dibuat dengan bahan baku minyak pelumas dasar mineral (golongan I dan II) dan pelumas sintetis adalah pelumas yang dibuat dari minyak pelumas dasar sintetis (golongan III, IV, V). Semakin tinggi golongan bahan dasar pelumas maka kualitas pelumas akan semakin baik. Ketahanan pelumas terhadap perubahan temperatur sangat dipegaruhi oleh jenis bahan dasar pelumas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bahan dasar pelumas terhadap perubahan temperatur yang diukur dengan nilai indeks viskositas. Penelitian dilakukan dengan cara membuat pelumas mesin pada berbagai kekentalan dan penambahan aditif yang sama. Namun jenis minyak pelumas dasar yang digunakan berbeda tetapi tetap mengacu pada standar karakteristik pelumas yang diuji. Dari 5 sampel yang diuji yaitu DEO API CI-4 SAE 15W-40, PCMO API SN SAE 10W-40, MCO API SL SAE 10W-30, HO ISO VG 32, TO API TO-4 SAE 10W menunjukkan bahwa pelumas dengan menggunakan bahan dasar sintetis mempunyai nilai indeks viskositas yang lebih tinggi jika dibandingkan yang mineral (13-30% lebih tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelumas juga semakin baik.
Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu Siti Jamilatun
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 2 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.554

Abstract

Secara umum, proses pembakaran padatan terdiri atas beberapa tahap yaitu pemanasan, pengeringan, devolatilisasi dan pembakaran arang. Faktor-faktor yang menentukan karakteristik pembakaran suatu briket adalah kecepatan pembakaran, nilai kalor, berat jenis dan banyaknya polusi atau senyawa volatil yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat penyalaan dari berbagai macam briket biomassa, arang kayu dan batubara yang meliputi kecepatan pembakaran, lama briket menyala sampai menjadi abu, waktu penyalaan awal, banyaknya asap atau senyawa volatil yang dihasilkan, nilai kalor dan lama waktu untuk mendidihkan 1 liter air. Penelitian dilakukan dengan membakar 250 gram setiap jenis briket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempurung kelapa memiliki lama menyala terpanjang yaitu 116 menit dengan kecepatan pembakaran 126,6 gram/detik dan nilai kalor tertinggi sebesar 5.779,11 kal/gram. Untuk mendidihkan 1 liter air, semua jenis briket yang diuji membutuhkan waktu antara 5 sampai 7 menit. Jika dibandingkan dengan briket batubara yang memiliki nilai kalor 6.058 kal/gram dan arang kayu dengan nilai kalor 3.583 kal/gram maka briket tempurung kelapa cukup baik digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Kata kunci: briket, biomassa, batubara, uji pembakaran dan nilai kalor In general, combustion of solid material consists of several steps including heating, drying, de-volatilization and burning of the charcoal. The factors that determine combustion characteristics of briquettes are the rate of combustion, heating value, density and amount of pollutants or volatile compounds produced. The present work aimed at determining combustion characteristics of various kinds of briquettes from biomass, wood charcoal and coal including the rate of combustion, duration of briquettes burn to ashes, the initial ignition, amount of smoke or volatile compounds produced, heating value and duration for boiling one liter of water. The experimental work was performed by burning 250 grams of each briquette. The results showed that coconut shell had the longest combustion duration (116 minutes) with a combustion rate of 126.6 grams/second. In comparison with other biomass briquettes and wood choarcoal, coconut shell had the highest heating values of 5,779.11 cal/gram which was close to heating value of coal briquette (6,058 cal/gram). All briquettes studied in the present work showed a reasonable duration and needed about 5 – 7 minutes to boil one litter of water. Key words: briquette, biomass, coal, combustion test and heating values
Pengembangan dan Pengujian Inokulum Untuk Pengomposan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Suharwaji Sentana; Suyanto; M.A. Subroto; Suprapedi; Sudiyana
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 2 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.1888

