cover
Contact Name
Sri Handayani
Contact Email
srihandayani@fh.unsri.ac.id
Phone
+62711-580063
Journal Mail Official
simburcahaya@fh.unsri.ac.id
Editorial Address
Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Ilir Barat I, Palembang, 30139
Location
Kab. ogan ilir,
Sumatera selatan
INDONESIA
Jurnal Simbur Cahaya
Published by Universitas Sriwijaya
ISSN : 14110061     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Simbur Cahaya merupakan jurnal ilmiah yang dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Penamaan jurnal ini tidak terlepas dari sejarah yang dimiliki masyarakat Sumatera Selatan, khususnya mengenai keberadaan Kitab Simbur Cahaya pada zaman dahulu. Kitab Simbur Cahaya merupakan peninggalan dan hasil tulisan dari Ratu Sinuhun (istri penguasa Palembang yang berkuasa antara tahun 1636 sampai 1650). Beberapa ahli sejarah meyakini bahwa Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab pertama yang diterapkan masyarakat nusantara, berupa undang-undang tertulis yang berdasarkan syariat Islam. Cerita lain menyebutkan bahwa Kitab Simbur Cahaya berkaitan erat dengan cerita munculnya sinar terang benderang di Bukit Siguntang dalam rangka menyambut kelahiran keturunan Raja Iskandar Zulkarnaen dan menjadi penanda pengesahan tiga raja muslim di tiga serumpun Melayu, yakni Palembang, Singapura dan Malaka. Secara etimologis simbur cahaya diartikan sebagai “percik sinar atau cahaya”, cahaya yang dimaknai sebagai obor dalam peradaban masyarakat Sumatera Selatan. Dalam Kitab Simbur Cahaya terkandung nilai-nilai moral serta perpaduan antara hukum adat dan ajaran agama Islam. Undang-undang Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat yang memadukan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan dan ajaran Islam. Kitab ini terdiri dari lima bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatera Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki. Secara garis besar, isi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: 1) Adat Bujang Gadis dan Kawin; 2) Adat Marga; 3)Aturan Dusun dan Berladang; 4)Aturan Kaum; 5)Adat Perhukuman. Berdasarkan optimisme dan nama besar Kitab Simbur Cahaya maka Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya berusaha memberikan tempat bagi para peneliti, mahasiswa, praktisi dan akademisi untuk terhimpun dalam wadah ilmiah yakni Jurnal Simbur Cahaya. Jurnal Simbur Cahaya adalah jurnal berkala ilmiah Ilmu Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Terbit per-periodik bulan Juni & Desember dengan artikel yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jurnal Simbur Cahaya merupakan sarana publikasi ilmiah yang memenuhi standar kualifikasi jurnal nasional terindeks SINTA dan diharapkan dapat ditingkatkan menjadi jurnal internasional. Jurnal Simbur Cahaya diperuntukkan bagi akademisi, peneliti, mahasiswa pascasarjana, praktisi, serta pemerhati hukum. Lingkup tulisan dalam Jurnal Simbur Cahaya merupakan artikel hasil penelitian atau artikel review kasus hukum. Artikel-artikel tersebut seyogyanya mampu menjawab aneka permasalahan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan melalui bentuk tulisan ilmiah. Sebagaimana sejarah awal terbitnya, Jurnal Simbur Cahaya banyak menyoroti kajian hukum kontemporer seperti Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Lingkungan, Hukum Islam, dan Hukum Adat.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 11 Documents
Search results for , issue "VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021" : 11 Documents clear
Informed Consent: Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan bagi Pasien Covid-19 Helena Primadianti Sulistyaningrum
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.256 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1192

