cover
Contact Name
Arnis Duwita Purnama
Contact Email
jurnal@komisiyudisial.go.id
Phone
+628121368480
Journal Mail Official
jurnal@komisiyudisial.go.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Yudisial Gd. Komisi Yudisial RI Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Yudisial
ISSN : 19786506     EISSN : 25794868     DOI : 10.29123
Core Subject : Social,
Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal berskala internasional. Misi: 1. Sebagai ruang kontribusi bagi komunitas hukum Indonesia dalam mendukung eksistensi peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil. 2. Membantu tugas dan wewenang Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam menjaga dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE" : 7 Documents clear
PERBUATAN MELAWAN HUKUM PEMERINTAH DALAM PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN Fauzi, Resti
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.611

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum yang timbul dari Putusan Nomor 118/PDT.G/LH/2016/PN.PLK. Putusan itu merupakan putusan gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan atas terjadinya peristiwa kebakaran hutan di Kalimantan Tengah pada tahun 2015. Adapun rumusan masalahnya yaitu bagaimana putusan atas gugatan warga negara (citizen lawsuit) dalam Putusan Nomor 118/PDT.G/LH/2016/PN PLK; serta bagaimana implikasi hukum yang timbul dari putusan gugatan warga negara atas kebakaran hutan di Kalimantan Tengah berdasarkan Putusan Nomor 118/PDT.G/LH/2016/PN.PLK. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terdapat sepuluh bentuk perbuatan yang dilakukan pemerintah sehingga dinyatakan bersalah telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sepuluh perbuatan itu dibedakan ke dalam perbuatan yang terjadi sebelum kebakaran (ex ante), dan perbuatan yang terjadi pasca kebakaran (ex post). Analisis itu juga memberikan gambaran konsep citizen lawsuit yang dipraktikkan di Indonesia berbeda dengan citizen lawsuit di Amerika Serikat. Konsep di Indonesia, gugatan tidak dapat memuat tuntutan pembayaran ganti rugi, yaitu tidak dapat meminta ganti kerugian kepada pemerintah maupun kepada pelaku pembakaran, membatasi pihak tergugatnya hanya pemerintah, tidak dapat diajukan untuk pihak swasta atau orang-perorangan. Berdasarkan putusan tersebut, implikasi hukum yang timbul adalah pemerintah kehilangan hak gugat dalam kasus ini, sehingga pilihan menggunakan mekanisme gugatan citizen lawsuit dinilai kurang tepat.
PENGABAIAN PRINSIP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Putra, Antoni
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.613

Abstract

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat karena cacat formil dalam proses pembentukannya. Meskipun demikian, Mahkamah Konstitusi memberi kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaikinya dalam jangka waktu dua tahun dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna. Namun amanat putusan Mahkamah Konstitusi itu tidak dilaksanakan dengan alasan untuk mengisi kekosongan hukum yang berpotensi menyebabkan krisis ekonomi. Pemerintah memilih mengeluarkan perpu, peraturan perundang-undangan yang secara normatif tidak partisipatif. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini merumuskan dua pertanyaan yaitu: (1) bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut? dan (2) bagaimana seharusnya bentuk partisipasi masyarakat dalam perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja? Analisis penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasilnya dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, adanya partisipasi masyarakat yang bermakna dalam perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja, setidaknya meliputi hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Kedua, meskipun putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara jelas telah mempertegas pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang, partisipasi masyarakat dalam perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja justru tidak pernah ada. Penerbitan perpu oleh pemerintah tanpa partisipasi masyarakat ini menjadikan sebuah pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat. Akibatnya, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kehilangan makna karena tidak pernah dijalankan.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MELEBIHI KEWENANGAN Efendi, A'an
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.627

