cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 413 Documents
The Chronicles of Evangelicalism: Sebuah Pengantar Historis terhadap Gerakan Evangelikal Wim, Chandra
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 12 No 2 (2011)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.889 KB)

Abstract

Menurut statistik terkini kira-kira satu dari sepuluh orang di dunia adalah orang Kristen evangelikal; demikian tutur seorang ahli sejarah gereja. Pasalnya, populasi dunia sekarang sudah mencapai angka tujuh milyar jiwa, dan dua milyar di antaranya mengidentifikasi dirinya dengan kekristenan. Dari antara dua milyar orang Kristen ini, lebih dari setengah milyar dideteksi sebagai orang Kristen evangelikal. Mengenai bagaimana para ahli statistik dan lembaga-lembaga survey itu mengidentifikasi seseorang sebagai evangelikal bukanlah perkataan utama penulis di sini. Poin yang penulis mau angkat di sini ialah bahwa evangelikalisme merupakan salah satu kekuatan besar dalam kekristenan, hanya karena ia memiliki jumlah massa yang sangat besar dan menurut banyak pengamat, evangelikalisme akan terus membesar! Fakta di atas mendorong penulis untuk mengkaji gerakan ini secara lebih serius. Apa itu evangelikalisme? Siapa itu yang disebut kaum evangelikal? Apa keunikan dari gerakan evangelikal ini? Ini adalah segelintir pertanyaan-pertanyaan mendasar yang coba penulis jawab dalam artikel ini. Sebab walaupun ada banyak orang Kristen yang mengaku (atau “dicap”) sebagai evangelikal, tidak banyak di antara mereka yang tahu dengan persis apa yang dimaksud dengan evangelikalisme itu sendiri. Hal yang sama juga kerap kali dijumpai oleh banyak orang non-evangelikal (Kristen maupun non-Kristen) yang sering memberi label negatif terhadap orang-orang evangelikal, karena kekurang- atau kesalahpahaman tentang evangelikalisme itu sendiri. Namun secara jujur, fakta bahwa penulis adalah seorang Kristen evangelikal dan banyak berkecimpung dalam dunia pelayanan evangelikal adalah alasan utama mengapa penulis memilih subjek ini. Secara pribadi, tulisan ini adalah sebuah pencarian akademik tentang identitas diri penulis sendiri sebagai seorang evangelikal. Orang Kristen seperti apakah saya ini? Apa narasi tradisi evangelikal yang di dalamnya saya bertobat dan menjadi seorang percaya? Siapa pahlawan-pahlawan iman dalam evangelikalisme yang harusnya menjadi teladan bagi saya? Kredo-kredo apa yang perlu saya percayai sebagai seorang evangelikal? Terlepas dari fakta bahwa saya “dilahirbarukan” dalam tradisi ini, mengapa saya tetap memilih menjadi seorang evangelikal sampai sekarang dan apa artinya menjadi seorang Kristen evangelikal di zaman ini? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang ada di balik kepala dan hati penulis sembari meneliti studi ini. Penulis yakin bahwa ia tidak sendirian dalam pencarian jati diri evangelikal ini.
Karakteristik dan Berbagai Genre dalam Kitab Mazmur Maleachi, Martus Adinugraha; Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.261 KB)

