Jurnal Simbur Cahaya
Jurnal Simbur Cahaya merupakan jurnal ilmiah yang dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Penamaan jurnal ini tidak terlepas dari sejarah yang dimiliki masyarakat Sumatera Selatan, khususnya mengenai keberadaan Kitab Simbur Cahaya pada zaman dahulu. Kitab Simbur Cahaya merupakan peninggalan dan hasil tulisan dari Ratu Sinuhun (istri penguasa Palembang yang berkuasa antara tahun 1636 sampai 1650). Beberapa ahli sejarah meyakini bahwa Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab pertama yang diterapkan masyarakat nusantara, berupa undang-undang tertulis yang berdasarkan syariat Islam. Cerita lain menyebutkan bahwa Kitab Simbur Cahaya berkaitan erat dengan cerita munculnya sinar terang benderang di Bukit Siguntang dalam rangka menyambut kelahiran keturunan Raja Iskandar Zulkarnaen dan menjadi penanda pengesahan tiga raja muslim di tiga serumpun Melayu, yakni Palembang, Singapura dan Malaka. Secara etimologis simbur cahaya diartikan sebagai “percik sinar atau cahaya”, cahaya yang dimaknai sebagai obor dalam peradaban masyarakat Sumatera Selatan. Dalam Kitab Simbur Cahaya terkandung nilai-nilai moral serta perpaduan antara hukum adat dan ajaran agama Islam. Undang-undang Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat yang memadukan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan dan ajaran Islam. Kitab ini terdiri dari lima bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatera Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki. Secara garis besar, isi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: 1) Adat Bujang Gadis dan Kawin; 2) Adat Marga; 3)Aturan Dusun dan Berladang; 4)Aturan Kaum; 5)Adat Perhukuman. Berdasarkan optimisme dan nama besar Kitab Simbur Cahaya maka Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya berusaha memberikan tempat bagi para peneliti, mahasiswa, praktisi dan akademisi untuk terhimpun dalam wadah ilmiah yakni Jurnal Simbur Cahaya. Jurnal Simbur Cahaya adalah jurnal berkala ilmiah Ilmu Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Terbit per-periodik bulan Juni & Desember dengan artikel yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jurnal Simbur Cahaya merupakan sarana publikasi ilmiah yang memenuhi standar kualifikasi jurnal nasional terindeks SINTA dan diharapkan dapat ditingkatkan menjadi jurnal internasional. Jurnal Simbur Cahaya diperuntukkan bagi akademisi, peneliti, mahasiswa pascasarjana, praktisi, serta pemerhati hukum. Lingkup tulisan dalam Jurnal Simbur Cahaya merupakan artikel hasil penelitian atau artikel review kasus hukum. Artikel-artikel tersebut seyogyanya mampu menjawab aneka permasalahan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan melalui bentuk tulisan ilmiah. Sebagaimana sejarah awal terbitnya, Jurnal Simbur Cahaya banyak menyoroti kajian hukum kontemporer seperti Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Lingkungan, Hukum Islam, dan Hukum Adat.
