cover
Contact Name
Samsul Ode
Contact Email
samsul.ode@uta45jakarta.ac.id
Phone
+6282242151689
Journal Mail Official
jurnalpolinter@gmail.com
Editorial Address
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta,Jl. Sunter Permai Raya, Sunter Agung Podomoro, Jakarta 14350
Location
Kota adm. jakarta utara,
Dki jakarta
INDONESIA
Polinter
ISSN : 24067776     EISSN : 24600903     DOI : -
Core Subject : Social,
Polinter merupakan jurnal kajian ilmu politik dan ilmu hubungan internasional yang dikelola oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Polinter terbit sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu pada semester genap dan ganjil. Jurnal ini berusaha mengangkat dan mengkaji terkait Politik Indonesia maupun Politik International. Polinter didirikan pada tahun 2014, diawali dengan jurnal cetak dengan no. ISSN 2406-7776 pada tahun tersebut. Kemudian pada tahun 2015 terbentuk versi elektronik dengan no. EISSN 2460-0903.
Articles 107 Documents
MENAKAR KEBIJAKAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA (ACFTA) Restu Rahmawati
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 1, No 1 (2015): Penelitian
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (403.371 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v1i1.66

Abstract

Penelitian ini akan membahas mengenai dampak kerjasama perdagangan bebas antara China dengan ASEAN dalam kerangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap kebijakan perekonomian Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori perdagangan bebas, teori kebijakan publik, dan teori policy learning. Hasil penelitian ini akan menguraikan mengenai kebijakan-kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, apakah perlu untuk melakukan evaluasi kembali mengenai kebijakan yang tersebut, dan kesiapan Indonesia sendiri dalam menghadap ACFTA.
Pembangunan dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru: Dari Teknokratis ke Populis? Anwar Ilmar
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.419 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v3i1.796

Abstract

This article is motivated by the emergence of a wave of democratic phenomenon that also hit Indonesia in the late 1990s. The wave of democracy had a strong influence on the emergence of the discourse of strengthening the political participation that was suppressed during the New Order era. The New Order state runs a development model that puts forward the economic aspect rather than politics. Many call it a technocratic development model. This development model is considered successful in carrying out development by adopting policies to tightly control political activities including people's participation in them. However, the formerly revered model of development, suddenly received strong criticism and opposition. Economic development only enjoyed a handful of elites and created social imbalances. In the post-new order era, political participation was enhanced through the strengthening of political parties and elections. The consequence is, the increased participation of the people in the activities of the state. Economic development is also aimed at equal distribution of income. The new post-order development model is often referred to as the populist model. This article concludes that post-New Order development does not fully show a populist model. This is marked by widening economic inequality and political power remains in the hands of a handful of elites such as in the New Order period.  Keyword: Development, Political Participation, Technocratics, Populist
Institusionalisasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Pasca Pemilihan Umum 2009 Esty Ekawati
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (447.113 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v2i1.500

Abstract

Pelembagaan partai politik merupakan suatu upaya menjadikan partai itu solid. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah salah satu partai yang lahir di era reformasi dan dalam perjalanan sepuluh tahun pertama mengalami tiga kali konflik internal yang berujung dengan perpecahan. Pasca pemilu 2009, PKB melakukan pembenahan struktural dan pelembagaan partai melalui pemantapan ideologi, kaderisasi dan rekrutmen, dan menciptakan kohesivitas atau soliditas partai dengan membangun kembali komunikasi dan silaturahmi dengan pihak-pihak yang merupakan konstituen potensial PKB.
ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM APEC Polii Restilia
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 1, No 1 (2015): Penelitian
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.362 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v1i1.64

Abstract

Perdebatan antara para akademisi maupun praktisi Hubungan Internasional mengenai mengapa Indonesia mau bergabung dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) sampai saat ini masih belum berakhir. Terdapat kelompok yang optimis dan juga pesimis. Penelitian ini akan membahas mengenai apa sebenarnya kepentingan Indonesia bergabung dalam APEC, yang akan dilihat dari kepentingan ekonomi, maupun kepentingan politik. Teori yang digunakan adalah konsep saling ketergantungan dan teori neoliberal institusionalisme. Hasil penelitian ini akan menguraikan manfaat dan peluang serta tantangan Indonesia dalam keanggotaan APEC.
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN BANTUL DALAM KEPESERTAAN PROGRAM JKN-KIS Nur Fitri Mutmainah, Ferri Wicaksono
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.22 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v3i2.1082

