cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Ilmu Lingkungan
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : 18298907     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 19, No 3 (2021): November 2021" : 21 Documents clear
Strategi Prospektif Pengembangan Dalam Ekowisata Waduk Cirata Yang Berkelanjutan Purna Hindayani; Armandha Redo Pratama; Zuzzy Anna
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.620-629

Abstract

Pengembangan ekowisata waduk Cirata memiliki potensi besar dalam penggerak perekomian dan membangun kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan sumber daya alam dan merusak lingkungan bahkan berkelanjutan.Pada studi ini, ini bertujuan untuk menentukan  variabel-variabel yang mempengaruhi pengembangan ekowisata di waduk Cirata serta mengetahui hubungan interdepensi antara variabel-variabel sehingga dapat dijadikan penentuan kebijakan dalam pengembangan ekowisata di waduk Cirata yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah analisis struktural Matrix of Cross Impact Multiplication Applied to a Classification (MICMAC). Hasil penelitian menunjukan bahwa satu variabel penggerak yaitu konflik pemanfaatan waduk sedangkan variabel kunci terdapat 21 variabel dari 5 dimensi pembangunan keberlanjutan. Urutan prioritas variabel kunci pada dimensi lingkungan  yaitu kualitas perairan; dimensi ekonomi terdapat tiga variabel yaitu peluang industri wisata, pengembangan ekonomi warga lokal (UMKM) dan  alokasi pendanaan pariwisata; dimensi sosial terdapat dua variabel yaitu keterlibatan masyarakat lokal, peluang lapangan kerja bidang pariwisata; dimensi kelembangaan terdapat kesiapan regulasi dalam pengembangan ekowisata, dukungan pemerintah lokal, kesepakatan komunitas dan aturan lokal, koordinasi dan kolaborasi  antar lembaga, dan dukungan pemerintah pusat; dimensi kepariwisataan tersapat 10 variabel yaitu aktivitas wisata, tata kelola dan manajemen pengelolaan wisata, keunikan dan keindahan di tempat wisata,  sarana dan prasarana pariwisata,  daya tarik wisata budaya dan alam, strategi promosi dan pemasaran, akomodasi wisata, aksebilitas wisata, potensi wisatawan lokal, dan potensi wisatawan asing. variabel-variabel tersebut menjadi pondasi awal dalam menentukan kebijakan oleh para pemangku kewenangan dalam pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan di waduk cirata. AbstractThe development ecotourism  of Cirata reservoir has great potential in driving the economy building community welfare without having to sacrifice natural resources and damage the environment and even be sustainable. This study aims to determine the variables that influence the development of Cirata ecotourism and to determine the interdependence relationship between the variables so that it can be used as a policy for  the sustainable development of Cirata ecotourism. The method used  was Matrix Cross Impact Multiplication Applied to a Classification (MICMAC) structure analysis. The results showed that one driving variable is the conflict over the use of reservoirs, while the key variables are 21 of the 5 dimensions of sustainable development. A key variable in the environmental dimension, namely water quality; three key variables in the the economic dimension, namely tourism industry opportunities, economic development of local communities (MSMEs) and tourism funding allocations; two variables in the social dimension, namely the involvement of local communities, job opportunities in the tourism sector; the institutional dimension includes regulatory readiness in ecotourism development, local government support, community agreements and local rules, coordination and collaboration between institutions, and central government support; The dimensions of tourism included 10 variables, namely tourism activities, tourism management, uniqueness and beauty in tourist attractions, tourism facilities and infrastructure, cultural and natural tourist attractions, promotion and marketing strategies, tourism accommodation, tourism accessibility, potential local tourists, and potential foreign tourists. These variables become the initial foundation in determining policies and decisions by authorities in sustainable ecotourism management in the Cirata Reservoir
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Cadangan Karbon sebagai Indikator Degradasi Lingkungan di Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang Debi Sumarlin; Evi Gusmayanti; Gusti Zakaria Anshari
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.576-581