Abstract

Kitab Mazmur ditulis dalam bentuk puisi. Bagi orang Yahudi, puisi merupakan jenis literatur yang memegang peranan penting karena melengkapi apa yang tidak dapat diberikan oleh prosa; puisi merupakan ungkapan emosi yang menyatakan kedalaman iman dan ibadah mereka. Oleh sebab itu, kita perlu bukan hanya menganalisa suatu mazmur, tetapi juga mengapresiasinya. Mazmur merupakan ungkapan kata-kata penulis kepada Allah dan tentang Allah. Berbeda dengan kebanyakan bagian Alkitab yang lain, dalam kitab Mazmur Allah memakai pergumulan hidup manusia untuk menguatkan umat percaya lainnya. Mazmur adalah respons keberadaan manusia di hadapan Allah, baik melalui pengalaman (mis. kesulitan hidup, peperangan, sakit penyakit, pernikahan, kelahiran, kematian dan sebagainya) maupun perasaan hatinya (sukacita, ketakutan, kebencian, depresi, dan sebagainya). Perlu dipahami bahwa di dalam sebuah mazmur ada tiga unsur yang perlu diperhatikan. Pertama adalah isi (content) dari mazmur tersebut. Kedua adalah bentuk dari mazmur tersebut. Terakhir adalah efek yang ditimbulkan oleh mazmur tersebut. Isi merupakan ungkapan hati dari pemazmur yang melibatkan emosi, imaginasi, dan pesan yang ingin disampaikan. Bentuk dari mazmur, seperti susunan bait, sanjak, dan genrenya mendukung isi dari puisi tersebut dan menimbulkan keindahannya. Paduan kedua unsur tersebut menimbulkan sebuah efek yang berbeda dengan prosa. Pada waktu menafsir sebuah mazmur, kita bukan hanya memperhatikan arti, tetapi juga keindahannya. P. D. Miller mengingatkan bahwa kita perlu lebih sensitif terhadap karakteristik puitis dari suatu mazmur agar kita dapat mengalami pesan dari pemazmur dalam kehidupan pribadi kita. Artikel ini akan mengajak pembaca untuk mengenai kitab Mazmur dan menafsirkannya.
Menggagas Signifikansi Gestur Tubuh dalam Ibadah Korporat Gereja-Gereja Protestan Setiawan, Jimmy
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.342 KB)

Abstract

Penulis akan mengkaji pemahaman yang biblikal tentang arti gestur penyembahan. Penulis akan mulai dengan survei ringkas tentang teologi tubuh di mana penulis menggali apa pandangan Alkitab terhadap tubuh. Saat mengupas teologi tubuh, penulis memperlihatkan implikasi-implikasi praktisnya terhadap penyembahan. Teologi tubuh penting untuk ditegakkan karena ini menjadi dasar bagi penulis untuk selanjutnya merumuskan tiga signifikansi dari gestur liturgikal yaitu sebagai pengungkapan, pelibatan, dan pembelajaran. Tentu saja keseluruhan artikel ini hendak menegaskan betapa pentingnya bagi kita untuk merangkul tindakan liturgikal sebagai salah satu sarana penting bagi pertumbuhan rohani setiap kita melalui konteks ibadah korporat.  
Identitas dan Nasionalisme Komunitas Kristen di Indonesia: Tinjauan Pemikiran Th. Sumartana dan Implikasinya bagi Pelayanan Kaum Muda Telaumbanua, Hendrikus
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.126 KB)

Abstract

Kehadiran agama Kristen di Indonesia selalu dibayangi oleh catatan sejarah yang kurang menguntungkan. Berdasarkan catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, kekristenan pernah diidentikkan sebagai agama Belanda atau penjajah, apalagi pada awal abad ke-20, agama Islam telah identik dengan pergerakan nasionalisme Indonesia. Akibatnya, secara tidak langsung identitas keindonesiaan dan kadar nasionalisme pemeluk agama Kristen di Indonesia menjadi sering diragukan. Kenyataan ini semakin diperburuk oleh kondisi gereja yang menutup diri dari berbagai persoalan sosial, masyarakat, dan negara. Ferry Y. Mamahit mengungkapkan bahwa kebanyakan gereja, secara khusus kalangan gereja Injili, bersikap apatis terhadap masalah-masalah sosial seperti kemiskinan yang ada di sekitarnya. Gereja melakukan pola hidup dualisme, dunia rohani dan dunia sekuler, sehingga menjadi komunitas yang menghindari dunia (world-denying church), padahal seharusnya gereja menjadi alat bagi Allah untuk melakukan karya-Nya di muka bumi di antara umat manusia (world-engaging church). Selain itu, banyak gereja dikuasai oleh prasangka dan pemikiran diskriminatif yang membuat kekristenan tidak mampu menjalankan komunikasi dan kerja sama antarumat beragama. Padahal pluralitas agama dan pluralisme merupakan topik yang telah merambah ke seluruh aspek kehidupan sehingga menuntut respons yang tepat di dalam menganggapinya.4 Th. Sumartana (alm.) mengagas gerakan untuk membawa kekristenan menjadi relevan di bumi Indonesia dan dapat berperan aktif di dalam konteks pluralitas agama. Tulisan ini akan memaparkan pemikiranpemikiran Sumartana tersebut. Apakah inti pemikiran Sumartana tentang agama-agama, gereja, kristologi, dan dialog antar-umat beragama? Apakah pandangan Sumartana dapat dibenarkan? Apakah implikasi pemikiran Sumartana bagi pelayanan gereja secara umum dan secara khusus di dalam konteks pelayanan kaum muda di Indonesia?
Tinjauan Kritis terhadap Open Theism dari Perspektif Teologi Reformed Teng, Michael
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (20.14 KB)