Abstract

ABSTRAK: Meningkatnya kasus Covid-19 membawa dampak yang besar bagi pelayanan kesehatan di tanah air. Para tenaga kesehatan khususnya dokter hampir setiap hari menangani pasien Covid-19. Dalam penanganan Covid-19 ada persetujuan antara pasien dan dokter untuk melakukan tindakan medis dalam upaya penyembuhan. Persetujuan tersebut tentunya melahirkan hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaan tindakan medis penanganan Covid-19 bagaimana sebenarnya hubungan dokter dan pasien tersebut. Lalu bagaimana pula kedudukan informed consent dalam penanganan pasien Covid-19 pada masa pandemi. Metode yang digunakan dalam penulisan ini merupakan metode penelitian normatif yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang dengan mana melakukan analisis-analisis terhadap pengertian yuridis dan ketentuan hukum positif yang berkaitan dengan hubungan hukum yang terjadi antara seorang dokter dan pasien dalam melakukan upaya medis saat Penanganan Covid-19 serta kedudukan informed consent sesuai konsep hukum kesehatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan pasien Covid-19 hubungan hukum antara pasien dan dokter merupakan hubungan hukum yang tergolong inspanningverbintenis yaitu perikatan upaya dimana dokter hanya berkewajiban untuk melakukan tindakan medis yang maksimal dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan segala kemampuan dan perhatiannya sesuai dengan standar profesi kedokteran yang berlaku dalam penanganan pasien Covid-19. Sedangkan terkait hubungan tersebut yang timbul karena adanya persetujuan yang melahirkan informed consent, dengan mana kedudukan informed consent ini dapat dilihat dari dua sudut pandang baik dokter maupun pasien yaitu sebagai bentuk perlindungan hukum atas segala tindakan medis yang dilakukan dokter ataupun yang diterima oleh pasien. ABSTRACT: The increasing of Covid-19 cases gave a big impact on health care services in Indonesia. A health workers especially doctors is often faced with Covid-19 patients. In health care services of Covid-19 certainly have an agreement between doctor and  patient. That agreement certainly brings a legal relationship between doctor and patient. So, how is the implementation of the legal relationship between the doctor and the patient in Covid-19 handling. And how is the excistences of informed consent in handling Covid-19 on pandemic. The method of the research is normatif by examining law that conceptualized as norm that apply in soceity and also become a reference to analyze the legal relationship between  doctors and patients, also the existence of informed consent in handling Covid-19. The results research shows that in handling Covid-19 the law relationship called as inspanningverbintenis which known as an effort agreement where the doctor is only obliged to carry out maximum medical action with full sincerety and abilities in accordance with medical standard especialy in handling Covid-19. After that, the excistence of informed consent can be seen from two perspective both the doctor and patients which is as a legal protection for all medical action. 
Tindakan Medis Dokter terhadap Pasien Tanpa Informed Consent Dalam Perspektif Hukum Progresif Muhammad Syahri Ramadhan; Adrian Nugraha
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.05 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1199

Abstract

Persetujuan atas tindakan kedokteran atau biasa disebut Informed Consent, sangatlah penting dikarenakan pasien mempunyai hak untuk menerima maupun menolak atas tindakan medis yang akan diterimanya. Masalahnya adalah ada dalam situasi dan kondisi tertentu informed consent tidak dapat dilaksanakan bagi pasien yang sedang gawat darurat. Jika melihat fenomena ini dalam pandangan positivistik, tindakan medis tanpa disertai adanya informed consent merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut justru dianggap sudah merusak marwah dari konsep hukum di Indonesia yang mengedepankan kepada aspek hukum tertulis. Makna tertinggi dalam pandangan ini bahwa legalitas tidak hanya dipandang melalui suatu perbuatan atau tindakan masyarakat sudah dijalankan sesuai dengan teks yang tertulis dalam peraturan perundang – perundangan. Tidak semua di dalam realitas sosial masyarakat semuanya dapat dijawab dengan cukup membaca aturannya saja. Dalam hal tertentu, adakalanya teks aturan tersebut harus dilawan dan didobrak. Teori expressed consent dan zaakwarneming, pada hakekatnya mempunyai korelasi dari hukum progresif. Hukum tidak hanya dipahami secara tersurat, akan tetapi harus dapat ditemukan secara tersirat.  
Tinjauan Hukum Terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Suryati Suryati; Ramanata Disurya; Layang Sardana
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.814 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.902