Abstract

Sumberdaya hutan dan lahan merupakan sumberdaya yang menjadi andalan dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat terutama di negara berkembang. Sumber daya hutan dan lahan memiliki permasalahan seperti kegiatan konversi area hutan ke penggunaan lahan non hutan.  Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sandai pada periode 2000 sampai 2019. Selanjutnya hasil analisis digunakan untuk mengestimasi cadangan karbon. Data perubahan penggunaan lahan diperoleh dari analisis visual citra landsat, sedangkan cadangan karbon dihitung berdasarkan total luas penggunaaan lahan dengan standar cadangan karbon di setiap penggunaan lahan. Hasil analisis citra pada tahun 2019 dicocokkan dengan kondisi di lapangan. Hasil pengecekan pada 30 titik dengan kondisi terakhir penggunaan lahan tahun 2019 diperoleh kecocokan sebanyak 26 titik (87%), Ketidakcocokan terjadi karena perubahan penggunan lahan hutan sekunder menjadi kebun (1 titik), semak belukar menjadi tambang (1 titik), pertanian lahan kering menjadi lahan terbuka (1 titik) dan penggunaan lahan transmigrasi berubah menjadi semak belukar (1 titik). Penggunaan lahan yang paling dominan mengalami perubahan adalah hutan lahan kering sekunder dan perkebunan. Hutan lahan kering sekunder tahun 2000 yaitu seluas 39.931,11 ha, pada tahun 2011 menjadi 32.833,22 ha dan tahun 2019 menjadi 17.180,02 ha. Hutan lahan kering sekunder mengalami penurunan luas 22.751,09 ha dari luas 39.931,11 ha pada tahun 2000. Penggunaan lahan perkebunan tahun 2000 adalah 2.303,01 ha, mengalami penambahan luas tahun 2011 menjadi 3.996,79 dan tahun 2019 menjadi 13.937,42 ha. Penggunaan lahan perkebunan mengalami penambahan luas sebesar 13.937,42 ha dari luas 2.003,01 ha pada tahun 2000. Cadangan karbon tahun 2000 adalah 5.873,585 ton/ha, tahun 2011 menjadi 5.391,709 ton/ha dan tahun 2019 4.605,672 ton/ha. Cadangan karbon mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai 2019 sebesar 1.267,91 ton/ha.    AbstractForest and land resources are the leading sector in the socio-economic activities of the community, especially in developing countries. Forest and land resources have problems such as the conversion of forest areas to non-forest land uses. The purpose of this study is to identify land use changes in Sandai District in the period 2000 to 2019. An analysis for above ground carbon stock also carried out in this study. Land use change data was obtained from visual analysis of Landsat imagery, while carbon stock was calculated based on the total land use area with carbon stock standards in each land use. Ground checking was carried out to validate the image in 2019 with field conditions. The results of ground checking at 30 points with the latest conditions of land use in 2019 obtained 26 points (87%), mismatches occurred due to changes in secondary forest land use to plantations (1 point), shrubs to mining (1 point), dryland agriculture to bareland (1 point) and transmigration changed to shrubs (1 point). The most dominant land use changes are secondary dryland forest and plantations. The secondary dryland forest in 2000 was 39.931,11 ha, it became 32,833.22 ha in 2011, and 17.180,02 ha in 2019. Secondary dryland forest decreased by 22.751,09 ha in 2019 from 39.931,11 ha in 2000. Plantations in 2000 was 2.303,01 ha increase to 3.996,79 in 2011 and 13,937.42 ha in 2019. Plantations increased by 13.937,42 ha in 2019 from 2.003,01 ha in 2000. Carbon stocks in 2000 were 5.873.585 tons/ha, it became 5,391,709 tons/ha in 2011 and 4,605.672 tons/ha in 2019. Carbon stocks decreased from 2000 to 2019 by 1.267,91 tons/ha.
Rancang Bangun Green Belt Untuk Pengendalian Pencemaran Debu di Kawasan Industri Terboyo (Jalan Kaligawe) Nurandani Hardyanti; Matthew Darmawan; Haryono Setiyo Huboyo
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.681-689

