Claim Missing Document
Check
Articles

Model Penerapan Drainase Berwawasan Lingkungan Skala Individu di Lahan Permukiman Kawasan Bandung Utara Pradiko, Hary; Sabar, Arwin; Soewondo, Prayatni; Suryadi, Yadi; Jatikusuma, Indragiri
Jurnal Teknik Sipil Vol 24, No 1 (2017)
Publisher : Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1852.239 KB) | DOI: 10.5614/jts.2017.24.1.10

Abstract

AbstrakPerubahan luas lahan terbangun dapat mempengaruhi ekstremitas debit air yang menimbulkan ancaman banjir dan kekeringan di wilayah hilir Daerah Aliran Sungai (DAS). Penanganan limpasan air hujan dengan drainase lingkungan sudah diterapkan. Akan tetapi lahan permukiman di perkotaan sangat terbatas, sehingga membutuhkan solusi pengendalian dari limpasan air hujan yang efektif dan efisien. Teknik peresapan air yang dikaji dalam penelitian ini adalah penerapan sumur resapan dalam suatu persil permukiman di Kawasan Konservasi Bandung Utara untuk mendapatkan model penerapan sumur resapan yang efektif untuk penerapan konsep zero runoff. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode rasional untuk limpasan permukaan dan Metode Sunjoto untuk peresapan air. Lokasi penelitian adalah suatu persil di kawasan permukiman Bandung Utara. Hasil perhitungan limpasan pada periode ulang hujan 20 tahun drain 1 sebesar 0,0182 m3/det dan drain 2-3 sebesar 0,0104 m3/det. Dibuat sumur resapan A berdiameter 0,8 m dan kedalaman 15 m berkemampuan resap 0,0244 m3/dt untuk meresapkan limpasan drain 1 dan sumur resapan B berdiameter 1,2 m dan kedalaman 10 m berkemampuan resap 0,0181 m3/dt untuk meresapkan limpasan drain 2-3. Sumur resapan yang dibuat dapat menampung limpasan air hujan pada periode ulang hujan 20 tahun, sehingga konsep zero runoff dapat diterapkan di persil-persil lain yang ada di Kawasan Bandung Utara.Abstract The increasing of land use can affect an extreme waterflow posed a threat of flooding and drought in downstream watershed. Handling runoff using the drainage system has been implemented. But the urban settlement land is very limits, so its necessary to control runoff effectively and efficiently. The objective of this research is to apply zero runoff concept using infiltration wells in a small part of settlement in North Bandung. The used methods are a rational method and Sunjoto method. The research location is a part of settlement area in North Bandung. The results show that on 20-year rainfall return period, the runoff from drain 1 is about 0.0182 m3/s and from drain 2-3 is about 0.0104 m3/s. The first infiltration wells (A) (diameter of 0.8 m and a depth of 15 m) can infiltrate 0.0244 m3/s to absorb from drain 1 and the second one (B) (diameter of 1.2 m and a depth of 10 m) can infiltrate 0.0181 m3/s to absorb from drain 2-3. The infiltration wells can accommodate runoff in the 20-year rainfall return period, so the zero runoff concept can be applied in other settlement parts that exist in North Bandung area.
Kinetics on Organic Removal by Aerobic Granular Sludge in Bubbled Airlift Continuous Reactor Yulianto, Andik; Zakiyya, Nida Maisa; Soewondo, Prayatni; Handajani, Marisa; Ariesyady, Herto Dwi
Journal of Engineering and Technological Sciences Vol 51, No 5 (2019)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.962 KB) | DOI: 10.5614/j.eng.technol.sci.2019.51.5.7