Abstract

Abstrak: Istilah Omnibus Law bagi sebagian kalangan masyarakat masih terasa asing. Konsep Omnibus Law tersebut sekarang menjadi perdebatan,  bahkan beberapa kalangan akademisi hukum mengkhawatirkan bila konsep tersebut diterapkan akan menggangu sistem perundang-undangan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan hukum terhadap Omnibus Law rancangan undang-undang cipta kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berfokus pada norma hukum positif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah, (1) Payung, maka omnibus law tidak diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karenanya omnibus law dalam konteks Indonesia dinarasikan sebagai undang-undang, (2) Pentingnya peran masyarakat dalam pembentukan produk hukum harus terlihat pada proses pementukannya yang partisipatif dengan mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, (3) Hukum merupakan produk politik sebagai sumber kekuatan mengikatnya hukum, (4) Selain itu proporsionalitas jumlah undang-undang perlu diperhatikan agar menghindari peraturan yang tidak harmonis dan multitafsir.
RETRACTED: [Konsep Hak Warga Negara Untuk Memilih Divaksin Covid 19 atau Tidak Sesuai Undang-Undang Dasar 1945] Zainul Akim
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.056 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1274

Abstract

RETRACTEDFollowing a rigorous, carrefully concered review of the article published in Simbur Cahaya Journal Volume 28, Number 1, Juni 2021, entitled KONSEP HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMILIH DIVAKSIN COVID 19 ATAU TIDAK SESUAI UNDANG-UNDANG DASAR 1945), link: http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/simburcahaya/article/view/1274This article has been found to be in violation of the Simbur Cahaya and has been retracted.Based on the deep investigation, the article Infringements of professional ethical codes, namely breashes process of peer-review or the alike.The document and its content has been marked as retracted from Simbur Cahaya Journal. DITARIK Telah dilakukan pembacaan yang teliti dan cermat terhadap artikel yang diterbitkan dalam Simbur Cahaya Journal Volume 28, Number 1, Juni 2021, entitled KONSEP HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMILIH DIVAKSIN COVID 19 ATAU TIDAK SESUAI UNDANG-UNDANG DASAR 1945), link: http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/simburcahaya/article/view/1274Artikel ini telah ditemukan melanggar ketentuan Jurnal Simbur Cahaya dan telah ditarik dari penerbitan Jurnal Simbur Cahaya.Berdasarkan investigasi mendalam Artikel ini melanggar kode etik professional, yakni melanggar proses peer-review yang telah menjadi aturan di Jurnal Simbur Cahaya.Artikel ini dan isinya telah ditandai sebagai artikel yang ditarik dari Jurnal Simbur Cahaya.
Kewenangan Daerah Dalam Perizinan Berusaha Dalam Undang-Undang Cipta Kerja Helmi Helmi Helmi
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.944 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1170

Abstract

Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah (PP-PPBD) dan Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha  Berbasis Risiko (PP-PPBBR), merupakan 2 (dua) dari 45 (empat puluh lima) PP sebagai peraturan pelaksanaan undang-undang cipta kerja. Tulisan ini mengkaji kewenangan daerah dalam perizinan berusaha yang terdapat pada kedua PP tersebut dengan permasalahan dibahas yakni; pertama, ruang lingkup kewenangan daerah dalam perizinan berusaha. Kedua, kewenangan daerah dalam perizinan berusaha tersebut dihubungkan dengan urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menggunakan metode yuridis normative, hasil analisis diperoleh kesimpulan. Pertama, lingkup kewenangan daerah provinsi, kabupaten dan kota (Gubernur, Bupati dan Walikota) dalam penyelenggaraan perizinan di daerah berdasarkan undang-undang cipta kerja dan PP-PPBD, PP-PPBBR berdasarkan prinsip pembagian urusan pemerintahan bersifat konkuren sebagaimana diatur UU-ODA. Kedua, kewenangan perizinan berusaha di daerah dalam PP-PPBBD dan PP-PPBBR bersifat sentralistik dengan mengakomodir ketentuan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan dalam UU-ODA. Akibatnya kewenangan daerah dalam penyelenggaraan perizinan berusaha lebih banyak yang tidak strategis untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan sumberdaya yang berada di daerah. Kondisi hukum seperti ini jelas bukan ciri otonomi daerah sebagaimana Pasal 18 UUD 1945.
Sengketa Perdata dan Penerapan Sanksi Administrasi dalam Bidang Pelayanan Publik Lufsiana Abdullah
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.384 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1201