Abstract

Pencemaran udara adalah masuknya atau bercampurnya unsur-unsur berbahaya ke atmosfer yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan manusia pada umumnya, dan penurunan kualitas lingkungan. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah pencemaran udara adalah dengan merencanakan Green Belt. Green Belt atau Sabuk hijau adalah kawasan bebas bangunan atau ruang terbuka hijau di sekitar kawasan sumber pencemar yang berguna sebagai penyaring fisik pencemar udara serta aspek lain seperti estetika, fungsi peneduh dan penunjang keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, perencanaan Green Belt menjadi penting sebagai aspek yang dapat mengendalikan tingkat pencemaran udara, khususnya pencemaran debu, pada lokasi perencanaan yang ditargetkan, khususnya Kawasan Industri Terboyo. Berdasarkan sampling yang dilakukan, angka konsentrasi debu menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 801,6 mg/m3. Dengan desain Green Belt jenis pohon Acacia mampu menurunkan konsentrasi debu mulai dari efisiensi 15,84% pada tahun tanam dan meningkat pesat setiap tahunnya. Efisiensi optimal Green Belt akan tercapai pada tahun ke-2 dengan laju 71,40% dan akan mampu mencapai efisiensi maksimum pada tahun ke-5 dengan laju 87,92%. ABSTRACTAir pollution is the entry or mixing of hazardous elements into the atmosphere which can cause environmental damage, disturbances to human health in general and reduce environmental quality. One of the solutions to tackle air pollution problems is to plan a Green Belt. Green belt is a building-free zone or green open space around the pollutant source area which is useful as a physical filter for air pollutants as well as other aspects such as aesthetics, shading functions, and biodiversity support. Therefore, planning a Green Belt is important as an aspect that can control the level of air pollution, especially dust pollution, at the targeted planning location, especially Terboyo Industrial Area. Based on the sampling carried out, the dust concentration figure shows a high number, namely 801.6 mg / m3. With the Acacia tree species Green Belt design, it can reduce dust concentrations starting from an efficiency of 15.84% in the planting year and increasing rapidly each year. The optimum efficiency of the Green Belt will be achieved in the 2nd year with the rate of 71.40% and it will be able to reach the maximum efficiency in the 5th year with the rate of 87.92%.
Analysis of Greenhouse Gas Emissions from Mobile Sources in Jombang Urban Area during the Covid-19 Pandemic Achmad Chusnun Niam; Rachmanu Eko Handriyono; Indah Puji Hastuti; Maritha Nila Kusuma
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.582-587

Abstract

Pada Desember 2019, wabah penyakit pneumonia yang disebabkan oleh coronaviruse ditemukan Wuhan, China. Penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini. Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan agar masyarakat tidak berkegiatan di tempat umum. Beberapa kawasan perkotaan mengalami penurunan jumlah kendaraan secara signifikan. Penelitian ini menganalisis emisi gas rumah kaca (GRK) dari sumber bergerak di Kabupaten Jombang ketika penerapan kebijakan PSBB di masa pandemi COVID-19. Metode analisis emisi gas rumah kaca menggunakan metode Tier 2 (Vehicle Kilometer Traveled) yang menggunakan pendekatan berdasarkan panjang perjalanan. Data primer diambil dengan traffic counting pada wilayah adminsitrasi kawasan perkotaan Jombang. Hasil penelitian menujukkan terdapat pengurangan kendaraan terutama angkutan umum seperti bus baik bus antar kota maupun antar provinsi. Berdasarkan wilayah administratif, Kecamatan Jombang memiliki emisi gas rumah kaca CO2eq tertinggi sebesar 119372,29 ton/tahun, diikuti oleh Kecamatan Perak sebesar 46.679,04 ton/tahun  dan Kecamatan Diwek 52799,15 ton/tahun. Ruas jalan nasional di kawasan perkotaan jombang menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca CO2eq tertinggi yaitu 113877,99 ton/tahun. ABSTRACTIn December 2019, an outbreak of pneumonia caused by the coronavirus was found in Wuhan, China. This disease has spread throughout the world until this time. The Indonesian government issued a policy so that people do not carry out activities in public places. Several urban areas have experienced a significant decrease in the number of vehicles. This study analyzes greenhouse gas emissions (GHGs) from mobile sources in Jombang urban area during the implementation of the PSBB policy in COVID-19 pandemic. Analyzing greenhouse gas emissions method uses the Tier 2 (Vehicle Kilometer Traveled) method that uses an approach based on the length of the trip. Primary data was taken by traffic counting on the administration area of Jombang urban area. The results depicted that there was a reduction in vehicles, especially public transportation such as buses, both inter-city, and inter-provincial buses. Jombang District has the highest CO2eq greenhouse gas emissions of 119372.29 tons/year, followed by Perak District at 46679.04 tons/year and Diwek District 52799.15 tons/year. National roads in the Jombang urban area are the highest contributor to CO2eq greenhouse gas emissions, namely 113877.99 tons/year.
Studi Penutupan Lahan Hulu dan Hilir Dareah Aliran Sungai Liliba Terhadap Kuantitas Air I.N.P Soetedjo; P. De Rozari; Novida Leo
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.630-637