Abstract

An assessment of aerobic granular sludge (AGS) in a bubbled airlift continuous reactor (BACR) was done to determine the AGS growth kinetics in the continuous reactor and the impact of varied hydraulic retention time (HRT) against the AGS structure. Sodium acetate was used as the sole carbon source with a 100:20 ratio of COD/N synthetic water. The system was operated at five variations of HRT, i.e. 12, 10, 8, 6, and 4 hours, with organic loading rate (OLR) ranging from 1.6 to 4.8 g COD/day in the BACR. Organic removal decreased from 73% to 52%, along with the increment of OLR, while HRT decreased from 12 hours to 4 hours. The kinetics of organic removal in the BACR were examined to get a better understanding of organic removal trends by AGS in a BACR. The models used for biomass growth analysis were the Monod, Contois, Grau second-order, and Stover-Kincannon kinetic models. This study showed that the best suited models for organic removal in BACR were the Grau second-order kinetic model with an a value of 0.1382 and a b value of 1.0776, and the Stover-Kincannon kinetic model with an Rmax of 5.8 g COD/L.day and a KB of 6.24 g COD/L.day.
KADAR ALUMINIUM (AL) DAN BESI (FE) DALAM PROSES PEMBUATAN KOAGULAN CAIR DARI LEMPUNG LAHAN GAMBUT Ramdhani, Widya; Mahmud, Mahmud; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 15, No 1 (2009)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.107 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2009.15.1.5

Abstract

Abstrak: Penelitian tentang pemanfaatan lempung relatif intensif dilakukan. Selama ini penelitian tersebut lebih banyak digunakan sebagai absorben daripada sebagai koagulan. Padahal lempung memiliki kadar aluminium dan besi yang relatif tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan koagulan. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran kadar aluminium (Al) dan besi (Fe) dalam bentuk koagulan cair yang terbuat dari bahan baku lempung yang berasal dari lahan gambut. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium. Lempung gambut ini diperoleh dari daerah bergambut yang terletak di Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan yang memiliki kadar Al dan kadar Fe sebesar 8,46 %berat dan 2,59 %berat (Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung, 2008). Untuk memperoleh Al dan Fe dari lempung tersebut dalam bentuk koagulan cair dilakukan dengan cara ekstraksi pada lempung dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4). Pengukuran kadar Al dalam koagulan cair tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) sedangkan Fe dengan menggunakan spektrofotometri. Variabel yang diamati dalam proses pembuatan koagulan ini, yaitu pengaruh ukuran mesh (ukuran butiran lempung), temperatur kalsinasi, dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan AAS, kadar Al terbesar dalam proses pembuatan koagulan cair terdapat pada percobaan 2 yaitu dengan ukuran mesh 20 (diameter lempung 0,85 mm) dengan suhu kalsinasi 700?C dan konsentrasi asam sebesar 2N yaitu sebesar 7480,78 ppm. Kadar Fe terbesar pada percobaan 2 berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer terdapat pada ukuran mesh 20 (diameter lempung 0,85 mm) dengan suhu kalsinasi 700?C dan pada konsentrasi asam sulfat sebesar 2N yaitu sebesar 1475,51 ppm.Kata kunci: Koagulan Cair, Kadar Aluminium (Al), Kadar Besi (Fe), Lempung Lahan Gambut Abstract: Research about clay utilization relative intensive conducted. Currently research is referred more used as absorbent than as coagulant. Though clay haves level of aluminum and iron that relative high until to be used as coagulant material. At this research will be conducted measurement level of aluminum (Al) and iron (Fe) in the form of liquid coagulant that made of clay raw material that come from peat land. This Research is conducted at laboratory scale. This peat Clay is obtained from area that located in Gambut District, South Kalimantan that have level of Al and Fe as high as 8,46 %weight and 2,59 %weight (Laboratory Geology Survey Center Bandung, 2008). For getting the Al and Fe from clay referred in the form of liquid coagulant is conducted by extraction at clay by using sulfide acid (H2SO4). Measurement level of Al in liquid coagulant referred conducted by using method Atomic Absorption Spectrometry (AAS) whereas Fe by using spectrophotometer. Variable that perceived in course of making this coagulant which is size effect mesh (clay size of grain), temperature calcinations, and concentration of sulfide acid that used. Base measurement result by using AAS, level of biggest Al in course of making liquid coagulant exist on experiment 2 that is of the size mesh 20 (clay diameter 0,85 mms) with calcinations temperature 700°C and acid concentration as big as 2N that is as high as 7480,78 ppms. Level of biggest Fe at experiment 2 base measurement result by using spectrophotometer exist on size mesh 20 (clay diameter 0,85 mms) with calcinations temperature 700°C and at concentration of sulfide acid as big as 2N that is as high as 1475,51 ppms.  Key words: Liquid Coagulant, Level of Aluminum (Al), Level of Iron (Fe), Clay of Peat land.
PENYISIHAN SENYAWA ORGANIK BIOWASTE FRAKSI CAIR MENGGUNAKAN SEQUENCING BATCH REACTOR ANAEROB Purwita, Lulu Destiana; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 16, No 2 (2010)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.339 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2010.16.2.4