Abstract

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (LN RI Tahun 2009, Nomor 112, TLN RI Nomor 5038, tidaklah sesempurna sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama, masih banyak terdapat kekurangan yang berimplikasi pada penerapan maupun dalam pelaksanaannya. Untuk berhasil guna dan berdaya guna dalam Pelayanan Publik, mengharuskan diaturnya sanksi yang tegas di dalam undang-undang Pelayanan Publik yang memadai, yang mengatur tentang macam sanksi administrasi yang diterapkan, wewenang menerapkan sanksi administrasi, prosedur penerapan sanksi administrasi, dan mekanisme akibat hukum pengenaan sanksi administrasi serta upaya pemulihannya. Tulisan ini mengkaji beberapa teori hukum administrasi dalam kaitannya dengan Pelayanan Publik serta Pelayanan Publik yang jelek dapat diproses melalui lembaga peradilan.
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik Pada Masa Pandemi Covid-19 Ditinjau dari Asas Peradilan Pidana Neisa Angrum Adisti; Nashriana Nashriana; Isma Nurillah; Alfian Mardiansyah
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.459 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1167

Abstract

Abstrak: Pada Tahun 2020, dunia dilanda bencana Pandemi Covid 19, tidak terkecuali Negara Indonesia. Dari segala sektor kehidupan mendapatkan efek negatif yang luar biasa akibat serangan virus Covid 19. Termasuk dalam persidangan perkara Pidana di Pengadilan, pada masa pandemi Covid 19 dilaksanakan secara daring, yang didatur melalui Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2020. Pelaksanaan Perkara Pidana secara elektronik adalah pada dasarnya majelis hakim, panitera pengganti, penuntut umum  melaksanakan persidangan pada  ruang sidang pengadilan. Sementara terdakwa mengikuti sidang dari Rutan (Rumah Tahanan) tempat terdakwa ditahan dengan didampingi maupun tanpa didampingi penasihat hukum. hakim/majelis hakim, panitera pengganti bersidang di ruang sidang pengadilan, sedangkan penuntut umum mengikuti sidang dari Kantor penuntut umum, terdakwa dengan didampingi ataupun tanpa didampingi penasihat hukumnya mengikuti sidang dari Rutan tempat terdakwa ditahan. Apabila dihubungkan dengan asas Hukum Acara Pidana, ada beberapa asas yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam persidangan perkara pidana secara elektronik. Namun menurut Prof .Dr. Edward Oemar Hieriej, keadaan yang sedang terjadi dalam hal ini pandemi covid 19 merupakan keadaan luar biasa yang bisa dikategorikan sebagai force mejeur, overmach ataupun Noetostand sehingga tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa persidangan daring sah berdasarkan asas hukum pidana yang ada. Saran atas persidangan perkara pidana secara elektronik adalah diharapkan dapat disusun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata beracara persidangan secara elektronik dalam keadaan tertentu, sehingga apabila terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan tata beracara dalam persidangan di pengadilan dilakukan secara elektronik atau daring, para aparat penegak hukum sudah siap dalam pelaksanaanya, dan diharapkan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan persidangan di Pengadilan secara elektronik pada masa pandemi Covid 19 agar lebih ditingkatkan, untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaksanaan dan juga melindungi semua pihak dari bahaya pandemi virus Covid 19 ini. 
Analisis Yuridis Peletakan Sita Pada Sita Khusus Pidana Pada Kuhap dan Sita Umum Pada UUK-PKPU Adhi Setyo Prabowo
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.385 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.581