Abstract

Daerah Aliran Sungai (DAS) Liliba secara adminitrasi terletak di 2 (dua) daerah adminitrasi yaitu Kota Kupang dan Kabupaten Kupang dengan luas 4.534 ha, panjang sungai utama 20.176,22 m. Daya dukung DAS Liliba sebagai sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) sangat dipengaruhi kondisi penutupan lahan. Penurunan kuantitas ditandai dengan semakin berkurangnya debit air pada musim kemarau,. Studi dilakukan selama bulan 3 bulan dari bulan September sampai November 2019. Perubahan penutupan lahan dianalisa berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan di DAS Liliba tahun 2008-2018. Kuantitas air dianalisa dengan menggunakan metode Mock pada 4 titik pengamatan. Hasil studi menunjukkan penutupan lahan tipe pemukiman meningkat dari 20.39% pada tahun 2008 menjadi 48.47% pada tahun 2018. Penurunan semak belukar sebesar 19.73% pada tahun 2008 menjadi 0% pada tahun 2018. Penurunan kawasan hutan sekunder dari 15.45% pada tahun 2008 menjadi 10.14 % pada tahun 2018. Kondisi mengakibatkan berkurangnya kuantitas air Debit maksimum terjadi pada bulan Januari, yaitu 1.36 m³/dt, sedangkan debit minimum terjadi pada bulan Oktober, yaitu 0.34 m³/dt. ABSTRACTLiliba water shed locate administratively at Kupang city and district of Kupang with about 4,534 ha of wide and about 20,176.22 m of main river length. Carrying capacity of Liliba watershed as natural resources (soil, water, and vegetation) is affected strongly by land cover conditions. Decreasing in water quantity is indicated by decrease in water discharge during dry season. Study had been conducted at Liliba Water Shed during September to November 2019. Change of land cover was analyzed  based on classification land use at Liliba Water Shed during  2008-2018 Water quantity was observed by Mock method at 4 locations. Result of the study showed that land cover of settlement type increased from 20.39% in 2008 to 48.47 % in 2018. Shrubs type decreased from 19.73% in 2008 to 0% in 2018. Moreover, secondary forest areas decreased from 15.45% in 2008 to 10.14% in 2018. These conditions resulted in decreasing of water quantity. Maximum water discharge was 1.36 m3/second occurred in January and minimum water discharge occurred in October was 0.34 m3/second. Meanwhile, analyzed water quality indicated a light level of pollution in all parameters measurements.
Studi Model Bisnis Eksisting dalam Implementasi Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) di Bawah Satuan Kerja (Studi kasus: Kota Bekasi dan Kota Makassar) dan BUMD (Studi kasus: Kota Medan dan Kota Surakarta) Saffanah Gumilangsari; Muhammad Sonny Abfertiawan; Prayatni Soewondo
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.599-611