Abstract

Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada amar pokok permohonan pada diktum ketiga, keempat, dan kelima melampaui kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara pengujian formil undang-undang, sebagaimana ketentuan Pasal 51A ayat (4) jo. Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini untuk menjustifikasi bahwa Mahkamah Konstitusi dilarang melakukan tindakan ultra vires atau melampaui kewenangannya ketika memutus perkara pengujian undang-undang. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini untuk menjawab dua permasalahan, yaitu: (1) apakah Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 melebihi batas kewenangan Mahkamah Konstitusi?; (2) apa implikasi hukum putusan Mahkamah Konstitusi yang melebihi batas kewenangan berdasarkan undang-undang? Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian menghasilkan dua simpulan. Pertama, Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 adalah putusan ultra vires karena wewenang Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 51A ayat (4) jo. Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah jelas dan tidak ambigu, hanya untuk menyatakan pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undangundang berdasarkan UUD NRI 1945 dan undang-undang dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kedua, implikasi hukum putusan Mahkamah Konstitusi yang melampaui wewenang merupakan putusan yang sah dan bukan batal demi hukum, karena tidak akan ada putusan pengadilan yang dapat menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi batal demi hukum.
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN JUDI ONLINE Adisti, Neisa Angrum; Zuhir, Mada Apriandi; Febrian, Febrian
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.633

Abstract

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia, dan mengakibatkan munculnya jenis tindak pidana cyber crime. Salah satu dari cyber crime adalah judi melalui media internet. Di Indonesia, isu ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Penelitian ini menganalisis Putusan Nomor 1248/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr mengenai perkara tindak pidana perjudian. Penelitian ini mengeksplorasi pertimbangan hukum hakim terkait tindak pidana perjudian dalam Putusan Nomor 1248/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr sebagai poin pertama dalam rumusan masalah. Kedua, hal lain yang dipertanyakan adalah apakah hakim dapat memutus perkara berbeda dengan pasal dakwaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder dengan pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang. Dari analisis yang dilakukan dapat ditarik beberapa poin permasalahan. Beberapa isu hukum dari putusan tersebut adalah pasal dakwaan yang kurang tepat yaitu hakim tidak merumuskan pasal perjudian pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang concursus realis dalam dakwaan, tuntutan, maupun putusan. Perumusan pasal dakwaan harus dilakukan secara tepat dan teliti, karena kesalahan perumusan pasal dalam surat dakwaan memberikan implikasi yang sangat besar pada persidangan.
KEADILAN RESTORATIF DALAM PUTUSAN PENGADILAN Ansar, Nur
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.637

Abstract

Penelitian terkait pendekatan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia telah banyak dilakukan. Akan tetapi, berbagai penelitian tersebut cenderung dilakukan dalam kerangka berpikir bahwa keadilan restoratif merupakan mekanisme penyelesaian perkara yang sejalan dengan pendefinisian dalam peraturan perundangundangan tentang pendekatan keadilan restoratif. Namun, ada pendapat berbeda dari majelis hakim dalam Putusan Nomor 210/PID.B/2022/PN.Jkt.Sel yang mempertimbangkan keadilan restoratif, tetapi tetap menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Berdasarkan putusan tersebut, permasalahan yang dibahas dalam kajian ini, yaitu: bentuk penerapan keadilan restoratif dan apakah penerapannya sudah tepat. Untuk membahas permasalahan tersebut, akan diuraikan poin pertimbangan hakim, lalu menganalisisnya dengan teori atau norma hukum yang relevan, serta membandingkan pula dengan putusan hakim lainnya tentang keadilan restoratif dalam jenis tindak pidana yang sama. Di sini terlihat bahwa pendekatan keadilan restoratif tidak melulu dimaknai sebagai mekanisme penghentian perkara sebagaimana ditemukan dalam putusan yang dianalisis. Bentuk penerapan tersebut tidak bertentangan dengan teori keadilan restoratif. Selain itu, terdapat pertimbangan serupa dalam berbagai putusan lainnya yang menerapkan keadilan restoratif, tetapi bukan sebagai penghentian perkara. Akan tetapi adanya penerapan prinsip pendekatan keadilan restoratif masih minim dalam putusan pengadilan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendekatan keadilan restoratif dalam putusan yang bukan diarahkan untuk menghentikan perkara tetap sejalan dengan teori, namun tetap perlu mengedepankan pentingnya mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan restoratif.
PEMAKNAAN SUBJEK DELIK DALAM TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN Rafiqi, Ilham Dwi
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.651