Abstract

Limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya mencapai 23% dari tandan buah segar, mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Pada saat ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menguji inokulum yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos dari limbah tandan kosong kelapa sawit. Inokulum merupakan campuran bakteri dan jamur yang diisolasi dari limbah tandan kosong kelapa sawit. Isolat kemudian ditumbuhkan pada media pertumbuhan tertentu dan difermentasikan. Pengujian inokulum dilakukan pada skala laboratorium dengan cara sebagai berikut: dua kilogram tandan kosong kelapa sawit yang telah dicacah sepanjang  2 cm dimasukkan ke dalam wadah, kemudian diinokulasi dengan inokulum pada dosis 500 dan 1000 ml/ton. Percobaan diulang hingga tiga kali. Selama percobaan kelembaban relatif dijaga tetap 60% dan suhu diamati hingga proses pengomposan selesai. Kompos yang dihasilkan dianalisis kadar air, karbon, nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium. Pada penelitian ini telah berhasil dikembangkan inokulum yang terdiri atas campuran bakteri dan jamur dinamakan ”Indigenous Microbial Consortium” dan dapat dipergunakan untuk membuat kompos dengan kualitas yang memenuhi standar. Kata kunci: kompos, limbah tandan kosong kelapa sawit, inokulum, konsorsium mikroba. Empty palm oil bunch waste is about 23% of the fresh bunches which is rich with important macro and micro nutrients for plant growth. However, those have not been optimally utilized. The objective of this experiment was to develop and to evaluate the inoculums which could be used to make compost from empty palm oil bunch wastes. The inoculums consisted of fungies and bacteria isolated from the empty palm oil bunches. The isolates were then grown and fermented on to a particular media. The inoculums were then evaluated at laboratory scale according to the following methods. About 2 kg of 2 cm long crushed empty palm oil bunches were put in particular places and were then inoculated by the inoculums at a dosage of 500 and 1000 ml/ton of wastes. The experiment was done at triplicates and the relative humidity during the experiment was kept constant at 60%, and temperature was recorded until the end of the experiment. Water, carbon, nitrogen, phosphor, potassium, and magnesium contents of the composts were analysed. The inoculums that consisted of fungies and bacteria were successfully developed and it was called “Indigenous Microbial Consortium”. The inoculums could be used to make good quality of composts. Keywords: compost, empty palm oil bunches, inoculums, microbial consortium.
Prediksi Kesetimbangan Adsorpsi Uranium pada Air dan Sedimen pada Berbagai pH Jasmi Budi Utami; Wahyudi Budi Sediawan; Bardi Murachman; Gede Sutresna Wijaya
Jurnal Rekayasa Proses Vol 7, No 2 (2013)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.4950

Abstract

Kegiatan yang melibatkan uranium sebagai bahan bakar nuklir berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Uranium merupakan salah satu logam berat berbahaya dan bersifat radioaktif sehingga perlu diketahui penyebarannya di alam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model kesetimbangan adsorpsi uranium pada air dan sedimen. Model yang disusun diharapkan sesuai untuk berbagai pH air. Percobaan adsorpsi uranium dijalankan dalam sistem batch. Air limbah sebanyak 100 ml yang mengandung uranium dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan pH larutan diatur menjadi 3, 5, 7, atau 9. Sebanyak 0,5 g tanah dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditempatkan dalam shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 6 jam dan dibiarkan selama 24 jam sampai tercapai kesetimbangan. Filtrat yang terbentuk disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer. Lima model kesetimbangan isotermal diajukan untuk mendekati data kesetimbangan. Sebagai hasil, kesetimbangan Chapman cocok dalam mendekati data percobaan pada berbagai pH air. Dari hasil perhitungan diketahui ion UO22+ memiliki nilai parameter α, β, γ masing-masing sebesar 25 mg/g, 2,3 l/mg, dan 18,1 sedangkan untuk ion (UO2)3(OH)7- masing-masing sebesar 19 mg/g, 0,095 l/mg, dan 3,4. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai data pendukung bagi analisis dampak lingkungan dalam pembangunan PLTN. Kata kunci: adsorpsi, kesetimbangan, uranium, prediksi, sedimen, pH Activities involving uranium as nuclear fuel has potentially polluted the environment. Since uranium is a toxic and radioactive heavy metal, it is necessary to identify its distribution in nature. This study aims to define uranium adsorption equilibrium model in water and sediment. The model is also supposed to be appropriate for various pH of water. Experiments were performed in a batch system. One hundred mL of waste water for National Atomic Energy Agency (BATAN) containing uranium was placed in an erlenmeyer flask and the pH was varied at 3, 5, 7, or 9. Soil was used as adsorbent. The process was shaken at 100 rpm for six hours and then was left for 24 hours to reach the equilibrium. The resulting filtrate was filtered and analyzed using a spectrophotometer. Five different isotherm equilibrium models were proposed in order to fit the equilibrium experimental data. It was found that Chapman equilibrium could fit the data more thoroughly than the other models. From the calculation, it was known that UO22+ parameter values of α, β, γ were 25 mg/g-soil, 2,3 l/mg, and 18,1 respectively, while for (UO2)3(OH)7- were 19 mg/g, 0,095 l/mg, and 3,4 respectively. It is expected that this research will be useful as supporting data for environment impact analysis in nuclear power plants development. Keywords: adsorption, equilibrium, uranium, sediment, pH
Kinetika Reaksi Esterifikasi Gliserol Monoacetin dari Gliserol Hasil Samping Industri Biodiesel dan Asam Asetat dengan Katalisator Lewatit Monoplus s-100 Anita Arsyad; Hary Sulistyo; Sarto
Jurnal Rekayasa Proses Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.31034