Abstract

Pengelolaan lumpur tinja masih menjadi tantangan yang besar bagi kota-kota di Indonesia. Untuk mendukung optimasi pengelolaan lumpur tinja, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan lembaga nasional maupun internasional telah mengimplementasikan metode Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT) untuk memastikan tercapainya target sanitasi aman. LLTT merupakan bagian dari Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) yang telah diterapkan di beberapa kota di Indonesia dengan perbagai bentuk model bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi model bisnis yang mengimplementasikan metode LLTT di bawah operator satuan kerja atau UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan di bawah operator BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dengan metode observasi, studi literatur, serta wawancara. Untuk bentuk UPTD, penelitian dilakukan di Kota Bekasi dan Makassar sedangkan BUMD dilakukan di Kota Medan dan Surakarta. Hasilnya terdapat perbedaan dalam aspek teknis maupun tata kelola dalam implentasi layanan secara terjadwal. Pelaksanaan LLTT di bawah BUMD air minum memiliki pola penentuan zona layan berdasarkan meter air dan radius pelayanan IPLT untuk aspek teknis sedangkan perbedaan dalam hal tata kelola yaitu BUMD memiliki keunggulan atas tarif yang terintegrasi dengan rekening air minum dan memiliki otoritas lebih dalam alokasi pendapatan yang diperoleh atas tarif tersebut. Operator UPTD menentukan zona layanan berdasarkan batas administrasi kota, selain itu untuk aspek tata kelola UPTD memiliki keterbatasan dalam pengelolaan keuangan karena operasionalnya yang dianggarkan satu tahun sekali dalam APBD dan keterbatasan dalam memperoleh pendapatan lain diluar retribusi yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah. ABSTRACTFaecal sludge management (FSM) is still a big challenge for cities in Indonesia. The Government of Indonesia in collaboration with national and international institutions has implemented the scheduled desludging service, in Indonesia we called it Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT), to support the optimization of sludge management due in ensuring the achievement of safely managed sanitation targets. LLTT is part of the domestic wastewater management system which has been implemented in several cities in Indonesia with various forms of business models. This study aims to identify and evaluate the business model that implements the LLTT method that operate under Local’s Work Units (UPTD) and under Regional/Locals’s Owned Enterprises (BUMD) with the method of observation, literature study, and interviews. The research was conducted in the cities of Bekasi and Makassar for UPTD, while the BUMD was conducted in the cities of Medan and Surakarta. The result shows the differences in technical and governance aspects in the implementation of scheduled services. The implementation of LLTT under drinking water BUMD determine the service zone based on water meters and fecal sludge treatment plant’s service radius for technical aspects, while the difference in governance aspect is that BUMD has advantages over tariffs that are integrated with drinking water bills and has more authority in the allocation of income earned on those revenue. UPTD operators determine service zones based on city administrative boundaries, in addition to aspects of governance, UPTD has limitations in financial management due to their operation expenditure which are budgeted once a year in the local revenue budget and limitations in obtaining other income outside the retribution that has been legalized in city/district regulations.
Kajian Kelimpahan Mikroplastik di Biota Perairan Saptian Wisnu Sandra; Arlini Dyah Radityaningrum
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.638-648

Abstract

Sampah plastik dapat terdegradasi menjadi mikroplastik (MP) dan nanoplastik (NP) melalui proses fisik, kimia, dan biologis. MP didefinisikan sebagai partikel plastik kecil berukuran < 5 mm. MP saat ini telah ditemukan di tubuh biota perairan, baik perairan permukaan maupun perairan laut. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji MP pada biota perairan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur terhadap artikel publikasi 10 tahun terakhir. Kajian dilakukan terhadap kelimpahan, ukuran, bentuk, warna, dan komposisi MP pada biota perairan permukaan dan laut. Review dilakukan terhadap penelitian di Indonesia dan berbagai wilayah di negara lain. Beberapa metode pengambilan sampel biota perairan yang digunakan dalam penelitian terdahulu yaitu menggunakan trawl atau pukat dasar (jaring polietilen), jaring pukat pantai (10 m x 1,5 m; ukuran mata jaring: 8 mm). Identifikasi MP pada saluran pencernakan biota ikan dilakukan menggunakan larutan KOH 10% selama 24 jam pada suhu 60°C, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring Whatman. Selanjutnya, proses identifikasi menggunakan mikroskop okuler dan FTIR untuk menentukan ukuran, bentuk, dan jenis polimer. Hasil kajian menunjukkan bahwa kelimpahan MP terbanyak pada biota perairan masing-masing yaitu 468 partikel MP/individu pada spesies Ikan Sapu-Sapu (Hypostomus plecostomus) di perairan sungai; 18 partikel MP/individu pada Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) di perairan payau; 1,4 – 7 partikel MP/individu pada spesies Tiram (Saccostrea cucullata) di perairan muara; 22,21 ± 1,7 partikel MP/individu pada spesies Ikan Thryssa kammalensis di perairan teluk; 2,7 ± 0,10 partikel MP/individu pada spesies Ikan Zeus faber di perairan selat; dan 22,3 partikel MP/individu pada Diadema sp. (Bulu babi) di perairan laut. MP yang dominan pada biota perairan adalah berukuran 20 μm – 50 μm, berbentuk fiber, dan berwarna hitam. Polyethylene (PE) ditemukan dominan pada biota perairan permukaan, serta polyprophylene (PP) dan polyethylene (PE) pada biota perairan laut.ABSTRACTPlastic wastes could be degraded into microplastic (MP) and nanoplastic (NP) through physical, chemical, and biological processes. MP was defined as the small particle of plastic with the size of < 5 mm. Currently, MP has been found in the body of aquatic biota both in the surface and sea water biota. This research aimed to investigate the microplastic content in aquatic biota. The study was conducted through literature review of the last 10 year published articles. The previous studies were reviewed in terms of abundance, size, shape, colour, and polymer type of MP in the aquatic biota in Indonesia and areas of other countries. Sampling of aquatic biota in the previous studies was conducted in several methods using trawling or bottom trawl (polyethylene net), beach trawl net (10 m x 1.5 m; mesh size: 8 mm). Identification of MP in the digestive tract of fish was conducted using 10% KOH solution for 24 hours at a temperature of 60°C, then was filtered using Whatman filter paper. Next, the identification process used an ocular microscope and FTIR to determine the polymer. The result demonstrated that the highest number of MP abundance was 468 MP particles/individual in the cattle fish (Hypostomus plecostomus) species in the river water; 18 MP particles/individual in the black nile fish (Oreochromis niloticus) species in the brackish water; 1.4 – 7 MP particles/individual in the oyster (Saccostrea cucullata) species in the estuary water; 22.21 ± 1.7 MP particles/individual in the Thryssa kammalensis fish species in the gulf water; 2.7 ± 0.10 MP particles/individual in the Zeus faber fish species in the strait water; and 22.3 MP particles/individual in the Diadema sp. (sea urchin) in the sea water. The most dominant MP size, shape, and colour in the aquatic biota was 20 μm – 50 μm, fiber, and black. Polyethylene (PE) was dominant in the surface water biota, whereas, polyprophylene (PP) and polyethylene (PE) in the sea water biota.
Analisis Status Keberlanjutan Sumber Mata Air Senjoyo pada Dimensi Ekologi dengan Metode RAP-WARES (Rapid Appraissal for Water Resources) Anggia Agatha Reza; Desti Christian Cahyaningrum; Susanti Pudji Hastuti
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.588-598