Articles
9 Documents
Search results for
, issue
"VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019"
:
9 Documents
clear
Problematika Ambang Batas Suara (Threshold) dalam Pemilihan Umum di Indonesia
Mahesa Rannie;
Laurel Heydir
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (540.632 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.540
Problematika ambang batas suara dalam pemilihan umum menjadi persoalan tersendiri di Indonesia yang tiada habisnya menjadi bahan perdebatan yang alot. Dimulai dari persoalan electoral threshold, parliamentary threshold, hingga presidential threshold. Problematika ambang batas suara tersebut terpusat pada prosentase ketentuan ambang batas suara (threshold). Satu kali pemilu (tahun 2004) menggunakan ketentuan electoral threshold, parliamentary threshold yang mulai berlaku sejak 2009 hingga pemilu serentak tahun 2019, dan presidential threshold yang sudah berlaku sejak pemilu tahun 2004 hingga pemilu serentak tahun 2019. Ketentuan ini tertuang dalam undang-undang pemilu anggota legislatif maupun pemilu eksekutuf. Dalam undang-undang tersebut ketentuan ambang batas suara (threshold) selalu berubah-ubah karena tidak membawa pengaruh yang signifikan terhadap penyederhanaan partai politik di Indonesia. Banyaknya partai politik yang berkembang merupakan persoalan dalam sistem pemerintahan presidensial yang dipilih oleh Indonesia. Upaya penyederhanaan partai politik tersebut dilakukan dengan memberlakukan ketentuan electoral threshold, parliamentary threshold, dan presidential threshold
Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pasca dalam Memberikan Pendidikan Politik Berupa Wawasan Kebangsaan
Abunawar Basyeban
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (568.36 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.535
Perkembangan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut dari awal kemerdekaan hingga saat ini. Diawali dengan adanya Maklumat Pemerintah Nomor X tahun 1945 tentang dibolehkannya pendirian partai politik baru di Indonesia untuk mengimbangi eksistensi Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang telah ada. Pesatnya perkembangan partai politik di Indonesia setelah diterbitkannya maklumat pemerintah tersebut mencapai puncaknya saat pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia tahun 1955. Pemilihan umum tersebut diikuti oleh puluhan partai politik dengan partisipasi pemilih cukup tinggi serta menghasilkan empat partai politik pemenang pemilu, yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesi.
Gatekeeper dalam Skema Korupsi dan Praktik Pencucian Uang
Isma Nurillah;
Nashriana Nashriana
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (608.733 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.444
Pola kejahatan terus mengalami pembaharuan guna menghindari terendusnya praktik kejahatan, pola ini tidak jarang melibatkan para aktor profesional hingga para praktisi tujuan utamanya untuk mengecoh penegak hukum agar skema ini sulit dilacak dan kejahatan menjadi kabur. Modusnya dengan melibatkan pelaku kejahatan pencucian uang yakni dengan menggunakan jasa para profesional hukum, perbankan dan ekonomi. Cara ini digunakan untuk memutus nexus agar skema tampak sempurna, semua aktor mengambil peran serta bekerja secara profesional guna menciptakan ilusi kejahatan agar tampak legal. Keterlibatan para aktor tersebut dikenal sebagai gatekeeper. Gatekeeper akan memanfaatkan semua kemampuan dan keahlian yang dimiliki guna menskenariokan pola kejahatan serta mengamankan hasil kejahatan untuk dapat dinikmati kemudian menjadi hasil yang bersih, kemampuan yang dimiliki tidak hanya mengenai pengetahuan normatif saja melainkan kemampuan praktik menjadi modal utama untuk membuat semua tampak sempurna. Meskipun demikian, pemerintah melalui regulasinya telah membuat aturan untuk mencegah para gatekeeper bertindak terlalu jauh, melalui regulasi di PPATK mengenai pihak pelapor dalam pencucian uang maka pemerintah berupaya menempatkan para profesi tersebut sebagai mitra guna memberantas praktik pencucian uang.Kata Kunci: Gatekeeper, Nexus, Pencucian Uang, Skema Kejahatan
Mediasi Penal dan Sita Harta Kekayaan: Upaya Untuk Memberikan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Ika Dewi Sartika Saimima;
Fransiska Novita Eleanora;
Widya Romasindah
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (407.666 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.537
Tindak pidana mengalami perkembangan yang sangat kompleks. Awalnya bersifat konvensional, kini tindak pidana berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan mengalami perkembangan modus yang beraneka ragam. Perkembangan tindak pidana yang terjadi saat ini memiliki motif ekonomi yang terus berkembang saat menjalankan kejahatannya. Salah satu tindak pidana dengan motif ekonomi adalah tindak pidana perdagangan orang. Secara konvensional, tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan mengajak seseorang dengan iming-iming mendapatkan pekerjaan dengan hasil yang besar. Saat ini, perekrutan dilakukan secara online dengan cakupan yang sangat luas. Masalah utama dari tindak pidana perdagangan orang tersebut adalah korban tidak mudah untuk mendapatkan restitusi atas tindak pidana yang terjadi pada dirinya. Pelaku tindak pidana perdagangan orang seringkali menghindar untuk memberikan restitusi, bahkan bersikap seolah-olah tidak memiliki harta apapun yang diperoleh dari bisnis perdagangan orang tersebut. Untuk menghindari penolakan pembayaran restitusi kepada korban perdagangan orang, perlu dilakukan mediasi sejak proses penyidikan. Upaya mendapatkan ganti rugi tersebut dilakukan melalui mediasi penal. Upaya perdamaian melalui mediasi penal tidak akan menghapus tuntutan atas tindak pidana yang terjadi, namun hanya mempermudah penyitaan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil dari tindak pidana perdagangan orang.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara : Dapatkah Menggunakan Deferred Prosecution Agreement?
