cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
KALPATARU
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 278 Documents
MAKNA TIGA IKON GAJAH DI DALAM GEREJA SAINT PIERRE AULNAY PRANCIS Panji Syofiadisna
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i1.739

Abstract

Abstract. Saint Pierre Aulnay Church is a Romanic-style church (Romanesque) that was built in the 12th century and is located in the Aquitaine Region, France. In this church, there are three elephant icons in the capital columns section. At the top of the icon, there is also an inscription in Roman that reads "HI SVNT ELEPHANTES" which means "this is an elephant-elephant". This unique sentence and elephant icon is not found in other Romanic-style churches in France. Elephants are not native to Europe, but elephant icons are produced in European (French) churches. During Medieval, some churches were found to have icons of animals or mythological creatures that were placed in several parts of the church. The icons of the animals are connected with the character of Jesus and are called bestiaries. The problem that will be answered in this research is what is the meaning contained in the elephant icon with the words "HI SVNT ELEPHANTES". The review in this study is the history of iconography and emphasizes the themes, concepts, styles, and meanings of icons. The theory used to analyze the problem put forward is the iconography and iconology of Erwin Panofsky. The results of this interpretation will be compared with the meaning of elephants in the archipelago at the same time. Keywords: Bestiary, Church of Saint Pierre Aulnay, Elephant Icon, Medieval, French, Physiologus, Jesus Abstrak. Gereja Saint Pierre Aulnay adalah gereja bergaya Romanik (Romanesque) yang dibangun pada abad ke-12 dan terletak di Region Aquitaine, Prancis. Di dalam gereja ini terdapat tiga ikon gajah pada bagian capital columns. Pada bagian atas ikon terdapat pula inskripsi dalam bahasa Romawi yang bertuliskan “HI SVNT ELEPHANTES” yang artinya “ini adalah gajah-gajah”. Uniknya kalimat dan ikon gajah ini tidak ditemukan pada gereja bergaya Romanik lain di Prancis. Gajah bukan hewan asli Eropa namun ikon gajah diproduksi di gereja Eropa (Prancis). Pada masa Medieval memang didapati sejumlah gereja memiliki ikon-ikon hewan atau makhluk mitologi yang ditempatkan pada beberapa bagian gereja. Ikon dari hewan-hewan itu terhubung dengan karakter Yesus dan dinamakan bestiary. Masalah yang akan dijawab pada penelitian ini yaitu apa makna yang terkandung pada ikon gajah dengan tulisan “HI SVNT ELEPHANTES”. Tinjauan dalam penelitian ini bersifat sejarah ikonografi dan ditekankan pada tema, konsep, gaya, serta makna dari ikon. Teori yang dipakai untuk menganalisis masalah yang dikemukakan adalah ikonografi dan ikonologi dari Erwin Panofsky. Hasil dari pemaknaan ini akan dibandingkan dengan makna gajah di nusantara pada masa yang sama. Kata kunci: Bestiary, Gereja Saint Pierre Aulnay, Ikon Gajah, Medieval, Physiologus, Yesus
Cover Kalpataru Volume 29, Nomor 1, Tahun 2020 Puslit Arkenas
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preface Kalpataru Volume 29, Nomor 1, Tahun 2020 Puslit Arkenas
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Appendix Kalpataru Volume 29, Nomor 1, Tahun 2020 Puslit Arkenas
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Strategi Terintegrasi untuk Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya di Kota Surakarta Pratomo Aji Krisnugrahanto; Denny Zulkaidi
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.623