Abstract

ABSTRAKFungsi sumber mata air Senjoyo sebagai kawasan lindung resapan air dan sekitar mata air perlu mendapat prioritas untuk menjamin keberlanjutan sumber mata air Senjoyo. Keberhasilan pengelolaan sumber mata air Senjoyo sebagai kawasan lindung resapan air dan sekitar mata air dapat ditunjukkan dengan status keberlanjutan pada dimensi ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan sumber mata air Senjoyo pada dimensi ekologi. Status keberlanjutan ditentukan berdasarkan indeks keberlanjutan yang dirumuskan melalui metode RAP-WARES (Rapid Appraissal for Water Resources). Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survei dengan data primer dan sekunder yang dikonversi menjadi data kualitatif dalam bentuk skala likert sesuai atribut yang telah disusun. Hasil skoring data ke skala likert kemudian dianalisis dengan teknik Multi-Dimensional Scaling (MDS). Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan Mata Air Senjoyo pada dimensi ekologi adalah sebesar 54.78 dan termasuk dalam kriteria cukup berkelanjutan. Model MDS yang dibangun menghasilkan nilai stress dan nilai R2 berturut-turut sebesar 14,12% dan 0,948. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan atribut yang digunakan dapat mengkaji dengan cukup baik status keberlanjutan kawasan mata air Senjoyo dalam dimensi ekologi. Selisih Indeks Monte Carlo dan Indeks MDS adalah sebesar 0.246 yang membuktikan bahwa kesalahan dalam proses pembuatan skor untuk setiap atribut cenderung kecil, variasi dalam pemberian skor untuk setiap atribut akibat perbedaan pendapat responden relatif kecil, proses analisis yang dilakukan berulang stabil dan kesalahan dalam pemasukan dan kehilangan data dapat dihindari. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, terdapat dua atribut yang paling sensitif yaitu atribut perlindungan terhadap sungai dan mata air (perubahan RMS 3,50%), dan atribut aktvitas pariwisata (perubahan RMS 3,20%). Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa, pengelolaan yang dilakukan masih perlu disesuaikan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, terutama pada aspek perlindungan terhadap sungai dan mata air dan aktivitas pariwisata. Direkomendasikan untuk lebih mengembangkan pariwisata berbentuk ekowisata daripada pariwisata massal untuk menjamin keberlanjutan Sumber Mata Air Senjoyo.  AbstractThe function of the Senjoyo springs as a water catchment protected area and around the springs needs to be prioritized to ensure the sustainability of the Senjoyo springs. The success of the of Senjoyo springs management as a water catchment protected area and around the springs can be shown by the sustainability status of the ecological dimension. This study aims to analyze the sustainability status of the Senjoyo spring on the ecological dimension. Sustainability status is determined based on the sustainability index that was formulated using the RAP-WARES (Rapid Appraissal for Water Resources) method. This research is a survey research with primary and secondary data which is converted into qualitative data in the form of a Likert scale according to the attributes compiled. The results of scoring the data to a likert scale were then analyzed using the Multi-Dimensional Scaling (MDS) technique. The results of the analysis shown that the sustainability index of Senjoyo Springs on the ecological dimension is 54.78 and is included in the criteria for being quite sustainable. Stress values and R2 values of the MDS model that was built successively are 14.12% and 0.948. This value indicates that all of the attributes that used can properly assess the sustainability status of the Senjoyo spring on the ecological dimension. The difference between the Monte Carlo Index and the MDS Index is 0.246, which proves that the error in the scoring process for each attribute, the variation in presenting scores for each attribute, and the results of the respondent's disagreement are relatively small. Also, the analysis process that is repeated is stable and errors in data entry and loss can be avoided. Based on the sensitivity analysis, there are two most sensitive attributes, namely the attribute of protection against rivers and springs (change in RMS 3.50%), and attributes of tourism activities (change in RMS 3.20%). So, the conclusion of this study is the management that carrying out still needs to be adjusted to the principles of sustainable development, especially in the aspect of protecting rivers and springs and tourism activities. It is recommended to develop tourism in the form of ecotourism instead of mass tourism to ensure the sustainability of Senjoyo Springs.
Efektivitas Penyerapan Kebisingan oleh Jenis Pohon Pelindung Jalan di Provinsi Gorontalo Marini Susanti Hamidun; Dewi Wahyuni K Baderan; Megawati Malle
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.661-669

