cover
Contact Name
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry
Contact Email
wayang.nusantara@isi.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
endahbudiarti30@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry
ISSN : 23564776     EISSN : 23564784     DOI : -
Core Subject : Art,
Wayang Nusantara adalah jumal ilmiah pewayangan yang diterbitkan oleh Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjuk:an, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Terbit pertama kali bulan September 2014 dengan frekuensi terbit dua kali setahun pada bulan Maret dan September.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021" : 5 Documents clear
Pakeliran Wayang Babad Lakon Harya Penangsang: dari Kethoprak ke Pakeliran Lilik Agung; Dewanto Sukistono; Retno Dwi Intarti
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.4815

Abstract

AbstractThe work of wayang babad performance Harya Penangsang is aimed at presenting the story of Harya Penangsang which originally came from the kethoprak performance into the wayang babad performance. In addition to the transformation from kethoprak to wayang babad performance, this work aims to present the work of Harya Penangsang figures. The concept transformation of Sapardi Djoko Damono is used as a frame of mind. The development of this work began by observing and analyzing the performance of the wayang performance about Harya Penangsang that had been staged by several dalang. In addition, it also tracks the character of Harya Penangsang through kethoprak stories and in some serat babad. Next is a draft storyline, which includes events and settings. From this, the character plans the characterization, theme, and trust and visualization of the characters.AbstrakKarya pakeliran wayang babad lakon Harya Penangsang ini bertujuan menghadirkan kisah Harya Penangsang yang semula berasal dari pertunjukan kethoprak ke dalam pertunjukan wayang babad. Selain transformasi dari kethoprak ke pakeliran wayang babad, karya ini bertujuan menyajikan garap tokoh Harya Penangsang. Konsep alih wahana Sapardi Djoko Damono digunakan sebagai kerangka pikir. Penggarapan karya ini dimulai dengan mengamati dan menganalisis pergelaran lakon wayang babad lakon Harya Penangsang yang pernah dipentaskan oleh beberapa dalang. Selain itu juga melacak karakter Harya Penangsang melalui kisah-kisah kethoprak dan dalam beberapa serat babad. Selanjutnya dibuat draft alur cerita, yang mencakup peristiwa dan setting. Dari sini, pengkarya merencanakan penokohan, tema, dan amanah serta visualisasi tokoh-tokohnya.
Perjodohan Antasena dengan Manuwati dalam Lakon Antasena Rabi Ki Anom Suroto, Kajian Mitologi Ritual Krystiadi Krystiadi
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.5821

Abstract

AbstractThis paper discusses the meaning of Antasena having a match with Manuwati in the lakon Antasena Rabi presented by Ki Anom Suroto. Research data in the form of cassette tape recordings. This study uses a ritual mythology approach and asma kinarya japa. The method used in this study is analytical description. The recorded data of the audio wayang performance is listened to and then summarized according to the conventional structure of the wayang performance. The results showed that Antasena, who at first did not want to get married, actually had an arranged marriage with Manuwati. Lesmana, Samba, Wisatha, Purwaganti who also wants to marry Manuwati, is not in a relationship with Manuwati. Antasena and Manuwati are matched because they both have the same mythical aspect, namely the mythical aspects of Kamajaya and Shiva. The thing that determines the match between the two is the ritual aspect in the form of a war competition. The contest in the form of war is a tantric ritual level as a hallmark of the Shiva myth. Manuwati’s tantric level only fits the mythical aspect of Antasena. Antareja’s marriage with Manuwati means that shrimp can only live in water.AbstrakTulisan ini membahas makna Antasena berjodoh dengan Manuwati dalam lakon Antasena Rabi sajian Ki Anom Suroto. Data kajian berupa rekaman pita kaset. Penelitian ini menggunakan pendekatan mitologi ritual dan asma kinarya japa. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah deskripsi analitis. Pertama-tama data rekaman pertunjukan wayang kulit yang berupa audio disimak kemudian diringkas sesuai struktur lakon wayang konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Antasena yang pada awalnya tidak ingin menikah justru berjodoh dengan Manuwati. Pelamar lain seperti Lesmana, Samba, Wisatha, Purwaganti yang ingin menikah justru tidak berjodoh dengan Manuwati. Hal yang paling menentukan perjodohan keduanya adalah tataran ritual yang berupa sayembara perang. Sayembara perang sebagai aspek ritual menunjukkan bahwa mite Kamajaya dan kapasitas air dengan tataran ritual wedik sangat kuat dalam sayembara ini. Sehingga dari sekian pelamar tersebut hanya Antasena yang berhak menjadi jodoh Manuwati karena Antasena memiliki aspek mite air, Indra, dan Kamajaya yang sama. Lakon ini    menunjukkan bahwa perjodohan antara Antasena dan Manuwati merupakan penyatuan antara Mangkara (udang) dengan air. Antasena dengan kapasitas udangnya bisa “hidup” apabila menyatu dengan Manuwati dengan kapasitasnya sebagai air.
Struktur Naratif Lakon Kresna Duta Versi Ki Nartosabdo Endah Budiarti
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.6051