Abstract

Abstrak : Penyisihan senyawa organik dari biowaste fase cair yang berasal dari sampah pasar tradisional dengan sistem sequencing batch reactor anaerob dipelajari pada tugas akhir ini. Satu siklus sistem SBR terdiri dari 5 (lima) fase yaitu pengisian( fill), reaksi (react), pengendapan (settle), pengurasan (decant) dan stabilisasi (idle) ini dijalankan dengan variasi waktu reaksi siklus 1: 7 hari, siklus 2: 6  hari, dan siklus 3: 5 hari dengan beban influen dari sampah asli sekitar 15000 mg/L COD total. Proses seeding dan aklimatisasi dilakukan pada penelitian sebelumnya sehingga biomassa yang digunakan telah beradaptasi dengan limbah biowaste yang akan diolah. Pada proses pengolahan SBR anaerob, siklus 1 dengan waktu reaksi 7 hari menghasilkan penyisihan substrat sebesar 50,31%, siklus 2 dengan waktu reaksi 6 hari menghasilkan penyisihan substrat sebesar 43,82% dan siklus 3 dengan waku reaksi 5 hari menghasilkan penyisihan substrat sebesar 36,36%. Pada siklus 1, pembentukan TAV tertinggi sebesar 2926,64 mg/L, terjadi pada fase pengurasan dengan laju pembentukan sebesar 58,97% dan laju penyisihan sebesar  39.48%. Pada akhir fase stabilisasi terbentuk gas metana sebesar 3%. Pada siklus 2, pembentukan TAV tertinggi sebesar 3461,43 mg/L, terjadi pada fase reaksi, dengan laju pembentukan sebesar 55,81% dan  laju penyisihan sebesar 18,60%. Sampai akhir siklus tidak terbentuk gas metana. Pada siklus 3, pembentukan TAV tertinggi 3732,20 mg/L, terjadi pada fase reaksi, dengan laju pembentukan mencapai 82,57% dan laju penyisihan 53,33%. Akan tetapi pada siklus 3 ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan gas dikarenakan kromatografi gas yang digunakan dalam perbaikanKata Kunci: biowaste, sequencing batch reactor anaerob,   Abstract: Removal of organic compounds from liquid phase biowaste derived from the traditional market waste with an anaerobic sequencing batch reactor system studied in this final task. One cycle of the SBR system consists of five phases, namely fill, react, settle, decant and idle, it's executed with variations in reaction time, cycle 1: 7 days, Cycle 2: 6 days, and cycle 3: 5 days with the influent load of original rubbish approximately 15 000 mg / L COD total. Seeding and acclimatization process from previous research, so biomass that used has been adapted to the waste. In anaerobic SBR process, cycle 1 with reaction time 7 days, produce removal organic compounds of 50.31%, cycle 2 with a reaction time of 6 days, produce removal organic compounds of 43.82% and cycle 3 with reaction 5 days, , produce removal organic compounds of 43.43%. In cycle 1, TAV highest rate production of 2926.64 mg / L, occurred at decant phase with formation rate of 58.97% and removal rate of 39.48% and the methane gas is formed by 3%. In cycle 2, TAV highest rate production of 3461.43 mg / L, occurred at react phase with formation rate of 55.81 % and removal rate of 18.60% and has not formed methane. In cycle 3, TAV highest rate production of 3732.20 mg / L, occurred at react phase with formation rate of 82.57% and removal rate of 53.33 % But during the third cycle, gas inspection was not possible due to the gas chromatograph that used in repairs. Keywords: anaerobic sequencing batch reactor, biowaste
PENENTUAN TEKNOLOGI SANITASI DI KAWASAN SPESIFIK DAERAH KERING (STUDI KASUS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NTT) Durriyyah, Samahatud; Soewondo, Prayatni; Rahardyan, Benno
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 22, No 1 (2016)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1123.629 KB) | DOI: 10.5614/j.tl.2016.22.1.9