Abstract

Bankruptcy means all matters relating to bankruptcy. Since the opinion of bankruptcy towards the debtor must go through a litigation process through the examination phase, everything related to the bankruptcy event is called bankruptcy. According to M. Hadi Shubhan, bankruptcy is a place where debtors are unable to make payments on creditors' debts. The management and empowerment of bankrupt assets are carried out by the curator under the supervision of a supervising judge with the main objective of the proceeds of the sale being to pay all debtor debt expenses proportionally and in accordance with the creditor structure. The curator is not the owner of bankruptcy property. Curators can only rely on creditors and debtors who meet the requirements and tidy up bankrupt assets for the benefit of creditors. Criminal law and civil law are two laws that often intersect or intersect, including in the bankruptcy compilation law the confiscation of assets belonging to the debtor. In carrying out their duties, curators are often confronted by police investigators or prosecutors compiling with confiscation of freedom over the portion of debtor's bankrupt assets. Conflicts between the interests of the police and the Attorney General's Office to carry out responsibility for the interests of the curator to conduct general confiscation of bankruptcy still frequently occur in the field. Article 39 paragraph (1) and paragraph (2) of the Criminal Procedure Code seized by investigators including objects that are in confiscation due to civil cases or bankruptcy can also be confiscated for the purposes of investigation, prosecution and trial of cases necessary. Article 39 Paragraph (2) of the Criminal Procedure Code gives the investigator legitimacy for confiscation of objects that have exceeded the general bankruptcy confiscation, as referred to in Article 39 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code in conflict with Article 31 Paragraph (2) shall be made void and if requested by the Supervising Judge have to ask for a strike. This second article discusses clashes and difficulties in their application. One of the cases discussed was about general confiscation which was then confiscated by murder. Article 31 paragraph (2) of this UUK only covers in the realm of civil law and in accordance with the bankruptcy research event can be confiscated because of bankruptcy due to the pronouncement of bankruptcy by the judge, then all confiscation of bankrupt assets becomes invalid again. Article 39 Paragraph (2) of the Criminal Code states that objects in a bankruptcy case can be confiscated by investigators for the purpose of investigating, prosecuting and prosecuting court cases, therefore confiscation in legal proceedings must take precedence.
Urgensi Pengaturan Izin Penggunaan Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik (Otopet) di Kota Bandung Debby Indriyani; Zainal Muttaqin; R. Adi Nurzaman
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.523 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1102

Abstract

AbstractThis research discusses legal issues related to the development of innovation in the transportation sector, which is referred to as "certain vehicles using an electric motor drive" as regulated in the Minister of Transportation Regulation Number 45 of 2020. This study focuses on the use of otopet with the background of the emergence of services. rental of otopet owned by company Grab called GrabWheels and also the use of otopet that are privately owned by the people of Bandung. The use of otopet is one of the problems of special concern for the Bandung City Government because there is no technical regulation that regulates the use of otopet, causing problems related to licensing for use of otopets that can disrupt public order and public interest in traffic. This study aims to analyze the legality of the use of otopet in Bandung City and to review legally the provisions of the lane for use of otopet that have been regulated in the Minister of Transportation Regulation Number 45 of 2020. This study uses a normative juridical approach, which is a legal research approach carried out by examining library data or secondary data as the main research material and seeing how it is implemented in practice. The results of this study explain that the use of otopet in Bandung's road traffic space needs to be accompanied by supervision. from the Bandung City Government, because in practice there were violations that were not in accordance with the prevailing laws and regulations. The provisions of the lane for the use of otopet that have not been established by the Bandung City Government create legal uncertainty, because the ministerial regulations that have been mentioned are only as a legal umbrella and have also been mandated by each region to form technical arrangements for the use of otopet. The formation of a special regulation is one solution to the problem of permitting the use of otopet in Bandung.AbstrakPenelitian ini membahas tentang isu hukum terkait adanya perkembangan inovasi di bidang transportasi yang disebut dengan istilah “kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik” yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020. Penelitian ini berfokus terhadap penggunaan otopet yang di latar belakangi dengan adanya kemunculan jasa penyewaan otopet milik perusahaan Grab yang bernama GrabWheels dan juga penggunaan otopet yang dimiliki secara pribadi oleh masyarakat Kota Bandung. Penggunaan otopet ini menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kota Bandung dikarenakan belum adanya pengaturan teknis yang mengatur mengenai penggunaan otopet, sehingga menimbulkan permasalahan terkait perizinan penggunaan otopet yang dapat mengganggu ketertiban dan kepentingan umum masyarakat dalam berlalu lintas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legalitas penggunaan otopet di Kota Bandung serta meninjau secara hukum terkait ketentuan lajur penggunaan otopet yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti data kepustakaan atau data sekunder sebagai bahan penelitian yang utama serta melihat bagaimana implementasinya dalam praktik. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa penggunaan otopet di ruang lalu lintas jalan Kota Bandung perlu dibarengi dengan pengawasan yang ketat dari Pemerintah Kota Bandung, karena pada praktiknya terjadi pelanggaran yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan lajur penggunaan otopet yang belum dibentuk oleh Pemerintah Kota Bandung menimbulkan ketidakpastian hukum, karena peraturan menteri yang sudah disebutkan hanya bersifat sebagai payung hukum saja dan juga sudah diamanatkan kepada tiap-tiap daerah untuk membentuk pengaturan teknis penggunaan otopet. Pembentukan regulasi khusus merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan izin penggunaan otopet di Kota Bandung.
Penyelundupan Hukum Dalam Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia; Kajian Dalam Perspektif Fiqh Islam dan Undang-Undang Perkawinan Taroman Pasyah
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.486 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.867