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi atas adanya Putusan Nomor 89/Pid.B/LH/2020/PN.Bls, yang merupakan putusan dalam tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan oleh salah satu masyarakat adat suku Sakai. Permasalahan yang utama adalah berkaitan dengan kontroversi pemaknaan subjek delik dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 yang dipahami dan diterapkan oleh hakim. Untuk itu, permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pemaknaan subjek delik tindak pidana kehutanan dalam Putusan Nomor 89/Pid.B/LH/2020/PN.Bls. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus/putusan, dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam menafsirkan subjek delik bertentangan dengan prinsip pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, karena hakim mengesampingkan syarat adanya perbuatan perusakan hutan yang terorganisasi dan untuk tujuan komersil. Hakim juga mengesampingkan fakta-fakta non-hukum. Secara hukum dan fakta sosiologis terdakwa tidak termasuk pada kualifikasi subjek delik berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, sehingga seharusnya hakim membebaskan terdakwa. Hal tersebut seperti yang dilakukan hakim pada Putusan Nomor 9/Pid.Sus/2018/PN.Wns dan Putusan Nomor 516/Pid.B/LH/2018/PN.Byw. Pemaknaan subjek delik yang seharusnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 adalah unsur “setiap orang” atau “orang perorangan” harus dimaknai secara khusus karena undang-undang ini tergolong sebagai lex specialis. Artinya, hakim dalam menilai ada tidaknya perbuatan perusakan hutan harus mengaitkan dengan unsur perbuatan yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki tujuan komersil.
PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PRINSIP IN DUBIO PRO NATURA Achmad Muchsin
Jurnal Yudisial Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v17i1.681

Abstract

Analisis Putusan Nomor 359 K/TUN/TF/2023 ini mengangkat satu permasalahan hukum, yaitu penerapan prinsip in dubio pro natura sebagai pertimbangan hakim dalam memutus sengketa tata usaha negara lingkungan hidup. Penelitian dilaksanakan dengan menelaah data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kedua bahan hukum ini diperoleh melalui studi dokumen. Oleh karena objek penelitian adalah putusan pengadilan, digunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan asas menggunakan teori prinsip in dubio pro natura dan teori pertimbangan hukum. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan asas in dubio pro natura di dalam Putusan Nomor 359 K/TUN/TF/2023 didasarkan pada keyakinan awal hakim tentang adanya perbuatan melanggar hukum oleh tergugat. Para tergugat tidak melaksanakan perlindungan hutan yang berada di wilayah Hutan Konservasi Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, sementara potensi kerusakan lingkungan hidup akibat perbuatan melanggar hukum mereka adalah nyata. Di sisi lain, hakim tidak menemukan alat bukti yang cukup berupa saksi dan/atau ahli atau akibat terbatasnya ilmu pengetahuan yang dapat menentukan besaran ganti rugi kerusakan lingkungan hidup akibat perbuatan melanggar hukum para tergugat. Dalam kondisi ini, prinsip in dubio pro natura dapat diterapkan.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2024 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 17 No. 2 (2024): Child Protection Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER Vol. 16 No. 1 (2023): NIETIG Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD Vol 15, No 2 (2022): HUKUM PROGRESIF Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA Vol. 14 No. 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION Vol. 13 No. 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA Vol 12, No 2 (2019): ACTA NON VERBA Vol 12, No 1 (2019): POLITIK DAN HUKUM Vol 11, No 3 (2018): PARI PASSU Vol 11, No 2 (2018): IN CAUSA POSITUM Vol 11, No 1 (2018): IUS BONUMQUE Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS Vol 9, No 3 (2016): [DE]KONSTRUKSI HUKUM Vol 9, No 2 (2016): DINAMIKA "CORPUS JURIS" Vol 9, No 1 (2016): DIVERGENSI TAFSIR Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN Vol 8, No 2 (2015): FLEKSIBILITAS DAN RIGIDITAS BERHUKUM Vol 8, No 1 (2015): DIALEKTIKA HUKUM NEGARA DAN AGAMA Vol 7, No 3 (2014): LIBERTAS, JUSTITIA, VERITAS Vol 7, No 2 (2014): DISPARITAS YUDISIAL Vol 7, No 1 (2014): CONFLICTUS LEGEM Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR Vol 6, No 2 (2013): HAK DALAM KEMELUT HUKUM Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA Vol 5, No 3 (2012): MERENGKUH PENGAKUAN Vol 5, No 2 (2012): KUASA PARA PENGUASA Vol 5, No 1 (2012): MENGUJI TAFSIR KEADILAN Vol 4, No 3 (2011): SIMULACRA KEADILAN Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM Vol 4, No 1 (2011): INDEPENDENSI DAN RASIONALITAS Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI Vol 3, No 2 (2010): KOMPLEKSITAS PUNITAS Vol 3, No 1 (2010): KORUPSI DAN LEGISLASI More Issue