Abstract

Salah satu bait dari lagu yang terkenal berjudul “God and God Alone” adalah: God and God alone reveals the truth of all we call unknown, And all the best and worst of man won’t change the Master’s plan, It’s God’s and God’s alone Jelas sekali terlihat nada dasar teologis dari syair ini adalah kedaulatan Allah yang nampak dalam pengetahuan-Nya tentang apa yang manusia tidak ketahui (the foreknowledge of God) dan ketidakberubahan Allah (the immutability of God). Para teolog menyebutnya dengan istilah teisme klasik (classical theism). Pandangan ini telah mendapat banyak serangan baik dari para teolog kontemporer maupun dari Injili. Dari kalangan Injili, Bloesch secara khusus membahas lima sarjana teologi dan filsafat agama yang sangat dihargai yang mengajukan sebuah alternatif terhadap teisme klasik. Mereka menyebut dirinya sebagai open view theists atau freewill theists; konsep mereka ini kemudian dikenal sebagai open theism. Buku mereka, The Openness of God, menjadi buku yang provokatif karena berbicara langsung kepada para sarjana Injili muda yang tidak “bahagia” dengan gambaran tradisional tentang Allah. Bahkan tulisan mereka ini juga mendapatkan tempat di gereja secara luas, karena sejak holocaust, memang sulit untuk mengafirmasi tentang Allah yang menggenggam dunia dalam tangan-Nya. Bagaimana mungkin Allah yang berdaulat dan Mahatahu itu memelihara manusia dengan membiarkan kejahatan dan penderitaan merajalela di bumi? Di mana letak kebebasan manusia di dalam kedaulatan Allah yang Mahatahu itu telah mengatur semuanya itu terjadi demikian? Lalu, bagaimana mungkin Allah yang tidak berubah itu dapat membuat doa menjadi ada artinya di dalam pergumulan yang kita alami? Mereka melihat teisme klasik mencoba melarikan diri dari permasalahan bagaimana membuat misteri dari Allah yang berdaulat dengan providensia-Nya itu bisa sejalan dengan afirmasi Alkitab tentang tanggung jawab dan kebebasan manusia. Sebaliknya, open theism dengan berani mencoba menjawab permasalahan ketegangan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia. Bagi mereka, open theism adalah paradigma baru yang superior secara biblika, historis, teologis, filosofis dan praktis. Dari apa yang sudah dipaparkan, penulis melihat permasalahan ini perlu untuk dibahas lebih dalam mengingat hal ini menyangkut pemahaman mengenai natur Allah dan relasi-Nya dengan manusia. Melalui pembahasan ini, penulis berharap dapat memiliki pemahaman yang lebih komprehensif dalam memberi jawab terhadap permasalahan ketegangan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia. Lebih lanjut, pemahaman ini akan sangat berguna dalam usaha memberi jawaban terhadap masalah kejahatan atau penderitaan dan fungsi doa. Untuk mencapai tujuan ini, maka pada bagian kedua, penulis akan memaparkan pandangan open theism, kemudian pada bagian ketiga akan memberikan tanggapan dari beberapa teolog Kristen lainnya sehingga pada akhirnya nanti kita dapat mengambil kesimpulan apakah pandangan ini merupakan sebuah jawaban mengenai realitas kejahatan/penderitaan dan fungsi doa.
Masturbasi Ditinjau dari Perspektif Etika Kristen Sitanggang, Murni H.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.305 KB)