Abstract

AbstractThis research aims to find the narrative structure of Ki Nartosabdo’s version of Kresna Duta. Research data in the form of cassette tape recordings. Vladimir Propp’s fabled structure theory was adapted in this study. Propp theory says that a fairy tale has a structure formed from functions that move sequentially. Related to the theory, the analysis method used is the structural method of the Propp model. The first strategy is to track the events that occur in each scene in the text of Ki Nartosabdo’s version of Kresna Duta. From these events found dramatic personae (hero) in the event and how the hero’s actions in moving the story. From the tracking of this event revealed what actions of the hero present, and also revealed the sequence of actions of the hero. The disclosure of the hero’s actions (functions) and the sequence of actions of the hero (function), it will also be revealed the scheme of movement of the story. There are several things that can be stated from the results of the analysis of The Lakon Kresna Duta version of Ki Nartosabdo. First, thirteen functions (hero actions) were found that were tracked from kresna’s action stream as a hero. Second, Ki Nartosabdo’s version of Kresna Duta has more than one sequence of functions. In this study it is called the sequence of primary actor functions and the sequence of secondary actor functions. The sequence of the primary actor function is the flow of hero actions (Kresna) in the Ki Nartosabdo version of Lakon Kresna Duta, while the secondary actor function is the hero action flow from the previous play or continuation play. Third, Ki Nartosabdo’s version of Lakon Kresna Duta contains one main story movement and four story movements from other plays. A fairly important finding is that Propp’s theory of the narrative structure of folklore (Russia) also applies to Javanese folklore, although there is a deviation in terms of the order of functions.Abstrak Penelitian ini bertujuan menemukan struktur naratif Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo. Data penelitian berupa rekaman pita kaset. Teori struktur dongeng Vladimir Propp diadaptasi dalam penelitian ini. Teori Propp mengatakan bahwa sebuah dongeng memiliki struktur yang dibentuk dari fungsi-fungsi yang bergerak berurutan. Berkaitan dengan teori tersebut, maka metode analisis yang digunakan adalah metode struktural model Propp. Strategi pertama yang dilakukan yaitu melacak peristiwa-peristiwa yang terjadi pada setiap adegan dalam teks Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo. Dari peristiwa-peristiwa tersebut ditemukan siapa pelaku (dramatis personae) dalam peristiwa tersebut dan bagaimana tindakan pelaku dalam menggerakkan cerita. Dari pelacakan peristiwa ini terungkap apa saja tindakan pelaku yang hadir, dan juga terungkap urutan tindakan pelaku. Terungkapnya tindakan pelaku (fungsi) dan urutan tindakan pelaku (fungsi), maka akan terungkap pula skema pergerakan cerita. Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan dari hasil analisis Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo. Pertama, ditemukan tiga belas fungsi (tindakan hero) yang dilacak dari aliran tindakan Kresna sebagai hero. Kedua, Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo memiliki lebih dari satu urutan fungsi. Dalam penelitian ini disebut urutan fungsi pelaku primer dan urutan fungsi pelaku sekunder. Urutan fungsi pelaku primer merupakan aliran tindakan hero (Kresna) dalam Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo, sedangkan fungsi pelaku sekunder merupakan aliran tindakan hero dari lakon sebelumnya atau lakon kelanjutannya. Ketiga, Lakon Kresna Duta versi Ki Nartosabdo ini memuat satu pergerakan cerita utama dan empat pergerakan cerita dari lakon lain. Temuan yang cukup penting ialah teori Propp tentang struktur naratif cerita rakyat (Rusia) juga berlaku untuk cerita rakyat Jawa, meskipun ada deviasi dalam hal urutan fungsi.
Dendam Trigantalpati Hening Sudarsono; Udreka Udreka; Retno Dwi Intarti
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.8207