Abstract

The aim of this paper is to identification factors that can influence perception and participation of Bantul's citizen to be participant of JKN-KIS. The highest participant of JKN-KIS in Bantul becomes background of this paper. Descriptive qualitative approach is used to explain objective, detail, comprehensive and deeply about the observation and the deept interview activities. Observation, documentation, and in deepth interview technique are used by author to collect sources of data that are needed in this research. The conclution of the research shows that 4 factors effect perception and participation of Bantul's citizen become JKN-KIS member, such as first sosial environment, second government persuasion, third institusional of health public services and the fourth personal experience.
IDENTITAS AGAMA DAN SUKU MASYARAKAT ADAT PASCA KONFLIK BERDARAH DI HALMAHERA UTARA Gloria Miagina Djurubassa
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.149 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v2i2.599

Abstract

Tragedi berdarah di Halmahera Utara seharusnya merupakan catatan kritis bangsa Indonesia, karena jika konflik terus terjadi maka peluang untuk melahirkan disintegrasi bangsa semakin besar. Hal ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti ideologi politik, agama, ekonomi, dan sosial budaya. Perdamaian sesudah konflik di Halmahera Utara menyisahkan persoalan tersendiri bagi masyarakat dalam komunitas Kristen dan komunitas Islam. Sebagai sebuah persekutuan  yang dibangun dalam ikatan kekerabatan dan keyakinan terhadap kuatnya ikatan  yang melampaui sekat agama yang di anut, konflik yang telah terjadi memberikan bukti tertentu bahwa ikatan kekerabatan tersebut tidak cukup kuat dalam mengatasi perbedaan yang disebabkan oleh agama yang dianut oleh masyarakat
STRATEGI DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI GERINDRA PROVINSI DKI JAKARTA PADA PEMENANGAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH (Studi Kasus Kemenangan Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama) RULLY RULLY
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.156 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v1i2.213

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Strategi Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta Pada Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (Studi  Kasus  Kemenangan Pasangan Joko Widodo Basuki Tjahaja Purnama). Strategi DPD Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta pada pemenangan pemilu Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pada pemilihan Umum Kepala Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 dinyatakan cukup efektif. Keberhasilan DPD Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta pada pemenangan pemilu Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pada pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012, nampak pada mekanisme pemilihan umum kepala daerah di Provinsi DKI Jakarta. Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama memperoleh suara terbanyak dalam 2 kali putaran Pada Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2012 di Provinsi DKI Jakarta. Pada putaran 1 Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama memperoleh suara 1.847.157 suara (42.60 %) lebih banyak  dari Foke dan Nara dengan perolehan suara sebanyak 1. 476.648 suara (34. 05 %). Demikian pula Pada Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah putaran kedua Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama memperoleh suara paling banyak yaitu 2.472.130 suara (58.82 %), lebih banyak dari Foke dan Nara yang hanya memperoleh suara 2. 120. 875 suara (46. 18 %). Kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama tidak hanya karena mereka berdua sosok yang ideal sebagai pemimpin masyarakat, tetapi juga karena kerja keras DPD Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan DPD PDI Perjuangan Provinsi DKI Jakarta sebagai partai yang mengusung pasangan calon tersebut untuk menggoalkan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur DKI Jakarta.   Kata Kunci: Strategi, DPD Partai Gerindra DKI, Pemilihan Kepala daerah DKI   ABSTRACT This research aims to find out and analyze A Strategy of Regional Leader Council Gerindra DKI Jakarta on Winning of Regional Head and Deputy Head of The Local(case study : The victory of the Couple Joko Widodo- Basuki Tjahaja Purnama). The Strategy of Regional Leader Council Gerindra DKI Jakarta On winning general election of Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama at elections regional leader in DKI Jakarta in 2012 was declared effective. The success of the Regional Leader Council Gerindra DKI Jakarta on winning the election of Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama at elections regional leader in 2012, It appears on the mechanism of the election. Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama obtained the most votes in two rounds on winning the regional election in 2012 in DKI Jakarta. In the first round Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama gets 1.847.157 votes (42,60%) more than Foke and Nara that gets 1.476.648 votes (34.05%). Similarly, in the second round of the elections Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama gets the highest votes which is about 2.472.130 votes (58.82%), more than Foke and Nara which only gets 2.120.875 votes (46.18%). The winning of Joko Widodo and Basuki Tjahaja purnama not only because both of them are the ideal figure as leader of the community, but also because of the hard work of DPD Gerindra DKI Jakarta that collaborate with DPD PDIP DKI Jakrta as the one that carries a pair of candidates Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama to push through as Governor and Deputy Governor of DKI Jakarta. Keywords : Strategy, the Regional Leader Council Gerindra DKI Jakarta, The Elections of Regional Head and Deputy Head of The Local
DEMOKRASI TERPIMPIN DALAM PEMIKIRAN DAN PRAKTIK POLITIK Anwar Ilmar
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.64 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v4i1.1276