Febby Mutiara Nelson
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (564.448 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.459
Penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia belum dapat menanggulangi tindak pidana korupsi, khususnya dalam mengembalikan kerugian negara secara signifikan. Walaupun sudah banyak ketentuan terkait penanganan korupsi, pada kenyataannya penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan seperti apa yang diharapkan. Artikel ini membahas tentang pengembalian kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi, melalui mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA). Artikel ini membahas apakah Indonesia sebagai negara rumpun keluarga Civil Law dapat menerapkan mekanisme ini dan apakah mekanisme ini dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Artikel ini juga membahas pelajaran yang dapat diambil dari penyelesaian DPA yang berkembang di Amerika Serikat dan United Kingdom dalam pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi. Penulisan ini menggunakan studi dokumen khususnya meneliti peraturan perundang-undangan serta buku dan jurnal yang relevan. Selain itu juga menggunakan pendekatan perbandingan hukum.
Hak Milik Pasien Atas Isi Rekam Medis (Suatu Pendekatan Filosofis dan Hukum Perdata)
Anggra Yudha Ramadianto
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (370.795 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.538
Kewajiban pembuatan rekam medis dalam pelayanan kesehatan merupakan wujud pemenuhan hak pasien atas informasi. Peraturan hukum menyatakan bahwa isi rekam medis merupakan milik pasien. Landasan filosofis mengenai hak milik pasien atas isi rekam medis didasakan pada pemikiran Grotius yang menyatakan bahwa isi rekam medis merupakan Suum pasien karena di dalamnya mencakup kehidupan, anggota tubuh, nama baik, dan bahkan kehormatan pasien. Hak milik pasien atas isi rekam medis tersebut dilindungi oleh hak sempurna tetapi tidak berarti menjadikan hak milik tersebut bersifat eksklusif karena sebagaimana pernyataan Aquinas hak milik seharusnya memiliki fungsi sosial. Menurut perspektif hukum perdata hak milik atas isi rekam medis diatur di dalam Pasal 570 BW. Ketentuan tersebut mengatur mengenai kewenangan dan pembatasan terhadap hak milik pasien terhadap isi rekam medis tersebut. Pelanggaran terhadap hak milik pasien atas isi rekam medis dapat menimbulkan gugatan terhadap pelaku pelanggaran melalui Pasal 1365 BW
Model Ganti Kerugian Bagi Korban Penipuan Pasar Modal
Ainul Azizah
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (561.458 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.541
Abstrak : Ganti kerugian adalah tindakan lain dari pengadilan yang memerintahkan untuk melakukan tindakan lain kepada orang yang menyebabkan kerugian. Ganti kerugian merupakan konsep yang awalnya dianut oleh hukum perdata, yang diberikan kepada pihak lain apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian maupun adanya perbuatan melawan hukum. Dalam perkembangannya konsep ganti kerugian dari hukum perdata ini diadopsi dalam hukum pidana dan hukum administrasi. Pada akhirnya konsep ganti kerugian dijadikan salah satu sanksi pidana tambahan bagi pelaku kejahatan di beberapa undang undang yang berlaku di Indonesia salah satunya undang undang pasar modal. Mekanisme pemberian ganti kerugian kepada korban berdasarkan Hukum Acara Pidana yang tercantum dalam KUHAP. Tetapi model pemberian ganti kerugian dalam KUHAP jika diterapkan dalam penyelesaian ganti kerugian korban kejahatan ekonomi khususnya penipuan pasar modal dipandang kurang sesuai. Oleh karena itu perlu kebijakan baru berkaitan dengan model ganti kerugian bagi korban penipuan pasar modal. Isu hukum yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana model ganti kerugian terhadap korban penipuan pasar modal di Indonesia? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konsep, pendekatan perbandingan dan pendekatan undang undang. Isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini adalah model ganti kerugian bagi korban penipuan pasar modal untuk masa yang akan datang. Hasilnya : terdapat perubahan model ganti kerugian bagi korban penipuan di pasar modal meliputi perubahan caranya atau mekanisme ganti kerugian, lembaga ganti kerugian terhadap korban penipuan pasar modal maupun jumlah ganti kerugiannya kepada korban penipuan pasar modal.