Abstract

AbstractThe puppet performance Dendam Trigantalpati is a reinterpretation of the story of Tri- gantalpati which is sourced to three performance, namely Banjaran Sengkuni Ki Purbo Asmoro, Jumenengan Pandhu Ki Manteb Sudarsono, and Gandamana Tundhung version of Ki Hadi Sugito. The concept of sanggit Soetarno, et al. was used to respond to the three performance. The method used in this work is the exploratory method. The stages that go through are observing the play, selecting and sorting out events, processing events, compiling plays. The result of the reinterpretation of the three performance above is Trigantalpati as someone who cannot control ego and revenge.AbstrakLakon Dendam Trigantalpati adalah sebuah tafsir ulang kisah Trigantalpati yang bersumber pada tiga lakon yaitu lakon Banjaran Sengkuni versi Ki Purbo Asmoro, Jumenengan Pandhu versi Ki Manteb Sudarsono, dan Gandamana Tundhung versi Ki Hadi Sugito. Konsep sanggit Soetarno, dkk. digunakan untuk merespon tiga lakon tersebut. Metode yang digunakan dalam karya ini adalah metode eksploratif. Adapun tahapan yang dilalui adalah mencermati lakon, memilih dan memilah peristiwa, mengolah peristiwa, menyusun lakon. Hasil tafsir ulang dari tiga lakon di atas adalah Trigantalpati sebagai seseorang yang tidak bisa mengendalikan ego dan rasa dendam.
Permainan Stereotipe Gender: Studi Kasus Performativitas dalam Pertunjukan Wayang Kulit Ki Seno Nugroho Indah Ayu Fitria; Timbul Haryono; Vissia Ita Yulianto
Wayang Nusantara: Journal of Puppetry Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/wayang.v5i1.5181

Abstract

AbstractThis paper discusses sinden’s role and position in shadow puppet shows in the current era, with a case study of sinden on ki Seno Nugroho’s show. Butler’s gender performance theory is used to look at the performance power of sinden-sinden Ki Seno Nugroho (Apri-Mimin “the male sinden duo”and Elisha “sulawesi sinden”). Butler in theory stated that gender performanceivity was initiated to dismantle the problem of gender construction hierarchy. The gender body readed as the actor in the role. The role is performed in accordance with the manuscript he has received, while the manuscript itself is an analogy of social norms and constructions. The gender body becomes an actor who plays a role in accordance with the applicable gender law, in order to play a good role, it performs gender actions continuously and repeatedly, so that these actions establish and become gender identity. Meanwhile, the multi-sited ethnography method allows researchers to penetrate the potential of data not only on direct observation, but through other areas virtually from online sites, such as social media and Youtube sites. The data obtained successfully traced the interweaving of KSN and sinden interactions, as well as narrating the performanceivity of Apri- Mimin and Elisha built through language games. A reading of Judith Butler’s theory of gender performanceivity suggests that sinden’s performance power with the role of “male sinden duo” and “Sulawesi sinden” was built through the stereotypical imagination of gender ethnicity represented in the form of language games. On the other hand, sinden’s performanceivity is easily commodified by the puppeteer as the leader of the puppet show to gain popularity and economic benefits.AbstrakTulisan ini membahas peran dan posisi sinden dalam pertunjukan wayang kulit di era kekinian, dengan studi kasus sinden pada pertunjukan Ki Seno Nugroho. Teori performativitas gender Butler digunakan untuk melihat daya performance sinden-sinden Ki Seno Nugroho (Apri-Mimin “duo sinden banci”dan Elisha“sinden Sulawesi”). Butler dalam teorinya menyatakan bahwa performativitas gender digagas untuk membongkar persoalan hierarki konstruksi gender. Tubuh gender dibaca sebagaimana aktor yang sedang berperan. Peran tersebut dilakukan sesuai dengan naskah yang telah ia terima, sedangkan naskah sendiri adalah analogi dari norma dan konstruksi sosial. Tubuh gender menjadi aktor yang berperan sesuai dengan hukum gender yang telah berlaku, utuk dapat berperan dengan baik, ia melakukan tindakan gender secara terus menerus dan berulang, sehingga tindakan-tindakan itu menubuh dan menjadi identitas gender. Sementara itu, metode multi-sited ethnography memungkinkan peneliti merambah potensi data tidak saja pada pengamatan langsung, melainkan melalui wilayah yang lain secara virtual dari situs online, seperti media sosial dan situs Youtube. Data yang diperoleh berhasil merunut jalinan interaksi KSN dan para sinden, serta menarasikan performativitas Apri-Mimin dan Elisha yang dibangun melalui permainan bahasa. Pembacaan atas teori performativitas gender Judith Butler mengemukakan bahwa daya performativitas sinden dengan peran sebagai “duo sinden pria” dan “sinden Sulawesi” dibangun melalui imajinasi stereotipe etnisitas gender yang direpresentasikan dalam bentuk permainan bahasa. Di sisi lain, performativitas sinden dengan mudah dikomodifikasi oleh dalang sebagai pemimpin pertunjukan wayang untuk mendulang popularitas dan keuntungan ekonomi.

Page 1 of 1 | Total Record : 5