Abstract

Abstrak: Salah satu wilayah spesifik yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah adalah wilayah spesifik dengan kondisi Iklim semi arid, dimana curah hujan rendah dan potensial evapotranspirasi yang tinggi menyebabkan wilayah NTT khususnya Kabupaten Sumba Barat Daya memiliki permasalahan penyediaan fasilitas sanitasi, terutama dalam infrastruktur air buangan domestik. Penelitian ini ingin mengetahui keadaan kapasitas masyarakat dan faktor apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi sanitasi air buangan sehingga dapat ditentukan teknologi yang sesuai. Beberapa faktor kapasitas yang dikaji meliputi faktor institusi, ekonomi, lingkungan, teknis, dan sosial-budaya. Untuk mengetahui hal ini, dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara deskriptif, crostab, dan analisis Analytical Hierarcy Proscess (AHP) untuk menentukan prioritas faktor dan sub faktor yang mempengaruhi keberlanjutan sanitasi sehingga didapatkan teknologi sanitasi yang paling cocok. Dari analisis deskriptif didapatkan hasil bahwa 50% responden tidak memiliki fasilitas sanitasi dan melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di kebun dan bersih diri menggunakan serasah daun. Dari analisis crostab dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan penghasilan terhadap kepemilikan WC, cara bersih diri, dan penerimaan terhadap teknologi yang ditawarkan. Dari analisis kuesioner ahli dengan analisis AHP yang memberikan hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan teknologi sanitasi adalah faktor teknis dan teknologi yang paling tepat untuk masyarakat daerah spesifik lahan kering adalah cubluk, cubluk kembar, dan ecosan. Dari hasil keseluruhan analisis didapatkan rekomendasi teknologi sanitasi untuk daerah kering adalah cubluk satu lubang dengan sistem kering.   Kata kunci: Analisis kapasitas masyarakat, kawasan spesifik daerah kering, teknologi sanitasi Abstract : One of the specific areas that have received less attention from the government is a specific area with a semi-arid climate conditions, where low rainfall and high evapotranspiration potential causes NTT especially Southwest Sumba Regency has a problem providing sanitation  facilities, especially in the domestic waste water infrastructure. Therefore in this study wanted to know the state of the capacity of communities and the factors that affect the sustainability of the waste water sanitation technologies that can be determined in accordance with regional technology studies. Some of the factors that capacity factors examined include institutional, economic, environmental, technical, and socio ? cultural. To know this, do data collection using questionnaires and field observations. Next, will be analyzed by descriptive, crostab, and Analytical Hierarcy Proscess (AHP) to determine the priority factors and sub- factors that affect the sustainability of sanitation to obtain the most suitable sanitation technologies from the descriptive analysis showed that 50 % of respondents do not have sanitation facilities and conduct defecation gratuitous (BABS) in the garden and clean themselves using leaf litter. Crostab analysis can be seen that there is a relationship between level of education and income against WC ownership, how to clean themselves, and acceptance of the technology offered.  AHP analysis which provides results that the most influential factor in the choice of sanitation technology is a technical factor. But the results of advice most appropriate technology for a specific area of dryland communities is cubluk, cubluk twin, and ecosan. From the overall results of the analysis obtained on sanitation technologies for arid areas is cubluk  one hole with dry system. Key words: community capacity analisys, specific dry areas, sanitation technology
EFISIENSI PENYISIHAN ORGANIK AIR SODETAN SUNGAI CITARUM MENGGUNAKAN CONSTRUCTED WETLAND DENGAN TANAMAN TYPHA SP. DAN SCIRPUS GROSSUS (STUDI KASUS : DESA DARAULIN, KABUPATEN BANDUNG Fandya, Arie; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 17, No 2 (2011)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.73 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2011.17.2.6