Abstract

Biodiesel is one of the potential candidates for alternative energy to replace fossil fuel. Glycerol is the side product in biodiesel production. To increase the economic value, glycerol can be processed through esterification to produce glycerol monoacetine. Monoacetine is very useful for non-food application such as printing ink, plasticizer, and intermediate material for biodegradable polyester. This research was conducted in batch reactor with variations of reaction temperatures (323 K-343 K), catalyst concentrations (3%, 5%, and 7% w/w of glycerol), and reactant ratios in terms of glycerol and acetate volume ratios (3:1, 5;1, and 7:1). Samples were withdrawn every 15 minutes up to 60 minutes of reaction time and the free fatty acid concentration was measured. Besides, the initial acid concentration and free glycerol in the raw material were also measured. The highest conversion was obtain as much as 63.86% at 343K, 7:1 reactant volume ratio (glycerol: acetic acid), and catalyst concentration of 3% of glycerol weight. The reaction kinetics of glycerol mono acetin production was modeled. Two kinetics models were used, which were pseudo-homogeneous catalytic model and heterogeneous catalytic model. Based on experimental data fitting on the models, it turned out that pseudo-homogeneous model was better representing the esterification of glycerol with Lewatit Monoplus s-100 catalyst. Keywords: esterification, acetic acid, monoacetin glycerol, Lewatit Monoplus s-100 Biodiesel merupakan salah satu energi alternatif yang diharapkan dapat menggantikan bahan bakar diesel. Gliserol merupakan produk samping dari produksi biodiesel. Untuk meningkatkan nilai ekonominya, gliserol dapat diesterifikasi untuk membentuk gliserol monoacetin. Kegunaan monoacetin sangat banyak untuk keperluan non-makanan seperti pelarut dalam tinta cetak, plasticizer dan bahan baku poliester yang biodegradable. Penelitian ini dilakukan dalam sistem batch dengan variasi suhu reaksi 323 K–343 K, konsentrasi katalis 3%, 5% dan 7% dari massa gliserol, serta perbandingan volum pereaksi (gliserol:asam asetat) 3:1, 5:1 dan 7:1. Pengambilan sampel dilakukan setiap 15 menit sampai waktu 60 menit untuk dianalisis kadar asam bebasnya. Dalam penelitian ini kinetika reaksi gliserol monoacetin didekati dengan model matematis yang disusun dari persamaan neraca massa. Hasil percobaan menunjukkan konversi tertinggi diperoleh sebesar 63,86% pada suhu 343 K, perbandingan volum gliserol: asam asetat sebesar 7:1 dan konsentrasi katalis 3% dari massa gliserol yang digunakan. Pada penelitian ini, diuji 2 model kinetika reaksi yaitu model katalitik pseudo-homogen dan model `katalitik heterogen. Berdasarkan kesesuaian dengan data eksperimen, model pseudo-homogen lebih sesuai untuk esterifikasi gliserol dengan katalisator Lewatit Monoplus s-100. Kata kunci: esterifikasi, asam asetat, gliserol monoacetin, Lewatit monoplus s-100
Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara Batch Dewi Astuti Herawati; Andang Arif Wibawa
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.572