Abstract

Keberadaan vegetasi berupa pepohonan berperan dalam menjaga kestabilan ekosistem dan lingkungan. Pepohonan dikenal mampu menciptakan lingkungan yang bebas polusi dikarenakan pohon mampu menyerap gas polutan, menurunkan suhu dan menyerap bunyi melalui batang, ranting dan daun.  Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas jenis pohon terhadap tingkat penyerapan bising yang disebabkan oleh kendaraan bermotor di Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dilakukan di Kab. Bone Bolango ruas Jl. BJ. Habibie, Tapa-Kabila dan By Pass. Kota Gorontalo di ruas Jl. Pangeran Hidayat, HOS. Cokroaminoto dan HB. Jassin. Kab. Gorontalo Jl. Sama’un Pulubuhu, Sudirman, dan Trans Sulawesi. Tingkat kebisingan diukur menggunakan sound level meter. Tingkat kebisingan diukur pada 1 meter di depan pohon dan pada 1 meter dan 5 meter di belakang pohon, 1,5 m dari tanah. Mengumpulkan data pohon melalui metode survei dan mencatat ketebalan batang, tinggi batang bawah, tinggi tajuk, luas tajuk dan jarak tanam. Hasil Pengukuran menunjukkan bahwa efektivitas penyerapan bunyi oleh jenis pohon Trembesi (Samanea saman) berkisar 0.11% - 0.17% (pengurangan 7.3 dB - 16 dB). Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) berkisar 0.07% - 0.14% (pengurangan 7.2 dB - 13.3 dB). Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 0.06% - 0.16% (pengurangan 5.2 dB - 13.5 dB) dan pohon Kali Jawa (Lannea coromandelica) sebesar 0.08% - 0.15.% (pengurangan 6.3 dB – 11.9 dB). Berdasarkan kerapatan jarak tanam, luas tajuk, tinggi pohon dan diameter batang, setiap jenis pohon memiliki kemampuan menyerap suara yang berbeda. Pohon Trembesi memiliki efektivitas yang lebih besar dibanding jenis pohon Angsana, Mahoni ataupun Kalijawa. Hal ini karena Trembesi memiliki luas kanopi yang besar dan susunan daun yang rapat sehingga mampu menahan gelombang bunyi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. ABSTRACTThe existence of vegetation such as trees plays an important role in maintaining the stability of ecosystem and environment. The potential of trees is also known to create a pollution-free environment because trees can absorb the pollutants, lower the temperature, and also absorb the sounds through the stems, branches, and leaves. The purpose of this research is to figure out the effectiveness of type of trees towards the level of absorbing the noise emitted by motor vehicles in Gorontalo Province. This research was conducted in Bone Bolango District on a road section of BJ. Habibie Street, Tapa-Kabila Street and a bypass. In Gorontalo City, the location of the research was in Pangeran Hidayat Street, HOS. Cokroaminoto Street and HB. Jassin Street. In Gorontalo District, the research was located in Sama’un Pulubuhu Street, Sudirman Street, and Trans Sulawesi. The noise level is measured by using sound level meter. The level of noise was measured on 1 meter in front of the trees, on the first and fifth meters behind the trees, and 1.5 meters above the ground. The data of the trees were collected from a survey method and note-taking on the thickness of the stem, height of the bottom stem, height of the canopy, area of the canopy, and the distance between plants. The measurement results showed that the effectiveness of sound absorption by Rain Tree (Samanea saman) is around 0.11% - 0.17% (7.3 dB - 16 dB subtraction); Angsana Tree (Pterocarpus indicus) around 0.07% - 0.14% (7.2 dB - 13.3 dB subtraction); Mahogany Tree (Swietenia mahagoni) as big as 0.06% - 0.16% (5.2 dB - 13.5 dB subtraction); and Kalijawa Tree (Lannea coromandelica) as big as 0.08% - 0.15.% (6.3 dB – 11.9 dB subtraction). Based on the spacing density of the plants, area of the canopy, height of tree and the stem diameter, each type of tree has different potential in absorbing sound. Rain tree has is more effective than Angsana, Mahogany, and Kalijawa Trees. This is because Rain Tree has a big area of canopy and tight leaf arrangement so that it can absorb the sound wave produced by motor vehicles.
Conflict Resolution in Mining Area: An Alternative Strategy of Community Empowerment Sapar Sapar; Syafruddin Syafruddin
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.612-619