Abstract

Artikel ini hendak mengulas tentang demokrasi terpimpin sebagai salah satu varian demokrasi yang berkembang di Indonesia. Demokrasi terpimpin merupakan konsep pemikiran politik Sukarno sebagai antitesis dari demokrasi yang berkembang di Barat. Dalam pemikiran politik Sukarno, wacana demokrasi memang relevan dengan kultur masyarakat Indonesia yang bermusyawarah. Meski demikian, praktik demokrasi di negara-negara Barat dianggap Sukarno memiliki cacat struktural. Demokrasi ala Barat dianggap hanya menjamin kebebasan politik, namun tetap memberikan dukungan ideologis pada penindasan ekonomi. Oleh karena itu, Sukarno merumuskan gagasan tentang sosio-demokrasi, yaitu demokrasi ekonomi dan demokrasi politik. Di kemudian hari, gagasan tersebut kembali diformulasikan sebagai model kekuasaan negara yang dinamakannya sebagai Demokrasi Terpimpin. Dalam ekonomi, konsep ini disebut ekonomi terpimpin. Pada praktiknya, kedua konsep tersebut ternyata justru menjauh dari gambaran ideal pemikiran politik Sukarno untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, karena konfigurasi politik demokrasi terpimpin tak mampu lagi menyeimbangkan kekuatan-kekuatan politik yang saling bersaing.
MASA DEPAN REUNIFIKASI KOREA (Dinamika Hubungan Korea Utara-Korea Selatan dan Dampaknya Terhadap Stabilitas Keamanan di Kawasan Asia Timur Pasca Perang Dingin) Mega Aldikawati
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 1, No 1 (2015): Penelitian
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.959 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v1i1.63

Abstract

Dinamika hubungan Korut dan Korsel mempengaruhi konstatasi dan konstelasi politik, termasuk stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur.Kedua Korea melakukan interaksi dan kerjasama dengan Jepang, Cina, Amerika, dan Rusia yang mempunyai keterkaitan dengan pecahnya Korea menjadi dua pada masa Perang Dingin. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik studi pustaka untuk menganalisa dinamika hubungan antar-Korea serta prospek dan masa depan reunifikasi Korea. Masa depan reunifikasi Korea tidak hanya dipengaruhi oleh kedua Korea, namun juga dipengaruhi oleh politik luar negeri Jepang, Cina, Amerika, dan Rusia terhadap Semenanjung Korea. Dalam tingkat internal, regional, dan global, skenario ‘Unification by Consensus’ atau reunifikasi dengan ‘konsensus’ dapat mewujudkan reunifikasi damai.
BIKAMERALISME SETEGAH HATI iqbal aidar idrus
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.822 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v3i1.797

Abstract

On a bicameral system the DPR and DPD positions should be balanced so that checks and balances to be built can be effective. But unfortunately, the presence of DPD in Indonesian state administration is still considered halfhearted. This is evident from some of his very limited authorities and has absolutely no authority to disconnect except for suggestions, judgments and suggestions. In fact, the legitimacy of DPD is not inferior to DPR members even the requirement to become DPD member candidates should collect 1000 to 5000 signatures and they directly face the people, in contrast to the DPR elected through political parties. This paper looks at how the MPR's relationship with the DPR and DPD is not in the institutional function but is seen from the composition of MPR members consisting of members of DPR and DPD, while the relationship between DPR and DPD is viewed from the institutional function, namely DPD is an institution of consideration or support for the House of Representatives Legislation, consideration, and supervision. The actual parliamentary institution is in the House because it has the functions of legislation, budgetary function and oversight function, and even has a function to give consideration / approval. In carrying out its function, the DPR is given the right of interpellation, right of inquiry and right of opinion. The position of the House becomes very strong because it cannot be frozen or dissolved by the President, thus DPD has a role that is not maximal in performing the functions of check and balances perfectly, Because they do not have veto rights over the bill and are only entitled to propose certain laws only, and the function of consideration and supervision is very dependent and rely on other parties, especially the House and the President.

Page 3 of 11 | Total Record : 107