Abstract

Dalam dekade terakhir, tingkat konsumsi energi semakin tinggi, sedangkan sumber energi fosil terbatas. Diperlukan usaha-usaha untuk mendapatkan energi terbarukan. Di sisi lain, limbah pertanian dan sampah pasar melimpah dan dapat dibuat biogas yang merupakan energi terbarukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pretreatment jerami terhadap yield biogas dan kadar metana. Sampah sayuran sawi hijau (Brassica Juncea) dan jerami padi dicampur dengan komposisi tertentu sampai diperoleh perbandingan molar C/N = 20. Starter inokulum dari cairan hasil biodigester dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang kemudian ditambahkan air sehingga volume totalnya menjadi 350 ml. pH awal campuran diukur dan campuran dialiri gas N2 supaya kondisi anaerob tercapai sementara erlenmeyer dalam keadaan tertutup rapat. Fermentasi dilakukan pada suhu 35°C. Volume biogas dan pH diukur setiap hari sementara kadar metana dianalisis setiap tujuh hari. Proses fermentasi diamati selama 49 hari. Hasil terbaik diperoleh dari jerami ukuran 0,5 cm yang dikenakan perlakukan awal penambahan EM-4, dimana hasil yield biogas rata-rata 0,03 L/g VS pada hari ke-21. Kadar metan tertinggi sebesar 64,78% dihasilkan pada hari ke-28 diperoleh dari jerami padi yang dibuat serbuk. Perlakuan awal jerami padi secara biologis dengan penambahan EM-4 terbukti dapat meningkatkan yield biogas sebesar 188,48%. Kata kunci: jerami padi, sawi hijau, EM-4, biogas, metana, yield biogas In the recent decades, population growth has increased energy consumption level. On the other hand, fossil energy sources are very limited and therefore the need to seek renewable energies as alternatives is inevitable. Agricultural and traditional market wastes can be used to produce biogas as renewable energy. The objectives of this study was to investigate the potential of rice straws and green mustard (Brassica Juncea) to produce biogas and the effect of pretreatment on the biogas production. Vegetable waste of green mustard and rice straws were mixed so that the C to N ratio was 20. Inoculums starter taken from bio-digester effluent was put into an erlenmeyer and water was then added to a total volume of 350 ml. Initial mixture pH was measured and nitrogen was fed to the reactor to get anaerobic condition while the erlenmeyer was isolated. Fermentation was conducted at temperature of 35°C. Volume and pH of the resulting biogas were measured everyday, while the methane content was analyzed every seven days. The fermentation process was observed for 49 days. Experimental results showed that the highest result was obtained from rice straw that was pretreated by adding EM-4 with the average biogas yield of 0,030 L/g VS after 21 days. The highest methane content was obtained after 28 days with a purity of 64,78% from the powdered rice straw. The experimental results showed that the rice straw pretreated with EM-4 addition could increase biogas yield by 188,48%. Keywords: rice straw, green mustard, EM-4, biogas, methane, yield of biogas
Karakterisasi dan Laju Pembakaran Biobriket Campuran Sampah Organik dan Bungkil Jarak (Jatropha curcas L.) Eddy Kurniawan; Wahyudi Budi Sediawan; Muslikhin Hidayat
Jurnal Rekayasa Proses Vol 6, No 2 (2012)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.4697