Abstract

Penelitian ini menganalisis konflik di sekitar pertambangan dan merumuskan resolusi konflik sebagai strategi pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dirancang dengan metode survei deskriptif. Populasi penelitian adalah rumah tangga yang tinggal di desa-desa sekitar wilayah pertambangan, baik di darat maupun di pulau-pulau. Teknik proportional cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Uji statistik inferensial yang digunakan adalah analisis regresi berganda dan uji t untuk menganalisis perbedaan antara responden di daratan dan pulau-pulau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar pertambangan di Kabupaten Bombana tergolong tinggi. Konflik tersebut meliputi proses pendudukan Sumber Daya Alam (SDA), dominasi perusahaan atas sumber daya alam, dan penanganan dampak negatif. Strategi pemberdayaan masyarakat sekitar pertambangan melalui pengelolaan konflik adalah: (1) Mempercepat penyelesaian konflik yang ada dengan pola musyawarah dan melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat setempat, pemerintah, dan penegak hukum setempat. (2) Mendorong perusahaan pertambangan untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan yang terkena dampak untuk mencegah kerusakan lingkungan. (3) Meningkatkan pola kerjasama antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. (4) Mencegah konflik sosial. Upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat sekitar pertambangan dapat dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Pemerintah dan perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk menginisiasi program pemberdayaan masyarakat sekitar pertambangan di Kabupaten Bombana. ABSTRACTThis study analyzes conflicts around mining and formulates conflict resolution as a strategy for community empowerment in Bombana Regency, Southeast Sulawesi. The study was designed with a descriptive survey method. The research population is the householder living in villages around the mining area, both on land and in the islands. The proportional cluster sampling technique does the determination of the sample. Statistical analysis was performed using descriptive statistics and inferential statistics. The inferential statistical test used is multiple regression analysis and t-test to analyze the differences between respondents on the mainland and the islands. The study results indicate that conflicts between companies and communities around mining in Bombana Regency are high. These conflicts include the process of occupation of Natural Resources (SDA), the domination of companies over natural resources, and the handling of negative impacts. Strategies for empowering communities around mining through conflict management are: (1) Accelerating the resolution of existing conflicts with a deliberation pattern and involving all parties, including the local community, government, and local law enforcement. (2) Encouraging mining companies to improve management of the affected environment to prevent environmental damage. (3) Improving the pattern of cooperation between companies, the government, and the community in the management of natural resources. (4) Preventing social conflicts. Efforts to increase the empowerment of communities around mining can be carried out through collaboration between the government, companies, and the community. The government and companies have sufficient resources to initiate community empowerment programs around mining in Bombana Regency.

Page 2 of 3 | Total Record : 21


Filter by Year

2021 2021