Abstract

Abstrak: Sungai Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Setiap musim hujan di sepanjang Sungai Citarum di wilayah Bandung Selatan selalu dilanda banjir, oleh karena itu pemerintah membuat proyek normalisasi Sungai Citarum. Tetapi hasil proyek itu sia-sia karena tidak ada sosialisasi terhadap masyarakat sekitar sehingga sungai tetap menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah pabrik. Kampung Daraulin dikelilingi oleh Sungai Citarum yang sudah tercemar yang diperkirakan mengandung beberapa parameter tercemar seperti BOD, COD, Total Nitrogen, Total Fosfat, serta TSS. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk menjadi solusi yaitu menggunakan constructed wetland dengan tanaman Typha sp. dan Scirpus grossus. Penelitian dilakukan sebanyak 2 kali running dengan media ijuk, kerikil, dan tanah lembang. Efisiensi penyisihan rata-rata pada constructed wetland untuk parameter COD adalah 89,7%  untuk reaktor I dan 87.6% untuk reaktor II;  untuk parameter NTK sebesar 31,4% untuk reaktor I dan sebesar 26,4 untuk reaktor II; untuk parameter nitrit adalah sebesar 90,5%  untuk reaktor I dan sebesar 94,1% untuk reaktor II; untuk parameter nitrat sebesar  94,9% untuk reaktor I dan sebesar 84.6% untuk reaktor II; untuk parameter ammonium mengalami kenaikan sebesar  142,4% untuk reaktor I dan sebesar 121,9% untuk reaktor II ; untuk parameter total fosfat sebesar  72,7% untuk reaktor I dan sebesar 62,04% untuk reaktor II; untuk parameter TSS sebesar  95,5% untuk reaktor I dan sebesar 92,4% untuk reaktor II; untuk parameter BOD sebesar  86,9% untuk reaktor I dan sebesar 69,9 untuk reaktor II. Nilai efluen reaktor memenuhi  baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 kelas II.Kata kunci: constructed wetland, Desa Daraulin, Scirpus Grossus, Sungai Citarum, Typha sp. Abstract : The Citarum River is the longest and largest river in West Java province, Indonesia. Every rainy season along the Citarum River in South Bandung area is always flooded, therefore the government makes the normalization of the Citarum River project. But the project was in vain because there is no socialization of the surrounding community so that the river remains in landfills and sewage plants. Daraulin village surrounded by the already polluted Citarum River is estimated to contain several parameters such as polluted BOD, COD, Total Nitrogen, Total Phosphate, as well as TSS. One concept that can be used to be a solution that uses a constructed wetland plants Typha sp. and Scirpus Grossus. The research was conducted two times running with the fiber media, gravel, and bare soil. Elimination of average efficiency in constructed wetland to 89.7% COD parameter for reactor I and 87.6% for reactor II; to NTK parameters of 31.4% for reactors I and II at 26.4 for the reactor, because nitrite parameters amounting to 90.5% for reactors I and 94.1% for reactor II; parameters for nitrate 94.9% for reactors I and at 84.6% for reactor II; to the parameters of ammonium increased by 142.4% to the reactor I and 121.9% with the reactor II; to the parameters of the total phosphate 72.7% for reactors I and at 62.04% for reactors II; to 95.5% TSS parameters for reactors I and at 92.4% for reactor II; for the parameter BOD of 86.9% for reactors I and II at 69.9 for the reactors. The reactor effluent meets the standards of quality PP. 82 of 2001 class II. Key words: Citarum River, constructed wetlands, Daraulin Village, Scirpus grossus,Typha sp. 