Abstract

Topik ini telah menjadi bahan perdebatan yang tiada habis hingga kini. Walau Alkitab memang tidak membicarakan masalah ini secara jelas, bukan berarti kita tidak dapat menjadikannya sebagai narasumber dan tolak ukur kita dalam memecahkan masalah ini. Sebagai umat Tuhan kita wajib menjadikan Alkitab sebagai standar utama dalam setiap aspek kehidupan kita. Dalam membahas topik ini kita juga tak boleh mengenyampingkan kenyataan bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk seksual.5 Sebagai makhluk seksual berarti manusia diperlengkapi dengan gairah seksual yang harus tersalurkan. Bagi sebagian orang melakukan masturbasi bukan masalah karena dipandang sebagai salah satu sarana yang aman dalam menyalurkan hasrat seksual seseorang, apalagi bagi mereka yang berada di luar pernikahan. Tetapi kita juga perlu menyadari bahwa selain sebagai makhluk seksual, manusia juga diciptakan Tuhan sebagai makhluk spiritual. Oleh sebab itu setiap aktivitas dalam hidup kita harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Ini yang menjadi pertanyaan utama yang hendak dijawab dalam artikel ini: apakah masturbasi tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan dan natur manusia, baik sebagai makhluk seksual maupun makhluk spiritual. Bila memang tidak bertentangan, tentunya kita tidak dapat menyatakannya sebagai dosa, namun bila ternyata bertentangan, sudah jelas itu merupakan dosa yang tidak boleh kita lakukan. Dalam memecahkan masalah ini, selain menjadikan Alkitab sebagai tolak ukur utama, penulis juga akan melihat dari sudut pandang psikologi dan kesehatan agar memperoleh pandangan yang komprehensif sehingga dapat menghasilkan jawaban yang objektif. Selain itu ruang lingkup pembahasan dipersempit dengan hanya membahas topik ini sebagai aktivitas seksual yang dilakukan sebelum atau di luar pernikahan.
Konsumerisme dan Teologi Moral: Kajian Kritis dan Responsibilitas Moral Kristiani terhadap Konsumerisme Haryanto, Eko
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 1 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.307 KB)

Abstract

Pertanyaan pokok kajian ini adalah apakah korelasi konsumerisme dan teologi moral? Kajian ini mempunyai dua bagian yaitu: pertama, mengupas prasuposisi moral yang melatarbelakangi konsumerisme; kedua, mengerangkakan tanggung jawab moral terhadap konsumerisme dari perspektif kristiani. Tesis makalah ini mengemukakan bahwa konsumerisme mendorong konsumen untuk memilih memaksimalkan jati dirinya melalui tindakan konsumtif, baik terhadap tujuannya (telos) maupun motivasinya. Hal ini menyirikan bahwa falsafah konsumerisme cenderung mengantar seseorang menyangkal jati dirinya sebagai ciptaan Allah yang bermoral dengan menjadi tamak sehingga hidupnya tidak tergantung pada Allah melainkan kepada hal-hal material.
Konsep Kasih Allah Menurut Choan-Seng Song dan Aplikasinya Terhadap Pelaksanaan Misi Gereja-Gereja di Indonesia Soegiarto, Samuel
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.348 KB)