Presumption of Innocent v. Presumption of Guilt dalam Hak Asasi Manusia
Mada Apriandi Zuhir;
Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh;
Annisa Fitri Arum;
Nyimas Olivia;
Fatimatuz Zuhro;
Faiq Tobroni
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (496.371 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.539
Asas presumption of guilt menjadi semakin menarik untuk dibahas sebagai respon dari ketidakpuasan asas presumption of innocent untuk diterapkan dalam kasus-kasus tertentu. Apalagi asas presumption of innocent hadir bukan tanpa dasar dan asas ini muncul sebagai amanah Deklarasi HAM Universal sebagai hak fundamental manusia. Namun demikian bagimana jika asas ini dihadapkan dengan kasus-kasus yang luar biasa seperti kasus terorisme dan kepabeanan. Hal ini menjadi persoalan oleh karena di satu sisi hal ini merupakan hak fundamental, namun di sisi lain ada hal luar biasa yang menjadi persoalan apabila asas ini tetap diterapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan case law dengan analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan menghadirkan putusan-putusan Pengadilan HAM Eropa yang pernah membahas persoalan tentang presumption of guilt. Paling tidak ada satu kasus penting yang putusannya dijadikan sebagai rujukan dalam membahas soal presumption of guilt ini yakni kasus Salabiaku v. France. Kasus ini menjadi rujukan yang mengikat oleh hakim-hakim di Pengadilan HAM Eropa dan telah dikutip oleh hakim-hakim di penadilan lain. Hasil dari penelitian ini adalah dalam keadaan tertentu presumption of guiltdapat diterapkan dengan catatan negara harus membatasi penerapan prinsip ini dengan cara yang reasonable dengan mempertimbangkan apa resiko yang dipertaruhkan dan apa implikasinya jika asas ini tidak diterapka
Politik Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak di Luar Perkawinan Perspektif Siyasah Syar’iyyah
Jauhari Jauhari;
Muhammad Burhan;
Ulya Kencana
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (657.005 KB)
|
DOI: 10.28946/sc.v26i2.414
Legal politics of the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 concerning the status of children outside of marriage is that Article 43 of Law Number 1 of 1974 which reads "Children born out of wedlock only have a civil relationship with their mother and mother's family" contrary to the 1945 Constitution. The legal politics of the Constitutional Court is based on the principle of "equality before the Law", namely the principle of "equality before the law". This principle is contained in the 1945 Constitution Article 28B paragraph (1) and (2) and Article 28D paragraph (1). According to the Court naturally, it is not possible for a pregnant woman without meeting between the ovum and spermatozoa either through sexual contact or through other means based on technological developments that cause fertilization. Therefore, it is incorrect and unjust when the law stipulates that a child born from a pregnancy due to sexual relations outside of marriage has only a relationship with the woman as his mother. Thus, the civil rights of children outside of marriage meant by the Constitutional Court's ruling are only material rights. Siyasah Syar'iyyah, in this case, is a review of the maqasid shari'ah that the aim is to protect and maintain the child's nasab (hifzuu nasl). So the study of sharia maqasid on the decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 is interpreted as civil rights to biological fathers only limited to material rights to children not the rights of the people and inheritance.