PENYISIHAN ZAT WARNA NAPHTHOL PADA LIMBAH CAIR BATIK DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN ADSORBEN TANAH LIAT DAN REGENERASINYA Atirza, Valerie; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 24, No 1 (2018)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abtrak: Industri Kecil Menengah (IKM) batik merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan dengan kandungan zat warna yang tinggi juga mengandung bahan-bahan kimia sintetis yang cukup stabil dan sukar untuk diuraikan/didegradasi secara alami, sehingga dapat membahayakan lingkungan sekitar. Apabila konsentrasi yang dibuang ke lingkungan cukup tinggi maka dapat menaikkan nilai COD (Chemical Oxygen Demand). Salah satu metode pengolahan limbah cair khususnya hasil proses pewarnaan batik, saat ini yang banyak dilakukan penelitian dan pengembangan adalah adsorpsi dengan menggunakan berbagai jenis adsorben yang berbeda beda. Alternatif lain jenis adsorben yang digunakan adalah tanah liat (clay), hal ini dilakukan mengingat keberadaan tanah liat melimpah di alam dan merupakan bahan alami yang dapat ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia khususnya di Bandung, Jawa Barat. Zat warna naphthol merupakan salah satu pewarna sintetis yang digunakan dalam pembuatan batik. Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi menggunakan limbah cair yang mengandung zat warna naphthol dari hasil proses pembuatan batik dengan adsorben tanah liat dan regenerasinya. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi terbesar untuk adsorben tanpa modifikasi adalah 65,648% dengan dosis 1,5 gr dan waktu kontak 30 menit, sedangkan adsorben dengan modifikasi didapat efisiensi sebesar 82,809% untuk dosis 2 gr dan waktu kontak 60 menit. Kinetika yang menggambarkan proses adsorpsi adalah kinetika pseudo orde 2 untuk kedua adsorben dan isoterm adsorpsi adalah isotherm Freundlich. Kata kunci: adsorpsi, tanah liat, napthol, isoterm Abstract: Small and medium industry (IKM) batik is one of the producers of liquid waste that comes from the process of staining with substances of high color also contains synthetic chemicals that are fairly stable and difficult to untangle/degradation in naturally, so that can harm the environment. When the concentration of dumped into the environment high enough then it can raise the value of COD (Chemical Oxygen Demand). One of the liquid waste processing methods in particular results of batik coloring process, which is currently much research and development is carried out adsorption using various types of different adsorbents. Other alternative types of adsorbents used is clay, this is done considering the existence of clay abundant in nature and are the natural ingredients that can be found in almost all regions of Indonesia especially in Bandung, West Java. Naphthol color substances is one of the synthetic dyes are used in the making of Batik. On the research of the adsorption process was carried out using liquid waste containing the substance the color results from naphthol batik processing with adsorbent clay and its regeneration. The results showed the greatest efficiency for adsorbents without modification was 65.648% with a dose of 1.5 grams and a contact time of 30 minutes, while the adsorbent with modification obtained efficiency of 82.809% for a dose of 2 grams and 60 minutes contact time. Kinetics that describes the process of adsorption is a pseudo second-order kinetics for both the adsorbent and adsorption isotherm is Freundlich.Keywords: adsorption, clay, naphthol dyes, isotherm
STUDI PERBANDINGAN KITOSAN CANGKANG KERANG HIJAU DAN CANGKANG KEPITING DENGAN PEMBUATAN SECARA KIMIAWI SEBAGAI KOAGULAN ALAM Arif, Maulana Nur; Sinardi, Sinardi; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.092 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2013.19.1.7

Abstract

Abstrak: Koagulasi merupakan proses pengolahan air untuk menghilangkan materi tersuspensi dan koloid. Tawas adalah bahan kimia yang sering dipakai sebagai koagulan. Penggunaan tawas menimbulkan masalah karena residu anorganik yang dihasilkan bersifat karsinogenik dan dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan serta tidak mudah dibiodegradasi. Ini mendorong pemanfaatan koagulan dari bahan alami seperti kitosan. Kitosan dapat dihasilkan dari cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting yang keberadaannya melimpah di Indonesia. Produksi cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting berpotensi menjadi limbah karena belum dirmanfaatkan dengan baik. Salah satu pemanfaatan cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting adalah dengan membuat kitosan sebagai koagulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efisiensi penggunaan kitosan cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting sebagai koagulan. Tahapan penelitian meliputi karakterisasi  kitosan,  preparasi  air  sintetis  sebagai  sampel,  uji  jartest,  dan  uji  parameter  yang  meliputi kekeruhan,  zat  organik,  dan  besi.  Pada  penelitian ini  didapat  bahwa  kitosan  cangkang  kerang hijau  dan cangkang kepiting memiliki kadar air rendah, 1,02% dan 2,21%. Hasil pengukuran FTIR juga menunjukan bahwa kitosan cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting memiliki derajat deasetilasi besar, 77,80% dan 87,64%. Ini menyebabkan koagulasi menjadi lebih efektif. Dari jartest, didapatkan bahwa pH optimum kitosan cangkang kerang hijau adalah pH 7-9 dan untuk kitosan cangkang kepiting adalah pH 5. Pada penelitian didapatkan dosis optimum kitosan cangkang kerang hijau pada pH 5, 7, dan 9 adalah 200, 350, dan 250 mg/l serta kitosan cangkang kepiting pada pH 5, 7, dan 9 yaitu 6, 10, dan 14 mg/l.
STUDI PENGOLAHAN AIR SUNGAI TANGGULAN SUB DAS CIKAPUNDUNG MENGGUNAKAN FLOATING TREATMENT WETLANDS DENGAN POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR Lestari, Annisa Satwika; Iqbal, Rofiq; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.063 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2013.19.1.2

Abstract

Abstrak: Mayoritas penduduk Indonesia yang menempati wilayah bantaran sungai masih membuang air limbah domestiknya langsung ke sungai sehingga kualitas air sungai menurun drastis. Padahal air sungai merupakan salah  satu  sumber  air  utama  yang  dimanfaatkan sebagai  air  baku  untuk air  minum,  misalnya air  sungai Cikapundung di Kampung Tanggulan, Dago Pojok, Bandung. Masyarakat di bagian timur sungai ini membuang air limbah domestiknya ke sungai tersebut, sementara masyarakat di bagian barat sungai menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air utama untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, peralatan dapur, bahkan bahan makanan. Hal inilah yang membuat sungai di Kampung Tanggulan, Dago Pojok, Bandung ini menjadi perhatian utama dalam kebutuhan teknologi pengolahan air yang efektif dan tepat guna. Ketepatgunaan teknologi ini juga harus meliputi partisipasi masyarakat. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efisiensi pengolahan floating tretment wetlands dengan 3  variasi tumbuhan dan potensi aplikasinya sebagai teknologi pengolahan air yang tepat guna di Kampung Tanggulan, Dago Pojok, Bandung. Penelitian mengenai efisiensi pengolahan dari floating treatment wetlands (FTWs) yang memiliki 3 tipe tumbuhan, Ipomoea reptans, Amaranthus tricolor, dan Lactuca sativa, dilakukan dalam skala laboratorium dalam kondisi batch. Wawancara dan kuesioner dilakukan terhadap 34 orang dari 137 KK dengan tingkat kesalahan 0,16 untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Tanggulan, Dago Pojok, Bandung, Indonesia. Hasil efisiensi penyisihan rata-rata yang didapat mencapai lebih dari  45 % total suspended solids (TSS), 63 % chemical oxygen demand (COD), 84 % biological oxygen demand (BOD5), 73 % Ammonium (NH4+-N) dan 86 % ortofosfat (PO43-). Berdasarkan pengamatan didapat bahwa vegetasi dengan pengolahan terbaik adalah I reptans. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, teknologi FTWs ini berpotensi untuk menjadi teknologi tepat guna dengan partisipasi masyarakat yang mungkin diaplikasikan untuk restorasi sungai Cikapundung.
PENGARUH KADAR AIR PADA PENGOLAHAN LUMPUR TINJA TANGKI SEPTIK BERBASIS TERRA PRETA SANITATION Purwita, Lulu Destiana; Soewondo, Prayatni
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 20, No 2 (2014)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1220.186 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2014.20.2.7