Abstract

Dengan penekanan yang sangat besar kepada unsur kasih, maka studi tentang konsep kasih Song ini menjadi penting dalam memahami konsep teologinya, secara khusus konsep keselamatan dan pekerjaan misi, yang merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Alasannya karena konsep keselamatan seseorang akan menentukan teologi dan praksis orang tersebut di dalam bermisi. Selain sebagai sebuah studi teoritis, artikel ini juga merupakan suatu usaha memikirkan ulang teologi yang akan memberikan warna tersendiri di dalam pemahaman teologis dan praktik misi gereja, khususnya di Indonesia, mengingat Song merupakan salah seorang teolog Asia yang mencoba untuk menghadirkan pemahaman teologis yang cocok dengan konteks dunianya. Harapan penulis, tulisan singkat ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran, berupa tanggapan positif dan negatif terhadap pandangan Song, yang kemudian bisa diimplementasikan di dalam kehidupan bergereja, agar pekerjaan pelayanan gereja dapat semakin efektif dan tepat sasaran (sesuai konteks), dan nama Tuhan Yesus akan semakin dipermuliakan dan kerajaan-Nya akan semakin nyata di dalam dunia ini.
Epistemologi Reformed : Sebuah Upaya Filsuf-Filsuf Kristen Membela Status Epistemologi Kepercayaan Kristen Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.433 KB)

Abstract

Sejak pertengahan tahun 1980-an berkembang suatu gerakan di dalam filsafat analitik yang disebut epistemologi Reformed. Para filsuf yang tergabung dalam gerakan ini berupaya untuk menunjukkan bahwa kepercayaan kepada Allah (belief in God) dan khususnya kepercayaankepercayaan Kristen adalah rasional, terjustifikasi (justified) dan terjamin (warranted). Singkatnya, mereka berupaya untuk memperlihatkan bahwa secara epistemologis kepercayaan religius (religious belief), khususnya kepercayaan Kristen, memiliki status epistemik yang positif. Tokoh-tokoh yang menjadi arsitek dan pendiri gerakan ini adalah William P. Alston (1921– 2009), Nicholas Wolterstorff (1932– ), dan Alvin Plantinga (1932– ). Plantinga menyebut gerakan ini sebagai epistemologi Reformed karena para pendirinya, seperti Plantinga sendiri dan Wolterstorff, mengajar di Calvin College, Amerika Serikat, dan mereka banyak mendapatkan inspirasi dari John Calvin serta para teolog lain di dalam tradisi teologi Reformed. Sebagai sebuah gerakan yang ingin menunjukkan bahwa kepercayaan religius memiliki status epistemik yang positif, epistemologi Reformed menolak pandangan fondasionalisme klasik dan evidensialisme bahwa kepercayaan religius tidak rasional dan tidak terjustifikasi. Mereka juga mengklaim bahwa kepercayaan religius memiliki status epistemik yang positif di dalam konteks epistemologi yang lebih memadai. Artikel ini ingin memperkenalkan epistemologi Reformed dengan cara mempelajari kedua proyek epistemologi di atas dan melihat implikasinya bagi apologetika. Sebab itu, penulis pertama-tama akan membahas dua proyek epistemologi tersebut, dilanjutkan dengan membahas implikasinya bagi apologetika Kristen.
Kebenaran Doktrin Antropologi dan Soteriologi Bagi Kepentingan Etika Lingkungan Tan, Kian Guan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.298 KB)

Abstract

Orang-orang sekuler menuduh kekristenan sebagai agama yang paling bertanggung jawab atas kerusakan ekologi. Menurut mereka, ajaran-ajaran kekristenan seperti antropologi dan soteriologi lebih mengutamakan manusia daripada ciptaan yang lain. Kalau memang benar ajaran doktrinal di atas yang menyebabkan terjadinya masalah ekologi, maka ini selaras dengan pernyataan Alister E. McGrath bahwa etika Kristen merupakan hasil yang keluar dari doktrin Kristen. Namun tentu bukan hasil etika seperti ini yang ia maksud. Sebaliknya, doktrin Kristen harus dibangun dan dipahami dengan benar sesuai Alkitab karena itu akan mempengaruhi seluruh etika Kristen. Dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu untuk menegakkan kebenaran dari kedua doktrin tersebut supaya: pertama, orangorang Kristen dapat lebih utuh memahami dan mengimplementasikannya sehingga tidak menjadi batu sandungan lagi; dan kedua, golongan sekuler memahami kebenaran dari ayat-ayat yang dituduhkan dan mengerti bahwa kekristenan tidak antiekologi, namun mementingkan lingkungan.