Abstract

Abstract. Every cultural heritage has different strategic management depends on its context. This research focused on the lack of good management strategy for Cultural Heritage Area in Surakarta City. The aims of this study is to formulate an integrated strategic management for cultural heritage areas in Surakarta City. This research used qualitative exploratory methodology with inductive approach. Primary data were obtained from field observations and interviews with sources related to cultural preservations, while secondary data were obtained from Surakarta City planning documents. The strategic management aimed for the community and government, therefore the internal variable is the condition of four aspects strategic management owned by the community and the city government, while the external variable is from outside the community and the city government. This research produces 73 strategy formulations which are summarized into 43 formulations based on the predicated similarity. The designation of strategy for managing Cultural Heritage Area is divided into two parts, which are 13 strategies for the scale of Surakarta City and 30 strategies for each region. Management integration can be seen from these strategies that are divided into each aspect to support the management of Cultural Heritage Area in Surakarta City. Keywords: Strategic Management, Cultural Heritage Area, Surakarta City Abstrak. Setiap cagar budaya membutuhkan strategi pengelolaan yang berbeda sesuai dengan konteks cagar budaya. Keberadaan bangunan dan kawasan cagar budaya menjadi permasalahan tersendiri bagi perkembangan kota Surakarta. Sampai saat ini, kota Surakarta belum memiliki strategi pengelolaan kawasan cagar budaya yang terintegrasi. Penelitian ini merumuskan strategi pengelolaan kawasan cagar budaya yang terintegrasi di kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah eksploratif kualitatif dengan pendekatan induktif. Data primer diperoleh dari observasi KCB dan wawancara dengan narasumber terkait cagar budaya, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen perencanaan kota Surakarta. Strategi pengelolaan ditujukan masyarakat dan Pemerintah Kota Surakarta sehingga variabel internal adalah kondisi aspek strategi pengelolaan yang dimiliki masyarakat dan pemerintah kota, sedangkan variabel eksternal adalah kondisi aspek strategi pengelolaan dari luar masyarakat dan pemerintah kota. Penelitian ini menghasilkan 73 rumusan strategi yang kemudian diringkas menjadi 43 rumusan berdasarkan kesamaan predikat dan makna. Peruntukan strategi terbagi dalam 13 strategi pengelolaan kawasan cagar budaya untuk skala kota Surakarta, 30 strategi pengelolaan kawasan cagar budaya untuk setiap kawasan. Integrasi pengelolaan dapat diketahui dari adanya 17 strategi yang merupakan ringkasan dari 43 strategi dan digolongkan sesuai aspek pengelolaan kawasan cagar budaya. Kata kunci: Strategi Pengelolaan, Kawasan Cagar Budaya, Kota Surakarta
Pengaruh Perkeretaapian Terhadap Perkembangan Struktur Tata Ruang Kota Cirebon Berdasarkan Tinggalan Arkeologis Iwan Hermawan; Octaviadi Abrianto; Revi Mainaki
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.653

Abstract

Abstract. Cirebon is a strategic city in the north of Java which, based on concentric theory, has a dynamic development process. This research used a qualitative approach and the descriptive method followed the pattern of inductive reasoning where data was collected through a) a literature study to documents from Indonesian National Archives (ANRI) and PT KAI Indonesia; b) field survey to observe the remains of the railroads; and c) interviews with the community leaders. Data were then analyzed spatially, using indicators from concentric theory, to see the effect of railroads on the development of the spatial structure of Cirebon. The result of the study reveals that the palace used to be the center of community activities during the kingdom reign, then shifted after the Dutch arrived and built the railroads. The center of the activities shifted to the ports, the stations, along the train stops, the plantation areas, the sugar factories, and the meeting points of the roads. The remains of the railroads today become a contextual proof of the development of the spatial structure of Cirebon which must be preserved as an archaeological value. Keywords: Train Heritage, Spatial Structure, Cirebon Abstrak. Cirebon merupakan kota yang strategis di bagian utara Pulau Jawa. Jika didasarkan pada teori konsentris, kota ini memiliki proses perkembangan dinamis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, metode deskripstif mengikuti pola penalaran induktif. Data dikumpulkan melalui studi literatur, yakni dokumen dari Arsip Nasional Indonesia dan PT KAI Indonesia; survei untuk melihat sisa tinggalan perkeretaapian dari studi literasi; dan wawancara kepada tokoh masyarakat. Data dianalisis secara spasial dengan indikator dari teori konsentris untuk melihat pengaruh perkeretaapian terhadap perkembangan struktur tata ruang Kota Cirebon. Hasil penelitian tinggalan arkeologis perkeretaapian menunjukan bahwa pada masa kerajaan, pusat aktivitas masyarakat berada di sekitar keraton, kemudian bergeser setelah Belanda datang dan membangun perkeretaapian. Pusat aktivitas bergeser ke pelabuhan, stasiun, sepanjang perhentian kereta api, kawasan perkebunan, pabrik gula dan titik pertemuan jalan. Kondisi tinggalan tersebut menjadi bukti kontekstual perkembangan struktur tata ruang Kota Cirebon yang harus dilestarikan sebagai peninggalan bernilai arkeologis. Kata kunci: Tinggalan Perkeretaapian, Struktur Tata Ruang, Cirebon
Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Pulau Haruku dan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah Karyamantha Surbakti
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.661