Abstract

Potensi limbah biomassa dan bungkil jarak pagar cukup besar dan saat ini belum termanfaatkan. Kedua bahan tersebut dapat diolah menjadi bio-arang melalui proses pirolisis. Bio-arang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Tar dan tepung tapioka digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket arang. Pada penelitian ini digunakan briket arang dengan fraksi massa bungkil jarak pagar 0, 25, 50, 75 dan 100%. Percobaan diawali dengan pembuatan arang, penghalusan arang dan pengayakan ukuran 35 mesh, pencampuran bahan baku dengan pelbagai komposisi dengan penambahan perekat (tapioka atau tar) kemudian ditekan dengan tekanan 1 kg/cm2. Selanjutnya, briket dianalisis kuat tekan, kadar air, kadar bahan mudah menguap, kadar abu, karbon terikat dan nilai kalor. Pembakaran briket dilakukan untuk mempelajari laju pembakaran dengan model matematis. Hasil analisis model matematis menunjukkan bahwa laju pembakaran briket pada komposisi bungkil jarak 75% dengan perekat tar, lebih cepat. Briket yang menggunakan perekat tar memberikan asap pada saat dibakar, sedang penggunaan perekat tapioka tidak manghasilkan asap. Model matematis yang diajukan dapat menggambarkan laju pembakaran briket. Parameter kinetik dan laju pembakaran dapat diperoleh dari model yang diajukan. Kata kunci: briket, bahan perekat, laju pembakaran, parameter kinetik The potential of biomass municipal waste and jatropha cakes is abundant, but has not been utilized. These materials can be converted into biobriquette via pyrolisis, which can be used as alternative fuel. Tar and tapioca adhesive were applied for the binder. In this study, briquettes with the mass fraction of jatropha cakes of 0, 25, 50, 75 and 100% were used. Research was done by performing carbonization, screening (35 mesh), mixing raw materials (municipal waste, jatropha cakes, tapioca adhesive and tar adhesive) and pressing at 1 kg/cm². Briquettes were then analyzed for compressive strengh, heating value, the moisture content, volatile matter, ash and fixed carbon. The combustion of the briquette was undertaken to study the rate of combustion. Mathematical model showed that the rate of combustion of the briquette with composition of municipal waste and jatropha oil cakes (25% : 75%) with adhesive tar was faster. Briquettes with adhesive tar produce smoke when burned, while briquettes with tapioca adhesive is smoke-free. Therefore it is more preferable. The proposed mathematical model describes the rate of combustion of the briquette well. The kinetic parameter of the rate of combustion were also obtained. Keywords: Briquette, adhesive materials, rate of combustion, kinetics parameter.
Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil Alkohol dengan Asam Asetat Menggunakan Asam Sulfat sebagai Katalisator Muhammad Naufal Fakhry; Suprihastuti Sri Rahayu
Jurnal Rekayasa Proses Vol 10, No 2 (2016)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.33339

Abstract

Ester compounds are widely used as solvents, artificial aroma materials, and precursors of pharmaceutical ingredients. One of the ester compounds widely used in the chemical industry is amyl acetate. Amyl acetate can be synthesized by esterification of amyl alcohol and acetic acid, which is a liquid-liquid heterogeneous reaction. This study aims to study the kinetics of this particular reaction focusing on the effect of temperature. The catalyst used in this study was sulfuric acid. The mole ratio of acetic acid to amyl alcohol used was 2: 5. Reaction was run at constant temperature in a three-neck flask as a batch reactor. The acetic acid and sulfuric acid were first put into the reactor and heated while stirring. After reaching a certain temperature, the preheated amyl alcohol was added into the reactor. During reaction, the temperature was maintained at the desired temperature. The reactants and products involved in this reaction were immiscible. The product phases were separated and then the remaining acetic acid content in the water-soluble phase was analyzed by volumetric method. The study was carried out in 4 variations of temperature i.e. 70, 80, 90, and 100 oC. The results of experimental data analysis showed that the reaction will be faster when the temperature is higher. The mass transfer from the acetic acid phase to the amyl alcohol phase increased with the increase of temperature. The value of the reaction rate constant, the overall mass transfer coefficient, and the Henry’s constant were evaluated by the parameter fitting method using the MATLAB program. Based on the evaluation at the highest reaction temperature 100 oC, the rate constant was 0.0134 mL.mole-2s-1, the mass transfer coefficient was 0.3180 L s-1, and the Henry’s constant was 0.0174 (mole/L)A in phase II/(mole/L)A in phase I.Keywords: esterification, immiscible, amyl acetate, mass transfer ABSTRAKSenyawa ester banyak dipakai sebagai solven, bahan aroma buatan, dan prekursor bahan-bahan farmasi. Salah satu senyawa ester yang banyak digunakan dalam industri kimia dalah amil asetat. Ester amil asetat dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi dengan bahan baku amil alkohol dan asam asetat. Reaksi ini merupakan reaksi heterogen cair-cair. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi tersebut, terutama pengaruh variabel suhu. Untuk mempercepat laju reaksi ditambahkan asam sulfat. Perbandingan mol pereaksi asam asetat:amil alkohol yang digunakan sebesar 2:5. Reaksi dijalankan dalam reaktor batch dan suhu dijaga konstan. Reaktan dan katalisator dicampur dalam labu leher tiga. Asam asetat dan asam sulfat dituangkan ke dalam reaktor, dipanaskan dan diaduk sampai suhu tertentu. Selanjutnya amil alkohol yang telah dipanaskan sebelumnya hingga suhu tertentu dituangkan. Selama reaksi suhu dipertahankan konstan. Reaktan dan produk yang terlibat dalam reaksi ini berupa campuran immiscible. Produk yang terdiri dari dua fase dipisahkan antar fasenya kemudian fase yang larut dalam air dianalisis kadar asam asetat sisanya dengan metode volumetri. Reaksi dilakukan masing-masing pada suhu 70, 80, 90, dan 100 oC. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi akan semakin cepat apabila suhu semakin tinggi. Transfer massa dari fase asam asetat ke fase amil alkohol semakin besar pula dengan adanya kenaikan suhu. Nilai konstanta kecepatan reaksi, koefisien transfer massa overall, dan konstanta Henry dievaluasi dengan metode fitting parameter menggunakan program MATLAB. Berdasarkan evaluasi pada suhu reaksi tertinggi yaitu 100 oC diperoleh nilai konstanta kecepatan reaksi sebesar 0,0134 mL.mol-2s-1, koefisien transfer massa overall sebesar 0,318 mL s-1, dan konstanta Henry sebesar 0,0174 (mol/L)A di fase II/(mol/L)A di fase I.Kata kunci: esterifikasi, immiscible, amil asetat, transfer massa
Pengaruh Penambahan Nutrisi Terhadap Efektifitas Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terhadap Limbah Orto-Klorofenol Is Sulistyati Purwaningsih
Jurnal Rekayasa Proses Vol 3, No 1 (2009)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.559

Abstract

Limbah pabrik pulp dan kertas mengandung senyawa-senyawa fenol dan klorofenol yang sangat berbahaya jika dibiarkan berada di perairan. Senyawa-senyawa tersebut sangat beracun dan sulit untuk didegradasi. Fitoremediasi terbukti merupakan metode yang efektif dan ekonomis untuk mereduksi konsentrasi polutan di sistem perairan. Pada penelitian ini tanaman enceng gondok dipilih untuk meremediasi air yang terkontaminasi o-klorofenol. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 reaktor batch yang diberi perlakuan berbeda, yaitu tanpa dan dengan penambahan nutrisi dengan variasi konsentrasi kontaminan 0 hingga 20 mg/L. Remediasi o-klorofenol oleh enceng gondok dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi awal o-klorofenol. Semakin besar konsentrasi awal o-klorofenol maka laju remediasi semakin besar. Dari penelitian diperoleh remediasi o-klorofenol terbesar terjadi pada konsentrasi awal 20 mg/L, laju remediasinya 4,59 kali lebih cepat daripada konsentrasi awal 5 mg/L. Laju remediasi o-klorofenol dengan penambahan nutrisi lebih cepat daripada tanpa penambahan nutrisi. Dari penelitian diperoleh remediasi o-klorofenol dengan penambahan nutrisi lebih cepat 1,23–1,33 kali daripada fitoremediasi tanpa penambahan nutrisi. Selain itu, pada fitoremediasi selama 48 jam setiap 500 gram enceng gondok mampu menjerap o-klorofenol sebanyak 41-59% dari konsentrasi awalnya. Kata kunci: enceng gondok, fitoremediasi, o-klorofenol, nutrisi. Pulp and paper wastewater contains a vast variety of chemicals including phenolic and chlorinated phenolic compounds. The toxicity of these two phenolic compounds in water has led to environmental problem due to resistance or complete recalcitrance to metabolic breakdown by the majority of living species. Phytoremediation is one of the most effective and economic way of reducing the toxic compounds in wastewater system. In this research enceng gondok (Eichhornia crassipes) was choosen as ortho-chorophenol phytoremediation agent. Experiment was conducted in 2 batch reactor systems; one reactor without nutrient addition and the other one with 1.06 mg/L of NPK addition as nutrition. Both systems were carried out over range of pollutan concentration of 0 -20 mg/L. Experimental result showed that the remediation of o-chlorophenol using enceng gondok was influenced by the initial concentration of pollutan. The rate of o-chlorophenol uptake increased when o-chlorophenol concentration higher. It was shown that the highest o-chlorophenol uptake rate reached at 20 mg/L of initial concentration, in which its uptake rate was 4.59 times faster compared to uptake rate at 5 mg/L of o-chlorophenol concentration . With nutrient addition, the rate of o-chlorophenol uptake was 1.23 – 1.33 times faster than the process without nutrient addition. Experimental result also indicated that after 48 hours remediation , every five hundreds (500) gram of enceng gondok was able to adsorp more than 50 % of o-chlorophenol from its initial concentration. Keywords: Eichhornia crassipes, o-chlorophenol, phytoremediation, nutrion

Page 11 of 24 | Total Record : 234