Abstract

 Abstrak: Perkawinan di Indonesia menjadi konsep utama sebelum pasangan suami istri melangsungkan hidup bersama, yang tidak hanya di atur berdasarkan hukum negara, tetapi telah diatur berdasarkan kepada agama dan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing pasangan yang mau melaksanakan perkawinan sebelumnya. Aturan tersebut tidak hanya menjadi penghalal hubungan perkawinan bagi pasangan yang akan melangsungkan perkawinan, melainkan melalui peraturan ini menjadikan pasangan hidup bahagia. Besarnya potensi perkawinan beda agama, mendorong diperlukannya peran negara. Negara memegang otoritas (being an authority) untuk mengatur kehidupan beragama. Adanya keterlibatan negara di dalam persoalan keagamaan masyarakat memang menjadi persoalan tersendiri dikarenakan di dalam konsep negara modern tidak dikenal adanya intervensi negara di dalam persoalan keagamaan masyarakat. Namun, sebagaimana yang diakuinya, dalam kenyataan empiris di hampir semua negara modern sekalipun, tidak terbukti bahwa urusan keagamaan sama sekali berhasil dipisahkan dari persoalan-persoalan kenegaraan, di antaranya adalah norma agama. Misalnya; Islam melarang keras wanita muslim menikah dengan laki-laki yang tidak seagama. Ketentuan ini sejalan dengan konsep ajaran nasrani yang juga memberikan larangan bagi wanita nasrani menikah dengan laki-laki yang tidak seiman dengannya. konsep itu telah menjadi pedoman utama bagi wanita muslim dan wanita nasrani untuk melangsungkan pernikahannya. Penjelasan diatas mengisyarat bahwa sahnya suatu pernikahan apabila dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, kemudian sesuai dengan syarat dan rukun dalam perkawinan tersebut. Sejalan dengan itu di Indonesia juga mengatur terkaitnya sah atau tidaknya suatu perkawinan menurut negara sebagaimana diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa perkawinan itu sah apabila dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing agama. Dengan demikian, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi persyaratan dan ketentuan, baik itu berdasarkan peraturan perundang-undangan, maupun berdasarkan aturan agama dan kepercayaan dari yang melangsungkan perkawinan. Akan tetapi keberadaan aturan yang menetapkan pelaksanaan pernikahan sah asal dilaksanakan menurut agama dan keyakinan masing-masing, telah menimbulkan kerancuhan dalam pandangan masyarakat yang berakibat penyelundupan hukum dalam hukum perkawinan di Indonesia. Hal inilah yang menarik penulis untuk meneliti tentang penyelundupan hukum dalam hukum perkawinan di Indonesia; terkait apa faktor penyebab terjadinya penyelundupan hukum dalam hukum perkawinan di Indonesia, dan bagaimana keabsahan status perkawinan yang dilakukan berdasarkan kajian perspektif fiqh Islam dan UndangUndang Perkawinan di Indonesia. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penellitian ini adalah pendekatan normatif atau dogmatik hukum (Legal Dogmatic Opproach) sebagai pendekatan utama.

Page 1 of 2 | Total Record : 11