Abstract

Abstract. The management of cultural heritage in various parts of Indonesia is still a major issue that is often used in many studies of Cultural Resource Management. Problems that arise often intersect with matters of identity, authenticity, and authority that directly target the cultural heritage. The three things mentioned above are significant in seeing the root of the problem, about how cultural heritage with physical appearances has not been included in the list of cultural heritage. This research is an exploratory survey conducted in Haruku and Saparua Islands, or known locally as Lease Islands. The purpose of this study is to share about public archaeology to the community and stakeholders, based on the management issues in several old mosques and colonial heritage fortresses in Haruku and Saparua Islands. The method used in this study was by collecting data in the form of photographs and geographical degrees, as well as conducting interviews with local people. The result of this research hopefully will benefit the community and stakeholders when doing archaeological management system of those heritage buildings. Keywords: Management, Significant Value, Archaeological Resources, Mollucas, Haruku and Saparua Islands Abstrak. Permasalahan pengelolaan tinggalan warisan budaya (heritage) di berbagai wilayah Indonesia menjadi isu utama yang kerap digunakan dalam banyak studi culture resource management. Permasalahan yang muncul sering bersinggungan dengan hal identitas, otentisitas, dan otoritas yang langsung menyasar warisan budaya tersebut. Ketiga hal yang disebutkan di atas tersebut sering menjadi hal ikhwal dalam melihat akar permasalahan, bagaimana suatu warisan budaya, terutama yang berupa bangunan belum dimasukkan dalam daftar cagar budaya. Penelitian ini bersifat survei eksploratif yang dilakukan di Pulau-pulau Lease, yaitu Haruku dan Saparua. Tujuan penelitian ini untuk mendistribusikan pengetahuan arkeologi, khususnya pemahaman arkelogi publik. Metode penelitian yang dilakukan di lapangan adalah pengumpulan data berupa foto, keletakan geografis, dan pengumpulan data oral hasil wawancara terhadap informan secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah berkenaan otentisitas Masjid Tua Rohomoni, Benteng New Zelandia di Pulau Haruku, dan Duurstede di Pulau Saparua yang masih cukup terjaga keasliannya karena masyarakat dan stakeholder lain di sekitar situs menganggap semua bangunan tersebut bernilai penting yang harus dikelola dengan sistem manajemen arkeologi yang berbasis nilai penting pula. Kata kunci: Pengelolaan, Nilai Penting, Sumber Daya Arkeologi, Maluku, Pulau Haruku dan Saparua
Keterlibatan Komunitas Penggiat Budaya dalam Mengomunikasikan Nilai Srawung Berdasarkan Relief Candi Salma Fitri Kusumastuti; Yustina Dwi Stefanie; Dwi Kurnia Sandy
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.665