Abstract

Abstrak: Ekskreta manusia (feces dan urin) berkontribusi kecil dalam volume tetapi merupakan penyebab utama dari pencemaran air. Pendekatan sanitasi berbasis ekologi (ecological sanitation) mempertimbangkan limbah (kotoran) manusia sebagai sumber daya dibandingkan dengan limbah. Salah satu konsep ecological sanitation yang sedang dikembangkan adalah Terra Preta Sanitation (TPS). Terra Preta Sanitation merupakan suatu konsep sanitasi dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesuburan tanah, tetapi mampu mengatasi masalah bau yang tidak enak dengan adanya proses laktofermentasi dan vermikompos. Saat  ini,  konsep  Terra  Preta  diadopsi  dan  dikembangkan menjadi  konsep  alternatif pengolahan limbah cair dan limbah padat domestik/rumah tangga. Tujuan utama dari penelitian ini adalah optimaisasi proses laktofermentasi pada pengolahan lumpur tinja tangki septic. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan lumpur tinja yang berasal dari 3 tangki septik dengan variasi kadar air untuk mengetahui  pengaruh  kadar  air  pada  proses  laktofermentasi. Variasi  kadar  air  dilakukan  dengan pengurangan 10% air sampel dan penambahan 0%, 10% dan 20% air pencampur. Reaktor yang digunakan merupakan reaktor batch anaerob dengan kapasitas 2,5 liter. Bakteri yang digunakan berasal dari bakteri kultur campuran jenis EM4  (Effective Microorganism 4) sebanyak 20% dari volume efektif reaktor, sedangkan untuk co-substrat digunakan larutan glukosa dan air keran sebagai air pencampur. Penelitian ini dilakukan selama 21 hari pada suhu ruang. Parameter yang dianalisa seperti pH, kadar air, kadar volatile, Total Organic Carbon (TOC), Total Kjedahl Nitrogen (TKN), Total phosphate, Total Asam Volatile (TAV), amonium, dan H2S. Karakteristik awal sampel tinja memiliki nilai organik tinggi dengan angka TOC sekitar 25000 mg/L. Pada akhir pengolahan, hasil menunjukkan sampel dengan pengurangan10% air sampel memberikan degradasi organic yang lebih baik, konsentrasi H2S dan produksi asam laktat lebih besar. Efisiensi penyisihan karbon organik sekitar 50%, penyisihan NTK sekitar 60%, penyisihan posphat total sekitar 70% dan penyisihan indikator bau yaitu H2S mencapai 90%. Pembentukan asam laktat pada akhir reaksi mencapai 3,9%.  Kata kunci: terra preta sanitation, laktofermentasi, Effective Microorganism 4, tangki septik Abstract : Human excrement (faeces and urine) have small in volume of domestic wastewater but it is the main causes of water pollution. Ecological sanitation considers human wastes as resources rather than waste. A new emerging concept in ecological sanitation is Terra Preta Sanitation (TPS). Terra Preta Sanitation is sanitation concept with final purpose for improve soil fertility, but able to overcome odor problem with lactic acid fermentation and vermicomposting process. Today, TPS concept is adopted and developed to be alternative concept for domestic waste treatment. The main objective of this research is optimizing lactic acid fermentation process in sludge of septic tank treatment. This research conducted with black water treatment from three septic tanks with variation of water content. Water content variations are with 10% sample water reduction, 0%, 10%, and 20% mixing water addition Reactor that used is anaerobic reactor with 2.5 liter capacity. Effective Microorganism 4 (EM4) is used as source of lactic acid bacteria for treat sludge from septic tank. Glucose is used as co-substrate and tap water as mixing water. The study was conducted in 21 days at room temperature. pH, water content, volatile content, Total Organic Carbon (TOC), Total Kjedahl Nitrogen (TKN), Total phosphate, Total Volatile Acid (TVA), ammonium, and H2S are analyzed.  Characteristic of sample have organic content approximately 25000 mg/L. In the end of treatment, the result show, that the sample with 10% sample water reduction had better degradation, lower H2S and greater lactic acid production. Organic carbon removal efficiency about 50%, TKN removal efficiency about 60%, total phosphate efficiency about 70%, and H2S removal efficiency about 90%. Production of lactic acid in the end of reaction time about 3.9%  Key words: terra preta sanitation, lactic acid fermentation, Effective Microorganism 4, septic tank