Abstract

Abstract. The value of srawung in Javanese society are slowly dying because of modernization. This value is related to harmony and respect to others, as can be seen in Ramayana reliefs from Candi Prambanan. Reliefs in the temple have been analysed by archaeologists through many researches and scientific books but at times, they are unable to deliver and communicate the value of srawung well. This research studied about how the heritage community conveys some research reports which contain important values to pursue a new relevant way of communicating its substantial value. The heritage community is partner to archaeologists, and also a part of society. So, with a role of heritage community, the value of srawung will be easily received by the people. Keywords: Ramayana Relief, Srawung, Heritage Community Abstrak. Di era modern ini nilai-nilai srawung yang berkaitan dengan kerukunan dan sikap saling menghormati sudah mulai terkikis. Pada dasarnya, nilai ini merupakan nilai luhur dari masa lalu yang dapat ditelusuri, salah satunya melalui relief Ramayana di Candi Prambanan. Relief di Candi Prambanan sebenarnya sudah banyak dikaji oleh para peneliti Arkeologi, tetapi penyampaiannya kepada masyarakat masih belum maksimal. Karenanya, permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana melibatkan komunitas untuk berperan menyampaikan hasil penelitian dari para peneliti yang mengandung salah satu nilai luhur yaitu srawung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan cara baru dalam menyajikan hasil penelitian arkeologi dengan lebih relevan dan luwes sehingga mudah diterima masyarakat. Komunitas penggiat budaya dapat menjadi rekan bagi peneliti untuk menyampaikan hasil penelitian dengan cara-cara relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kata kunci: Relief Ramayana, Srawung, Komunitas Penggiat Budaya
Benturan Kepentingan, Suatu Refleksi dalam Pengelolaan Warisan Budaya di Indonesia Bambang Sulistyanto
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.765

Abstract

Abstract. Conflict in this study is interpreted as a perception of differences in interests. The basic concept of this study departs from the view that conflict is a natural reality in human life that requires interaction with society. In general, this study aims to reveal the community's knowledge system in interpreting cultural heritage and ways to act using the knowledge system. As a consequence of the study, specifically, the purpose of this study is to diclose how to reduce the conflicts that often occur at various sites in Indonesia. The method used is explanatory qualitative explanatory which is an effort to understand why a phenomena can occur and what causes it. The results of this study find that cultural heritage conflicts should not be connoted as a negative phenomenon. Cultural heritage conflict is a reflection of the weakness of the management system that will be part of the solution to a problem that leads to a better change. Keywords: Interaction, Society, Conflict, Heritage, Culture Abstrak. Konflik dalam nelitian ini diartikan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan. Konsep dasar penelitian ini berangkat dari pandangan, bahwa konflik merupakan realitas yang wajar dalam kehidupan manusia yang mengharuskan berinteraksi dengan masyarakat. Secara umum penelitian ini bertujuan mengungkapkan sistem pengetahuan masyarakat dalam memaknai warisan budaya dan cara-caranya bertindak menggunakan sistem pengetahuan tersebut. Sebagai konsekwensi atas kajian di atas, secara khusus tujuan penelitian ini mengungkapkn bagaimana upaya meredam konflik yang sering terjadi di berbagai situs di Indonesia. Metode yang digunakan adalah eksplanatif kualitatif eksplanatitif yakni upaya memahami mengapa fenomena dapat terjadi dan apa faktor penyebabnya. Hasil penelitian ini menyatakan konflik warisan budaya tidak harus dikonotasikan sebagai fenomena yang negatif. Konflik warisan budaya merupakan merupakan cermin lemahnya sistem pengelolaan yang akan menjadi bagian dari solusi atas suatu permasalahan yang mendorong ke arah perubahan yang lebih baik. Kata kunci: Interaksi, Masyarakat, Konflik, Warisan, Budaya
Cover Kalpataru Volume 29, nomor 2, tahun 2020 Puslit Arkenas
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract